• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1. Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

Akar adventif berasal dari eksplan daun yang diinduksi dengan menggunakan media MS padat yang ditambahkan dengan zat pengatur tumbuh IBA 2 ppm. Setelah akar adventif mempunyai panjang ± 2 cm yaitu selama 11 hari kemudian eksplan daun dan juga akar dilakukan subkultur selama 10 minggu di dalam media MS semisolid. Penelitian ini terdapat 3 perlakuan yaitu periode subkultur 2 minggu, subkultur 3 minggu, dan subkultur 4 minggu dan kontrol yaitu tanpa dilakukan subkultur.

Akar adventif hasil induksi menggunakan zat pengatur tumbuh mempunyai tipe perakaran serabut yang muncul dari pangkal tulang daun. Akar yang muncul berasal dari kalus, namun kalus yang terbentuk sangat kecil. Pada kontrol tidak dilakukan subkultur sehingga eksplan daun masih berwarna hijau karena tidak banyak kontak pada saat pengambilan pada waktu proses subkultur, sedangkan pada perlakuan kebanyakan eksplan daun berwarna coklat. Eksplan daun yang masih berwarna hijau masih mampu menghasilkan akar yang baru, sedangkan pada eksplan daun yang telah berwarna coklat tidak menghasilkan akar yang baru, namun menginduksi untuk pertumbuhan cabang akar. Pada umur 11 hari akar adventif yang terbentuk berwarna putih namun pada minggu ke-10 akar berwarna coklat (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 (A) Induksi akar adventif pada daun ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dalam medium MS padat menggunakan ZPT IBA 2 mg/L. (B) kondisi awal perlakuan subkultur pada media MS semisolid menggunakan ZPT IBA 2 mg/L, (C-F) Akar adventif umur 10 minggu pada medium MS semisolid, (C). kontrol, (D) periode subkultur 2 minggu, (E) periode subkultur 3 minggu, (F) periode subkultur 4 minggu. a=akar adventif, c=cabang akar, d=daun, k=kalus. d=10 cm.

Pada minggu ke-10 akar adventif dipanen kemudian berat kering akar diukur dengan penimbangan akar yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 500C selama 7 hari sehingga didapatkan berat kering akar. Pada periode subkultur 2 minggu didapatkan rerata berat segar akar 0,4298 gram, sedangkan pada perlakuan periode subkultur 3 minggu dan 4 minggu berturut-turut yaitu 0,3074 dan 0,4578 gram. Rerata berat segar pada kontrol relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan berat segar hasil dari perlakuan periode subkultur yaitu 0,4706 gram. Rerata berat kering akar pada perlakuan periode subkultur 2 minggu relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa subkultur)

a d k c B C D E F A

yaitu 0,0318 gram pada perlakuan dan 0,0319 gram pada kontrol. Hal ini terjadi juga pada periode subkultur 3 minggu yaitu 0,0251 gram. Sedangkan pada periode subkultur 4 minggu rerata berat kering yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kontrol relatif lebih tinggi yaitu 0,0332 gram (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Rerata berat segar dan berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur (n=10).

Periode subkultur Rerata berat segar akar (gram) Rerata berat kering akar (gram) Tanpa subkultur 0,4706 ± 0,112 0,0319 ± 0,007a

2 minggu 0,4298 ± 0,052 0,0318 ± 0,003a 3 minggu 0,3074 ± 0,049 0,0251 ± 0,004b

4 minggu 0,4578 ± 0,137 0,0332 ± 0,008a

Keterangan : Huruf a,b,c yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan Uji LSD (taraf signifikansi 5 %).

Data berat kering akar kemudian dianalisis statistik menggunakan SPSS 17 menggunakan one way annova untuk mengetahui adanya pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Dari analisis statistik diketahui bahwa perlakuan periode subkultur berpengaruh terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung > F tabel yaitu 3.686 > 2,92 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini didukung dengan taraf signifikansi annova α < 0,05 (Lampiran 3).

Data berat kering akar setelah dianalisis statistik menggunakan SPSS 17 diketahui bahwa data berdistribusi normal 0,639 (α > 0,05) namun setelah diuji test of homogenity of variances diketahui bahwa data tidak homogen 0,024 (α < 0,05) maka data dihomogenkan dengan cara transformasi (Dahlan, 2011) sehingga data menjadi homogen 0,111 (α > 0,05). Untuk mengetahui periode subkultur yang berbeda nyata dilakukan uji lanjutan (posthoc) menggunakan Uji LSD (Lampiran 3).

Hasil berbeda nyata diketahui dari taraf signifikansi α < 0,05 dan ditandai dengan tanda bintang (Lampiran 3). Dari lampiran 3 diketahui bahwa berat kering pada kontrol (tanpa subkultur) berbeda nyata dengan periode subkultur 3 minggu, namun tidak berbeda nyata pada subkultur 2 minggu dan 4 minggu. Pada subkultur 2 minggu berat kering berbeda nyata dengan periode subkultur 3 minggu dan tidak berbeda nyata pada kontrol dan subkultur 4 minggu .

Untuk mengetahui periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling tinggi didapatkan dari rerata berat kering pada masing-masing perlakuan. Rerata berat kering paling tinggi didapatkan dari periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram dan rerata berat kering paling kecil dihasilkan dari perlakuan periode subkultur 3 minggu yaitu 0,0251 gram, sedangkan pada periode subkultur 2 minggu rerata berat kering akar adventif yang didapatkan tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan kontrol yaitu 0,0318 gram (Gambar 4.2).

Gambar 4.2. Rerata berat kering (gram) akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada perlakuan periode subkultur yang berbeda.

4.1.2. Pengaruh periode subkultur terhadap kadar (luas noda) saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Untuk mengetahui keberadaan kadar saponin pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dilakukan secara semi-kuantitatif dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Sebanyak 0,1 gram berat kering akar di ekstraksi menggunakan 10 mL etanol 96% kemudian dipekatkan hingga 0,2 ml. Hasil ekstraksi menunjukkan warna yang berbeda (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Hasil ekstraksi saponin menggunakan etanol 96%. (A) larutan standart saponin 100.000 mg/L, (B) tanpa subkultur, (C) perlakuan periode subkultur 2 minggu, (D) subkultur 3 minggu, (E) subkultur 4 minggu. skala 1 cm.

Dari gambar 4.3 dapat diketahui bahwa pada kontrol dan masing-masing perlakuan hasil ekstraksi menunjukkan warna yang berbeda. Pada kontrol warna yang dihasilkan adalah warna kuning terang sedangkan pada perlakuan subkultur 4 minggu menunjukkan warna kuning oranye yang relatif lebih tua bila dibandingkan dengan perlakuan subkultur 2 minggu dan 3 minggu. Pada perlakuan periode subkultur 2 minggu menghasilkan warna kuning yang relatif lebih tua bila dibandingkan dengan perlakuan subkultur 3 minggu. Warna yang dihasilkan menunjukkan adanya senyawa metabolit sekunder yang mampu terikat oleh etanol 96% pada proses ekstraksi.

Kadar saponin diketahui dari luas noda yang berwarna hijau pada plat KLT (Gambar 4.4). Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) mempunyai kadar saponin yang berbeda-beda dari masing-masing perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan luas noda saponin pada plat KLT. Pada kontrol intensitas warna hijau pada noda tidak begitu terlihat jelas, sedangkan warna hijau pada noda yang

diberi perlakuan periode subkultur 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu

mempunyai intensitas warna yang hampir sama (Gambar 4.4).

Gambar 4.4 Spot (noda) saponin akar adventif pada plat kromatografi lapis tipis silica gel GF254 menggunakan eluen isopropanol:air (14:3), (S) saponin standart, (K) Tanpa subkultur, (A) Subkultur 2 minggu, (B) Subkultur 3 minggu, (C) Subkultur 4 minggu. Skala 1 cm. Dari gambar 4.1 diketahui bahwa saponin standart (Calbiochem) terdapat 2 jenis saponin. Hal ini dibuktikan dengan adanya 2 noda berwarna hijau. Sedangkan pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) baik pada kontrol maupun pada perlakuan tidak hanya terdapat senyawa metabolit sekunder saponin, tetapi juga didapatkan beberapa senyawa metabolit sekunder yang lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya warna biru-keunguan pada plat KLT yang telah disemprot menggunakan penampak noda anisaldehide-H2SO4 setelah dipanaskan selama 7-10 menit pada suhu 100-1100C (Gambar 4.4).

Rerata luas noda saponin relatif lebih tinggi pada perlakuan periode subkultur bila dibandingkan dengan kontrol. Pada periode subkultur 2 minggu

rerata luas noda saponin yang dihasilkan adalah 47 mm2/0,1 g berat kering, sedangkan pada periode subkultur 3 minggu rerata luas noda saponin yang dihasilkan adalah 46 mm2/0,1 g berat kering dan pada periode subkultur 4 minggu rerata luas noda saponin adalah 28,5 mm2/0,1 g berat kering (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Rerata kadar (luas noda) saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur (n=2).

Periode subkultur Rerata luas noda saponin (mm2/0,1 g berat kering )

Tanpa subkultur 18,75 ± 2,475

2 minggu 47 ± 2,828

3 minggu 46 ± 1,414b

4 minggu 28,5 ± 12,021

Periode subkultur 2 minggu mempunyai rerata luas noda saponin yang paling besar bila dibandingkan dengan periode subkultur 3 minggu dan 4 minggu yaitu 47 mm2/0,1 g berat kering. Pada perlakuan, rerata luas noda saponin yang paling kecil dihasilkan oleh periode subkultur 4 minggu yaitu 28,5 mm2/0,1 g berat kering, namun bila dibandingkan dengan kontrol, pada masing-masing perlakuan masih lebih tinggi daripada kontrol (Gambar 4.5).

Gambar 4.5 Rerata luas noda saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur hasil analisis menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).

Periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum gaertn.). Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan rerata kadar saponin pada berbagai perlakuan periode subkultur (Tabel 4.2). Untuk mengetahui periode subkultur terbaik didapatkan dari rerata luas noda saponin paling tinggi pada berbagai perlakuan periode subkultur.

4.1.3. Analisis kadar saponin secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Akar adventif yang telah didapatkan berat kering kemudian diekstraksi dengan menggunakan etanol 96% kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm, hasil absorbansi kemudian dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang berasal dari kurva standart sehingga diketahui konsentrasi saponin dalam mg/g.

Tabel 4.3. Rerata berat kering dan kadar saponin pada berbagai periode subkultur yang berbeda.

Periode

subkultur Rerata berat kering (g) saponin Kadar (ppm)

Kadar saponin

(mg/g)

Rerata luas noda saponin (mm2/0,1 g berat kering) Tanpa subkultur 0,0319 ± 0,007 478 2390 18,75 ± 2,475 2 minggu 0,0318 ± 0,003 570 2850 47 ± 2,828 3 minggu 0,0251 ± 0,004 518 2590 46 ± 1,414 4 minggu 0,0332 ± 0,008 647 3235 28,5 ± 12,021

Dari tabel 4.3 diketahui bahwa kadar saponin yang paling tinggi terdapat pada periode subkultur 4 minggu 3235 mg/g, sedangkan kadar saponin paling rendah terdapat pada kontrol 2390 mg/g. Kadar saponin pada periode subkultur 2 minggu lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar saponin pada periode subkultur 3 minggu yaitu 2850 mg/g, sedangkan pada periode subkultur 3 minggu 2590 mg/g. Urutan kadar saponin dari yang terbesar hingga terkecil adalah 3235; 2850; 2590; 2390 mg/g.

Pada kontrol didapatkan rerata berat kering 0,0319 g dengan kadar saponin 2390 mg/g. Sedangkan pada perlakuan periode subkultur 2 minggu didapatkan rerata berat kering 0,0318 g dengan kadar saponin 2850 mg/g. Pada perlakuan periode subkultur 3 minggu didapatkan rerata berat kering 0,0251 g dengan kadar saponin 2590 mg/g dan pada perlakuan periode subkultur 4 minggu didapatkan rerata berat kering 0,0332 g dengan kadar saponin 3235 mg/g (Tabel 4.3).

Dokumen terkait