• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Tanaman

Menurut Tjitrosoepomo (1989) tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae.

Divisi : Spermatophyta. Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae (Papilionaceae) Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus radiatusL

Akar tanaman kacang hijau merupakan akar tunggang. Sistem perakarannya dibagi menjadi dua, yaitu mesophytes (mempunyai banyak cabang akar pada permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya menyebar), dan xerophytes (memiliki akar cabang lebih sedikit dan memanjang ke arah bawah) (Sharma, 1993).

Tanaman kacang hijau memiliki batang tegak atau semi tegak dengan ketinggian antara 30 cm – 110 cm. Batang berwarna hijau, kecokelat-cokelatan, atau keungu-unguan, berbentuk bulat dan berbulu. Pada batang utama tumbuh cabang dan menyamping (Fachruddin, 2000)

Daunnya terdiri dari tiga helaian (trifoliat) dan letaknya berseling. Tangkai daunnya lebih panjang dari daunnya dengan warna daun hijau muda sampai hijau tua. Bunganya berwarna kuning tersusun dalam tandan, keluar pada cabang serta batang, dan dapat menyerbuk sendiri. Polongnya berbentuk silindris dengan panjang antara 6 -15 cm dan berbulu pendek. Sewaktu muda berwarna hijau dan

berubah hitam atau berwarna coklat ketika tua, dengan isi polong 10-15 biji (Andrianto dan Indarto, 2004).

Biji kacang hijau lebih kecil dibanding biji kacang-kacangan lain. Warna bijinya kebanyakan hijau kusam atau hijau mengilap, beberapa ada yang berwarna kuning, cokelat dan hitam . Tanaman kacang hijau berakar tunggang dengan akar cabang pada permukaan (Soeprapto,1993).

Syarat Tumbuh Iklim

Kacang hijau dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25° C - 27° C, dengan tingkat kelembaban udara antara 50% - 89%. Tanaman ini termasuk golongan tanaman C3 dengan panjang hari maksimum sekitar 10 jam/hari. Jenis tanah yang baik bagi pertumbuhan kacang hijau adalah latosol ataupun regosol (Purwono dan Hartono, 2005).

Curah hujan yang dikehendaki untuk pertumbuhan kacang hijau berkisar antara 700-900 mm/tahun, dan memiliki toleransi yang baik pada curah hujan yang lebih renah dengan memanfaatkan kelembaban tanah dan air tanah. Demikian juga terhadap suhu, dimana suhu optimum sekitar 28° C - 30° C cukup baik pada pertanaman kacang hijau (Erythrina, 2001).

Tanah

Tanaman kacang hijau hampir dapat tumbuh pada semua jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik, dengan drainase yang baik. Namun demikian, tanah yang paling cocok bagi tanaman kacang hijau ialah tanah liat berlempung atau tanah lempung, misalnya Podsolik Merah Kuning (PMK) dan Latosol. Keasaman (pH) tanah yang dikehendaki untuk pertumbuhan kacang hijau yaitu berkisar antara 5.8- 6.5 (Fachruddin, 2000).

Tanaman ini tumbuh baik pada dataran rendah sampai dengan tempat dengan ketinggian 500 mdpl. Bahkan masih cukup baik pada daerah dengan ketinggian tempat hingga 700 mdpl, meskipun produksinya cenderung turun (Rukmana, 1997).

Lahan yang akan ditanami tanaman kacang hijau bisa sawah ber irigasi, lahan sawah tadah hujan, lahan kering tegalan, serta lahan pasang surut dan lebak. Lahan kacang hijau prioritas pertama (sawah beririgasi ) mempunyai keuntungan lahan lebih produktif, ketersediaan air lebih terjamin, biaya produksi relatif rendah (karena tanpa mengolah tanah secara intensif), terhindar resiko erosi, takaran

pupuk lebih rendah, dan kualitas biji hasil panen lebih baik (Andrianto dan Indarto, 2004).

Keragaman Genotip dan Fenotip

Komponen genotif, lingkungan dan intrasiknya tidak dapat kita duga secara langsung dari hasil observasi pada suatu populasi, tetapi dalam keadaan tertetu dapat kita duga dari populasi percobaan. Dalam pengujian varietas/klon besarnya ragam komponen yang di akibatkan oleh pengaruh intraksi, genotip dan

lingkungan sering terlupakan. Selalu di asumsikan bahwa perbedaan lingkungan mempunyai efek yang sama terhadap genotip berbeda. Apabila ada dua varietas di evaluasi pada dua lingkungan tumbuh, maka pada garis besar terdapat 3 bentuk garis tanggapan yaitu kedua garis respon sejajar, berarti kedua varietas mempunyai tanggapan yang sama terhadap perubahan lingkungan; kedua garis respon tidak sejajar dan tidak berpotongan, berarti hanya satu varietas di lingkungan pertama yang memberikan tanggapan yang berbeda; dan garis tanggapan yang berpotongan, berarti kedua varietas memberian tanggapan yang berbeda terhadap perubahan lingkungan (Hasyim, 2006).

Apabila keragaman penampilan tanaman timbul akibat perbedaan sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan keadaan lingkungan atau kedua-duanya dan apabila keragaman tanaman masih tetap timbul sekalipun bahan tanam dianggap mempunyai susunan genetik yang sama atau berasal dari jenis tanaman yang sama dan ditanam pada tempat yang sama, ini berarti cara yang diterapkan tidak mampu menghilangkan perbedaan sifat dalam tanaman atau keadaan lingkungan atau kedua-duanya (Allard, 2005)

Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan seperti semula dilakukan manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan teknik seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mndapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan antara dua individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari variasi genotip kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi

perhatian utama para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat dihasilkan varietas baru yang lebih baik (Welsh, 2005).

Heritabilitas

Menurut Hadiati, dkk (2003) heritabilitas merupakan suatu tolak ukur yag bersifat kuantitatif yang menentukan apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan pada generasi selanjutnya. Heritabilitas juga merupakan parameter yang digunakan untuk seleksi parameter tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas tingggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan dibandingkan dengan faktor lingkungan. Sifat yang mmpunyai heritabilitas yang tinggi maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada keturunan berikutnya (Alnopri, 2004).

Salah satu faktor yang paling penting dalam merumuskan rencana pemuliaan yang efektif untuk memperbaiki kualitas genetik dari tanaman budidaya adalah suatu pengetahuan mengenai kontribusi relatif yang diberikan oleh gen-gen terhadap variabilitas suatu sifat yang dipersoalkan. Variabilitas nilai-nilai fenotip bagi suatu sifat kuantitatif dapat, sekurang-urangnya dalam teori, dibagi dalam komponen-komponen genetik dan non genetik (lingkungan).

σ2p = σ2g + σ2

e

Heritabilitas (diberi simbol h2) adalah proporsi dari variansi fenotip total yang disebabkan oleh efek gen.

h2 = σ2g/ σ2

p (Stansfield, 2005)

Jain (1982) menyatakan bahwa nilai heritabilitas suatu sifat bergantung pada tindak gen yang mengendalikan sifat tersebut. Jika heritabilitas dalam arti sempit suatu sifat bernilai tinggi, maka sifat tersebut dikendalikan oleh tindak gen aditif pada kadar yang tinggi. Sebaliknya jika heritabilitas dalam arti sempit bernilai rendah, maka sifat tersebut dikendalikan oleh tindak gen yang bukan aditif (dominan dan epistasis) pada kadar yang tinggi. Heritabilitas akan bermakna jika varians genetik didominasi oleh varians aditif karena pengaruh aditif setiap alel akan diwariskan dari tetua kepada progeninya (Suprapto dan Kairuddin, 2007).

Pada program pemuliaan tanaman, intraksi genotip x lingkungan dikaitkan dengan penciptaan varietas yang menunjukkan stabilitas bila ditanam pada lingkungan berubah atau berbeda. Setelah diperoleh genotip potensial dari hasil seleksi, maka genotip ini di evaluasi pada berbagai lingkungan sebelum dilepas sebagai varietas baru. Pemulia mengharapkan agar varietas yang diciptakan tetap berpotensi. Walaupun ditumbuhkan pada macam-macam lingkungan (Poespodarsono, 1988)

Terdapat dua kemungkinan penyebab sutu varietas beradaptasi baik, yaitu: 1. Varietas terdiri dari satu macam genotip yang mempunyai susunan genetik atau

kombinasi gen sedemikian sehingga mampu mengendalikan sifat morfologis dan fisiologis yang dapat menyesuaikan diri pada lingkungan tertentu atau perubahan lingkungan. Misalnya pada varietas menyerbuk sendiri atau klon. 2. Varietas dari sejumlah genotip yang berbeda, dimana masing-masing genotip

mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap perbedaan kisaran lingkungan. Misalnya pada tanaman menyerbuk silang dan varietas lokal yang terdiri dari macam-macam genotip.

Sistem Pertanian Organik

Sistem pertanian organik tidak terlepas dari media tanam yang digunakan, pada dasarnya bahan yang digunakan berasal dari sisa metabolisme mahluk hidup, diantaranya dalah kotoran hewan, seperti pupuk kandang. Pupuk kandang adalah campuran antara kotoran hewan dengan sisa makanan dan alas tidur hewan. Campuran ini mengalami pembusukan hinga tidak berbentuk seperti asalnya lagi dan memiliki kandungan hara yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Selain itu juga dikenal dengan pupuk kandang yang berasal dari air kencing hewan, tetapi biasanya hanya dikenal oleh sekelompok masyarakat. Hal ini disebabkan karena jumlahnya yang kecil dan jarang ada yang secara khusus mengumpulkan air kencing hewan untuk pemupukan (Marsono dan Sigit, 2001)

Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23.59 kg kotoran tiap harinya. Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman. Di samping menghasilkan unsur hara makro, pupuk kandang juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman (http://journal.uny.ac.id, 2010)

Jika tanah dibiarkan secara alami, maka kesuburan alaminya akan naik. Sisa-sisa bahan organik dari tumbuhan dan binatang membusuk di permukaan tanah, oleh air hujan zat-zat hara masuk kedalam tanah, diserap tanaman dan menjadi makanan mikroorganisme. Hal ini terjadi pada hutan-hutan alam yang tumbuh tanpa campur tangan manusia setelah berabad-abad bahkan ribuan tahun tumbuh, dan tanahnya tetap saja subur (Isnaini, 2006)

Selanjutnya menurut Isnaini (2006), pupuk organik padat lebih umum digunakan karena berkaitan dengan ketersediaanya dan cara penggunaannya. Pupuk organik padat termasuk pupuk yang kandungan unsur haranya dilepaskan secara pelan-pelan. Penglepasan unsur hara pupuk organik jelas berbeda dengan pupuk kimia. Penglepasan unsur hara ini akan semakin baik dengan aktivitas mikroorganisme. Unsur hara yang dilepaskan oleh pupuk organik ini ada yang langsung tersedia sehingga dapat langsung diserap tanaman, tetapi harus diubah dulu menjadi senyawa amonium oleh bakteri amonifikasi.

Melalui penelitian ditemukan bahwa beberapa zat tumbuh dan vitamin dapat diserap langsung dari bahan organik dan dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Dulu dianggap orang bahwa hanya asam amino, alanin, dan glisin yang diserap tanaman. Serapan senyawa N tersebut ternyata relatif rendah daripada bentuk N lainnya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa bahan organik mengandung sejumlah zat tumbuh dan vitamin serta pada waktu-waktu tertentu dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan jasad mikro. Bahan organik ini merupakan sumber nutrien inorganik bagi tanaman. Jadi tingkat pertumbuhan tanaman untuk periode yang lama sebanding dengan suplai nutrien organik dan inorganik. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan langsung utama bahan organik adalah untuk menyuplai nutrien bagi tanaman. Penambahan bahan organik ke dalam tanah akan menambahkan unsur hara baik makro maupun mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga pemupukan dengan pupuk anorganik yang biasa dilakukan oleh para petani dapat dikurangi kuantitasnya karena tumbuhan sudah mendapatkan unsur-unsur hara dari bahan organik yang ditambahkan ke dalam

tanah tersebut. Efisiensi nutrisi tanaman meningkat apabila permukaan tanah dilindungi dengan bahan organik.( http://lestarimandiri.org/id/, 2010)

Pori tanah yang lebih besar akan meningkatkan perkembangan akar dan kemampuan akar menyerap air dan unsur hara yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pertumbuhan serta hasil tanaman (Buckman dan Brady, 1982),

Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tidak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tidak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem; tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang dapat mendukung kesehatan hewan dan manusia. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem kehidupan. Hal ini tidak saja sekedar bebas dari penyakit, tetapi juga dengan memelihara kesejahteraan fisik, mental, sosial dan ekologi. Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Mengingat hal tersebut, maka harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek merugikan bagi sistem ekologi dan kesehatan. (http://www.ifoam.org/about_ifoam/pdfs/POA_folder_indonesian.pdf.)

Menurut Brady (1990), pemberian bahan organik ke dalam tanah memberikan dampak yang baik terhadap tanah, tempat tumbuh tanaman. Tanaman akan memberikan respon yang positif apabila tempat tanaman tersebut

tumbuh memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi bahan organik.

Menurut Delgado dan Follet, (2002). Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengandung karbon yang tinggi. Pengaturan jumlah karbon di dalam tanah meningkatkan produktivitas tanaman dan keberlanjutan umur tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien. Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa ketersediaan hara bagi tanaman akan bergantung pada tipe bahan yang termineralisasi dan hubungan antara karbon dan nutrisi (http://wahyuaskari.wordpress.com/ )

Menurut Greenland dan Dart (1972) dalam Sanchez (1992) menunjukkan beberapa keuntungan bahan organik bagi pertanian tanpa pupuk:

1. Bahan organik menyediakan sebagian besar nitrogen dan belerang serta setengah dari fosfor yang diserap oleh tanaman yang tidak dipupuk.

2. Bahan organik menyediakan sebagian besar daya tukar kation tanah sangat lapuk yang masam, penurunan bahan organik dengan cepat mengakibatkan penurunan daya tukar kationnya secara tajam.

3. Dengan membentuk gabungan dengan bahan organik, oksida amorf tidak mengkristal.

4. Bahan organik membantu pengagregatan tanah, dengan demikian memperbaiki sifat fisik tanah dan mengurangi kerentanan terhadap pengikisan pada tanah. 5. Bahan organik mengubah sifat menambat air, terutama pada tanah pasiran

6. Bahan Organik dapat membentuk gabungan dengan unsur hara mikro yang mencegah pencucian hara tersebut.

Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan organik memperbesar ketersediaan fosfor tanah, melalui hasil dekomposisinya yang menghasilkan asam-asam. ( http://wahyuaskari.wordpress.com/ ).

Secara umum fungsi dari fosfor dalam tanaman dapat dinyatakan sebagai berikut :

1. Dapat mempercepat pertumbuhan akar semai.

2. Dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa pada umumnya.

3. Mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah. (Sutedja, 2002).

Dokumen terkait