• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Tinggi tanaman (cm)

Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari tinggi tanaman (cm) saat mulai berbunga (5 MST) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional dapat dilihat pada lampiran 4 sampai dengan lampiran 7. Dari analisis sidik ragam tinggi tanaman menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata pada parameter tinggi tanaman saat mulai berbunga (5 MST), baik pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik maupun sistem konvensional. Rataan tinggi tanaman saat mulai berbunga (5 MST) pada sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) saat mulai berbunga (5 MST) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K)

Perlakuan

Rataan

Perlakuan

Rataan

Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) V1 30.88 V5 26.26 V5 28.08 V2 25.60 V2 27.92 V3 23.38 V4 25.90 V4 21.80 V3 24.62 V1 20.22

Data hasil analisis secara statistika dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) tinggi tanaman saat mulai berbunga (5 MST) dapat dilihat pada tabel 2, dimana parameter tinggi tanaman (5 MST) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda tidak nyata pada V2, V3, V4 dan V5 tapi berbeda nyata pada V1.

Tabel 2. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada tinggi tanaman(cm) saat mulai berbunga (5 MST)

Perlakuan Rataan (O-K) S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) O K V1 30.88 20.22 10.67 9.80 24.31 2.38 4.47 2.23 V2 27.92 25.60 2.32 54.17 25.74 3.65 0.63 V3 24.62 23.38 1.23 42.14 36.07 3.61 0.34 V4 25.90 21.80 4.10 15.68 69.15 3.76 1.09 V5 28.08 26.26 1.82 24.86 29.77 3.02 0.60

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (O) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) saat mulai terbentuk polong (6 MST) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional dapat dilihat pada lampiran 8 sampai dengan lampiran 11. Dari analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) saat mulai terbentuk polong (6 MST) menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata pada parameter tinggi tanaman saat mulai terbentuk polong (6 MST) baik pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik maupun sistem konvensional. Rataan tinggi tanaman saat mulai terbentuk polong (6 MST) pada tanaman dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan tinggi tanaman saat mulai terbentuk polong (6 MST) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K)

Perlakuan

Rataan

Perlakuan

Rataan Sistem Organik

(O) Sistem Konvensional (K) V1 42.52 V5 33.04

V2 40.17 V2 31.98 V3 37.28 V3 31.08 V4 37.20 V4 31.02 V5 36.93 V1 25.07

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) tinggi tanaman saat mulai terbentuk polong (6 MST) dapat dilihat pada tabel 4, dimana

parameter tinggi tanaman (6 MST) dari tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda tidak nyata pada V2, V3, V4 dan V5 tapi berbeda nyata pada V1.

Tabel 4. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada tinggi tanaman(cm) saat mulai mulai terbentuk polong (6 MST)

Perlakuan Rataan S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) (O-K) O K V1 42.52 25.07 17.45 11.18 33.68 2.73 6.38 2.23 V2 40.17 31.98 8.18 107.24 24.80 4.69 1.74 V3 37.28 31.08 6.20 41.49 38.23 3.65 1.70 V4 37.20 31.02 6.18 87.37 174.24 6.60 0.94 V5 36.93 33.04 3.89 9.65 30.62 2.59 1.50

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (K) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari tinggi tanaman (cm) saat panen (8 MST) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional dapat dilihat pada lampiran 12 sampai dengan lampiran 15. Dari analisis sidik ragam tinggi tanaman menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata pada parameter tinggi tanaman saat panen (8 MST) baik pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik maupun sistem konve nsional. Rataan tinggi tanaman saat panen (8 MST) pada tanaman dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan tinggi tanaman (cm) saat panen (8 MST) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K)

Perlakuan Rataan Perlakuan Rataan

Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K)

V1 61.20 V4 39.33 V2 59.95 V2 38.75 V5 52.58 V5 38.48 V3 52.38 V3 37.12 V4 51.78 V1 34.82

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) tinggi tanaman saat panen (8 MST) dapat dilihat pada tabel 6, dimana parameter tinggi tanaman (8 MST) dari tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata. Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan tinggi pada tanaman dengan sistem organik lebih tinggi dari sistem konvensional untuk semua varietas.

Tabel 6. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada tinggi tanaman(cm) saat panen (8 MST)

Perlakuan

Rataan S2 SO-K thit t.05

Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) (O-K) O K V1 61.20 34.82 26.38 29.69 22.93 2.96 8.91 2.23 V2 59.95 38.75 21.20 79.04 9.62 3.84 5.51 V3 52.38 37.12 15.27 39.19 44.79 3.74 4.08 V4 51.78 39.33 12.45 50.39 72.83 4.53 2.75 V5 52.58 38.48 14.10 22.11 20.89 2.68 5.27

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (O) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Jumlah Cabang (buah)

Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam jumlah cabang (buah) saat mulai berbunga (5 MST) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional dapat dilihat pada lampiran 16 sampai dengan lampiran 19. Dari analisis sidik ragam jumlah cabang menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata pada parameter jumlah cabang saat mulai berbunga (5 MST), baik pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik maupun sistem konvensional. Rataan jumlah cabang saat mulai berbunga (5 MST) pada tanaman dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rataan jumlah cabang saat mulai berbunga (5 MST) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K)

Perlakuan

Rataan

Perlakuan

Rataan Sistem Organik

(O) Sistem Konvensional (K)

V3 3.33 V5 1.60

V2 2.83 V2 1.17

V4 2.50 V4 1.00

V1 2.33 V1 0.83

V5 2.00 V3 0.67

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) jumlah cabang saat mulai berbunga (5 MST) dapat dilihat pada tabel 8, dimana parameter jumlah cabang saat mulai berbunga (5 MST) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata pada V1, V2, V3, V4 tapi tidak berbeda nyata pada V5. Tanaman yang ditanam dengan sistem organik memiliki cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan sistem konvensional kecuali pada V5.

Tabel 8. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada jumlah cabang saat mulai berbunga (5 MST)

Perlakuan Rataan S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) (O-K) O K V1 2.33 0.83 1.50 1.07 0.97 0.58 2.58 2.23 V2 2.83 1.17 1.67 2.17 0.57 0.67 2.47 V3 3.33 0.67 2.67 0.67 0.67 0.47 5.66 V4 2.50 1.00 1.50 0.70 0.80 0.50 3.00 V5 2.00 1.60 0.40 1.20 0.30 0.50 0.80

Keterangan: Sistem organik berbeda nyata dengan sistem konvensional jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari jumlah cabang (buah) saat terbentuk polong (6 MST) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional dapat dilihat pada lampiran 20 sampai dengan lampiran 23. Dari analisis sidik ragam jumlah cabang menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata pada parameter jumlah cabang saat mulai terbentuk polong (6 MST) baik pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik maupun sistem konvensional. Rataan jumlah cabang saat mulai terbentuk polong (6 MST) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Rataan jumlah cabang saat mulai tebentuk polong (6 MST) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K)

Perlakuan

Rataan

Perlakuan

Rataan Sistem Organik

(O) Sistem Konvensional (K)

V2 5.17 V5 3.00

V3 4.83 V2 2.50

V4 4.50 V3 2.33

V1 4.33 V4 2.00

V5 4.17 V1 1.50

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) jumlah cabang saat mulai terbentuk polong (6 MST) dapat dilihat pada tabel 10, dimana parameter jumlah cabang saat mulai terbentuk polong (6 MST) pada tanaman dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata pada V1, V2, V3, dan V4 tapi tidak berbeda nyata pada V5. Tanaman yang ditanam dengan sistem organik memiliki cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan sistem konvensional kecuali pada V5.

Tabel 10. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada jumlah cabang saat mulai terbentuk polong (6 MST)

Perlakuan Rataan (O-K) S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) O K V1 4.33 1.50 2.83 2.67 1.10 0.79 3.58 2.23 V2 5.17 2.50 2.67 2.97 0.70 0.78 3.41 V3 4.83 2.33 2.50 0.97 0.67 0.52 4.79 V4 4.50 2.00 2.50 2.30 1.60 0.81 3.10 V5 4.17 3.00 1.17 2.17 0.00 0.60 1.94

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (O) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari jumlah cabang (buah) saat panen (8 MST) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada lampiran 24 sampai lampiran 27. Dari analisis sidik ragam jumlah cabang menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata pada parameter jumlah cabang saat panen (8 MST) baik pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik maupun sistem konvensional. Rataan jumlah cabang saat panen (8 MST) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Rataan jumlah cabang saat panen (8 MST) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K)

Perlakuan

Rataan

Perlakuan

Rataan

Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K)

V2 5.50 V2 4.00

V3 5.17 V5 4.00

V1 5.00 V3 3.83

V4 5.00 V4 3.67

V5 4.50 V1 2.50

Data hasil analisis secara statistika dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) jumlah cabang saat panen (8 MST) dapat dilihat pada tabel 12, dimana parameter jumlah cabang saat panen (8MST) pada tanaman dengan sistem organik

(O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata pada V1, V2, V3, dan V4 tapi tidak berbeda nyata pada V5. Tanaman yang ditanam dengan sistem organik memiliki cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan sistem konvensional kecuali pada V5.

Tabel 12. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada jumlah cabang saat panen (8 MST)

Perlakuan Rataan (O-K) S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) O K V1 5.00 2.50 2.50 2.80 1.10 0.81 3.10 2.23 V2 5.50 4.00 1.50 1.10 1.20 0.62 2.42 V3 5.17 3.83 1.33 1.37 0.57 0.57 2.35 V4 5.00 3.67 1.33 0.80 1.07 0.56 2.39 V5 4.50 4.00 0.50 1.10 0.50 0.52 0.97

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (K) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Umur Mulai Berbunga (hari)

Data hasil pengamatan umur mulai berbunga (hari) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 28 sampai dengan lampiran 31. Dari analisis sidik ragam umur mulai berbunga menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap parameter umur berbunga (hari) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional. Rataan umur berbunga pada tanaman dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Rataan umur berbunga (hari) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) Perlakuan Rataan Perlakuan Rataan Sistem Organik

(O) Sistem Konvensional (K) V2 31.50 V4 35.50

V4 31.33 V1 34.67 V3 31.17 V3 34.50 V1 31.00 V5 34.20 V5 30.17 V2 34.17

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) umur mulai berbunga (hari) dapat dilihat pada tabel 14, dimana parameter umur mulai berbunga (hari) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata untuk semua varietas. Umur mulai berbunga pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik lebih cepat di bandingkan dengan sistem konvensional.

Tabel 14. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada umur mulai berbunga (hari)

Perlakuan Rataan (O-K) S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) O K V1 31.00 34.67 3.67 1.60 0.27 0.56 6.57 2.23 V2 31.50 34.17 2.67 3.10 3.37 1.04 2.57 V3 31.17 34.50 3.33 1.77 1.90 0.78 4.26 V4 31.33 35.50 4.17 1.07 3.90 0.91 4.58 V5 30.17 34.20 4.03 2.57 0.70 0.74 5.47

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (K) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Umur Panen (hari)

Data hasil pengamatan umur panen (hari) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 32 sampai dengan lampiran 35. Dari sidik ragam umur

panen menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap parameter umur panen (hari) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional. Rataan umur berbunga pada tanaman dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Rataan umur panen (hari) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K)

Perlakuan Rataan Perlakuan Rataan

Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K)

V3 52.00 V4 53.83

V2 51.67 V5 53.80

V1 51.50 V1 53.33

V4 50.83 V2 52.83

V5 50.33 V3 52.00

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) umur panen (hari) dapat dilihat pada tabel 16, dimana parameter umur panen (hari) dari tanaman dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) tidak berbeda nyata pada V1, V2, V3 dan V4 tapi berbeda nyata pada V5. Umur panen pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik lebih pendek dibandingkan dengan tanaman pada sistem konvensional kecuali pada V5.

Tabel 16. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada umur panen (hari)

Perlakuan Rataan (O-K) S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) O K V1 51.50 53.33 1.83 2.70 13.47 1.64 1.12 2.23 V2 51.67 52.83 1.17 3.47 9.77 1.49 0.79 V3 52.00 52.00 0.00 6.00 9.60 1.61 0.00 V4 50.83 53.83 3.00 1.77 8.97 1.34 2.24 V5 50.33 53.80 3.47 0.67 12.20 1.46 2.37

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (K) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Jumlah Polong Yang Masak Per Tanaman (buah)

Data hasil pengamatan jumlah polong yang masak per tanaman (buah) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 36 sampai dengan lampiran 39. Dari analisis sidik ragam jumlah polong yang masak per tanaman menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap parameter jumlah polong yang masak per tanaman (buah) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional. Rataan umur berbunga pada sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 17.

Table 17. Rataan jumlah polong yang masak per tanaman (buah) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K)

Perlakuan Rataan Perlakuan Rataan

Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) V2 13.65 V2 10.50

V4 13.13 V4 9.33 V3 13.07 V5 8.90 V1 11.25 V3 6.65 V5 8.18 V1 6.58

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) jumlah polong yang masak per tanaman (buah)dapat dilihat pada tabel 18, jumlah polong yang masak per tanaman (buah) dari tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) tidak berbeda nyata pada V2,V4 dan V5 tapi berbeda nyata pada V1 dan V3 yang memiliki jumlah polong masak paling banyak.

Tabel 18. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada jumlah polong yang masak per tanaman (buah) Perlakuan Rataan (O-K) S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) O K V1 11.25 6.58 4.67 6.09 3.74 1.28 3.65 2.23 V2 13.65 10.50 3.15 60.87 13.20 3.51 0.90 V3 13.07 6.65 6.42 9.45 10.60 1.83 3.51 V4 13.13 9.33 3.80 21.48 26.27 2.82 1.35 V5 8.18 8.90 0.72 9.15 6.05 1.59 0.45

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (K) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Panjang Polong (cm)

Data hasil pengamatan panjang polong (cm) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 40 sampai dengan lampiran 43. Sidik ragam panjang polong (cm) menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter panjang polong pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik tetapi berbeda tidak nyata pada sistem konve nsional. Rataan panjang polong pada tanaman dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19. Rataan panjang polong (cm) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K). Perlakuan Rataan Perlakuan Rataan Sistem

Organik (O) Sistem Konvensional (K)

V2 8.78 a V1 8.32

V5 8.53 ab V4 8.24

V4 8.44 ab V5 8.01

V1 8.09 ab V3 7.73

V3 7.71 c V2 7.20

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Tabel 19 menunjukkan bahwa rataan panjang polong (cm) antar varietas berbeda nyata pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan berbeda tidak nyata pada sistem konvesional. Pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik V2 berbeda nyata dengan V3, tapi berbeda tidak nyata dengan V1, V4 dan V5. Rataan panjang polong tertinggi terdapat pada V2 (8.78) dan terendah terdapat pada V3 (7.71).

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) panjang polong (cm) dapat dilihat pada tabel 20, dimana parameter panjang polong (cm) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata pada V2 dan V5 tapi tidak berbeda nyata pada V1 V3 dan V4. Ukuran panjang polong pada sistem organik lebih panjang dari sistem konvensional pada V2 dan V5.

Tabel 20. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada panjang polong (cm)

Perlakuan Rataan (O-K) S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) O K V1 8.09 8.32 0.24 0.18 0.36 0.30 0.79 2.23 V2 8.78 7.20 1.58 0.23 0.93 0.44 3.59 V3 7.71 7.73 0.01 0.11 0.28 0.25 0.05 V4 8.44 8.24 0.20 0.12 0.47 0.31 0.65 V5 8.53 8.01 0.51 0.17 0.08 0.20 2.53

Keterangan: Sistem organik(O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (K) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Jumlah Biji Per Polong (biji)

Data hasil pengamatan jumlah biji per polong (biji) pada tanaman dengan sistem organik dan sistem konvensional serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 44 sampai dengan lampiran 47. Dari analisis sidik ragam jumlah

biji per polong (buah) menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap parameter jumlah biji per polong pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional. Rataan jumlah biji per polong pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 21. Tabel 21. Rataan jumlah biji per polong (buah) pada sistem organik (O) dan

sistem konvensional (K) Perlakuan Rataan Perlakuan Rataan Sistem Organik

(O) Sistem Konvensional (K)

V2 10.60 V1 8.99 V4 10.44 V4 8.97 V5 9.92 V5 8.15 V3 9.22 V2 7.84 V1 9.13 V3 7.73

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) jumlah biji per polong (biji) dapat dilihat pada tabel 22, dimana jumlah biji per polong (biji) dari sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata pada V2 dan V3, tidak berbeda nyata pada V1,V4 dan V5. Jumlah biji per polong pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada sistem konvensional yaitu pada V2 dan V3.

Tabel 22. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) jumlah biji per polong (biji)

Perlakuan Rataan (O-K) S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) O K V1 9.13 8.99 0.14 1.88 1.44 0.74 0.19 2.23 V2 10.60 7.84 2.76 2.66 2.67 0.94 2.93 V3 9.22 7.73 1.49 0.59 1.18 0.54 2.74 V4 10.44 8.97 1.47 2.08 2.46 0.87 1.69 V5 9.92 8.15 1.78 4.28 2.91 1.09 1.62

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (K) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t.

Bobot Biji Per Tanaman (g)

Data hasil pengamatan bobot biji per tanaman (g) yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 48 sampai dengan lampiran 51. Dari analisis sidik ragam bobot biji per tanaman (g) menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap bobot biji per tanaman, baik yang ditanam dengan sistem organik maupun sistem konvensional. Rataan bobot biji per tanaman (g) pada tanaman dengan sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 23.

Tabel 23. Rataan bobot biji per tanaman (g) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K)

Perlakuan Rataan Perlakuan Rataan

Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K)

V2 19.98 V3 11.17

V4 19.07 V4 11.12

V3 18.13 V5 10.32

V1 17.82 V2 9.42

V5 16.97 V1 9.33

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) bobot biji per tanaman (g) dapat dilihat pada tabel 24, dimana bobot biji per tanaman (g) pada tanaman dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata pada V1, V2, V3 dan V4, tidak berbeda nyata pada V5. Bobot biji rata-rata per tanaman lebih tinggi pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dibandingkan tanaman yang ditanam dengan sistem konvensional.

Tabel 24. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada bobot biji per tanaman (g)

Perlakuan Rataan (O-K) S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) O K V1 17.82 9.33 8.48 12.71 2.03 1.57 5.41 2.23 V2 19.98 9.42 10.57 52.00 0.42 2.96 3.58 V3 18.13 11.17 6.97 20.27 0.92 1.88 3.71 V4 19.07 11.12 7.95 20.36 10.82 2.28 3.49 V5 16.97 10.32 6.65 62.53 0.93 3.25 2.04

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional (K) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Bobot 100 Biji (g)

Data hasil pengamatan bobot 100 biji (g) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik dan sistem konvensional serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 52 sampai dengan lampiran 55. Analisis sidik ragam bobot 100 biji (g) menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter bobot 100 biji (g) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik. Rataan bobot 100 biji (g) pada sistem organik dan konvensional dapat dilihat pada tabel 25.

Tabel 25. Rataan bobot 100 biji (g) pada sistem organik (O) dan sistem konvensional (K)

Perlakuan Rataan Perlakuan Rataan

Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K)

V5 6.78 a V5 6.88

V1 6.42 ab V3 6.68

V3 6.13 abc V4 6.47

V2 5.73 abc V1 6.37

V4 5.57 c V2 6.32

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Tabel 25 menunjukkan bahwa rataan bobot 100 biji (g) antar varietas berbeda nyata pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik tapi berbeda tidak nyata pada sistem konvesional. Pada tanaman yang ditanam dengan sistem

organik V5 berbeda nyata dengan V4, tapi berbeda tidak nyata dengan V1,V2 dan V3. Rataan bobot 100 biji tertinggi terdapat pada V5 (6.78) dan terendah terdapat pada V4 (5.57).

Tabel 26. Uji beda dua rata-rata antara sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) bobot 100 biji (g)

Perlakuan Rataan (O-K) S2 SO-K thit t.05 Sistem Organik (O) Sistem Konvensional (K) O K V1 6.42 6.37 0.05 0.17 0.18 0.24 0.21 2.23 V2 5.73 6.32 0.58 0.30 0.22 0.29 1.98 V3 6.13 6.68 0.55 0.85 0.03 0.38 1.43 V4 5.57 6.47 0.90 0.19 0.43 0.32 2.79 V5 6.78 6.88 0.10 0.26 0.11 0.25 0.39

Keterangan: Sistem organik (O) berbeda nyata dengan sistem konvensional(K) jika angka-angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t

Data hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji beda dua rata-rata) bobot 100 biji (g) pada tabel 26 menunjukkan bahwa bobot 100 biji (g) pada tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata hanya pada V4, sedangkan pada V1,V2,V3 dan V5 tidak berbeda nyata.

Pembahasan

Dari tabel 6 diketahui bahwa uji beda dua rata-rata pada parameter tinggi tanaman (cm) pada saat panen (8 MST) antara tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata. Tinggi tanaman (cm) pada saat panen (8 MST) untuk semua varietas lebih tinggi pada tanaman dengan sistem organik daripada sistem konvensional. Hal ini dikaitkan dengan penggunaan bahan organik sebagai campuran media tanam pada sistem pertanian organik. Marsono dan Sigit (2006) yang menyatakan sistem organik tidak terlepas dari media tanaman yang di gunakan, pada dasarnya bahan yang digunakan

berasal dari sisa metabolisme mahluk hidup, diantaranya dalah kotoran hewan, seperti pupuk kandang. Pupuk kandang adalah campuran antara kotoran hewan dengan sisa makanan dan alas tidur hewan. Campuran ini mengalami pembusukan hingga tidak berbentuk seperti asalnya lagi dan memiliki kandungan hara yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman.

Dari tabel 12 diketahui bahwa uji beda dua rata-rata pada parameter jumlah cabang (cabang) pada saat panen (8 MST) antara tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata, dimana jumlah cabang V1, V2, V3 dan V4 pada sistem organik lebih banyak dari jumlah cabang V1, V2, V3 dan V4 pada sistem konvensional. Hal ini dikaitkan dengan aktivitas mikroba tanah dalam mengubah N menjadi amonium, dimana tanah yang mengandung bahan organik tinggi tentu memiliki jumlah bakteri yang tinggi, hal ini sesuai dengan litetatur Isnaini (2006) yang menyatakan bahwa penglepasan unsur hara akan semakin baik dengan aktivitas mikroorganisme. Unsur hara yang tidak langsung tersedia baru akan tersedia dan diserap tanaman dengan bantuan aktivitas mikroba. Misalnya, nitrogen organik belum bisa langsung diserap tanaman tetapi harus di ubah dulu menjadi senyawa amonium oleh bakteri amonifikasi.

Dari tabel 14 diketahui bahwa uji beda dua rata-rata pada parameter umur mulai berbunga (hari) antara tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) berbeda nyata, dimana rataan umur mulai berbunga untuk semua varietas pada tanaman dengan sistem organik lebih cepat dari sistem konvensional, hal ini dikaitkan dengan kandungan unsur hara pupuk kandang yang mengandung sejumlah unsur hara dan bahan organik yang dapat

memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Ketersediaan hara dalam tanah, struktur tanah dan tata udara tanah yang baik sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar serta kemampuan akar tanaman dalam menyerap unsur hara. Perkembangan sistem perakaran yang baik sangat menentukan pertumbuhan vegetatif tanaman yang pada akhirnya menentukan pula fase reproduktif dan hasil tanaman. Pertumbuhan vegetatif yang baik akan menunjang fase generatif yang baik pula. Menurut Buckman dan Brady (1982), pori tanah yang lebih besar akan meningkatkan perkembangan akar dan kemampuan akar menyerap air serta unsur hara yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Dari literatur yang termuat dalam bloghttp://wahyuaskari.wordpress.com menurut Brady (1990) menyatakan bahwa bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah dapat menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi bahan organik.

Dari tabel 19 dapat diketahui bahwa rataan panjang polong (cm) antar varietas berbeda nyata pada tanaman yang ditanam sistem organik. Dimana rataan panjang polong V2 lebih panjang dari V3. Hal ini dikaitkan dengan adanya perbedaan karaktar antar varietas yang di sebabkan oleh lingkungan yang sesuai, untuk mengubah penampilan suatu varietas tanaman tidak lepas dari pengubahan terlebih dahulu terhadap lingkungan tempat tumbuh suatu tanaman, sehingga bisa dilihat seberapa jauh pengaruh genotif suatu tanaman dengan lingkungan. Dari literatur Poespodarsono (1988), yang menyatakan bahwa pada program pemuliaan tanaman, intraksi genotip x lingkungan dikaitkan dengan penciptaan verietas yang menunjukkan stabilitas bila ditanam pada lingkungan berubah atau berbeda.

Dari tabel 20 dapat di ketahui bahwa Uji beda dua rata-rata antara tanaman yang ditanam dengan sistem organik (O) dan sistem konvensional (K) pada panjang polong (cm) berbeda nyata. Panjang polong varietas V2 dan V5 pada tanamana dengan sistem organik lebih panjang dari V2 dan V5 pada sistem konvensional. Perbedaan rataan panjang polong pada kedua sistem diduga karna adanya perbedaan kemampuan reaksi masing-masing genotip dari anggota populasi bila lingkungan berubah, adanya perbedaan media tanam pada sistem organik dan konvensional merupakan suatu perbedaan lingkungan yang mencolok, sehingga masing-masing varietas pada kedua sistem menunjukkan karakteristik sedemikian rupa. Disamping itu, varietas juga akan beradaptasi baik atau menyesuaikan diri dengan lingkungan sesuai genotipa atau susunan gen-nya. Varietas terdiri dari satu macam genotip yang mempunyai susunan genetik atau

Dokumen terkait