• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Tekstur Tanah

Dalam dokumen PEMBERIAN AIR TERPUTUS (Halaman 53-72)

Hasil analisis tekstur tanah, dapat dilihat pada tabel 8 dibawah ini yang menunjukkan bahwa.

Tabel 8. Hasil Analisis Tekstur Tanah.

Jenis Tanah Fraksi

Tekstur Pasir % Debu % Liat %

Aluvial 55,84 23,28 20,88 Lempung Liat Berpasir Dari tabel di atas diketahui bahwa tanah aluvial bertekstur lempung liat berpasir. Dimana perbandingan antara fraksi pasir lebih besar pada tanah aluvial dibandingkan dengan fraksi debu dan liat. Menurut Utomo (2016) tanah yang kandungan pasirnya lebih dominan daripada kandungan liat dan debu akan lebih tahan terhadap erosi, hal ini disebabkan karena tanah yang bertekstur pasir memiliki pori makro yang lebih tinggi, sehingga kapasitas infiltrasinya juga tinggi. tanah yang bertekstur pasir dengan diameter lebih besar dari (0,02-2,0 mm) akan lebih tahan terhadap penghanyutan bila dibandingkan dengan terkstur debu.

Pasir adalah butiran yang berdiri sendiri dan yang sangat berperan penting pada kerangka tanah. Tekstur tanah disebut besar butir tanah termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Pasir memiliki luas permukaan yang kecil, sehingga berperan kecil terhadap peristiwa kimia tanah, tetapi memiliki kemampuan menyimpan air yang rendah (Hillel, 1981).

Sifat tanah aluvial sendiri sangat beragam dan tergantung pada sifat bahan asalnya serta sebagian besar tanah ini adalah tanah yang kebanyakan sifatnya diturunkan. Pada awalnya banyak mengandung pasir dan liat tetapi tidak banyak mengandung unsur-unsur hara (Hardjowigeno, 2007). Serta ciri tanah aluvial

digambarkan dengan ciri hidromorfik (berwarna kelabu/glei) 50-100 cm dari permukaan. Tanah berkapur pada kedalaman 20-50 cm dari permukaan tanah (Subardja dkk, 2014).

Unsur Kimia Tanah

Pada kandungan kimia tanah seperti C-organik, bahan organik, N-total, P-tersedia, dan pH tanah salah satu hal yang perlu dianalisis karena untuk mengetahui seberapa besar unsur kimia yang terdapat pada tanah aluvial tersebut.

Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah.

No Unsur Kimia Tanah Tanah Aluvial

Tanpa NPK Dengan NPK

1 C-organik (%) 1,96 2,01

2 Bahan Organik (%) 3,38 3,47

3 N-total (%) 0,25 0,27

4 P-tersedia (ppm) 15,05 17,94

5 PH (H2O) 4,79 5,08

Pada penelitian ini menggunakan pupuk NPK sebagai alternatif untuk membantu mempercepat pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi. Dari bagian-bagian unsur N, P, dan K hanya unsur N dan P yang diketahui besaran kandungannnya di dalam tanah. Untuk unsur K tidak diketahui disebabkan oleh pada Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara tidak adanya fasilitas atau komponen-kompon yang digunakan untuk menganalisis.

Hasil analisis pada tabel di atas menunjukkan bahwa sifat kimia yang terdapat pada tanah aluvial tanpa NPK adalah dikategorikan rendah dan tanah dengan NPK adalah dikategorikan sedang, bahan organik tanah tanpa NPK dan tanah dengan NPK dikategorikan tinggi, N-total tanah tanpa NPK dan tanah

dengan NPK dikategorikan sedang, P-tersedia tanah tanpa NPK dan tanah dengan NPK dikategorikan sangat tinggi, dan pH tanah tanpa NPK dan tanah dengan NPK adalah dikategorikan sangat masam (Staff Pusat Penelitian Tanah, 1983).

Prasetyo dan setyorini (2008) menyatakan bahwa secara umum tanah aluvial mempunyai sifat kimia yang cukup baik, kandungan bahan organik pada tanah aluvial bervariasi di lapisan atasnya, ada yang tergolong rendah (<2%), sedang (2-3%), hingga tinggi (3-5%). Sedangkan di lapisan bawahnya tergolong rendah hingga sangat rendah. Reaksi tanah di lapisan atas berkisar antara masam hingga agak masam (4,7-6,5), sedangkan di lapisan bawahnya tergolong netral (pH >6,6). Sedangkan kandungan N-total dan P-tersedia pada tanah aluvial bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh sifat material yang melapuk di daerah hulunya, maka tidak mengejutkan pula kalau kandungan P potensialnya bervariasi mulai sangat rendah (<15 mg/100 g) hingga sangat tinggi(>60 mg/100 g).

Pada dasarnya penggunaan pupuk NPK diharapkan dapat meningkatkan kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman itu sendiri. Pada kandungan sifat kimia tanah yang terdapat pada tabel 9. Yang menunjukkan adanya perbedaan kandungan bahan kimia tanah (sifat kimia tanah) antara tanah yang menggunakan NPK dan tanah tanpa NPK.

Pada tabel diatas juga menunjukkan kandungan PH berada pada kategori sangat masam. Sedangkan untuk tanaman padi diperlukan PH yang netral yang berada antara 6 sampai 7, kurangnya PH tanah dapat dinetralkan dengan melakukan pengapuran. Dengan mengaplikasikan pemberian kapur pertanian (KAPTAN) saat olah tanah akan memperbaiki kondisi serta menurunkan keasaman pada lahan pertanian. Kaptan atau kapur pertanian adalah kondisioner

tanah untuk menurunkan derajat keasaman yang terbuat dari batuan kapur yang telah diolah (Setiadi, 2019).

Tanah mempunyai pH yang bervariasi dikarenakan faktor yang mempengaruhi pH tanah seperti bahan organik dan tekstur tanah. Bahan organik mempengaruhi besar kecilnya daya serap tanah akan air. Semakin banyak air dalam tanah maka semakin banyak reaksi pelepasan ion H+ sehingga tanah menjadi masam (Prabowo dan Subantoro, 2018). Pentingnya pH tanah menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. Bakteri dan jamur yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman akan berkembang baik pada 5,5. Apabila pH tanah terlalu rendah maka akan menghambat aktivitas dan perkembangan tanamannya (Hardjowigeno, 2007).

Unsur Fisika Tanah

Hasil analisis kerapatan massa tanah (bulk density), kerapatan partikel tanah (particle density), dan porositas tanah dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pengukuran unsur fisika tanah

No Unsur Fisika Tanah Tanah Aluvial

Tanpa NPK Dengan NPK 1 Kerapatan Massa Tanah (g/cm3) 0,89 0,93 2 Kerapatan Partikel Tanah (g/cm3) 2,58 2,21

3 Porositas (%) 60,72 57,78

Nilai kerapatan massa tanah (bulk density) lebih rendah dari kerapatan partikel tanah (particle density) pada pengukuran ini dibandingkan dengan tanah mineral pada kondisi lapang yang diakibatkan oleh adanya pengolahan tanah

terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam polibag untuk dilakukan pemantapan tanah. Hardjowigeno (2007) menyatakan kerapatan massa tanah dipengaruhi oleh padatan tanah, pori-pori tanah, struktur, tekstur, ketersediaan bahan organik, serta pengolahan tanah sehingga dapat dengan cepat berubah akibat pengolahan tanah. Adanya perbedaan kerapatan massa dan kerapatan partikel adalah disebsbkan oleh pengolahan tanah itu sendiri.

Pada tabel 10 juga diperoleh hasil pengukuran porositas tanah aluvial yang tergolong baik. Porositas ruang pori total yang terdapat dalam suatu volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Lu dkk (2014) menyatakan porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40 %) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 60 %.

Volume Pemberian Air, Evapotranspirasi, produktivitas tanaman padi (Oryza sativa L.)

Hasil pengukuran volume pemberian air dan evapotranspirasi pada perlakuan pemberian air terputus (Intermittent) dengan menggunakan pupuk NPK dan tanpa NPK dapat dilihat pada tabel 11.

Pemberian air melalui beberapa jenis irigasi seperti irigasi permukaan yaitu dengan mengambil air dari sumber-sumber yang ada, lalu membuat saluran penangkapnya, kemudian mengalirkannya melalui saluran primer dan sekunder ke petak-petak sawah. Pemberian air terputus (intermittent) adalah salah satu pemberian air irigasi permukaan dimana saluran pemberi terpisah dengan saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan sawah tersebut sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah (Notohadiprawiro, 1992).

Tabel 11. Hasil pengukuran volume pemberian air, evapotranspirasi, dan produktivitas tanaman padi (Oryza sativa L.).

Parameter Perlakuan Hasil pengukuran volume pemberian air dan evapotranspirasi pada perlakuan pemberian air terus menerus (kontinyu), terputus 4 hari, terputus 5 hari, terputus 6 hari, terputus 7 hari menunjukkan besaran yang berbeda-beda disetiap perlakuannya. Dimana tanah tanpa pemberian NPK lebih besar jika dibandingkan tanah dengan pemberian NPK. Hasil pengukuran volume pemberian air dan evapotranspirasi disajikan dalam ml/87 hari, sedangkan untuk hasil pengukuran volume pemberian air dan evapotranspirasi dalam ml/hari dapat dilihat pada lampiran 11 dan 12.

Selisih perbandingan antara banyaknya bahan organik yang terkandung dalam tanah tanpa pemberian NPK dan tanah dengan pemberian NPK dapat dilihat pada tabel 9. Dimana tabel 9 menunjukkan pada tanah dengan pemberian NPK memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi. Dalam hal volume pemberian air dan evapotranspirasi, semakin tinggi bahan organik suatu tanah maka kemampuannya dalam menahan air semakin baik. Hal ini sesuai dengan literatur Sarief (1989) yang menyatakan dengan meningkatnya daya pegang tanah terhadap air akibat pemberian bahan organik maka akan meningkatkan pula

volume air yang terkandung dan tersimpan dalam tanah yang berarti meningkatkan air tersedia bagi tanaman. Dengan terikatnya air dengan bahan organik tanah berarti dapat mengurangi kehilangan air melalui perkolasi dan evaporasi sehingga air yang tersimpan dalam tanah menjadi banyak.

Evapotranspirasi juga dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya keadaan suhu suatu ruangan. Sosrodarsono dan Takeda (1983) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu udara, kelembaban, suhu air, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari.

Untuk produktivitas tanaman padi (Oryza sativa L.) berdasarkan rataan hasil bobot kering panen bulir padi untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada lampiran 16. Tanaman padi untuk masing-masing perlakuan ditanam dengan jarak tanam 40 cm x 40 cm. Produktivitas tanaman padi dapat dihitung dengan luas 1 (satu) hektar diperlukan jumlah rumpun padi sebanyak 62,500 rumpun, sehingga produktivitas padi ciherang pada penelitian ini setara dengan 1,11 ton/ha, 1,05 ton/ha, 0,88 ton/ha, 0,84 ton/ha, 0,68 ton/ha untuk tanaman tanpa pemberian NPK dan 1,32 ton/ha, 1,18 ton/ha, 1,13 ton/ha, 1,26 ton/ha, 0,97 ton/ha dengan pemberian NPK. Hasil tersebut berturut-turut pada perlakuan pemberian air terus-menerus (kontinyu), terputus 4 hari, terputus 5 hari, terputus 6 hari, dan terputus 7 hari.

Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi produktivitas tanaman padi (Oryza sativa L.). Diantaranya adalah penyinaran matahari, suhu, dan kelembaban. Khodijah (2015) menyatakan bahwa peningkatan penyinaran matahari cenderung akan meningkatkan produksi padi. Serta suhu yang juga berpengaruh terhadap produksi padi dimana semakin tinggi suhu produksi juga

akan meningkat. Berbeda dengan kelembaban, kecenderugan peningkatan kelembaban akan menurunkan produksi padi. Pada penelitian ini dengan skala rumah kaca dengan tidak adanya pengukuran intensitas matahari adalah salah satu hal yang menjadikan tidak diketahui sebesar apa pengaruh cahaya matahari terhadap peningkatan produksi padi. Sedangkan besaran suhu dan kelembaban dapat dilihat pada lampiran 10.

Hemat Pemakaian Air

Hemat pemakaian air pada evapotranspirasi perlakuan pemberian air kontinyu, terputus 4 hari, terputus 5 hari, terputus 6 hari, terputus 7 hari menunjukkan hasil yang berbeda pada perlakuan tanpa pemberian NPK dan dengan pemberian NPK, Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Data pengukuran hemat pemakaian air Perlakuan evapotranspirasi menunjukkan nilai tertinggi berada pada perlakuan pemberian air terputus 7 hari dengan perlakuan tanpa NPK dan dengan NPK yaitu dengan nilai sebesar 54,62 % dan 55,40 %. Salah satu yang menjadi komponen kebutuhan air irigasi pada pertanaman padi sawah adalah kebutuhan air untuk evapotranspirasi.

Rizal et al (2014) menyatakan bahwa kebutuhan air irgasi menggunakan sistem SRI lebih hemat air dibandingkan dengan sistem konvensional hingga 35%. Nilai kebutuhan air yang dilakukan dengan metode SRI yaitu 2,44 mm/hari dan metode konvensional lebih tinggi yaitu 3,79 mm/hari.

Hemat pemakaian air menunjukkan nilai yang berbeda pada perlakuan tanpa NPK dan dengan NPK dimana hemat pemakaian air memiliki nilai lebih tinggi pada perlakuan dengan NPK. Hal ini disebabkan oleh kandungan unsur hara pada perlakuan pemberian NPK lebih tinggi dibandingkan tanpa penggunaan NPK.

Respon Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Perlakuan Pemberian Air dan Pupuk NPK.

Hasil rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.) pada perlakuan pemberian air dan faktor pupuk NPK disajikan pada tabel 13 dan gambar 2 serta tabel 14 dan gambar 3.

Tabel 13. Rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi tanah tanpa NPK.

Perlakuan Bobot Basah

PAK = Pemberian Air Kontinyu PAT = Pemberian Air Terputus

Tabel 14. Rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi tanah dengan NPK.

Perlakuan Bobot Basah

GAMBAR 2. Grafik rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi tanah tanpa NPK

GAMBAR 3. Grafik rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi tanah dengan NPK

Pada tabel 6 gambar 1 dan tabel 7 gambar 2 menunjukkan ada perbedaan antara perlakuan pemberian air terputus tanpa NPK dengan perlakuan pemberian air terputus menggunakan NPK. Untuk mengetahui perbedaan tersebut maka

y = -12.307x + 135.33

Bobot Basah Tanaman (g), Bobot Kering Tanaman (g), Bobot Basah Panen Bulir Padi (g), Bobot Kering Panen Bulir Padi (g).

Perlakuan

Bobot Basah Tanaman (g) Bobot Kering Tanaman (g) Bobot Basah Panen Bulir Padi (g) Bobot Kering Panen Bulir Padi (g)

y = -2.565x + 124.43

Bobot Basah Tanaman (g), Bobot Kering Tanaman (g), Bobot Basah Panen Bulir Padi (g), Bobot Kering Panen Bulir Padi (g).

Perlakuan

Bobot Basah Tanaman (g) Bobot Kering Tanaman (g) Bobot Basah Panen Bulir Padi (g) Bobot Kering Panen Bulir Padi (g)

PAK PAT 4

diantara perlakuan dilakukan uji ANOVA pada tingkat signifikasi α = 5% dan jika terdapat perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pada faktor pemberian air terputus, baik pada perlakuan tanpa pemberian NPK maupun dengan pemberian NPK dapat dilihat hasil rata-ratanya pada tabel 13 dan tabel 14. Dimana antara perlakuan pemberian air kontinyu, terputus 4 hari, terputus 5 hari, terputus 6 hari, terputus 7 hari menunjukkan hasil yang berbeda-beda disetiap perlakuan. Pada perlakuan pemberian air kontinyu baik perlakuan tanpa NPK maupun dengan NPK menunjukkan hasil yang lebih tinggi. Pemberian air kontinyu adalah tanaman padi digenangi dengan tinggi air 2,5 cm setiap hari.

Ketersediaan air yang cukup merupakan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.). Air memiliki peranan yang sangat penting pada saat pembentukan anakan dan inisiasi malay. Status air juga mempengaruhi pembentukan anakan (Tsai and Lai, 1990), pertumbuhan akar dan penyerapan mineral (Marschner,1995).

Hal ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Rachmawati dan Retnaningrum (2013) yang menyatakan bahwa tinggi tanaman pada perlakuan penggenangan berbeda nyata dengan tanpa penggenangan, namun tinggi penggenangan dan lama penggenangan tidak berpengaruh. Perlakuan penggenangan juga secara nyata meningkatkan jumlah anakan, biomassa tanaman dan nisbah akar tajuk. Tinggi tanaman pada perlakuan penggenangan ralatif lebih tinggi dan jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan kontrol tanpa penggenangan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penggenangan menyebabkan nutrien menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Hal ini sejalan pula

dengan penelitian Kawano et al (2009) yang menyatakan bahwa adanya penggenangan akan memacu elongasi batang sebagai salah strategi penghindaran (escape strategy) terhadap penggenangan untuk membantu mencukupi kebutuhan oksigen dan karbon dioksida untuk mendukung respirasi aeron dan fotosintesis.

Padi adalah tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tergenang. Akan tetapi, kondisi genangan yang diatas normal juga akan mempengaruhi kondisi tanaman padi itu sendiri, terutama pada produktivitasnya (Rachmawati dan Retraningrum, 2013). Menurut Azis dkk (2011) yang menyatakan bahwa pada budidaya padi konvensional, umumnya petani menggenangi sawah terus-menerus sehingga menyebabkan pemborosan air dan meningkatkan cost untuk meningkatkan kebutuhan air tanaman. Puslitbang tanah (2004) mengatakan tinggi genangan air yang diterapkan petani di Indonesia dapat mencapai 15 cm, sedangkan studi literatur menunjukkan ketinggian genangan air yang optimum untuk tanaman padi adalah 2,5 cm hingga 7,5 cm.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan pemberian air terputus merupakan salah satu upaya hemat pemakaian air. Pemberian air terputus menjadikan tanah lebih banyak mendapatkan oksigen dibandingkan dengan penggenangan. Dimana oksigen akan masuk kedalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak (Ferdiansyah, 2010).

Hal ini dibuktikan pula dengan meningkatnya produktivitas tanaman padi (Oryza sativa L.) pada perlakuan pemberian air terputus 6 hari menggunakan pupuk NPK yang dapat dilihat pada tabel 14 dan gambar 3. Pemberian air terputus 6 hari adalah dengan digenangi selama 2 hari dan dikeringkan selama 6 hari.

walaupun pada peningkatan tersebut tidak melebihi besarnya nilai pada produktivitas perlakuan pemberian air kontiyu namun hal tersebut juga menunjukkan bahwa pemberian air terputus tidak mengurangi produktivitas padi dengan signifikan, maka ketika suatu lahan pertanian tidak mendapat suplay air yang cukup untuk penggenangan terus menerus dapat dilakukan penggenangan dengan selang waktu yang tidak terlalu lama akan menjadikan salah satu upaya mencegah terjadinya cekaman air pada tanaman padi.

Pada tabel 13 dan 14 yang menunjukkan bahwa besaran nilai bobot basah dan bobot kering tanaman serta bobot basah dan bobot kering panen bulir padi pada pemberian air terus-menerus (kontinyu), terputus 4 hari, terputus 5 hari, terputus 6 hari, terputus 7 hari memiliki nilai lebih tinggi pada perlakuan dengan pemberian NPK. Hal ini dikarenakan adanya penambahan unsur hara N, P, dan K yang membantu proses pertumbuhan tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan.

Unsur hara N sendiri bermanfaat untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain (Susanto, 2005). Fungsi N adalah memperbaiki sifat negatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N berwarna lebih hijau, sedangkan gejala kekurangan N yaitu tanaman tumbuhan kerdil dan daun-daun rontok dan gugur (Soewandita, 2008). Sedangkan Unsur hara P memiliki peran yaitu memacu pertumbuhan akar, mempercepat pembungaan dan pemasakan biji atau buah dan sebagai bahan penyusun inti sel dan protein (Arimbawa, 2016). Serta kandungan unsur hara K yang cukup dapat mempertahankan kandungan air dalam jaringannya, karena mampu menyerap

lengas dari tanah dan mengikat air sehingga tanaman tahan terhadap cekaman kekeringan (Subandi, 2013).

Kandungan-kandungan bahan organik, c-organik, N-total, dan P-tersedia tersebut adalah merupakan faktor yang menjadikan hasil pada perlakuan pemberian NPK bebeda dengan hasil pada tanpa pemberian NPK.

1. Bobot Basah Tanaman Padi (Oryza sativa L.)

Bobot basah tanaman padi (Oryza sativa L.) menunjukkan hasil produksi tanaman dengan menimbang bobot keseluruhan tanaman padi (Oryza sativa L.) yang di panen (daun dan batang). Hasil analisis sidik ragam/ANOVA taraf 5%

pengaruh pemberian air terputus dan pupuk NPK terhadap bobot basah tanaman dapat dilihat pada tabel 15.

** = sangat berpengaruh nyata

bobot basah tanaman merupakan salah satu parameter yang sering digunakan untuk mempelajari pertumbuhan tanaman. Bobot basah tanaman adalah bobot tanaman setelah dipanen sebelum tanaman tersebut layu dan kehilangan air, selain itu bobot basah tanaman merupakan total bobot tanaman tanpa akar yang menunjukkan hasil aktivitas metabolik tanaman itu sendiri (Salisbury dan Ross, 1995).

Pada tabel 15 hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada perlakuan NPK sangat berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman padi. Hal ini disebabkan pada faktor NPK adanya penambahan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman dalam bereproduksi sehingga tanaman yang dengan perlakuan NPK menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata terhadap produktivitas tanaman. Doberman dan Fairhust (2000) menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh unsur hara N yang mudah diserap sehingga mempercepat pertumbuhan tanaman serta menambah tinggi tanaman, jumlah anakan, menambah ukuran daun dan besar gabah serta memperbaiki kualitas tanaman.

Pemberian NPK yang dilakukan tiga kali secara bertahap yaitu pada fase pertumbuhan vegetatif (0-60 hari), fase generatif (60-90 hari), dan fase pemasakan (90-120 hari).

Pada faktor pemberian air terputus menunjukkan hasil analisis sidik ragam tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman padi. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya produktivitas yang disebabkan oleh nilai pH tanah. Dimana semakin sering pemberian air pada tanah maka cenderung semakin rendah nilai pH tanah. Jika dikaitkan dengan nilai pH tanah pada hasil analisis sifat kimia tanah di atas yang menunjukkan pH tanah berada pada kategori sangat masam.

Semakin sering pemberian air dapat menyebabkan pH tanah menurun dan begitupun dengan kekurangan air (Venus dkk, 2018). Sangat masamnya pH tanah berpengaruh pada penyerapan unsur hara yang mengakibatkan produktivitas tanaman rendah.

2. Bobot Kering Tanaman Padi (Oryza Sativa L.)

Bobot kering tanaman padi (Oryza sativa L.) menunjukkan hasil produksi tanaman yang diperoleh dengan menimbang keseluruhan tanaman padi (Oryza sativa L.) yang dipanen (daun dan batang) setelah dikering ovenkan. Hasil Analisis sidik ragam/ANOVA taraf 5% pengaruh pemberian air terputus dan pupuk NPK terhadap bobot kering tanaman dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16. Analisis sidik ragam/ANOVA taraf 5% pengaruh pemberian air dan pupuk NPK terhadap bobot kering tanaman padi (Oryza sativa L.).

Sk Db Jk Kt F Hitung F Tabel

(5%) Notasi K 1 73,35160333 73,35160333 1,547563451 4,35 tn

P 4 241,8051 60,451275 1,27539385 2,87 tn

KP 4 33,14824667 8,287061667 0,174839447 2,87 tn Galat 20 947,9624667 47,39812333

Total 29 1296,267417 Keterangan : tn = tidak nyata

* = berpengaruh nyata

** = sangat berpengaruh nyata

Pada tabel 16 hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada perlakuan NPK tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman padi dan sama halnya dengan perlakuan pemberian air serta perlakuan kombinasi. Berat kering tanaman menunjukkan jumlah biomassa yang dapat diserap oleh tanaman.

Menurut Lacher (1975) yang menyatakan bahwa berat kering tanaman merupakan penimbunan dari hasil bersih asimilasi CO2 yang dilakukan selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada pertumbuhan tanaman itu sendiri dapat dianggap sebagai suatu peningkatan berat basah dan penimbunan bahan kering.

Maka semakin baik pertumbuhan tanaman berat kering juga akan semakin meningkat.

Perbedaan hasil bobot kering tanaman selain dipengaruhi oleh bobot segar tanaman, dipengaruhi juga oleh jumlah daun karena daun merupakan tempat

akumulasi hasil fotosintat tanaman. Adanya peningkatan proses fotosintesis akan meningkatkan pula hasil fotosintesis berupa senyawa- senyawa organik yang akan ditranslokasikan ke seluruh organ tanaman dan berpengaruh terhadap berat kering tanaman (Nurdin, 2011). Hasil berat kering merupakan keseimbangan anatara fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis akan meningkatkan berat kering karena pengambilan CO2 sedangkan respirasi mengakibatkan penurunan berat kering karena pengeluaran CO2. Apabila respirasi lebih besar dibanding fotosistesis tumbuhan maka akan berkurang berat keringnya dan begitu pula sebaliknya.

3. Bobot Basah Panen Bulir Padi (Oryza sativa L.)

Bobot basah panen bulir padi (Oryza sativa L.) menunjukkan hasil produksi dengan menimbang seluruh bulir padi (Oryza sativa L.) yang di panen. Hasil analisis sidik ragam/ANOVA taraf 5% pengaruh pemberian air terputus dan

Bobot basah panen bulir padi (Oryza sativa L.) menunjukkan hasil produksi dengan menimbang seluruh bulir padi (Oryza sativa L.) yang di panen. Hasil analisis sidik ragam/ANOVA taraf 5% pengaruh pemberian air terputus dan

Dalam dokumen PEMBERIAN AIR TERPUTUS (Halaman 53-72)

Dokumen terkait