HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Penelitian
4.1.3. Hasil Pemeriksaan Cacing Hati Pada Hati Sapi
Pemeriksaan cacing hati pada hati sapi dengan menggunakan 12 sampel hati sapi yang di bawa ke laboratorium Balai Tehnik Kesehatan Lingkungan Medan. Metode pemeriksaan yang dilakukan dengan cara metode visual. Hasil pemeriksaan cacing pada hati sapi dapat di lihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.8. Hasil Pemeriksaan Cacing Hati (Fasciola Hepatica) Pada Hati Sapi di
Mabar Medan Tahun 2013
No Kode
Sampel Spesies Hasil Keterangan
1 A Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
2 B Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
3 C Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
4 D Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
5 E Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
6 F Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
7 G Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
8 H Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
9 I Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
10 J Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
11 K Fasciola hepatica Tidak ada Memenuhi syarat
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui dari 12 sampel hati sapi masing-masing tidak terdapat cacing hati. Berdasarkan Permenkes nomor 424 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Cacingan bahwa semua sampel masih memenuhi syarat kesehatan yaitu tidak ada di temukan cacing hati. 4.1.4. Hasil Pemeriksaan Telur Cacing Hati Pada Feses Sapi
Hasil pemeriksaan dan perhitungan telur cacing adalah 0 (nol). Pemeriksaan telur cacing hati pada feses sapi dengan menggunakan 12 sampel feses sapi yang di bawa ke laboratorium Balai Tehnik Kesehatan Lingkungan Medan. Metode pemeriksaan yang dilakukan dengan cara metode apung. Hasil pemeriksaan telur pada feses sapi dapat di lihat pada tabel berikut ini. Tabel 5.0. Hasil Pemeriksaan Telur Cacing Hati (Fasciola Hepatica) Pada Feses
Sapi di Mabar Medan Tahun 2013
No Kode
sampel Spesies Hasil Keterangan
1 A Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
2 B Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
3 C Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
4 D Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
5 E Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
6 F Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
7 G Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
8 H Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
9 I Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
10 J Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
11 K Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
12 L Feses sapi Negatif Memenuhi syarat
Berdasarkan tabel 5.0 di atas dapat di ketahui dari 12 sampel feses sapi masing-masing tidak terdapat telur fasciola hepatica. Berdasarkan permenkes nomor 424
permenkes tahun 2006 tentang pedoman pengendalian cacingan bahwa semua sampel memenuhi syarat kesehatan yaitu tidak ditemukan telur fasciola hepatica.
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Pengelola Peternakan Sapi 5.1.1. Umur
Berdasarkan hasil yang di dapat dari 12 pengelola peternakan sapi di Mabar Medan diperoleh bahwa umur paling muda adalah 35 tahun dan umur yang paling tua adalah 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden masih berada dalam kategori umur produktif (20 sampai 45 tahun). Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan terhadap semua pengelola petern/akan, umur tidak mempengaruhi pengelola peternakan dalam memelihara ternak.
Menurut penelitian Purba (2011) bahwa umur peternak sapi potong di Kabupaten Serdang Bedagai menyebar antara 24 sampai 52 tahun dimana masih berada dalam kategori umur produktif (20 sampai 45 tahun), sehingga potensi untuk bekerja dan mengelola usaha ternaknya masih besar. Dimana para peternak sudah mengerti cara pemeliharaan sapi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman meraka cara mengelolah terdak sapi dengan memberi pakan yang lebih baik dan menjaga hygine sanitasi kandang agar tidak terinfeksi cacing hati.
5.1.2. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil yang didapat, dari 12 pengelola peternakan sapi di Mabar Medan diperoleh bahwa tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SMP. Pada umumnya pengelola peternakan hanya menggunakan pengalaman dan pengetahuan umum dari teman-temannya dalam mengelola peternakan. Banyak pengelola yang sudah putus sekolah dan bekerja sebagai pengelola peternakan sendiri. Pengelola
peternakan yang tamatan SMP namun karena lama bekerja dapat jauh lebih baik dalam hal mencari pakan ternak dikarenakan sudah memiliki banyak alternatif tempat pengambilan pakan atau memilki banyak kenalan petani padi dan palawija. Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pengelola peternakan dalam memelihara ternak.
Menurut penelitian Purba (2011) bahwa tingkat pendidikan peternak sapi potong di Kabupaten Serdang Bedagai rata-rata hanya tamat SMP (golongan menengah), sehingga usaha ternak sapi potong tersebut tidak begitu berjalan dengan baik karena tingkat pendidikan yang rendah.
5.1.3. Lama Bekerja
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan maka diperoleh lama bekerja pengelola peternakan sapi yang paling lama adalah 12 tahun dan yang paling sebentar lama bekerjanya adalah 5 tahun. Pada umumnya mengelola peternakan sapi butuh waktu yang lama dan kesabaran untuk mendapatkan hasil. Pengelola peternakan yang memiliki pengalaman lebih lama akan lebih mudah mendapatkan pakan ternak karena sudah mengenal banyak rekan yang biasa mendistribusikan pakan sapi. Pakan sapi yang selalu tersedia dan terjamin sumbernya akan lebih aman untuk perkembangan ternak sapi.
5.1.4. Pengetahuan Responden
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5. diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan responden termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 9 orang (75%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4. dimana sesuai dengan pertanyaan yang diajukan pada responden berdasarkan aspek pengetahuan dalam mengelola peternakan sapi di Mabar Medan bahwa responden mengetahui semua pertanyaan tentang umur sapi
yang harus dijual yaitu 8 orang (66,7%), kandang yang memenuhi syarat yaitu 7 orang (58,3%), jenis nutrisi yang di gunakan pada ternak sapi yaitu 7 orang (58,3%), jenis pakan yang diberikan pada sapi yaitu 7 orang (58,3%), asal paka sapi yaitu 6 orang yaitu (50,0%), penyakit yang sering menyerang sapi yaitu 8 orang (66,7%), cara pemeliharaan sapi yaitu 8 orang (66,7%), dan pengobatan yang diberikan jika sapi terserang penyakit atau kembung yaitu 9 orang (75,0%).
Pada sapi yang sakit dan dalam masa pengobatan tidak akan di potong untuk menghindari penularan penyakit kepada manusia. Kesehatan sapi harus tetap di jaga. Menurut Saleh (2004) penyakit yang bisa ditulari sapi kepada manusia salah satunya adalah parasit.
5.2. Lokasi Peternakan Sapi
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7. diketahui bahwa sebagian besar lokasi peternakan sapi termasuk dalam kategori memenuhi syarat yaitu sebanyak 8 orang (66,7%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.6. dimana sesuai dengan pertanyaan yang diajukan pada responden berdasarkan lokasi peternakan sapi di Mabar Medan bahwa lokasi memenuhi syarat dengan kriteria lahan pengembalaan sapi tidak becek yaitu 9 kandang (75%), lahan pengembalaan sapi yang tidak sama secara terus menerus yaitu 7 kandang (58,3%), lahan penegembalaan sapi tidak tercemari pupuk yaitu 10 (83,3%), membersihkan kanqdang sapi setiap hari 8 kandang (66,7%), dan disekitar peternakan tidak ada pembuangan sampah yaitu 9 kandang (75%).
Kondisi lingkungan menjadi salah satu indikator yang dapat mempengaruhi cemaran cacing. Lingkungan yang kotor dan becek dapat menjadi perkembang biakan cacing. Secara umum lokasi peternakan sapi di semua peternakan masih memenuhi
syarat. Keadaan kandang sapi bersih dan tidak becek, maka akan jauh terhindar dari cemaran cacing. Menurut Dwidjoseputro (2005), salah satu sumber kontaminasi parasit adalah karna kandang sapi yang kotor, becek tidak terjaga kebersihan kandang sapi tersebut. Sedangkan menurut Saeni (1995) cemaran cacing dapat terjadi apabila pakan peternak basah yang kemungkinan akan adanya cacing yang berkembang biak. 5.3. Temuan Cacing Hati (fasciola hepatica) pada Hati Sapi
Berdasarkan Menkes Tahun 2006 tentang maksimum cemaran cacing dalam pangan adalah 0, jika dalam hati sapi terdapat cacing hati maka tidak memenuhi syarat. Pemeriksaan pada hati dan fases sapi di dasarkan 12 sampel hati dan feses sapi yang di peroleh dari peternakan sapi potong. Peneliti mengambil sampel dari RPH ( rumah potong hewan) dan mengikuti dari mana sampel berasal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di BTKL&PPM Medan, dari 12 sampel yaitu hati sapi yang diperoleh dari 12 peternakan tidak terdapat cacing
fasciola hepatica di Mabar Medan. Karena adanya pemeriksaan rutin dari dokter
hewan dimana para ternak diperiksa dan diberi pengobatan sehingga ternak tidak terinfeksi cacing hati fasciola hepatica.