(Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG
SKRIPSI
OLEH:
NURPA SAFITRI TANJUNG 160308003
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021
(Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG
SKRIPSI
OLEH :
NURPA SAFITRI TANJUNG 160308003/ KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021
Tanggal Lulus : 12 Agustus 2021
Panitia Penguji Skripsi Prof. Dr. Ir. Sumono, MS Nazif Ichwan, STP, M.Si.
Achwil Putra Munir, STP, M.Si.
Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP.
i ABSTRAK
NURPA SAFITRI TANJUNG: Pemberian Air Terputus (Intermittent) Pada Tanah Aluvial Menggunakan Pupuk NPK dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Panen Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang, dibimbing oleh SUMONO.
Pemberian air dan penggunaan pupuk NPK pada tanaman padi (Oryza sativa L.) dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan produktivitas padi (Oryza sativa L.).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian air terputus (Intermittent) pada tanah aluvial menggunakan pupuk NPK dan pengaruhnya terhadap hasil panen padi (oryza sativa L.) varietas ciherang. Penelitian dalam skala rumah kaca menggunakan rancang acak lengkap faktorial, yang terdiri dari 2 faktor pupuk dan 5 perlakuan pemberian air sehingga terdapat 10 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan setiap perlakuan. Parameter yang diamati meliputi sifat fisika tanah, sifat kimia tanah, volume pemberian air, evapotranspirasi, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, bobot basah bulir, bobot kering bulir. Hasil penelitian menunjukkan tanah aluvial bertekstur lempung liat berpasir mengandung bahan organik 3,38% untuk tanah tanpa NPK dan 3,47% untuk tanah menggunakan NPK. Hasil panen yang meliputi bobot basah, dan bobot kering tanaman, serta bobot basah dan bobot kering bulir lebih besar untuk tanah menggunakan NPK dibanding tanah tanpa NPK. Dimana produktivitasnya lebih tinggi pada pemberian air kontinyu daripada pemberian air terputus 4 hari, 5 hari, 6 hari, dan 7 hari yang nilainya berturut-turut sebesar 123,57 g, 22,86 g, 26,07 g, 21,17 g. Perlakuan pemberian air kontinyu memiliki nilai tertinggi pada tanah menggunakan NPK dengan produktivitas bobot kering bulir sebesar 21,17 g/polibag.
Kata kunci: padi ciherang, bahan organik, volume pemberian air, evapotranspirasi, produktivitas.
ABSTRACT
NURPA SAFITRI TANJUNG: Intermittent Drainage of Alluvial Soil Using NPK Fertilizer and the Effect on Rice Yields (Oryza sativa L.) Ciherang Variety, supervised by SUMONO.
The water supply and use of NPK fertilizer on rice (Oryza sativa L.) can affect the growth and productivity of rice (Oryza sativa L.). This study aims to determine the provision of intermittent drainage on alluvial soils using NPK fertilizer and the effect on rice yields (oryza sativa L.) Ciherang variety. Research on a greenhouse scale using a factorial completely randomized design, which consisted of 2 factors of fertilizers and 5 varieties of water input, so that there were 10 treatments with 3 replications for each treatments. The parameters observed included soil physical properties, soil chemical properties, water supply volume, evapotranspiration, plant wet weight, plant dry weight, grain wet weight, grain dry weight. The results showed that alluvial soil textured with sandy clay contained 3,38% organic matter for soil without NPK and 3,47% for soil with NPK. The yields which included plant wet weight, plant dry weight, grain wet weight, and grain dry weight were preponderant for soil with NPK than for soil without NPK. Where the productivity was higher in the provision of continious water than the provision of interrupted water for 4 days, 5 days, 6 days, 7 days,
ii
the values of which were 123,57 g, 22,86 g, 26,07 g, 21,17 g, respectively.
Continuous water treatment had the highest value on the soil using NPK with grain dry weight productivity of 21,17 g / polybag.
Key words: ciherang rice, organic matter, water supply volume, evapotranspiration, productivity.
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pasar Sorkam pada tanggal 01 April 1999 dari Almarhum bapak Syahrir Tanjung dan ibu Fitriani Simanullang. Penulis merupakan anak ke 3 (tiga) dari lima bersaudara.
Tahun 2016 penulis lulus dari MAN Sorkam dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utarra melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan lulus pada pilihan kedua di Program Studi Keteknikan Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA). Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Horsik, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli sampai Agustus 2019. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di desa Jati Mulyo, kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Januari sampai Februari 2020.
Medan. Agustus 2021
Penulis
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaika penelitian dan penulisan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Pemberian Air Terputus (Intermittent) Pada Tanah Aluvial Menggunakan Pupuk NPK Dan
Pengaruhnya Terhadap Hasil Panen Padi (Oryza Sativa L.) Varietas Ciherang”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran, dan kritik berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada kedua orang tua penulis, kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Untuk kesempurnaan skripsi ini, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Agustus 2021
Penulis
v
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Pada Sawah ... 5
Metode Pemberian Air ... 5
Tanah Aluvial... 6
Tekstur Tanah ... 7
Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel, dan Porositas ... 10
Bahan Organik Tanah ... 14
Pupuk NPK ... 16
Unsur N dan P ... 17
Evapotranspirasi ... 20
Hemat Pemakaian Air ... 22
Kadar Air Tanah ... 23
Padi Varietas Ciherang... 23
Botani Tanaman Padi ... 25
Syarat Tumbuh Tanaman Padi ... 26
Produksi Padi ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 31
Bahan dan Alat Penelitian ... 31
Metode Penelitian ... 32
Prosedur Penelitian ... 34
HASIL DAN PEMBAHASAN Tekstur Tanah... 40
Unsur Kimia Tanah ... 41
Unsur Fisika Tanah... 43
Volume Pemberian Air, Evapotranspirasi, Produktivitas Tanaman Padi (Oryza sativa L.) ... 44
Hemat Pemakaian Air ... 47
Respon Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Perlakuan Pemberian Air dan Pupuk NPK ... 48
Bobot Basah Tanaman Padi (Oryza sativa L.) ... 53
Bobot Kering Tanaman Padi (Oryza sativa L.) ... 55
vi
Bobot Basah Panen Bulir Padi (Oryza sativa L.) ... 56 Bobot Kering Panen Bulir Padi (Oryza sativa L.) ... 58 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 59 Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
No Hal 1. Klasifikasi Ukuran Tanah Menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional
... 10
2. Proporsi Fraksi Menurut Kelas Tekstur Tana ... 10
3. Kelas Porositas Tanah ... 14
4. Kriteria Penilaian Bahan Organik Tanah ... 16
5. Kriteria nilai kandungan N-total tanah... 19
6. Kriteria nilai kandungan P-tersedia dalam tanah ... 20
7. Kategori penilaian pH ... 20
8. Hasil Analisis Tekstur Tanah ... 40
9. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah ... 41
10. Hasil Pengukuran kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah dan porositas ... 43
11. Hasil pengukuran volume pemberian air, evapotranspirasi, dan produktivitas tanaman padi (Oryza sativa L.) ... 45
12. Hasil pengukura hemat pemakaian air ... 47
13. Rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi tanah tanpa NPK ... 48
14. Rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi tanah dengan NPK ... 49
15. Analisis sidik ragam/ANOVA taraf 5% pengaruh pemberian air dan pupuk NPK terhadap bobot basah tanaman padi (Oryza sativa L.) ... 54
16. Analisis sidik ragam/ANOVA taraf 5% pengaruh pemberian air dan pupuk NPK terhadap bobot kering tanaman padi (Oryza sativa L.) ... 55
17. Analisis sidik ragam/ANOVA taraf 5% pengaruh pemberian air dan pupuk NPK terhadap bobot basah panen bulir padi (Oryza sativa L.) ... 57
18. Analisis sidik ragam/ANOVA taraf 5% pengaruh pemberian air dan pupuk NPK terhadap bobot kering panen bulir padi (Oryza sativa L.) ... 58
viii
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA ... 9 2. Grafik rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi tanah tanpa NPK ... 49 3. Grafik rata-rata respon pertumbuhan tanaman padi tanah dengan NPK ... 50
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Flowchart Pelaksanaan Penelitian ... 66
2. Diagram Segitiga Tekstur Tanah Menurut USDA Tanah Aluvial ... 67
3. Analisis Tekstur Tanah ... 68
4. Analisis Bahan Organik Tanah ... 69
5. Peta Pengambilan Tanah ... 71
6. Data Jumlah Anakan ... 72
7. Perhitungan Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density), Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density) dan Porositas Tanah. ... 74
8. Perhitungan Pemberian Air Awal ... 76
9. Perhitungan Pemberian Air Setelah Evapotranspirasi ... 78
10. Data Suhu(°C) dan RH (%) Harian Rumah Kaca ... 80
11. Data Evapotranspiras ... 84
12. Data Volume Pemberian Air ... 88
13. Data Hemat Pemakaian Air ... 92
14. Bobot Basah Tanaman Padi (Oryza sativa L.) ... 93
15. Bobot Kering Tanaman Padi (Oryza sativa L.) ... 94
16. Bobot Basah Panen Bulir Padi (Oryza sativa L.) ... 95
17. Bobot Kering Panen Bulir Padi (Oryza sativa L.) ... 96
18. Produktivitas Tanaman Padi (Oryza sativa L.) ... 97
19. Dokumentasi Penelitian ... 98
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesi merupakan negara yang memiliki lingkungan pertanian terbesar dalam beberapa produk pangan, dan yang termasuk kedalamnya adalah padi.
Selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari untuk masyarakat, produk padi juga menjadi salah satu yang memperbaiki perekonomian lokal. Pertanian sendiri diharapkan dapat memberikan peran yang menguntungkan untuk keberlangsungan peningkatan usaha tani yang menjadi usaha terkemuka di negara Indonesia.
Peningkatan usaha tani tersebut dapat ditunjang dengan adanya usaha tani yang dioperasikan secara terpadu dan terarah (Damanik, 2014).
Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa Indonesia menghasilkan padi menurut provinsi 5 tahun terakhir dari jangka waktu 2014-2018 naik dari tahun ke tahun, dengan perbandingan kenaikan yaitu sebesar 2,33%. Namun dari data tersebut tidak dapat menjamin untuk Indonesia terbebas dari impor beras yang terjadi terus menerus. Maka perlunya pembudidayaan tanaman padi dengan baik serta memperhatikan pemberian air seperti irigasi dan pemberian pupuk untuk memenuhi tercukupinya nutrisi dapat menjadi penunjang peningkatan produksi padi (Rahayu dan Hastina, 2019).
Air merupakan sumber daya alam yang paling berpengaruh untuk kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Khususnya dalam memenuhi kebutuhan air untuk bidang pertanian yang umumnya persawahan, perlunya irigasi dan bangunan bendung menjadi sarana terpenuhinya kebutuhan air pada tanaman padi. Irigasi sendiri dapat mengatur cara pemberian air pada sawah baik yang dapat dilakukan secara macak-macak, pemberian air secara terputus maupun
pemberian air secara genangan dan dengan pengeringan yang dapat disesuaikan (Anton, 2014).
Dalam fungsi lain, air juga berfungsi sebagai pembawa hara tanaman dari tanah ke tempat fotosisntesis, menyebarkan hasil fotosistesis dan metabolisme tanaman. Serta dapat mempertahankan ketegangan sel-sel tanaman sehingga setiap bagian dari tanaman tersebut dapat berfungsi. Maka untuk memfungsikan sel-sel tanaman tersebut, kebutuhan air tanaman harus tercukupi. Kebutuhan air tanaman tersebut dipengaruhi oleh jenis tanah, tekstur dan struktur tanah, umur tanaman dan varietas padi yang di tanam (Sudaryono dan Mawardi, 2006).
Upaya dalam memenuhi kebutuhan air pada tanaman padi dapat dilakukan dengan menerapkan sistem irigasi. Dimana pada tanaman padi membutuhkan air dari masa pengolahan tanah dan pertumbuhannya hingga pada saat mendekati masa panen. Terdapat beberapa cara dalam metode pemberian air, yaitu dengan metode macak-macak, terputus (intermittent), dan penggenangan (Gaol dkk., 2014). Jika dilihat dari rata-rata kebutuhan air irigasi sebesar 1 liter/detik/ha dengan 100 hari umur padi, hasil panen beras 3.000 kg/ha. Dari beberapa cara pemberian air yang selama ini banyak dilakukan, maka untuk pemberian air secara terputus merupakan metode yang paling bijak dalam menghemat air dan sekaligus meningkatkan produksi (Suryana, 2004).
Beberapa faktor lain yang menyebabkan rendahnya produksi padi di Indonesia juga termasuk kedalamnya yaitu tidak sesuainya syarat tumbuh tanaman padi. Kesesuaian pemberian air saja tidak cukup, faktor lain yang juga harus diperhatikan yaitu antara lain iklim (basah atau kering), suhu udara,
intensitas cahaya matahari, dan curah hujan. Bahkan tidak terlepas dari tanah yang menjadi media tumbuhnya.
Kesuburan tanah dapat dilihat pada profilnya, dimana tanah dengan profil yang dalam (≥ 150 cm), yang memiliki struktur gembur, pH 6,0-6,5, maka kandungan unsur haranya yang tersedia untuk tanaman adalah cukup, serta faktor pembatas dalam tanah cenderung tidak ada sehingga tidak menghambat pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2002).
Tanah sebagai media tumbuh tanaman menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan kesuburannya. Ketersediaan unsur hara yang dapat diserap tanaman, merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produksi tanaman. Setiap jenis tanaman menghendaki jenis dan jumlah unsur hara yang berbeda. Macam dan jumlah unsur hara yang tersedia didalam tanah harus berada dalam keadaan cukup dan seimbang agar tingkat produksi yang diharapkan dapat tercapai. Oleh karena itu cara untuk menjaga keseimbangan dan ketersediaan unsur hara maka diperlukan penambahan unsur hara melalui pemupukan(Tabor et al, 1986).
Pemupukan anorganik atau sering disebut pemupukan dengan pupuk NPK membantu dan berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman, hal ini terlihat pada masing-masing kandungan unsur haranya. Dimana unsur hara nitrogen dan pospor mengambil peran pada pertumbuhan vegetatif, serta unsur kalium yang berperan langsung pada proses-proses fisiologi tanaman (Suprapto, 1975).
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pemberian Air Terputus (Intermittent) Pada Tanah Aluvial Menggunakan Pupuk NPK Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Panen Padi (Oryza Sativa L.) Varietas Ciherang.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai syarat untuk menyelesaikan skripsi dan memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Sebagai informasi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian pada Pemberian Air Terputus (Intermittent) Pada Tanah Aluvial Menggunakan Pupuk NPK Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Panen Padi (Oryza Sativa L.) Varietas Ciherang.
3. Sebagai informasi bagi masyarakat untuk mengetahui pengaruh Pemberian Air Terputus (Intermittent) Pada Tanah Aluvial Menggunakan Pupuk NPK Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Panen Padi (Oryza Sativa L.) Varietas Ciherang.
5
TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Pada Sawah
Irigasi pada lahan sawah adalah proses penyediaan air untuk kebutuhan tanaman dalam upaya mencegah cekaman air pada tanah sehingga kebutuhan air yang diserap dari dalam tanah terpenuhi. Menurut Subagyono, et al (2010) Bagian dari pekerjaan irigasi adalah meliputi menampung dan mengambil air dari sumbernya, mengalirkan melalui saluran-saluran ke lahan-lahan pertanian dan membuang kelebihan air kesaluran pembuangan. Yang tujuan dari irigasi ini sendiri yaitu memberikan tambahan air terhadap air hujan dan memberikan air untuk tanaman dalam jumlah yang cukup dan pada saat dibutuhkan. Irigasi sendiri pada lahan sawah dimaksutkan untuk menjenuhkan tanah agar diperoleh struktur lumpur yang baik bagi pertumbuhan tanaman padi, memenuhi kebutuhan air tanaman, kebutuhan penggenangan, dan mengganti kehilangan air di saluran.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 20 tahun 2006 tentang irigasi dan UU No 7 tahun 2004 tentang sumber daya air serta Peraturan Menteri Pertanian No.79/Permentan/05.140/12/2012 menyatakan bahwa irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang kemajuan pertanian. Dimana jenis irigasi tersebut meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Dalam usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi.
Metode Pemberian air
Pada petak sawah pemberian air irigasi dapat dilakukan dengan lima cara yaitu : (1) Penggenangan (flooding). (2) Menggunakan alur besar atau kecil. (3) Menggunakan air dibawah permukaan tanah melalui sub irigas i. (4) Penyiraman
(springkling). (5) Menggunakan sistem cucuran (trickle). Sedangkan tanaman padi pada umumnya pemberian air irigasi baik dilakukan dengan penggenangan (flooding) maupun alur (furrows) dengan cara mengalirkan terus menerus (contonous flow) atau dengan berselang (intermittent flow) (Hansen, 1992).
Intermitten flow adalah cara pemberian air ke petak sawah yang didasarkan pada interval waktu tertentu dengan debit dan luas area yang sudah ditetapkan terlebih dahulu, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Irigasi hemat air dilakukan dengan memberikan air irigasi secara terputus (intermitten) berdasarkan antara periode basah (genangan dangkal) dan kering. Metode irigasi ini disertai metode pengelolaan tanaman yang baik dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi hingga 30-100% bila dibandingkan dengan menggunakan metode irigasi konvensional (tergenang kontinyu). Untuk mengurangi jumlah anakan yakni digenangi sampai 3 cm selama beberapa hari (disawah tadah hujan). Pada saat penyiangan, air irgasi diberikan genangan 2 cm untuk memudahkan operasi alat penyiangan. Untuk meningkatkan produktivitas padi sawah selain ditentukan menurut cara pemberian air dapat juga dilakukan pemupukan (Huda dkk., 2012).
Tanah Aluvial
Tanah aluvial atau endapan, adalah tanah yang memiliki tingkat kesuburan sedang hingga tinggi. Sifat tanah aluvial sangat beragam tergantung sifat bahan asalnya. Pada umumnya banyak mengandung pasir dan liat tetapi tidak banyak mengandung unsur-unsur zat hara. Tanah aluvial banyak terdapat pada daerah dataran rendah, sekitar muara sungai, rawa-rawa, lembah-lembah, maupun kanan kiri aliran sungai besar, dan penyebarannya tidak dipengaruhi oleh ketinggian
maupun iklim. Di Indonesia tanah-tanah ini merupakan tanah pertanian yang baik dimanfaatkan untuk tanaman pangan musiman maupun tahunan (Hardjowigeno, 2007).
Tanah aluvial merupakan tanah yang hanya meliputi lahan yang sering atau baru saja mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan belum ada diferensiasi horison. Endapan aluvial yang sudah tua akibat pengaru iklim dan vegetasi tidak termasuk aluvial. Suatu hal yang mencirikan pada pembentukan tanah aluvial adalah bahwa bagian terbesar bahan kasar akan diendapkan tidak jauh dari sumbernya. Tekstur bahan yang diendapkan pada waktu tempat yang sama akan lebih seragam, makin jauh dari sumbernya makin halus butir yang diangkut (Darmawijaya, 1990).
Tanah aluvial berkembang pada aluvium dengan permulaan yang baru dan mempunyai profil yang berkembang sangat lemah. Pada kebanyakan tanah aluvial perubahan warna dan horizon A ke C sulit dilihat atau tidak ada. Sebagian besar tanah ini adalah tanah yang kebanyakan sifatnya diturunkan, darimana bahan- bahan yang diangkut dan diendapkan. Secara mineralogi, tanah-tanah ini berkaitan dengan tanah yang bertindak sebagai sumber untuk aluvium. Endapan- endapan aluvial baik yang diendapkan oleh sungai maupun diendapkan oleh laut, pada umumnya mempunyai susunan mineral seperti daerah diatasnya darimana bahan-bahan bersangkutan diangkut dan diendapkan (Foth, 1994).
Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan antara bahan padatan tanah yang digolongkan menjadi pasir, debu, dan liat. Dimana unruk keperluan pertanian, ketiga separat penyusun tanah tersebut masing-masing dinyatakan dalam persen
secara bersama-sama. Tekstur tanah berpengaruh pada kemampuan tanah menyimpan dan meloloskan air, serta menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Tetapi peranan bahan padatan tersebut tidak sama dalam menentukan sifat dan kemampuan tanah. Separat pasir dan debu yang sebagian besar tersusun atas SiO2 tidak banyak peranannya dalam penyediaan unsur hara tanaman.
Sebaliknya bahan liat, yaitu bahan yang berukuran ≥ 2 µm, terdiri dari mineral liat silikat, bahan amorf dan merupakan bahan aktif penyusun tanah (Titiek dan Wani, 1995).
Di Indoneis untuk keperluan pertanian, yang paling banyak digunakan adalah penggolongan yang dibuat oleh Departement Pertanian Amerika Serikat (USDA). Diantara ketiga tekstur utama, berdasarkan persentase pasir, debu, dan liat. USDA membagi tanah menjadi 12 kelas tekstur tanah yaitu: Pasir, Pasir lempung, lempung berpasir, lempung, lempumg berdebu, debu, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir, liat berdebu dan liat (Nyoman, 2016).
Tanah bertekstur pasir lebih tahan terhadap erosi dibandingkan dengan tanah bertekstur debu ataupun liat, hal ini disebabkan karena tanah yang bertekstur pasir memiliki pori makro yang lebih tinggi, sehingga kapasitas infiltrasinya tinggi. Tanah bertekstur pasir dengan diameter lebih besar (0,02-2,0 mm) akan lebih tahan terhadap penghanyutan bila dibandingkan dengan tekstur debu. Walaupun demikian, tanah-tanah bertekstur pasir mempunyai kemantapan agregat yang sangat lemah dan mudah lepas, dimana ikatan antara partikel- partikel primernya sangat lemah, sehingga mudah akan terdispersi dan tererosi (Muhajir Utomo, 2016).
Pada tanah yang kandungan liatnya terlalu banyak, akan memiliki kemampuan menahan air tanah yang tinggi, tetapi dalam sisi lain tanah yang mengandung liat tinggi tidak memiliki aerase yang baik. Dengan luas permukaan liat yang luas maka terdapat kandungan atau muatan listrik yang dapat membantu menahan ion yang diperlukan oleh tanaman. Selain mampu menahan ion, liat juga mampu menahan air tanah karena luas permukaan yang mengadakan kontak langsung dengan air tanah lebih besar dibandingkan dengan tanah bertekstur pasir.
Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA
Tanah bertekstur debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang (5,776 juta partikel/g tanah terbentuk sekitar 1.250 pori meso), sehingga luas situs sentuhnya menjadi cukup luas (454 cm2/g tanah), menghasilkan daya pegang terhadap air yang cukup kuat. Hal ini menyebabkan air dan udara cukup mudah keluar masuk tanah, sebagian air akan tertahan (Hanafiah, 2005).
Tabel 1. Klasifikasi ukuran tanah menurut sistem USDA dan sistem Internasional Separat Tanah Diameter (mm) Jumlah Partikel Luas Permukaan
USDA Internasional (g-1) (cm2g-1)
Pasir Sangat Kasar 2,00-1,00 - 90 11
Pasir Kasar 1,00-0,50 - 720 23
Pasir Sedang 0,50-0,25 - 5.700 45
Pasir - 2,00-0,20 4.088 29
Pasir Halus 0,25-0,10 - 46.000 91
Pasir Sangat Halus 0,10-0,05 - 722.000 227
Debu 0,05-0,002 - 5.776.000 454
Debu - 0,02-0,002 2.334.796 271
Liat <0,002 <0,002 90.250.853.000 8.000.000 (Hakim dkk., 1986).
Tabel 2. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah
Kelas Tekstur Tanah Proporsi (%) Fraksi Tanah
Pasir Debu Liat
1. Pasir >85 <15 <10
2. Pasir Berlempung 70-90 <30 <15
3. Lempung Berpasir 40-87.5 <50 <20
4. Lempung 22.5-52.5 30-50 10-30
5. Lempung Liat Berpasir 45-80 <30 20-37.5
6. Lempung Liat Berdebu <20 40-70 27.5-40
7. Lempung Berliat 20-45 15-52.5 27.5-40
8. Lempung Berdebu <47.5 50-87.5 <27.5
9. Debu <20 >80 <12.5
10. Liat Berpasir 45-62.5 <20 37.5-57.5
11. Liat Berdebu <20 40-60 40-60
12. Liat <45 <40 >40
(Hanafiah, 2005).
Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)
Kerapatan massa tanah (Bulk Density) adalah petunjuk kepadatan tanah dimana semakin padat suatu tanah, maka semakin tinggi bulk densitynya, artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman. Tanah yang lebih padat mempunyai Bulk Density yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas (top soil) pada tanah mineral mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah di bawahnya. Nilai bulk density tanah mineral berkisar 1-1,6 gr/cc, sedangkan tanah organik umumnya memiliki nilai bulk density antara 0,1-0,9 gr/cc. Bulk density
dipengaruhi oleh tekstur, struktur, dan kandungan bahan organik tanah.
(Hardjowigeno, 2007).
Kerapatan massa tanah menunjukkan perbandingan berat partikel tanah terhadap volume total tanah (udara, air, dan padatan) yang dapat dihitunga dengan persamaan sebagai berikut:
𝑃𝑏 =𝑀𝑠
𝑉𝑡 ... 1 Dimana : Pb = Kerapatan massa tanah (g/cm3)
Ms = Massa partikel tanah (g)
Vt = Volume total tanah (cm3) (Hillel,1981).
Menurut Hakim (1986) bulk density pada pertumbuhan kecil (1,05-1,32) relatif tinggi dibandingkan pertumbuhan baik (1,04-1,18). Hal ini menunjukkan semakin tinggi bulk density menyebabkan kepadatan tanah meningkat, aerase dan drainase terganggu, sehingga perkembangan akar menjadi tidak normal. Nilai bulk density dapat menggambarkan adanya lapisan tanah, pengolahan tanah, kandungan bahan organik dan mineral, porositas, daya memegang air, sifat drainase, dan kemudahan tanah ditembus akar.
Kerapatan Partikel Tanah (Particl Density)
Kerapatan butir tanah menyatakan berat butir-butir padat tanah yang terkandung di dalam tanah. Dalam menghitung kerapatan butir tanah, sama halnya menentukan kerapatan partikel tanah dimana pertimbangan hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh karena itu kerapatan partikel setiap tanah merupakan tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 gr/cm3. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah, akibatnya
tanah permukaan biasanya memiliki kerapatan butir lebih kecil dari subsoil.
Walau demikian kerapatan butir tanah tidak berbeda banyak pada tanah yang berbeda, jika tidak, akan terdapat suatu variasi yang harus mempertimbangkan kandungan tanah organik atau komposisi tanah mineral (Foth, 1994).
Kerapatan partikel tanah adalah menunjukkan perbandingan antara massa partikel tanah terhadap volume partikel tanah yang dapat dituliskan sebagai berikut :
𝑃𝑠 =𝑀𝑠
𝑉𝑠 ... 2 Dimana : 𝑃𝑠 = Kerapatan partikel (g/cm3)
Ms = Massa partikel tanah (g)
Vs = Volume partikel tanah (cm3) (Hillel, 1981).
Faktor-faktor yang mempengaruhi particle density yaitu kadar air, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi. Kadar air mempengaruhi volume kepadatan tanah, dimana untuk mengetahui volume kepadatan tanah dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, sebab tanpa adanya pengaruh kadar air maka proses particle density tidak berlangsung, karena air sangat mempengaruhi volume kepadatan tanah. Selanjutnya volume padatan tanah tersusun oleh fraksi pasir, liar, dan debu sehingga untuk mengetahui volume padatan tanah tertentu dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah.
Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai particle densitynya. Selain itu, dalam volume yang sama, bahan organik memiliki berat yang lebih kecil dari pada benda padat tanah mineral yang lain. Sehingga jumlah bahan organik dalam tanah mempengaruhi kerapatan butir.
Akibatnya tanah permukaan kerapatan butirnya lebih kecil daripada sub soil. Top soil banyak mengandung bahan organik dan kerapatan butirnya sampai 2,4 gr/cc atau bahkan lebih rendah dari nilai itu. Dengan adanya bahan organik, menyebabkan nilai particle densitynya semakin kecil (Hanafiah 2005).
Porositas Tanah
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Porositas dapat ditentukan melalui 2 cara, yaitu menghitung selisih bobot tanah jenuh dengan bobot tanah kering dan menghitung ukuran volume tanah yang ditempati bahan padat.
Komposisi pori-pori tanah ideal terbentuk dari kombinasi fraksi debu, pasir, dan lempung. Porositas itu sendiri mencerminkan tingkat kesarangan untuk dilalui aliran massa air (permeabilitas, jarak per waktu) atau kecepatan aliran air untuk melewati massa tanah (perkolasi, waktu per jarak). Kedua indikator ini ditentukan oleh semacam pipa berukuran non kapiler (yang terbentuk dari pori–pori makro dan meso yang berhubungan secara kontinyu) di dalam tanah. Hal tersebut menekankan bahwa tanah permukaan yang berpasir memiliki porositas lebih kecil dari pada tanah liat. Sebab tanah pasir memiliki ruang pori total yang mungkin rendah tetapi mempunyai proporsi yang besar yang disusun oleh komposisi pori- pori yang besar yang efisien dalam pergerakan udara dan airnya. Ini berarti karena persentase volume yang terisi pori-pori kecil pada tanah pasir menyebabkan kapasitas menahan airnya rendah. Maka tanah–tanah yang memiliki tekstur halus, memiliki ruang pori lebih banyak dan disusun oleh pori–pori kecil karena proporsinya relatif besar (Susanto, 1994).
Untuk menghitung proporsi ruang pori (θ) yaitu dengan membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel tanah dengan persamaan :
θ = (1 −𝐵𝑑
𝑃𝑑) 𝑥 100%... 3 Dimana : θ = Porositas (%)
Bd = Kerapatan massa (g/cm3)
Pd = Kerapatan partikel (g/cm3) (Hansen dkk, 1992) Tabel 3. Kelas porositas tanah
Porositas (%) Kelas
100 Sangat porous
60-80 Porous
50-60 Baik
40-50 Kurang baik
30-40 Buruk
< 30 Sangat buruk
(Sutanto, 2005).
Bahan Organik Tanah
Tanah tersusun oleh bahan padatan, air, dan udara. Dan yang terkandung dalam bahan padatan diantaranya adalah bahan mineral berukuran pasir, debu, dan liat serta bahan organik. Pada bahan organik tanah biasanya menyusun sekitar 5%
bobot total tanah, walaupun terhitung sedikit tetapi sangat memegang peranan penting dalam menentukan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi, dan biologi tanah. Sebagai komponen tanah yang berfungsi sebagai media tumbuh, maka bahan organik juga dapat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman dan mikrobiah tanah, yaitu sumber energi, hormon, vitamin dan senyawa perangsang tumbuh lainnya (Hanafiah, 2005).
Sutanto (2005) mengatakan bahwa kerangka penyusun tanah tidak hanya terdiri atas bahan mineral saja (tubuh tanah mineral). Bahan organik termasuk
kedalam yang memiliki kontribusi (tubuh tanah organik). Kontribusi bahan organik terhadap tanah sebagai tubuh alam adalah sumber N tanah dan unsur hara lainnya, terutama S dan P yang berperan penting dalam pembentukan struktur tanah, mempengaruhi keadaan air, udara, dan temperatur tanah, serta mempengaruhi tingkat kesuburan tanah.
Bahan organik tanah mengandung karbon dalam tanah yang mencerminkan kandungan bahan organik tanah yang merupakan tolak ukur paling penting untuk pengelolaan tanah. Sehingga bahan organik dipercaya sebagai kunci ketahanan terhadap kekeringan dan kelestarian produksi pangan. Bahan organik dapat didefinisikn sebagai semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Bahan organik tersebut dapat dikatakan kompleks dan dinamis karena terbentuk dari proses-proses perombakan yang terjadi secara terus-menerus (Kononova, 1966).
Penetapan bahan organik di laboratorium dapat dilakukan salah satunya dengan metode Walkley & Black. Prinsip Metode Walkley & Black adalah C- organik dihancurkan oleh oksidasi kalium bikromat yang berlebih akibat penambahan asam sulfat. Kelebihan kromat yang tidak direduksi oleh C-organik tanah kemudian ditetapkan dengan jalan titrasi dengan larutan ferro. C-organik dapat dihitung dengan Persamaan (4) dan kriteria penilaian bahan organik dapat dilihat pada tabel 3.
% C-Oganik = 5 x (1-𝑇
𝑆) x 0,003 x 1
0,77 x 100
𝐵𝐶𝑇 ... 4 Dimana :
T : Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N dengan tanah
S : Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N blanko (tanpa tanah)
BCT : Bobot Contoh Tanah
Bahan Organik = % C–organik x 1,724 ... 5 Tabel 4.kriteria penilaian bahan organik tanah
Kriteria % C-Organik
Sangat Rendah <1,00
Rendah 1,00-2,00
Sedang 2,01-3,00
Tinggi 3,01-5,00
Sangat Tinggi >5.00
(Staff Pusat Penelitian Tanah, 1983).
Pupuk NPK
Pupuk majemuk (NPK) merupakan salah satu pupuk anorganik yang efisien dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara makro (N, P, dan K), menggantikan pupuk tunggal seperti Urea, SP-36, dan KCl yang kadang-kadang susah diperoleh di pasaran dan sangat mahal. Keuntungan menggunakan pupuk majemuk (NPK) adalah dapat dipergunakan dengan memperhitungkan kandungan zat hara sama dengan pupuk tunggal, apabila tidak ada pupuk tunggal dapat diatasi dengan pupuk majemuk, penggunaan pupuk majemuk sangat sederhana, pengangkutan dan penyimpanan pupuk ini menghemat waktu, ruangan, dan biaya.
Pupuk NPK Phonska (15:15:15) merupakan salah satu produk pupuk NPK yang telah beredar di pasaran dengan kandungan nitrogen (N) 15 %, Fosfor (P2O5) 15
%, Kalium (K2O) 15 %, Sulfur (S) 10 %, dan kadar air maksimal 2 %. Pupuk majemuk ini hampir seluruhnya larut dalam air, sehingga unsur hara yang dikandungnya dapat segera diserap dan digunakan oleh tanaman dengan efektif (Kaya, 2013).
Hara N, P, dan K merupakan hara esensial bagi tanaman dan sekaligus menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Peningkatan dosis pemupukan N di dalam tanah secara langsung dapat meningkatkan kadar protein
(N) dan produksi tanaman, tetapi pemenuhan unsur N saja tanpa P dan K akan menyebabkan tanaman mudah rebah, peka terhadap serangan hama penyakit dan menurunnya kualitas produksi, pemupukan P yang dilakukan terus menerus tanpa menghiraukan kadar P tanah yang sudah jenuh dapat pula mengakibatkan menurunnya tanggap tanaman terhadap pemupukan P dan tanaman yang dipupuk P dan K saja tanpa disertai N, hanya mampu menaikkan produksi yang lebih rendah (Winarso, 2005).
Menurut Aryananda (2016), penggunaan Pupuk NPK pada 3 fase yaitu fase vegetatif, fase generatif dan fase pematangan buah. Pada fase vegetatif, pemupukan pertama NPK dilakukan pada satu minggu setelah tanam dengan tujuan untuk memacu pertumbuhan tanaman. Pada fase generatif, pemupukan kedua NPK dilakukan pada 3 minggu setelah tanam. Pada fase pematangan buah, pemupukan ketiga NPK dilakukan pada saat tanaman sudah muncul bunga, pemupukan pada fase ini bertujuan agar mempercepat pemasakan buah. Jenis Pupuk NPK yang digunakan yaitu pupuk NPK mutiara dengan perbandingan 16:
16: 16, diberikan sesuai perlakuan yaitu 1 = 5 gram (dosis anjuran) 3/4 = 3,75 gram, 1/2 = 2,5 gram, dan 1/4 = 1,75 setiap kali pemupukan.
Unsur N (Nitrogen)
Salah satu unsur hara yang paling dibutuhkan oleh seluruh tanaman adalah unsur N (Nitrogen) serta legum untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimal. Pada tumbuhan nitrogen berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif, sehingga daun tanaman menjadi lebih lebar, berwarna lebih hijau dan lebih berkualitas. Tanaman menyerap N dalam bentuk ion nitrat atau amonium,
yang keduanya merupakan ion yang larut dalam air. Tanaman yang mempunyai ketersediaan N yang cukup akan tumbuh dengan cepat. Sebagai pelengkap bagi peranannya dalam sintesis protein, nitrogen merupakan bagian tak terpisahkan dari molekul klorofil dan karenanya pemberian N dalam jumlah yang cukup akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang membaik dan warna hijau segar pada daun (Sunu dan Wartoyo, 2006).
Sebagain besar nitrogen yang berada dalam tanah adalah berbentuk senyawa organik tanah dan tidak tersedia bagi tanaman. Fiksasi N organik ini sekitar 95% dari total N yang ada di dalam tanah. Nitrogen dapat diserap tanaman dalam bentuk ion NO3- dan NH4+ (Winarso, 2005). Pada umumnya kemampuan tanah menyediakan unsur hara, dapat memperlihatkan bagaimana tingkat kesuburan tanah tersebut dan berkorelasi baik dengan hasil tanaman yang diusahakan. Dilain sisi tingkat kesuburan tanah berkorelasi buruk dengan kebutuhan pupuk atau dapat diartikan semakin tinggi tingkat kesuburan tanah, maka makin rendah tingkat penggunaan pupuk buatan dan tidak perlu adanya penambahan (Suyamto dan Arifin, 2002).
Apabila pupuk nitrogen ditambahkan kedalam tanah maka pupuk akan mengalami reaksi atau perubahan baik dalam bentuk fisik dan sifat kimianya.
Perubahan-perubahan ini mulai terjadi apabila pupuk itu bereaksi dengan air tanah. Setelah bereaksi dengan air pupuk akan melarut. Sebagian pupuk akan terserap akar tanaman, sebagian lagi akan terfiksai menjadi bentuk tidak tersedia untuk tanaman, hilang melalui proses denitrifikasi (pupuk N), tercuci (leaching) tererosi dan serta terjadinya penguapan (volalitas) (Hasibuan, 2006).
Tabel 5. Kriteria nilai kandungan N-total tanah
Nilai N-total (%) Kategori
< 0,1 Sangat rendah
0,1 – 0,2 Rendah
0,21 – 0,5 Sedang
0,51 – 0,75 Tinggi
> 0,75 Sangat tinggi
(PPT, 1983).
Unsur P (Fosfor)
Fosfor umumnya merupakan unsur hara nomor dua setelah nitrogen yang paling terbatas untuk pertumbuhan tanaman. Ketersediaan fosfor ditanah sekitar 0,01-0,1% dari keseluruhan senyawa di tanah. Fosfor terdapat dalam tiga bentuk yaitu H2PO4, HPO42-, dan PO43-, umumnya diserap tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4-2). Bentuk yang paling dominan dari fosfat tersebut dalam tanah bergantung pada PH tanah. Pada PH yang rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat primer, dan pada PH yang lebih tinggi ion ortofosfat sekunder yang lebih banyak diserap tanaman.
Unsur Fosfor juga bisa didapatkan dari ion-ion Ca-, Al-, dan Fe- (Sutanto, 2005).
Ketersediaan fosfor tanah untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri. Pada ultisol, tidak tersedia dan tidak terlarutnya P disebabkan fiksasi oleh mineral-mineral liat dan ion-ion Al dan Fe yang membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi ketersediaan P tanah, yaitu tipe liat, PH tanah, waktu reaksi, temperatur, dan bahan organik tanah (Foth, 1994).
Pemberian pupuk P yang dicampur pada lapisan olah tanah lebih tersedia dan dapat dicapai dengan mudah oleh akar tanaman. Fungsi unsur P yaitu merangsang perkembangan akar sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa panen dan menambah nilai gizi (Supriono, 2000).
Selain itu, fungsi P pada tanaman juga dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji dan dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Pada awal pertumbuhan tanaman, pupuk fosfat sangat berperan sebagai komponen beberapa enzim dan ketersediaan asam nukleat. Sedangkan pada akhir pertumbuhan sangat berperan dalam pembentukan biji dan buah (Hanafiah, 2005).
Tabel 6. Kriteria nilai kandungan P-tersedia dalam tanah
Nilai P-tersedia (ppm) Kategori
< 4,4 Sangat rendah
4,5 – 6,6 Rendah
7,0 – 11,0 Sedang
11,4 – 15,3 Tinggi
> 15,3 Sangat tinggi
(PPT, 1983)
Tabel 7. Kategori penilaian pH
Nilai Ph Kategori
< 4,4 Sangat masam (Ekstrim)
4,5 – 5,0 Sangat masam
5,1 – 6,5 Asam
6,6 – 7,3 Netral
7,4 – 8,4 Alkalin
8,8 – 9,0 Sangat Alkalin
>9,1 Sangat Alkalin (Ekstrim)
(PPT, 1983).
Evapotranspirasi (ET)
Evapotrasnpirasi salah satu faktor yang menentukan kebutuhan air irigasi maupun kebutuhan air tanaman. Evapotranspirasi adalah gabungan dari proses evaporasi (E) dan trasnpirasi (T), dimana evaporasi adalah kehilangan air yang diakibatkan oleh penguapan dari permukaan tanah, daun, sungai, dan laut.
Penguapan tersebut dipengaruhi oleh iklim dan cuaca dan untuk permukaan tanah dipengaruhi oleh jenis tanah tersebut. Sedangkan trasnpirasi adalah kehilangan air
dari air yang dikandung oleh daun tumbuh tumbuhan. Air yang terkandung didalam daun tumbuh tumbuhan diperoleh dari dalam tanah melalui akar.
Sebahagian kecil (kira-kira 1%) air yang diabsorbsi oleh akar tanaman dikonsumsi oleh tanaman untuk proses metabolisme. Kehilangan air dari evaporasi dan transpirasi ini terjadi secara simultan dan sangat sulit untuk membedakan keduanya. Besarnya transpirasi dari sebahagian besar tumbuh-tumbuhan adalah berkisar antara 50-75% dari evapotrasnpirasi (FAO,1973).
Penetuan evaporasi secara tidak langsung melalui pendugaan menggunakan metode-metode tertentu diantaranya adalah dengan keseimbangan energi. Metode Penman, Blaney dan Criddle, Jensen dan Haise, dan Evaporasi Panci (James, 1988). Sedangkan secara langsung evapotranspirasi dapat ditentukan menggunakan Lisimeter dan Evapotranspirometer (Sosrodarsono dan Takeda, 2006). Pada tanaman yang tumbuh pada kondisi tanah tidak jenuh (kapasitatas lapang), besarnya evapotranspirasi dapat ditentukan berdasarkan selisih antara kadar air tanah pada waktu pengamatan pertama (W1) dan pengamatan kedua (W2) atau ETc=W1–W2 (Fagi dan Tangkuman, 1985).
Sedangkan pada tanaman padi yang tumbuh pada tanah tergenang air, evapotranspirasi tanaman dapat ditentukan berdasarkan selisih tinggi penggenangan air pada waktu pengamatan pertama (H1) dan pada waktu pengamatan kedua (H2).
Etc= 𝐻1−𝐻2
𝑇 ...6 Dimana :
T = Waktu (hari)
Hemat Pemakaian Air
Tanaman padi pada umumnya tahan dalam genangan air, namun apabila genangan itu terlalu lama maka tanaman akan mati. Hal ini karna pada saat tanaman terendam air, suplai oksigen dan karbondioksida menjadi berkurang sehingga mengganggu proses fotosintesis dan respirasi. Efek genangan sangat kompleks dan bervariasi tergantung genotip, status karbohidrat sebelum dan sesudah genangan, tingkat perkembangan tanaman pada saat terjadi genangan, tingkat dan lama, serta derajat turbuditas air genangan. Secara morfologis dan biologis, efek genangan dapat dicirikan dengan klorosis daun, hambatan pertumbuhan, elongasi daun dan batang yang terendam dan kematian keseluruhan jaringan tanaman. Sebagian kultivar padi memperlihatkan pemanjangan batang sebagai tanggapan terhadap penggenangan. Elongasi batang selama penggenangan merupakan strategi penghindaran (ascape strategy) yang memungkinkan tanaman padi untuk melakukan metabolisme secara aerob dan fiksasi CO2 dengan batangnya kepermukaan air. Selain itu, penggenangan juga menginduksi pembentukan akar adventif dengan adanya etilen yang juga memfasilitasi pembentukan aerenkim. Penggenangan meningkatkan jaringan aerenkim pada korteks akar dan helaian daun dan menurunkan jumlah rambut akar per unit panjang akar. Pembentukan aerenkim merupakan salah satu adaptasi morfologi terhadap cekaman hipoksia. Adanya aerenkim berfungsi sebagai sistem udara internal untuk menyediakan oksigen secara difusi ke sistem perakaran (Rachmawati dan Retnaningrum, 2013).
Kadar Air Tanah
Kadar air tanah adalah konsentrasi air dalam tanah yang biasanya dinyatakan dengan berat kering. Kadar air tanah dapat dinyatakan dengan persen volume yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Teknik pengukuran kadar air tanah diklasifikasikan ke dalam dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung adalah berupa pemisahan air dari matrik tanah dan pengukuran langsung dari jumlah air yang dipisahkan tersebut.
Pemisahan air dari matriks tanah dapat dicapai melalui. 1) Pemanasan, 2) Ekstraksi dan penggantian oleh larutan, atau 3) Reaksi kimia. Jumlah air yang dipisahkan ditentukan dengan. 1) Mengukur perubahan massa/berat setelah pemanasan dan 2) Pengukuran kuantitatif dari hasil reaksi. Pemisahan air dengan pemanasan biasa disebut dengan metode gravimetri, dan merupakan metode pengukuran secara langsung (Topp and Ferre, 2002).
Cara gravimetri merupakan cara yang paling umum dipakai dimana dengan cara ini tanah basah dikeringkan dalam oven pada suhu 100̊C-150̊C untuk waktu tertentu. Air yang hilang karena proses pengeringan tersebut merupakan sejumlah air yang terdapat dalam tanah basah. Cara ini memberikan keuntungan karena dapat memberikan gambaran terhadap ketersediaan air bagi tumbuhan pada volume tertentu (Hanafiah, 2005).
Padi Varietas Ciherang
Padi termasuk kedalam tanaman yang dibudidayakan semusim atau termasuk juga pada tanaman muda dimana tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya akan berproduksi satu kali. Setelah berproduksi akan mati atau dimatikan. Tanaman padi sendiri dikelompokkan
dalam dua bagian yaitu bagian vegetatif yang terdiri dari akar, batang, daun. Dan bagian generatif terdiri dari malai atau bulir dan bunga, buah dan bentuk gabah (AAK, 1990).
Padi ciherang juga termasuk dalam padi Indica. Padi ini merupakan kelompok padi sawah yang sangat cocok ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah. Padi ini dapat ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 mdpl. Ciherang merupakan hasil persilangan IR 64 terhadap beberapa galur IR lainnya, tampil dengan perkasa mengalahkan dominasi IR 64 selama kurun waktu 6 tahun dan eksis di Indonesia selama 10 tahun terakhir.
Selain merupakan nama jaminan kualitas beras, padi ciherang dikenal tahan terhadap hama dan penyakit terutama hama Wereng Coklat biotipe 2 dan 3 serta penyakit Hawar Daun Bakteri strain III dan IV. Dengan teknik budidaya yang baik yaitu dengan mengaplikasikan pemupukan yang lengkap dan berimbang, Varietas Ciherang mampu menghasilkan produksi 11,8 ton GKP/hektar (BB Padi, 2010).
Ciherang memiliki bentuk tanaman yang tegak dengan tinggi 107-115 cm serta anakan produktif antara 14-17 batang dan potensi hasil 8,5 ton/ha, terlihat kokoh dan membanggakan petani. Dengan warna kaki dan batang yang hijau serta memiliki posisi daun serta daun bendera yang tegak tanaman padi Ciherang terlihat cantik dan sehat. Begitu juga dengan kadar amilosa 23% menjadikan varietas Ciherang dengan rasa nasi yang pulen (Margana, 2012).
Botani Tanaman Padi
Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang tergolong dalam famili Gramineae. Taksonomi tanaman padi secara lengkap dapat dilihat sebagai berikut (Ruminta dkk, 2017) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Famili : Gramineae Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Batang padi tersusun atas ruas-ruas berongga yang ditutupi oleh buku, berbentuk silindris, agak pipih, dan berambut. Batang padi akan muncul pada ketiak daun berwarna hijau tua dan ketika memasuki fase generatif warna batang berubah menjadi warna kuning. Tinggi tanaman padi liar dapat mencapai tinggi melebihi orang dewasa yaitu sekitar 2-6 meter. Anakan tanaman padi tumbuh pada dasar batang dan daun sekunder. Anakan akan muncul setelah 10 HST dan maksimum pada umur 50-60 setelah tanam berjumlah antara 19-54 anakan tergantung pada masing-masing varietas dan proses budidaya.
Akar adalah bagian dari tanaman yang berfungsi untuk menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah. Tanaman padi yang tergolong tanaman Gramineae memiliki sistem perakaran serabut, dimana pada saat berkecambah akar primer muncul bersamaan dengan akar lainnya yang disebut akar semisal. Selanjutnya, akar semisal akan digantikan dengan akar adventif yang tumbuh dari buku terbawah batang. Akar serabut terletak pada kedalaman tanah 20-30 cm. Akar-
akar serabut muncul dari batang dan akan berkembang pesat saat batang mulai membentuk anakan.
Daun pada tanaman padi adalah jenis daun tunggal. Terdiri atas helai daun, lidah daun, dan pelepah daun. Permukaan helai daun kasar dan pada bagian ujung meruncing. Panjang helai daun sangat berpariasi, umumnya antara 50-100 cm. Daun padi berwarna hijau tua dan akan berubah kuning keemasan setelah memasuki masa panen. Bunga padi secara keseluruhan disebut malai yang merupakan bunga majemuk. Malai terdiri atas dasar malai dan tangkai malai yang menghasilkan bunga. Sebelum muncul bunga, malai dibalut oleh seludang atau pelepah daun terakhir. Umumnya, varietas padi hanya menghasilkan satu malai atau satu anakan tetapi ada beberapa varietas padi lokal yang mampu menghasilkan malai lebih dari satu, namun pertumbuhan malainya tidak sempurna (Utama, 2015).
Buah padi atau yang dikenal dengan gabah, merupakan ovary yang telah masak. Gabah merupakan hasil dari penyerbukan dan pembuahan yang terdiri atas embrio, endosperm, dan bekatul. Berdasarkan bentuk gabahnya, bulir padi dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: ramping, panjang, sedang, dan gemuk.
Tanda padi telah masak dapat dilihat dari perubahan warna kulit padi menguning kecokelatan dan gabah sudah berisi atau keras (Bakhtiar et al., 2011).
Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Pada pertumbuhan tanaman padi sawah baik yang ditanam pada lahan kering maupun lahan basah memiliki syarat-syarat atau faktor pendukung untuk berproduksi dengan baik. Salah satu syarat utama tumbuhnya tanaman padi adalah temperatur, temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman padi yaitu 20-
35˚c. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan dan pembentukan biji.
Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari yang penuh tanpa naungan.
Penyinaran matahari diperlukan untuk berlangsungnya proses fotosintesis dan terutama pada saat tanaman berbunga sampai proses pemasakan buah. Proses pembungaan dan pemasakan buah berkaitan erat dengan intensitas penyinaran dan keadaan awan. Selain suhu dan intensitas matahari, angin termasuk memberi pengaruh positif dan negatif terhadap tanaman padi. Pengaruh positifnya, terutama pada proses penyerbukan dan pembuahan. Pengaruh negatifnya yang terjadi pada tanaman padi adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau jamur yang dapat ditularkan oleh angin. Terjadinya angin kencang pada saat tanaman berbunga dapat menjadikan buah hampa dan tanaman roboh (hasanah, 2007).
Jika dilihat dari keadaan musimnya, ada dua musim di Indonesia yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman padi diantaranya musim kemarau dan musim hujan. Penanaman padi yang dilakukan pada musim kemarau akan lebih baik jika dibandingkan pada musim hujan, dan dengan sistem pengairan yang baik pula. Pada musim kemarau proses penyerbukan dan pembuahan padi akan lebih baik sebab tidak terganggu oleh hujan sehingga padi yang dihasilkan akan lebih banyak. Maka akan sebaliknya, apabila padi ditanaman pada musim hujan, proses penyerbukan dan pembuahan akan terganggu.
Selain itu air menjadi yang paling berpengaruh dan bahkan menjadi syarat tumbuh tanaman padi, ketersediaan air dalam jumlah serta waktu yang tepat merupakan syarat mutlak pada budidaya padi sawah. Akibat kekurangan dan
kelebihan air akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta tersedianya unsur hara dalam tanah dan penyerapan pupuk, perkembangan organisme pengganggu tanaman seperti hama, penyakit dan gulma, dan timbulnya senyawa-senyawa beracun lainnya.
Produksi Padi
Pada tahun 2004 varietas Ciherang telah menggeser dominasi varietas IR64, yaitu 703.599 ha (39.9%), sedangkan IR64 sekitar 486.801 (27,6%) dari luas pertanaman padi MT 2003/2004 dan MT 2004, kemudian diikuti oleh Widas 140.865 ha (8%), way Apo Baru 121.308 ha (6,8%), Towuti 80.044 ha (4.5%), Memberamo 40.913 ha (2,3%), dan Sarinah 32.018 ha (1,8%). Bahkan sampai pada tahaun 2005, komposisi penyebaran varietas tidak jauh berbeda dengan tahun 2004. Varietas Ciherang masih tetap mendominasi areal pertanaman padi sawah, kemudian diikuti oleh IR64, Widas, Way Apo Baru, Towuti, Cisadane, dan Sarina.
Produktivitas varietas Cigeulis 6,61 ton/ha, Ciherang 6,42 ton/ha, Situ Bagendit 6,42 ton/ha, dan IR64 6,26 ton/ha. Varietas Ciherang masih memiliki keunggulan dalam hal produktivitas, rasa nasi, segmen pasar, dan umur relatif genjah, sehingga varietas unggul yang baru sulit berkembang apabila tidak memiliki potensi hasil tinggi. Harga jual tinggi, rasa nasi enak, tahan hama penyakit dan umur genjah (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Peningkatan produktivitas padi dilakukan melalui pengawalan, pendampingan, penyuluhan, dan koordinasi untuk kegiatan: 1) Perakitan, diseminasi dan penerapan paket teknologi tepat guna spesifik penerapan dan pengembangan teknologi; 2) GP3K (Gerakan peningkatan Produksi Pangan
Berbasis Korporasi); 3) Perlindungan tanaman pangan dari gangguan OPT dan DPI; serta 4) Penurunan kehilangan hasil dan peningkatan rendemen beras (Nursyamsi dkk, 2000).
Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya dikeringkan pada oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 600°C hingga 800°C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada tempertaur ± 700°C selama 48 jam (Mukhlis, 2007).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah, antara lain:
a) Iklim
Padi dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang berhawa panas dan udaranya mengandung uap air. Padi dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Jika terlalu tinggi. Suhu juga merupakan faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan padi. Suhu tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif aktif menambah jumlah anakan, karena meningkatnya aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan. Sebaliknya suhu rendah pada masa berbunga berpengaruh baik pada pertumbuhan dan hasil akan lebih tinggi. Suhu yang tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa, karena proses fotosintesis akan terganggu. Suhu yang untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 230°C (Pasandaran dan Taylor, 1984).
b) Tanah
Padi dapat diusahakan di tanah kering dan tanah sawah. Pada tanah sawah, yang terpenting adalah tanah harus merupakan bubur yang lumat, yaitu struktur butir yang basah dan homogen yang kuat menahan air atau disebut tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Padi sawah cocok ditanam di tanah berlempung yang berat dan tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi antara pH 4,0 – 7,0. Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi (Sesbany, 2010).
Salah satu upaya peningkatan produktivitas tanaman padi adalah dengan mencukupkan kebutuhan haranya. Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sebab unsur hara yang terdapat di dalam tanah tidak selalu mencukupi untuk memacu pertumbuhan tanaman secara optimal. Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus menyebabkan peranan pupuk kimia tersebut menjadi tidak efektif. Kurang efektifnya peranan pupuk kimia dikarenakan tanah pertanian yang sudah jenuh oleh residu sisa bahan kimia.
31
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Februari 2021 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit padi varietas ciherang sebagai objek yang akan ditanam, air digunakan untuk menyiram tanaman dan untuk memantapkan tanah, pupuk NPK sebagai bahan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman padi, tanah jenis Aluvial sebagai media tanam tanaman padi, polybag ukuran 8 kg sebagai wadah untuk tanah.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul digunakan untuk menggali tanah, sekop digunakan untuk memasukkan tanah kedalam polybag ukuran 8 kg, jaring digunakan sebagai pelindung tanaman dari hama, tali sebagai perekat antara sambungan jaring, oven untuk mengeringkan bulir padi, timbangan analitik untuk menghitung berat bulir padi, penggaris digunakan untuk mengukur ketinggian tanah, thermometer digunakan untuk mengukur suhu harian rumah kaca, pancang kayu sebagai pondasi untuk pembuatan jaring hama, pisau sebagai alat pemotong, ember, gembor dan gelas ukur digunakan untuk menyiram tanaman, stopwatch untuk menghitung waktu perkolasi, alat tulis dan kalkulator sebagai media untuk membuat perhitungan data penelitian, kamera digital untuk mendokumentasikan selama penelitian berlangsung.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah eksperimen dengan menggunakan Rancang Acak Lengkap Faktorial dilakukan di Rumah Kaca dan analisis Hasil Produksi dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Faktor perlakuan adalah : 1. Faktor NPK (K)
K0 = Tanah tanpa NPK K1 = Tanah dengan NPK 2. Faktor pemberian air
P0 = Penggenangan terus-menerus (kontrol) P1 = Penggenangan 2 hari, pengeringan 4 hari.
P2 = Penggenangan 2 hari pengeringan 5 hari.
P3 = Penggenangan 2 hari pengeringan 6 hari.
P4 = Penggenangan 2 hari pengeringan 7 hari.
Kombinasi perlakuannya adalah :
K0P0 K1P0
K0P1 K1P1
K0P2 K0P2
K0P3 K0P3
K0P4 K0P4
Dengan demikian ada 10 kombinasi perlakuan. Dengan jumlah ulangan :
t(n-1) ≥ 15 ... 7 t = Banyaknya kombinasi perlakuan
n = Banyaknya ulangan
≥15 = Derajat bebas galat RAL 10(n – 1)≥15
10n – 10= 15 10n = 15 + 10 N = 35
10 = 3
Jadi pada penelitian ini menggunakan 3 ulangan perlakuan pada setiap faktor dengan tinggi penggenangan air 2,5 cm.
Persamaan/model RAL adalah sebagai berikut:
Ŷijk = µ + αi+ ᵝj + (αᵝ)ij + εijk ... 8 Keterangan:
Yijk = Pengamatan faktor NPK taraf ke-i, faktor pemberian air taraf ke-j dan ulangan ke-k.
µ = Rataan umum.
αi =Pengaruh faktor NPK pada taraf ke-i.
ᵝi =Pengaruh faktor pemberian air pada taraf ke-j.
(αᵝ)ij =interaksi antara faktor NPK dengan faktor pemberian air.
εijk =Pengaruh galat pada faktor NPK taraf ke-i, faktor pemberian air taraf ke-j dan ulangan ke-k.
Analysis Of Variance (ANOVA) dilakukan untuk menguji bobot basah tanaman dan bobot kering tanaman serta bobot basah dan bobot kering panen bulir padi.
Prosedur Penelitian
1. Mengambil Sampel di Lapangan dan Penelitian di Rumah Kaca a. Mengambil sampel tanah sawah.
b. Menimbang tanah sebanyak 10 kg, kemudian dimasukkan ke dalam polybag ukuran 8 kg.
c. Menyiram tanah dalam polybag hingga jenuh, melakukan penyiraman terus-menerus sampai tanah mantap, kriteria tanah mantap yaitu tidak terjadi lagi penurunan ketebalan tanah dan air yang terdrainase konstan.
d. Menyeleksi benih dengan cara perendaman benih dalam larutan air selama 24 sampai 48 jam.
e. Mengambil benih yang tenggelam, dan disiapkan untuk disemaikan, sedangkan benih yang mengapung dapat dibuang.
f. Memisahkan benih dan dikering anginkan selama 24 jam. Menanam benih padi yang telah dikering anginkan ke polybag ukuran 8 kg.
g. Menanam padi secara tunggal (1 biji/polybag) agar memperoleh banyak anakan (tunas), dalam kondisi kapasitas lapang.
h. Menanam benih secara dangkal dan tidak tergenang air.
i. Meletakkan semaian padi kedalam polybag.
j. Melakukan pemeliharaan tanaman dan memeriksa apakah ada tanaman yang mati (segera diganti dengan tanaman yang baru).
k. Melakukan pemberian air dengan cara terputus (Intermittent) pada polybag.
2. Pengujian di Laboratorium
a. Menganalisis tekstur tanah dengan metode hydrometer dan menentukan tekstur dengan menggunakan segitiga USDA. Adapun cara kerjanya
sebagai berikut:
1. Menimbang tanah 50 gram kemudian masukkan ke Erlenmeyer 1 liter.
2. Menambahkan air biasa sampai dengan 250 ml, 10 ml Na4P2O710H2 1 N, dikocok sampai rata, dibiarkan semalam.
3. Mengguncang selama 15 menit pada alat pengguncang.
4. Memindahkan tanah ke dalam silinder 500 cc dan menambahkan aqua dest sampai tanda garis.
5. Mengocok silinder sebanyak 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu tambahkan Amyl alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan.
6. Memasukkan Hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati untuk pembacaan l setelah 40 detik dari saat pengocokan.
7. Setelah 2 jam masukkan lagi Hydrometer untuk pembacaan ll, untuk memperoleh liat.
8. Hitung persentase pasir, liat dan debu.
9. Menentukan tekstur tanah dengan menggunakan segitiga USDA.
b. Menganalisis bahan organik dengan metode Walkley & Black
1. Menimbang 0,5 g tanah kering udara, kemudian dimasukan tanah kedalam Erlenmeyer 500 cc.
2. Menambahkan 5 ml K2Cr2O7 N (pergunakan pipet) lalu digoncang dengan tangan.
3. Menambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian digoncang 3-4 menit, selanjutnya diamkan selama 30 menit.
4. Menambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85 %, NaF 4 % 2,5