• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan beras analog dengan menggunakan teknologi ekstrusi menghasilkan data rendemen sebgaia indikator produktivitas beras analog yang dihasilkan. Nilai rendemen juga menunjukkan adanya konversi bahan menjadi produk selama proses berlangsung. Hasil rendemen beras analog dapat dilihat pada Gambar 8. 55.08 79.57 71.54 57.14 81.94 69.37 53.14 63.54 70.85 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 A0 A0,5 A1 B0 B0,5 B1 C0 C0,5 C1 Re n d em en %

Formula Beras Analog

Keterangan: A0 = kombinasi 80% tepung lindur, 20% tepung sagu, kitosan 0% A0,5= kombinasi 80% tepung lindur, 20% tepung sagu, kitosan 0,5% A1 = kombinasi 80% tepung lindur, 20% tepung sagu, kitosan 1% B0 = kombinasi 70% tepung lindur, 30% tepung sagu, kitosan 0% B0,5= kombinasi 70% tepung lindur, 30% tepung sagu, kitosan 0,5% B1 = kombinasi 70% tepung lindur, 30% tepung sagu, kitosan 1% C0 = kombinasi 60% tepung lindur, 40% tepung sagu, kitosan 0% C0,5= kombinasi 60% tepung lindur, 40% tepung sagu, kitosan 0,5%

C1 = kombinasi 60% tepung lindur, 40% tepung sagu, kitosan 1% Gambar 8 Rendemen beras analog

Rendemen beras analog teknologi ekstrusi dengan berkisar antara 53,14%-81,94%. Formula beras analog dengan kombinasi tepung lindur 70%, tepung sagu 30%, dan penambahan kitosan 0,5% mempunyai rendemen terbesar dari formulasi lainnya. Keragaman nilai rendemen yang fluktuatif dikarenakan faktor-faktor dalam proses pembuatan beras analog teknologi ekstrusi antara lain kadar air adonan, dan kecepatan pemasukan adonan ke alat ekstruder. Pemberian bahan pengikat dan pengemulsi kitosan, dan pemotongan produk keluaran yang masih dilakukan secara manual sangat mempengaruhi hasil rendemen beras analog (Wijaya et al. 2012). Menurut Suptijah et al. 1992 kitosan dapat membantu proses gelatinisasi pada proses ekstrusi beras analog. Kitosan juga dapat berfungsi sebagai pelumas mesin ekstruder sehingga memudahkan adonan terdorong keluar

28

dalam die dan semakin banyak gelatinisasi adonan yang terjadi maka rendemen yang dihasilkan juga semakin besar.

Analisis Sensori Nasi Beras Analog Warna

Warna merupakan salah satu faktor visual yang menentukan penerimaan dari suatu produk. Makanan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik terkadang tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak menarik dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna seharusnya. Penerimaan warna suatu bahan pangan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno 2008). Hasil uji hedonik warna pada beras analog lindur dapat dilihat pada Gambar 9.

Huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan hasil uji berbeda nyata (P<0,05) Gambar 9 Hasil uji hedonik warna nasi analog

Hasil Analasis of Variance (ANOVA) menunjukkan bahwa propsorsi tepung lindur dengan sagu dan penambahan kitosan memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik warna beras analog (p<0,05). Hasil rancangan acak lengkap faktorial menunjukkan bahwa adanya interaksi antara rasio tepung lindur dan sagu dengan penambahan kitosan. Warna beras analog yang dihasilkan berkisar antara 2,87-3,43. Proporsi tepung lindur 70%, tepung sagu 30%, dan penambahan kitosan 0,5% sangat disukai panelis karena mempunyai nilai tertinggi dari formulasi lainnya. Warna beras analog ini dipengaruhi oleh kandungan tanin yang dimiliki oleh tepung lindur sehingga warna beras analog yang dihasilkan berwarna coklat. Menurut Haryadi (2008) warna juga dipengaruhi oleh proses pengolahan dalam hal ini proses ekstrusi dan juga kandungan amilosa yang terdapat pada beras analog. Menurut Suptijah et al. (1992) kitosan dapat mengikat tanin sehingga warna beras analog yang dihasilkan menjadi lebih cerah dibandingkan dengan formula beras analog tanpa pemberian kitosan. Konsentrasi kitosan semakin tinggi semakin mengikat tanin dan pigmen lainnya yang terdapat dalam beras analog sehingga warna kelihatan pucat dan mengurangi penilaian panelis. Widara (2012) juga menghasilkan beras analog sorgum yang berwarna

29

kuning merah karena dipengaruhi oleh penambahan tepung jagung yang banyak mengandung karoten.

Aroma

Aroma merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas bahan makanan. Industri pangan, uji terhadap aroma dianggap penting karena dengan cepat dapat dianggap memberikan penilaian terhadap hasil produknya, apakah produk tersebut disukai atau tidak oleh konsumen. Aroma atau bau dapat dikenali bila berbentuk uap, umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bahan utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 2008). Aroma nasi beras analog lindur dapat dilihat pada Gambar 10.

Huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan hasil uji berbeda nyata (P<0,05) Gambar 10 Hasil uji hedonik aroma nasi analog

Hasil Analisis of Variance (ANOVA) menunjukkan bahwa proporsi tepung lindur dengan sagu dan penambahan kitosan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik aroma beras analog. Hasil rancangan acak lengkap faktorial juga menunjukkan bahwa tidak adanya interaksi yang terjadi antara proporsi pemberian tepung lindur dan sagu dengan penambahan kitosan terhadap bau yang dihasilkan beras analog. Penilaian panelis terhadap aroma berkisar 2,93-3,17. Beras analog dengan kombinasi tepung lindur 70%, tepung sagu 30%, dan penambahan kitosan 0,5% mempunyai daya terima yang baik oleh panelis. Penambahan tepung sagu dalam pembuatan beras analog memberikan aroma sagu yang khas sehingga panelis beranggapan bahwa aroma yang dihasilkan banyak dipengaruhi oleh sagu. Pemberian kitosan juga tidak banyak berpengaruh terhadap aroma yang dihasilkan pada beras analog. Peningkatan konsentrasi kitosan juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aroma beras analog. Widara (2012) yang menghasilkan beras analog sorgum yang dipengaruhi oleh penambahan jagung dan pati sagu aren sehingga komposisi tepung memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik aroma.

30

Rasa

Parameter rasa berbeda dengan aroma dan lebih banyak melibatkan panca indra pengecap. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain (Winarno 2008). Rasa beras analog lindur dapat dilihat pada Gambar 11.

Huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan hasil uji berbeda nyata (P<0,05) Gambar 11 Hasil uji hedonik rasa nasi analog

Hasil Analisis of Variance (ANOVA) menunjukkan bahwa proporsi tepung lindur dan sagu serta penambahan kitosan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter rasa beras analog sehingga dilanjutkan dengan uji

multiple comparison Duncan. Hasil Rancangan acak lengkap faktorial juga menunjukkan adanya interaksi yang kuat antara pmeberian proporsi tepung lindur yang berbeda dengan penambahan kitosan. Nilai rasa beras analog berkisar antara 2,43-3,27. Kombinasi tepung buah lindur 70%, tepung sagu 30%, dan penambahan kitosan mempunyai penerimaan panelis yang baik karena mempunyai nilai rasa tertinggi dibandingkan dengan kombinasi formulasi lainnya. Rasa yang dihasilkan didominasi oleh tepung buah lindur yang mengandung tanin. Tanin buah lindur mempengaruhi penilaian panelis karena rasa beras analog yang dihasilkan agak sepat dan hambar. Rasa sepat dan hambar ini dapat ditutupi oleh tepung sagu sehingga ketika dimakan after taste sagu sangat terasa. Pemberian kitosan memberikan pengaruh yang signifikan karena kitosan juga bisa dijadikan pengikat flavor dalam bahan pangan (Suptijah 2006). Widara (2012) menghasilkan beras analog sorgum yang didominasi oleh penambahan jagung sehingga rasa beras analog yang sudah matang terasa hambar.

Tekstur

Tekstur adalah sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasa oleh indera peraba, terkait dengan deformasi, disintegrasi dan aliran dari bahan pangan dibawah tekanan yang diukur secara obyektif oleh fungsi masa, waktu dan jarak (De Man 1997). Tekstur

31

makanan dapat didefinisikan sebagai cara bagaimana berbagai unsur komponen dan unsur struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan makrostruktur dan pernyataan struktur ini keluar dalam segi aliran dan deformasi (De Man 1997). Tekstur merupakan salah satu faktor terpenting dalam penentuan rating hedonic

beras analog. Hasil uji tekstur dapat dilihat pada Gambar 12.

Huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan hasil uji berbeda nyata (P<0,05) Gambar 12 Hasil uji hedonik tekstur nasi analog

Hasil Analisis of Variance (ANOVA) menunjukkan bahwa proporsi tepung lindur dengan sagu dan pemberian kitosan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter tekstur beras analog sehingga dilakukan uji lanjut

multiple comparison Duncan. Hasil Rancangan acak lengkap juga menunjukkan adanya interaksi antara proporsi tepung dan pemberian kitosan terhadap tekstur beras analog. Nilai tekstur beras analog dari sembilan formulasi berkisar 2,37-3,5. Sembilan formula menujukkan tidak ada beda nyata setelah dilakukan uji lanjut Duncan, kecuali pemberian tepung lindur 70%, 30% tepung sagu, dan penambahan kitosan 0,5%. Penambahan tepung sagu memberikan banyak pengaruh dari kepulenan dan kelengketan nasi. Kepulenan dan kelengketan nasi sebagian besar dipengaruhi oleh kadar amilosa dan amilopektin. Beras yang mengandung kadar amilosa rendah (10-15%) memiliki karakterisitik nasi yang pulen dan agak lengket. Beras yang mengandung kadar amillosa sedang (16-24) memiliki karakteristik nasi yang tidak pera namun tidak pulen dan agak lengket. Beras yang mengandung kadar amilosa tinggi (25-35%) memiliki karakteristik pera dan tidak lengket (buyar). Beras analog terpilih ini memiliki karakteristik yang tidak pera namun tidak pulen serta agak lengket karena termasuk dalam beras analog tipe amilosa sedang. Kelengketan beras analog disebabkan tingginya amilopektin pada beras analog. Tepung buah lindur yang mempunyai nilai amilopektin 26,08% ditambahkan dengan tepung sagu yang memiliki nilai amilopektin sebesar 41% menyebabkan beras analog semakin pulen. Beras analog tipe amilosa sedang biasanya sangat diminati oleh wilayah Pulau Jawa. Pemberian kitosan juga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap

32

tekstur beras analog karena kitosan dapat memperbaiki tektstur produk. Kitosan juga sangat membantu mempercepat proses gelatinisasi dan sebagai emulsifier yang bagus sehingga beras analog memiliki kestabilan tekstur yang baik dari pada formulasi beras analog tanpa pemberian kitosan (Suptijah et al. 1992). Konsentrasi kitosan yang tinggi juga sangat mempengaruhi tekstur beras analog. Pemberian konsentrasi kitosan sebanyak 1% justru mengakibatkan tekstur beras analog karena diduga senyawa kitosan semakin dinaikan dapat mengikat semua bahan dan komponen yang terdapat pada beras analog sehingga dapat mempengaruhi tingkat kekenyalan dan kerenyahan beras analog. Penelitian Widara (2012) mengenai beras analog sorgum menghasilkan tekstur beras analog yang juga lengket seperti pulen karena mempunyai amilosa yang sangat rendah yaitu sekitar 14%. Tingkat kelengketan beras analog sorgum dapat berkurang karena adanya penambahan pati jagung (meizena) yang mengandung lemak yang dapat mengurangi kelengketan (FAO1995).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa rendemen formulasi tertinggi adalah formula B0,5 dengan rendemen sebesar 81,79%. Formulasi terpilih yang disukai panelis baik dari warna, aroma, dan rasa adalah formulasi B0,5 dengan komposisi 70 % tepung lindur, 30% tepung sagu, dan penambahan kitosan 0,5%.

33

4 KARAKTERISASI BERAS ANALOG TERPILIH

Dokumen terkait