• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Gambaran Objek Penelitian 4.1.1 Definisi Tato

Secara umum tato memiliki suatu sejarah awal yang cukup panjang. Istilah tato sendiri berasal dari bahasa Tahiti, yaitu “tatau” yang artinya adalah menandai (pada kulit) menggunakan pola atau

designsecara permanen dengan membubuhkan dan memasukan cairan

bewarna. Walaupun bukti-bukti sejarah tato itu tidak begitu banyak, akan tetapi para ahli mengambil kesimpulan bahwa seni tato sudah ada sejak 113 SM (era berkuasanya Gaius Julius Caesar), di mana tato merupakan lambang yang digunakan oleh budak dari penduduk Romawi kuno, maupun sebagai penanda petarung gladiator yang berasal dari kalangan kriminal.

Ada berbagai macam alasan suku-suku di dunia membuat tato.Sebut saja bangsa Yunani yang memanfaatkan tato sebagai tanda pengenal dari badan intelejen mereka, atau mata-mata pada perang saat itu.Dimana tato menunjukan pangkat dari mata-mata tersebut.Tato yang dimiliki oleh para budak Romawi kuno berbeda-beda tergantung keluarga pemiliknya (gambar tato antara tiap budak dari tuan yang satu berbeda dengan budak yang dimiliki oleh tuan yang lainnya), sementara

tahanan kriminal juga diberi tato yang berbeda, tergantung dengan berat kejahatan yang dilakukannya. Budak yang sudah dibebaskan oleh tuannya masih harus tetap menyandang tato tersebut sebagai tanda pengabdian mereka terhadap keluarga tuannya sampai akhir hidup mereka (walaupun mereka tidak lagi terikat seperti sejatinya seorang budak terhadap tuannya).

Sementara pada 12.000 tahun SM tato digunakan pada semacam ritual bagi suku-suku kuno seperti, Maori (penduduk asli Selandia Baru), Maya dan Inca (suku Indian Meksiko kuno), Ainu (penduduk asli Kutub Utara dan nenek moyang bangsa Jepang), Polynesia (suku asli nenek moyang bangsa-bangsa di Asia Tenggara), dan ( suku-suku lainnya di berbagai belahan dunia.Pada suku-suku Maori dan Ainu, tato berbentuk ukiran-ukiran spiral di wajah dan pantatmerupakan penanda status sosial di masyarakat serta penanda sebagai keturunan yang baik. Sedangkan bagi suka Inca dan Maya, tato digunakan sebagai penanda kepala suku maupun dukun-dukun mereka, serta prajurit-prajurit yang telah dipilih secara khusus seperti Jaguar Warrior (Ksatria Macan Tutul), yaitu pasukan pelindung raja/kepala suku yang menggunakan tato berpola macan tutul dengan maksud agar roh dan semangat keberanian hewan tersebut merasuk dalam jiwa mereka.

Sekitar tahun 1700 sampai tahun 1800-an, tato mengalami pergeseran makna, atau lebih tepatnya mengalami peningkatan posisi di dalam kehidupan masyarakat. Di masa itu tato merupakan “sesuatu”

yang hanya boleh dimiliki oleh keuarga kerajaan, dimana tiap keluarga kerajaan maupun bangsawan pria memiliki tato bergambar lambang kerajaan maupun bangsawan pria memiliki tato bergambar lambang keluarga mereka masing-masing (family crest) di dada, terutama bagi mereka yang akan atau pernah maju berperang.

Tato pada dasarnya diaplikasikan pada bagian-bagian tubuh yang sesuai dengan keinginan penggunanya, seperti tangan, kaki, pergelangan tangan, jari, daun telinga, wajah, leher, kulit kepala, betis, pinggul, dan bagian tubuh lainnya.Dan bahkan ada juga yang mentato bagian-bagian tubuh yang terdengar tidak lazim, yang juga menjadi media aplikasi tato.Contohnya bola mata (melalui jalan operasi), gigi, lidah, dan bagian-bagian intim.

4.2 Penyajian Data

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih lima bulan. Dan sebagaimana yang ditetapkan sebelumnya, subjek penelitian ini yang dijadikan informan tidak dapat dibatasi atau ditentukan karena analisis yang digunakan adalah kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan persepsi masyarakat terhadap perempuan bertato. Data diperoleh dengan melakukan pengamatan (observasi) dan wawancara mendalam (indepth

interview) yang dilakukan terhadap masyarakat yang berusia 19 tahun ke atas.

Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari informan, sedangkan observasi dilakukan untuk mengamati perilaku dan perkembangan dari situasi yang diteliti. Data yang diperoleh

tersebut akan disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kulitatif sehingga diperoleh gambaran, jawaban, serta kesimpulan dari pokok permasalahan yang diangkat.

4.3 Identias Informan

Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah masyarakat dewasa laki-laki maupun perempuan, berusia 19 tahun ke atas yang mempunyai pendidikan SMA sampai perguruan tinggi dan bermukim di kota Sidoarjo.Seperti penjelasan di awal, informan tersebut adalah orang yang memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk mengungkapkan informasi mengenai tato secara lisan dengan bahasa yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap perempuan yang memiliki tato di bagian tubuhnya. Setelah mengetahui persepsi masyarakat yang dijadikan informan oleh peneliti, disini peneliti mendapatkan hasil yang bersifat positif mengenai tato di tubuh seorang perempuan. Dan dari setiap informasi yang disampaikan informan membantu peneliti dalam menyusun penelitian ini.

Adapun identitas informan yang dimiliki berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Seperti informan pertama yakni Bapak Odjahan Butar Butar dengan usia 63 tahun adalah sebagai seorang pensiunan PNS kehutanan yang saat ini aktif di pelayanan Gereja GPIB Bethesda Sidoarjo, yang mempunyai tiga anak yang sudah dewasa. Agama Nasrani yang beliau anut terbawa dalam kepribadian di dalam keluarganya. Beliau mengajari keluarganya dengan cara yang Kristiani. Informan kedua yakni Goorda

Girlandia dengan usia 25 tahun adalah seorang mahasiswi di Universitas Bhayangkara Surabaya dan memiliki pekerjaan sebagai Penyiar sekaligus penanggung jawab bidang siaran di salah satu stasiun Radio di Surabaya.Sedangkan informan ketiga yakni Ismawati dengan usia 20 tahun yang berasal dari Bali merantau di Sidoarjo sebagai karyawan di sebuah toko kue, di daerah Gedangan, Sidoarjo. Setelah lulus SMA tahun 2011, dia tidak berniat untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi dikarenakan keadaan ekonomi keluarga yang mendesak dia untuk bekerja. Kemudian, informan terakhir yakni, Rudianto dengan usia 23 tahun adalah seorang pria lulusan SMA yang belum mempunyai pekerjaan. Aktifitasnya sehari-hari adalah nongkrong dengan teman-teman di lingkungannya rumahnya dan aktif di Karang Taruna. Terkadang dia juga bersedia jika ada orang memerlukan tenaganya menjadi pengangkut pasir. Berikut ini tabel yang mencantumkan informan-informan yang diwawancarai :

Tabel Identitas Infor man

No Nama Infor man Usia

(Tahun)

Pendidikan Ter akhir

Pekerjaan

1 Bpk. Odjahan Butar Butar 63 D3 Pensiunan PNS

Kehutanan

2 Goorda Girlandia 25 SMA Mahasiswi dan

Penyiar

3 Ismawati 20 SMA Karyawati

4 Rudianto 23 SMA Belum Bekerja

Dari tabel diatas diketahui bahwa informan-informan dengan usia yang berbeda antara satu dengan yang lainnya akan menghasilkan jawaban-jawaban yang berbeda pula tergantunga pada tingkat pengetahuan agama, kebudayaan, atau kebiasaan dalam sehari-hari dan pengalaman masa lalu.

4.4 Data

4.4.1 Persepsi Terhadap Perempuan Bertato

Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan bahwa pada dasarnya persepsi masyarakat terhadap perempuan bertato dapat dianalisis melalui hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan kelima inforaman khususnya yang berusia 19 tahun ke atas meyatakan bahwa mereka berasal dari Sidoarjo.

Ada perbedaan latar belakang pengalaman tersebut pada dasarnya menyebabkan timbulnya persepsi masyarakat terhadap perempuan bertato yang berbeda pula. Seperti yang dikemukakan oleh Deddy Mulyana dalam buku “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” (2005 : 171), bahwa beberapa hal atau faktor-faktor yang mempunyai persepsi pada individu antara lain adalah :

a. Latar belakang pengalaman

Semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki akan mempengaruhi persepsi. Hal ini terbukti bahwa pola pikir tiap-tiap informan yang berbeda. Pada informan pertama (Bpk. Odjahan Butar Butar) dengan pendidikan yang cukup tinggi yaitu lulusan D3 maka beliau dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap perempuan yang

memiliki tato. Hal tersebut dipengaruhi oleh latar belakang keluarga beliau yang memang menganggap tato adalah sesuatu yang bisa merusak tubuh. Dilihat dari asal kelahiran beliau, yaitu Sumatera Utara, beliau menganggap orang bertato adalah mereka yang memiliki catatan kejahatan di kepolisian atau narapidana. Seiring berjalannya waktu, beliau saat ini yang telah berusia 63 tahun dan memiliki tiga orang anak (dua orang laki-laki dan seorang perempuan) mengungkapkan persepsinya bahwa tato sekarang bisa dianggap sebagai sebuah seni yang semakin marak di kalangan kaum remaja atau anak muda. Namun bukan berarti beliau setuju apabila anak-anaknya terutama anak perempuannya memiliki tato.Dan informan kedua (Goorda Girlandia) menyikapi perempuan bertato itu hampir sama dengan informan pertama, hanya saja dia tidak beranggapan bahwa perempuan bertato itu selalu negatif. Negatif tidaknya seseorang, menurut dia, bukan dilihat dari tatonya, namun dari sikap dan perilaku orang tersebut. Hal ini dikarenakan faktor usianya yang memang masih muda, yaitu 25 tahun dengan status mahasiswa dan pekerja di bidang broadcast, yang dia tahu bahwa dunia broadcast itu menganggap tato adalah hal yang biasa, jadi dia memang mempunyai pemikiran yang lebih luas, walaupun pribadinya sendiri sama sekali tidak berminat untuk memiliki tato di tubuhnya. Disisi lain, informan ketiga (Ismawati) yang lulusan SMA, menyikapi perempuan bertato dengan blak-blak’an, yang terlontar

begitu saja, mengatakan bahwa perempuan bertato itu akan tampak arogan dan metal. Lain halnya dengan informan terakhir (Rudianto) yang juga lulusan SMA, dia beranggapan bahwa perempuan bertato itu wajar saja, karena hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berada dirumahnya. Oleh sebab itu, pendidikan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari yang berbeda akan menimbulkan persepsi yang berbeda pula.

b. Latar Belakang Budaya

Keempat informan memiliki budaya dan tradisi yang berbeda di dalam keseharian hidup mereka. Pada informan pertama (Bapak Odjahan Butar Butar), yang sehari-harinnya sebagai kepala keluarga

yang menerapkan sikap kedisiplinan yang tinggi kepada

keluarganya, terutama pada anak-anaknya, dan juga sebagai sesorang yang aktif dalam kegiatan pelayanan gereja, beliau tidak memiliki teman, keluarga, atau pun komunitas perempuan bertato, namun beliau pernah melihat dan hanya sekedar kenal. Beliau termasuk seseorang yang tegas dalam memberikan arahan kepada anak-anaknya untuk tidak memiliki tato karena akan merugikan diri mereka. Informan kedua (Goorda Girlandia) malah tidak pernah mengenal perempuan bertato, karena kesehariannya dia adalah seorang penyiar radio rohani, sehingga dalam komunitas di pekerjaannya tidak ada satu pun yang memiliki tato. Hanya saja karena dia seorang mahasiswi dan dia juga orang yang sering

beraktifitas di luar rumah, dia paling tidak pernah melihat perempuan bertato.Jadi ketika dia melihat perempuan bertato, dia tidak respect, karena dia menganggap perempuan bertato itu tidak menghargai tubuhnya atau tidak mensyukuri apa yang telah ada di dirinya. Sedangkan informan ketiga (Ismawati) beranggapan tidak jauh berbeda dengan informan-informan di atas, bahwa perempuan bertato tidak menampilkan sosok perempuan yang identik dengan kecantikan dan kelemahlembutan. Hanya saja tampak ke-unik-an nya karena sejak lahir sampai dia lulus SMA, dia berdomisili di Bali, yang notabene di sana banyak wisatawan mancanegara perempuan yang memiliki tato di tubuhnya, otomatis seharusnya dia bisa menerima perempuan bertato sebagai hal yang wajar, tapi kenyataannya dia tidak beranggapan seperti itu.Sementara informan terakhir (Rudianto) yang dalam kesehariannya memang dia memiliki pasangan yang memiliki tato, jadi dia bisa menerima perempuan bertato. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan budaya juga mempengaruhi persepsi tiap individu.

c. Suasana psikologis yang berbeda

Suasana psikologis yang berbeda yang dimaksud adalah pada masa tertentu tiap informan menyukai perempuan bertato dengan alasan yang berbeda pula. Pada informan pertama (Bapak Odjahan Butar Butar) tidak menyukai perempuan bertato, akan tetapi beliau mau menerima perempuan bertato asalkan perempuan itu bukan keluarganya. Pada

informan kedua (Goorda Girlandia) tidak begitu menyukai perempuan yang memiliki tato karena menurut dia ada banyak hal yang bisa ditonjolin dari seorang perempuan tanpa memiliki tato. Sedangkan pada informan ketiga (Ismawati) sebatas suka saja dengan perempuan bertato, asalkan berperilaku positif. Sementara informan terakhir (Rudianto) menyukai perempuan bertato karena menurut dia pribadi, tato itu sudah dianggap sebagai seni, disamping itu pasangan dia pun adalah perempuan bertato.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap ke empat orang informan tersebut, menunjukkan bahwa persepsi yang diberikan informan cenderung menerima perempuan bertato walaupun mereka tidak menyukainya dengan alasan yang berbeda, karena cara berpikir masyarakat Sidoarjo sekarang ini juga mengikuti perkembangan gaya hidup yang ada. Dapat terlihat dari penilaian yang telah diberikan oleh para informan, sehingga seperti yang telah diungkapkan Desmita (2005:179), bahwa pada usia tersebut mempunyai ciri-ciri antara lain, yaitu mempunyai inisiatif, mempunyai minat yang luas, mempunyai kebebasan dalam berpikir, mempunyai kepercayaan diri yang kuat, penuh semangat, berani mengambil resiko, berani mengemukakan pendapat dan memiliki keyakinan.

4.4.2 Analisa Data

Persepsi Masyarakat Mengenai Pengertian Tato

Arti kata tato adalah gambar (lukisan) pada tubuh, sedangkan arti kata mentato adalah melukis pada kulit tubuh dengan cara menusuki kulit dengan jarum halus, kemudian memasukan zat warna ke dalam bekas tusukan itu. Dalam membuat gambar permanen dalam tubuh manusia bisa dengan menggunakan dua cara, yang pertama, adalah tato yaitu melukis pada kulit tubuh dengan cara menusuki dengan jarum halus, kemudian memasukan zat warna ke dalam bekas tusukan itu, dan yang kedua, retas tubuh (scarification), yang berarti menggores permukaan kulit dengan benda tajam sehingga menimbulkan luka, dan saat luka itu sembuh akan menimbulkan tonjolan pada permukaan kulit.

Berikut ini merupakan petikan wawancara penulis dengan informan, bagaimana persepsi masyarakat mengenai pengertian tato.

Informan pertama, Bapak Odjahan Butar Butar, memaparkan pendapatnya mengenai pengertian tato sebagai berikut :

“...Kalau tato menurut saya mungkin merupakan suatu tanda

ya,...suatu tanda bagi orang-orang atau mungkin komunitas yang bisa memberikan mereka petunjuk ketika mereka ada dalam kelompok itu atau pun sebagai petunjuk ketika mereka melakukan sesuatu pertemuan karena mereka sudah mengupayakan suatu sepakat sehingga mereka itu mempunyai kerinduan untuk membuat tato sebagai tanda pertemuan, tanda mereka memiliki sesuatu komunitas.”

(Wawancar a : Sabtu, 06 April 2013, pukul 19:33 WIB)

Pada informan kedua, Goorda Girlandia, memaparkan pendapatnya mengenai pengertian tato sebagai berikut :

“...tato itu gambar yang ada di tubuh manusia...., ya gak harus

gambar juga sih, bisa bentuk tulisan juga...tergantung mungkin dari setiap orangnya mau bentuk apa, pokoknya sesuatu yang ada di tubuh manusia.”

(Wawancar a : Minggu, 14 April 2013, pukul 15:58 WIB)

Pada informan ketiga, Ismawati, menyampaikan pendapatnya mengenai pengertian tato sebagai berikut :

“Yaitu, gambar yang ada pada tubuh, bisa dalam gambar, tulisan atau gambar-gambar apapun.”

(Wawancar a : Senin, 15 Apr il 2013, pukul 20:05)

Pada Informan keempat, Rudianto, menyampaikan pendapatnya mengenai pengertian tato sebagai berikut :

“Tato adalah seni melukis pada tubuh, yang di mana dalam proses pembuatan tato itu sendiri menggunakan tinta khusus”.

(Wawancar a : Senin, 22 Apr il 2013, pukul 20:44)

Jadi dari paparan yang telah disampaikan para informan diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian tato adalah suatu tanda yang bisa berbentuk gambar atau tulisan yang ada di tubuh manusia, yang juga bisa digunakan untuk menunjukkan identitas diri orang tersebut, dan saat ini telah dianggap sebagai suatu seni.

4.4.3 Persepsi Masyarakat Mengenai Pengaruh Pemakaian Tato Ter hadap Kesehatan Perempuan

Dikaitkan dengan bidang kesehatan, pembuatan tato yang tidak memperhatikan kebersihan, kondisi orang yang akan membuat tato sangat berbahaya bagi orang yang akan melakukan pembuatan tato tersebut. Apapun alasan pembuatan tato, kesehatan dan kualitas dari

alat yang akan digunakan untuk membuat tato harus sangat diperhatikan dan dipertimbamgkan baik-baik. Kemungkinan penularan melalui jarum tato yang terinfeksi karena digunakan secara tidak steril berpeluang menimbulkan penyakit seperti HIV atau AIDS dan hepatitis B. Setelah membuat tato pun harus menjadi perhatian, karena pada sebagian orang bisa menimbulkan iritasi, infeksi, dan bahkan kanker pada kulit. Perilaku seperti ini terjadi karena kurangnya kesadaran dan pemahaman mengenai pentingnya memahami tato sebelum dan setelah menggunakannya. Pemahaman dan kesadaran akan resiko tato patut untuk menjadi perhatian terutama yang akan menggunakan tato.

Ketika peneliti menanyakan lebih lanjut mengenai kesehatan tentang perempuan yang menggunakan tato, yang di mana dalam pembuatan tato tersebut bisa menimbulkan penyakit yang sangat berbahaya bagi tubuh. Pada pertanyaan ini informan memberikan berbagai informasi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan tingkat pengetahuan yang berbeda antara informan satu dengan informan lainnya ketika mereka memaparkan pendapatnya dalam penelitian ini.

Pada Informan Bapak Odjahan Butar Butar, beliau tidak begitu mengetahui dengan pasti mengenai bahaya pemakaian tato, hanya saja jika itu berkaitan mengenai alat-alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan tato di tubuh seorang perempuan, beliau mengatakan bahwa bisa saja menimbulkan beberapa penyakit.

Seperti yang terlihat pada kutipan wawancara berikut ini, informan pertama, Bapak Odjahan Butar Butar mengatakan :

“...Tapi dalam untung ruginya atau tu mengganggu kesehatannya tu sebenarnya saya tidak searah bisa menyatakan itu mengganggu kesehatan mereka tapi yang pernah saya lihat di TV..., kalau mereka mempergunakan dengan cairan-cairan ataupun alat-alat yang tidak

sempurna, tidak sehat akan menggangu kesehatan mereka,

...dengan pakai jarum yang disuntik-suntikan dan pergunakan cairan, ...dari jarumnya saja ketika itu tidak bersih, kan akan mengakibatkan penularan penyakit yang terjadi bagi orang itu... apalagi kalau dia memakai cairan, cairan ini ya apakah sudah melewati kesehatan atau tidak, kalau tidak itu nanti akan mengakibatkan fatal pada tubuhnya... Saya juga belum tahu sebegitu jauh, tapi... kan pernah saya lihat, atau pun saya dengar melalui media, itu akan bisa mengganggu, bagi wanita terutama bagi janin anak-anak nanti atau pun eee yang ada pada kandungan daripada wanita itu sendiri”.

(Wawancar a : Sabtu, 06 April 2013, pukul 19:33 WIB)

Pada informan kedua, Goorda Girlandia juga kurang begitu paham

ketika ditanya keterkaitan antara pemakaian tato dengan kesehatan karena ia sendiri tidak memakai tato, juga melihat perempuan bertato sekilas saja dan memang tidak memiliki teman dekat perempuan yang memiliki tato. Berikut kutipan wawancara dengan Goorda Girlandia :

“ Ehmm, kalau soal kesehatan, saya kurang paham ya mas ya,

soalnya saya sendiri kan juga nggak pake tato nih, dan saya juga melihat orang perempuan bertato kan juga ya cuman sekilas-sekilas gitu aja kan, juga nggak punya temen deket yang pake tato gitu, jadi ya saya nggak begitu paham kalau itu berpengaruh atau enggaknya sama kesehatan”.

(Wawancar a : Minggu, 14 April 2013, pukul 15:58 WIB)

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai alat-alat dan bahan dalam

pemakaian tato, ia mulai menjelaskan bahwa memang ada kemungkinan

penyakitdikarenakan kurang memperhatikan kesterilan alat-alat atau pun bahan tersebut.

Berikut ini hasil wawancara lanjutannya :

“Ooo kalau soal itu mah, ya pasti kayaknya pengaruh ya. Kalau misalnya yang satunya sudah kena sakit, ya kalau jarumnya nggak ganti-ganti, ya ada kemungkinan akan terjangkit juga...”.

(Wawancar a : Minggu, 14 April 2013, pukul 15:58 WIB)

Sedangkan informan ketiga, Ismawati dengan jelas megutarakan bahwa memang pemakaian tato mungkin saja akan mempengaruhi kesehatan seseorang itu. Hal tersebut terlihat dari hasil wawancara berikut ini :

“Menurut saya, mungkin saja itu bisa terjadi terlebih apabila perempuan yang membuat tato tersebut tidak memperhatikan jarum yang akan digunakan untuk membuat tato. Penyakit yang sangat mungkin ditularkan adalah penyakit HIV atau AIDS yang bisa ditularkan melalui darah lewat jarum tato yang digunakan secara bergantian dan tidak disterilkan, itu menurut pandangan saya”.

(Wawancar a : Senin, 15 Apr il 2013, pukul 20:05)

Sementara informan terakhir, Rudianto mengutarakan hal yang sama seperti yang disampaikan oleh informan ketiga. Ia mengetahui bahwa pemakaian tato itu bisa mempengaruhi kesehatan.

Berikut kutipan wawancara dengan Rudianto mengenai keterkaitan pemakaian tato dengan kesehatan perempuan :

“Bisa berpengaruh, apabila jarum yang digunakan untuk mentato tidak distre...rilkan ataupun tidak diganti. Misalnya, jarum satu digunakan untuk membuat tato oleh beberapa orang”.

Dari keempat kutipan wawancara yang telah diberikan oleh keempat informan mengenai keterkaitan antara pemakaian tato dengan kesehatan perempuan, semua informan menilai bahwa pemakaian tato yang tidak memperhatikan kesterilan alat-alat atau bahan yang digunakan dapat berakibat fatal bagi tubuhnya sendiri. Berbagai penyakit dapat saja merusak kesehatan perempuan tersebut, salah satu diantaranya adalah penyakit HIV/AIDS. Dan pemilihan tempat untuk membuat tato juga perlu diperhatikan, karena hal itu juga mempengaruhi kualitas dari alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat tato.

4.4.4 Persepsi Masyarakat Mengenai Keterkaitan Per empuan Bertato Dengan Ajar an Agama Yang Dianut

Dikaitkan dengan ajaran agama yang dianut oleh informan, pemakaian tato tidak diperbolehkan karena tidak mensyukuri apa yang telah diciptakan Tuhan Yang Maha Esa. Artinya kita sama saja merusak tubuh kita sendiri yang semestinya harus kita jaga dengan baik karena manusia sudah diciptakan Tuhan dengan sempurna dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Ketika peneliti menanyakan lebih lanjut mengenai keterkatan tersebut, dengan alasan yang dikemukakan pada peneliti yang berbeda-beda yang disebabkan oleh keyakinan dan agama yang berberbeda-beda pula antara informan satu dengan informan lainnya ketika mereka

Dokumen terkait