Secara umum, Banten memiliki dua karakteristik geografis yang berbeda. Bagian selatan ditandai dengan banyaknya dataran tinggi dan memiliki kepadatan penduduk yang lebih rendah dibandingkan bagian utara. Sementara itu, bagian utara memiliki dataran rendah yang luas dan jumlah penduduknya pun lebih banyak. Banten merupakan provinsi termuda yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000, yang secara geografis, Provinsi Banten mempunyai letak yang strategis bagi lalu lintas perdagangan, khususnya melalui lintas transportasi laut, karena terdapat pintu masuk dari Pulau Sumatera (Pelabuhan Merak) dan antar pulau lainnya (Pelabuhan Ciwandan, Karangantu, Bojonegara, dan Kronjo). Oleh karenanya Pelabuhan berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi penduduknya.
Karangantu adalah pelabuhan tertua yang ada di Banten, Karangantu yang berada di Banten lama pada abad ke 16 adalah pelabuhan teramai di nusantara. Karangantu terletak kira-kira 10 Km dari Pusat Kota Serang yang merupakan salah satu wilayah yang ada di Desa Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang yang memiliki masyarakat multi etnik (Bugis, Sunda, Jawa, Indramayu, Brebes, Tegal, Cirebon, Serang, dan Panimbang Labuan) dan mayoritas bermatapencaharian sebagai Nelayan Tangkap.
Masyarakat nelayan di Karangantu sendiri merupakan masyarakat yang majemuk.
Luas wilayah secara administratif tercatat 173.409 Ha terbagi atas 34 wilayah dengan Kecamatan, 354 Desa dan 20 Kelurahan. Dari lingkungan kerja sebanyak 34 kecamatan tersebut terdapat didalamnya pulau-pulau yang berada di wilayah perairan Kabupaten Serang yang tercatat sebanyak 16 pulau diantaranya Pulau Sangiang, Pulau Panjang, Pulau Semut, Pulau Kemanisan, Pulau Cikatug, Pulau Pamujan Besar, dan Pulau
Tunda. Bentuk topografi wilayah Kecamatan Kasemen sebagian besar merupakan dataran, dengan ketinggian rata-rata 500-700 m dari permukaan laut. Ibukota Kecamatan Kasemen terletak pada jarak ± 9 Km dari ibukota Serang. Selain area pemukiman, yang berkembang disekitar pelabuhan adalah industry kayu yang didatangkan dari luar kota untuk menyimpan kayu-kayu tersebut, terdapat beberapa gudang penyimpanan yang terletak di sebelah barat, dibelakang area pemukiman. Hal ini merupakan salah satu potensi yang dapat mendukung pengembangan pelabuhan karangantu sebagai pelabuhan niaga dan industry.
Industri Kayu Karangantu
Pengertian Pengembangan Industri merupakan suatu usaha mengolah dan merubah bahan menjadi suatu produk yang baru agar mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi dari sebelumnya. Tujuan Pengembangan Industri Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian menyebutkan bahwa tujuan utama pembangunan industri bermuara pada segala upaya untuk mewujudkan tatanan ekonomi yang berpihak kepada kepentingan rakyat dan keadilan sosial, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat, bukan kepentingan individu, golongan atau kelompok tertentu, dengan proses produksi yang melibatkan semua orang dan hasilnya bisa dinikmati oleh semua warga negara Indonesia.
Selain terkenal dengan nelayan serta pelabuhannya Karangantu juga terkenal dengan industry kayunya. Industri kayu banyak berkembang di 3 desa yaitu, Kasemen, Kasunyatan dan Banten. Karakterisasi terhadap pasokan kayu rakyat berkaitan erat dengan Hutan Rakyat sebagai salah satu sumber bahan baku kayu. Beberapa jenis kayu yaitu, sebagai berikut: durian (Durio zybetinus), kelapa (Cocos nucifera), lame atau pulai, karet (Hevea brasiliensis), rasamala (Altingia excelsa), suren (Toona sureni), kecapi, manii (Maesopsis eminii), randu, sengon (Paraserianthe
falcataria), jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia maacrophylla), sonokeling (Dalbergia latifolia), pinus (Pinus merkusii) dan jenis rimba campuran lain. Menurut data dari BPS, jumlah industri besar/sedang dan tenaga kerja di Kecamatan Kasemen Tahun 2013 kasemen industry sedang perusahaan 4 tenaga kerja 133. Kasunyatan industry sedang perusahaan 1 tenaga kerja 52.
Dukungan Pemerintah
Untuk Industri kreatif kriya dengan bahan dasar kayu ini belum benar-benar di tengok oleh pemerintah, karena saat ini ruang lingkup dalam pemasaraannya terbatas hanya dibatas lokal dan juga melalui media soasial karena kalau untuk industri kreatif ini kembali kepada perminataan, karena permintaan untuk hal tersebut terbatas. Untuk hal ini sifatnya pun bukan menjadi semcama kebutuhan atau mata pencaharian, kebanyakan hobi yang menjadi pekerjaan maka sifanya sambilan atau sampingan sehingga agak sulit bila industri kriya kayu ini bisa dujadikan komoditi yang bisa dikembangkan secara luas. Kebutuhan mungkin ada ketika ada pesanan kemudian baru dibuat.
Disperindakop pun juga tidak bisa mementoring secara aktif dikarenakan banyak yang harus diselesaikan dan juga anggaran pun terbatas. Pernyataan ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Bu Qory salah seorang bagian dari Diperindakop.
Meskipun demikian, pergerakan tersebut terbilang lumayan lambat. Kurangnya kerjasama dari pihak pemerintah dalam membangun perekonomian kota inilah menjadi salah satu faktor tersebut. Tidak adanya kerjasama yang baik pula dari pemerintah dengan para pengusaha ini jugalah yang menjadikan industri kreatif kriya kayu kurang berkembang diwilayah karangantu khusunya wilayah Kasemen dan Kasunyatan. Dari pihak kelurahan setempat yang berada di kecamatan kasemen pun memiliki visi misi yang berbeda, yang paling berperan aktif salah
satunya kelurah kasemen yang sebenarnya mendukung kegiatan para pemuda bila ada inisiatif untuk berkreatifitas.
Potensi yang dimiliki dalam pengembangan industri kreatif kriya kayu di wilayah karangantu ini khsusnya kelurahan Kasemen dan Kasunyatan terbilang sangat berpotensi dikarenakan banyakanya industri kayu olahan disana sehingga mudah sekali sebenarnya untuk mengumpulkan limbah kayu untuk dijadikan olahan kembali. Ditambah lagi sebagaian masyarakat sebelumnya sudah pernah ada yang membuat olahan dari limbah kayu seperti peti telor, peti kayu gagang stempel bahkan papan catur.
Ketersediaan SDM yang menciptakan atau berkreasi dibidang subsektor industri kreatif kriya kayu ini sebenarnya untuk pengarajin kayu kayu serta limbah kayu tersedia dengan adanya pengusaha yg membuat cetakan fiber untuk pembuatan kapal, peti telor, peti paku, serta bingkai. Meskipun SDM tersedia namun, kurang dalam melakukan inovasi terhadap industri kreatif kriya kayu tersebut. Pernah ada namun itu individu tersebut berasal dari luar Kecamatan Kasemen yang kemudian tidak mengembangkan hal tersebut sehingga kini industri kreatif beliau sudah mati. Jadi dapat dikatakan SDM yang bergerak dibidang kreasi subsektor ini belum memadai, karena tidak adanya inisiatif akan hal tersebut, tidak adanya sosialisasi mengenai industri kreatif inilah yang mungkin juga menjadikan SDM yang bergerak dibidang kreasi ini kurang memadai.
Kurangnya ketersediaan lembaga yang mendorong terciptanya kreator handal pun belum memadai bahkan dapat dikatakan tidak ada. Sekalinya pun ada hanya miliki dari para industri kayu setempat yang tentunya hanya digunakan untuk membuat bahan olahan kayu sesuai dengan permintaan.
Kurangnya inisiatif dari masyarakat setempat juga yang menjadikan industri kreatif kriya kayu ini tidak berkembang,
karena masyarakat sendiri ingingnya selalu didampingi dan harus jelas yang didapat dan keluarkan berapa.
Tidak adanya ketersediaan literatur seperti dokumen, refrensi, buku bahkan film dari pemerintah setempat inilah yang menjadi salah satu faktor tidak terdorongnya masyarakat dalam industri kreatif kriya kayu khususnya limbah kayu sehingga para kreator dibidang ini tidak banyak bahkan tidak ada. Sekalinya pun ada hanya segelintir orang saja, itupun para pengusaha-pengusaha industri kayu yang umumnya saja yang terlihat dipinggir-pinggir jalan. Jadi, dapat dikatakan literatur untuk mendukung proses kreasi ini belum memadai. Karena sebelumnya pun pernah ada yang membuat tapi tidak ditularkan ke masyarakat sehingga tidak berjalan dan berkembang karena tidak adanya rekam jejak ini kurangnya inisiatif dari para pemuda khususnya anak dari pelaku industri limbah kayu serta kurangnya pendidikan inilah yang menjadi salah satu faktor industri kreatif olahan kayu tidak berkembang. Belum tersedianya bahkan tidak adanya sarana dan prasarana seperti lembaga pendidikan dan sebagainya untuk mendukung para kreator berkembang dan mendapatkan inspirasi dalam berkarya inilah yang tidak didapatkan di wilayah tersebut. Sehingga dapat kita lihat untuk sarana dan prasarana industri kreatif kriya kayu ini belum memadai untuk para kreator.
Untuk kegiatan dalam modifikasi, diverisikasi hingga inovasi dari masyarakat sendiri belum ada. Terbukti dengan adanya pelatihan mengenai olahan sampah yang tidak pernah berjalan hingga selesai. Karena masyarkat sendiri hanya berpangku tengan dengan adanya pendampingan, sedangkan sosialisasi serta pendampingan tersebut kebanyakan datang dari mahasiswa dalam rangka menyelesaikan kegiatan kuliah seperti KKM sehingga pendampingan tidak akan berlangsung lama.
Sekalinya ada sosialisasi pun tidak ada gerakan apapun baik dari masyarakat atau pemerintah setempat hanya segelintir saja namun
bukan di bidang industri kreatif kriya kayu. Lain halnya dengan para pengusaha-pengusaha yang masih bertahan di wilayah tersebut dikarenakan adanya inovasi yang dikeluarkan meskipun kurang signifikan dan menarik karena hanya masih sesuai kebutuhan. Sehingga dapat dikatakan untuk inovasi di subsektor industri kreatif kriya kayu ini belum benar-benar memadai.
Ketersediaan teknologi khusus yang digunakan untuk tahap kreasi kriya kayu belum memadai. Namun, untuk para sebagian pengusaha industri kriya kayu sudah ada yang biasa mereka pakai Cuma belum berkembang sehingga dapat dikatak juga belum memadai. Ketersediaan infrastruktur dalam mendukung tapah kreasi seperti jalan raya, jaringan listrik, internet, frekuensi radio/televisi, jaringan telepon kurang memadai sehingga sangat sulit bagi masyarakat untuk berkembang. Kini untuk infrasutruktir seperti jalan raya memang sedang dalam perbaikan, untuk jaringan listrik memang sudah tersedia namun kembali lai kepada penggunaan masing-masing individu begitupun jaringan internet dan telepon serta frekuensi radio/televisi. Jadi dapat dikatakan infrastruktur untuk mendukung teknologi dalam tahap kreasi ini masih kurang memadai.
Kurang tersedianya ijazah serta sertifikat keterampilan khusus dalam tahap kreasi ini belum memadai, karena tidak adanya lembaga baik formal maupun informal, kursusa kemudian tidak adanya pelatihan, workshop serta pendampingan secara berkala inilah sehingga tidak ada wadah bagi para kreator dalam mengembangkan industri kreatif kriya kayu. Sekalinya pun ada, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya hanya berasal dari mahasiswa yang sedang menjalankan tugas seperti KKM sehingga tidak dalam waktu yang lama dalam melakukan sosialisasi serta pendampingan. Sedangkan masyarakat wilayah tersebut memiliki keinginan untuk selalu didampingi dalam berkarya. Kurangnya serta tidak memadainya infrastrtuktur yang
mendukung keterampilan khusus dalam berkreasi ini juga merupakan salah satu faktor kurangnya minat dari masyarakat untuk berkembang.
PENUTUP
Ketersediaan lembaga keuangan yang mendukung tahap kreasi seperti perbankan, non perbankan baik dari pemerintah belum ada, paling hanya dari individu atau perorangan seperti pengusaha di bidang industri kayu yang berkembang dan bertahan di Kecamatan Kasemen sehingga dapat dikatakan lembaga pembiayaan ini yang mendukung tahap kreasi ini belum memadai karena memang belum adanya industri kreatif kriya kayu yang berbahan dasar dari limbah kayu di masyarakat yang di bantu oleh pemerintah sehingga belum adanya struktur didalam industri kreatif kriya kayu tersebut.
Untuk ketersediaan jejaring yang mendukung tahap kreasi di tingkat lokal, nasional, internasional sampai saat ini belum tersedia bila kita membahas industri kreatif kriya kayu sehingga jaringan komunitas yang mendukung dalam tahap kreasi tersebut belum memadai.tidak adanya hubungan dari industri dan masyarakat sekitar membuat minimnya jaringan perdagangan industri di Keluraha Kasemen maupun Kelurahan Kasunyatan, dikarenakan tidak adanya sumbangsih dari industri pada masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Bruhn, Manfrendet all. 2012. Are social media replacing traditional media in terms of brand equity creation?.Journal of the Management Research Review.Vol. 35.No. 9.
Hansel, Kyle &Deis, Michele H. 2010. Using edia to Increase Advertising And Improve Marketing. Journal of Entrepreunerical Executive.Volume 15
Hatten, Timothy. S. (1997). Small Business; Entrupreunership and Belyond. Prince Hall Inc. New Jersey.
Havelock, Roland G., et all.Planning for Innovation.Through Dissemination and Utilization of Knowlwdge.Michigan Press.
Ivanauskas, Giedrius. 2009. The Evaluation of Social Media Effect on Marketing Communications: The UK Consumers Perspective. MA International Business and Marketing.
Kearney, A.T. 2015. Economic grouth in South East Asia;
Economic Intelegent Unit. E-Commerce. Singapore.
Kunz, Michele B., et all. 2011. Fans, Friends, and Followers;
Social Media in The Retailers‟ Marketing Mix.Journal of Aapplied Business and Economics.Vol.12(3).
Lopez, Manuela & Sicilia, Maria. 2013. How WOM Maarketing Contributes to New Product Adoption.European Journal of Marketing .Vol 47.
Lutterell, Regina. 2015. Social Media; How Engage, Share, and Connect. Rowman & Littlefield Publisher. UK.
Metha, minu&Anad.Richa. 2012. Social Media and Micro Entrepreuners; Lifestyle Marketing.Journal of
Entreprunership and Management. Volume1 Issue 3 Oktober
Moghavvemi, sedigheh, et all. 2012. The entrepreuner‟s perception on information technology innovation adoption; an empirical analysis of the role of precipating events on usage behavior. Journal of Marketing Communication Research, 24(3), 9-13.
Ryan, Damian. 2009. Understanding digital marketing : marketing strategies for engaging the digital generation.
Kogan Page Limited London UK,Philadelphia USA.
Trurlow, Crispin., et all. 2004.Computer Mediated Communication; Social Interaction And The Internet . Sage Publication . California.
Dinamika Komunikasi dan Politik Chapter 1 2 0 2 0
PERILAKU KONSUMSI KONSUMEN MUSLIM