• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

b) Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan keaktifan, motivasi, minat, dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran

2. Bagi Guru

a) mempermudah guru dalam mengoptimalkan pemahaman dan keterampilan menyimak pantun pada siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia

b) meningkatkan wawasan dalam menggunakan metode pembelajaran seperti metode permainan bahasa bisik berantai. c) Membantu guru untuk menentukan suatu metode yang kreatif

yang dapat menunjang keberhasilan pembelajaran khususnya dalam meningkatkan keterampilan berbahasa khusunya keterampilan menyimak siswa.

d) Hasil penelitian dapat menjadi bahan inspirasi untuk menentukan metode lain dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.

3. Bagi sekolah

Dapat menjaga kualitas prestasi belajar siswa dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.

4. Bagi peneliti

a) Sebagai masukan untuk perbaikan pelaksanaan proses pembelajaran, khususnya pada pembelajaran Bahasa Indonesia.

b) Dapat memberikan semangat bagi guru-guru di sekolah SDN Bekasi Jaya II untuk melaksanakan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan peningkatkan prestasi dan minat belajar siswa.

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Keterampilan Menyimak

1. Pengertian Keterampilan Menyimak

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, keterampilan adalah cakapan dan cekatan dalam mengerjakan sesuatu.1 Sedangkan keterampilan bahasa adalah kecakapan seseorang untuk memakai bahasa seperrti menulis, membaca, menyimak, atau berbicara.

Dapat disimpulkan bahwa keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah suatu perilaku peserta didik agar menjadi cekat, cepat dan tepat melalui proses belajar. Keterampilan memerlukan latihan untuk mengasah keterampilan tersebut.

Akhadiah mengatakan, kata “menyimak” dalam bahasa Indonesia memiliki kemiripan makna dengan “mendengar” dan “mendengarkan”. Oleh karena itu, ketiga istilah itu sering menimbulkan kekacauan pemahaman, bahkan sering dianggap sama sehingga dipergunakan secara bergantian”.2

Banyak orang yang tidak bisa membedakan antara menyimak dan mendengarkan. Bahkan menganggap menyimak dan mendengarkan adalah kegiatan yang sama, sehingga banyak menimbulkan kesalah pahaman mengenai makna menyimak dan mendengarkan.

Menyimak (listening) dikatakan sebagai kegiatan berbahasa reseptif dalam suatu kegiatan bercakap-cakap (talking) dengan medium dengar (aural) maupun medium pandang (visual). Dalam pengajaran bahasa, terutama pengajaran bahasa lisan sering kita jumpai istilah mendengar,

1

Kamus Bahasa Indonesia, (Citra Media Press,2008), h. 417

2

Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet, Berbahasa Indonesia, (Teori dan Aplikasi), (Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), h.8

mendengarkan dan menyimak. Ketiga istilah itu memang berkaitan dalam makna namun berbeda dalam arti.

Djago Tarigan mengatakan, dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian istilah itu dijelaskan sebagai berikut: “Mendengar diartikan sebagai menangkap bunyi (suara) dengan telinga. Mendengarkan berarti mendengarkan sesuatu dengan sungguh-sungguh.Sedang menyimak berarti mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang”.3

Djago Tarigan menyimpulkan berdasarkan uraian di atas dapatlah disusun pengertian atau definisi menyimak sebagai berikut: menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengar, mengidentifikasi, menginterpretasi bunyi bahasa kemudian menilai hasil interpretasi makna dan menanggapi pesan yang tersirat di dalam wahana bahasa tersebut. Dalam bahasa yang mudah lagi sederhana menyimak berarti kemampuan memahami pesan yang disampaikan melalui bahasa lisan.4

Russel & Rusell mengemukakan, menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Dengan demikian menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi.5

Para ahli berpendapat dari penjelasan di atas menyimak dapat disimpulkan, sebagai suatu kegiatan mendengar dengan penuh kesungguhan dan pemahaman dengan menangkap informasi dari si pembicara mengenai informasi atau pesan yang telah disampaikan. Sedangkan pengertian mendengarkan adalah kegiatan mendengar tanpa ada pemahaman penuh dan apresiasi terhadap informasi yang disampaikan.

3

Djago Tarigan, dkk., Pendidikan Keterampilan Berbahasa, (Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2003), h.2.5

4

Ibid.h.2.7

5

Henry Guntur Tarigan, Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung : Penerbit Angkasa Bandung, 1986), h. 30-31

11

Maka keterampilan menyimak adalah satu bentuk keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Dalam proses pembelajaran, keterampilan ini jelas mendominasi aktivitas siswa atau mahasiswa dibanding keterampilan lainnya, termasuk keterampilan berbicara.6

2. Tahap-tahap Menyimak

Dawson mengatakan dalam pengamatan Ruth G. Strickland, tahapan kegiatan menyimak pada siswa sekolah dasar ada sembilan tahapan menyimak sebagai berikut:

a. Menyimak berkala, kegiatan menyimak ini terjadi pada keadaan sang anak merasakan keterlibatan langsung dalam pembicaraan mengenai dirinya;

b. Menyimak dengan perhatian dangkal, pada kegiatan menyimak tahap ini sang anak sering mendapat gangguan dari hal-hal yang menjadi perhatian di luar pembicaraan;

c. Setengah menyimak, pada tahap ini sang anak terganggu dengan kegiatan menunggu kesempatan untuk mengekspresikan isi hati serta mengutarakan apa yang terpendam dalam hati sang anak;

d. Menyimak serapan, pada tahap ini karena sang anak keasyikan menyerap atau mengabsorpsi hal-hal yang kurang penting, hal ini merupakan penjaringan pasif yang sesungguhnya;

e. Menyimak sekali-sekali, pada tahap ini sang anak menyimpan sedikit-sedikit apa yang disimak, perhatiannya terbagi dengan yang lain dan hanya memperhatikan kata-kata yang menarik hatinya saja dari si pembicara;

f. Menyimak asosiatif, pada tahap ini hanya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi secara konstan yang mengakibatkan sang

6

Iskandarwassid dan Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung : PT Rosda Karya, 2011), cet. 3., h. 227

penyimak benar-benar tidak memberikan reaksi terhadap pesan yang disampaikan pembicara;

g. Menyimak dengan reaksi berkala pada tahap ini sang anak memberikan komentar ataupun mengajukan pertanyaan terhadap pembicara;

h. Menyimak secara seksama, pada tahap ini sang anak dengan sungguh-sungguh mengikuti jalan pikiran sang pembicara;

i. Menyimak secara aktif pada tahap ini sang anak menyimak untuk mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat, dan gagasan sang pembicara.7

3. Tujuan Menyimak

Logan dan Shrope dalam Tarigan mengemukakan mengenai tujuan menyimak bahwa dalam pembicaraan terdahulu telah dikemukakan tujuan menyimak adalah memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang akan disampaikan sang pembicara melalui ujaran. Ini merupakan tujuan umum. Di samping tujuan umum ada tujuan khusus yang menyebabkan adanya aneka ragam menyimak, diantaranya adalah:

a. Menyimak sebagai tujuan utama untuk belajar,

b. Menyimak sebagai hiburan dan kenikmatan untuk mendengarkan keindahan audial,

c. Menyimak untuk penilaian dan mengevaluasi,

d. Menyimak untuk menikmati serta menghargai yang disimak,

e. Menyimak untuk mengomunikasikan ide-ide dan gagasan-gagasan untuk pembicara,

f. Menyimak untuk membedakan bunyi atau arti bagi yang belajar bahasa asing,

g. Menyimak untuk memecahkan masalah,

7

13

h. Menyimak untuk mencari dan meyakinkan dirinya menjawab permasalah yang dialami pada keraguan jawaban sebelumnya. 8

4. Ragam Menyimak

Dawson dalam Tarigan mengemukakan bahwa ragam menyimak adalah sebagai berikut:

a. Menyimak Ekstensif

Menyimak ekstensif (extensive listening) adalah kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu pembicaraan, tidak perlu bimbingan langsung dari seorang guru. Ada dua tujuan berbeda mengenai menyimak ekstensif pada umumnya, yaitu mengingat kembali sesuatu yang telah diketahui dalam suatu lingkungan baru dengan cara yang baru dan memberi kesempatan, juga kebebasan untuk para siswa mendengar serta menyimak setiap butir kosa kata dan struktur-struktur yang masih asing atau baru bagi mereka. 1) Menyimak social (social listening) atau menyimak konverasional

(conversational listening) ataupun menyimak sopan (courteous listening) biasanya berlangsung dalam situasi-situasi tempat sosial tempat orang-orang mengobrol dan berkomunikasi mengenai hal-hal yang menarik perhatian semua orang yang hadir. Sedangkan Anderson mengatakan menyimak secara sopan dalam percakapan dan berinteraksi sosial dan menyimak memahami si pembicara.

2) Menyimak Sekunder (secondary listening) adalah sejenis kegiatan menyimak secara kebetulan atau tidak disengaja (casual listening) dan secara ekstensif (extensive listening).

3) Menyimak Estetik (aesthetic listening) ataupun yang disebut menyimak apresiatif (appreciatinal listening) adalah kegiatan menyimak ini termasuk kegiatan menyimak secara kebetulan dan

8

menyimak secara ekstensif, mencakup: (1) menyimak musik, puisi, pembacaan bersama, atau drama radio, dan rekaman-rekaman, (2) menikmati cerita, puisi, teka-teki, gemerincing irama, dan lakon-lakon yang dibacakan atau diceritakan oleh guru, siswa, atau aktor. 4) Menyimak Pasif adalah penyerapan suatu ungkapan tanpa upaya

sadar yang biasanya menandai upaya-upaya kita pada saat belajar dengan kurang teliti dan tergesa-gesa, menghafal luar kepala, berlatih santai, serta menguasai suatu bahasa.

b. Menyimak Intensif

Menyimak intensif adalah kebalikannya dari menyimak ekstensif yaitu lebih diarahkan pada kegiatan menyimak secara lebih bebas dan lebih umum serta perlu bimbingan langsung para guru, menyimak intensif diarahkan pada suatu kegiatan jauh lebih diawasi, dikontrol terhadap suatu hal tertentu. Dalam hal ini haruslah diadakan suatu pembagian penting, sebagai berikut (a) menyimak intensif sebagai bagian dari program pengajaran bahasa, atau (b) pada pemahaman serta pengertian secara umum. Jelas bahwa dalam butir kedua ini makna bahasa secara umum sudah diketahui oleh para siswa. Adapun bagian dari menyimak intensif sebagai berikut:

1) Menyimak Kritis (critical listening) adalah sejenis kegiatan menyimak berupa pencarian kesalahan atau kekeliruan bahkan juga butir-butir yang baik dan benar dari ucapan seorang pembicara dengan alasan-alasan yang kuat dan dapat diterima oleh akal sehat. 2) Menyimak Konsentratif (concentrative listening) Aderson dan

Dawson mengemukakan sering juga disebut a study-type listening atau menyimak sejenis telaah. Adapun kegiatannya yaitu mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam pembicaraan, memahami urutan ide-ide sang pembicara, mencari dan mencatat fakta-fakta penting.

15

3) Menyimak Kreatif (creative listening) Dawson mengatakan sejenis kegiatan dalam menyimak yang dapat mengakibatkan kesenangan rekonstrusi imajinatif para penyimak terhadap bunyi, penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan kinestetik yang disarankan atau dirangsang oleh sesuatu yang disimaknya.

4) Menyimak Eksplorasif, menyimak bersifat menyelidik, atau exploratory adalah sejenis kegiatan menyimak intensif dengan maksud dan tujuan menyelidiki sesuatu lebih terarah dan lebih sempit.

5) Menyimak Interogratif (introgrative listening) adalah sejenis kegiatan menyimak intensif yang menutut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan perhatian dan pemilihan butir-butir dari pembicaraan sang pembicara karena penyimak akan mengajukan banyak pertanyaan.

6) Menyimak selektif hendaknya tidak menggantikan menyimak pasif, tetapi justru memperlengkapinya. Beberapa bahasa menutut adaptasi atau penyesuaian tertentu terhadap urutan prosedur yang disarankan berikut ini namun disimak secara selektif: (1) nada suara (2) bunyi-bunyi asing (3) bunyi-bunyi-bunyi-bunyi yang bersamaan (4) kata-kata dan frasa-frasa (5) bentuk-bentuk ketatabahasaan.9

5. Proses Menyimak

Dalam proses menyimak Logan dan Loban dalam Tarigan mengatakan ada lima tahap proses dalam menyimak, yaitu sebagai berikut: a. Tahap Mendengar, pada tahap ini baru mendengar segala sesuatu yang

dikemukakan oleh pembicaraanya. Jadi, masih berada dalam tahap hearing atau mendengar.

9

b. Tahap memahami, setelah mendengar maka ada keinginan untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara dengan baik. Kemudian, sampailah dalam tahap understanding.

c. Tahap Menginterpretasi, penyimak yang baik dan teliti, tidak merasa puas jika hanya mendengarkan dan memahami isi ujaran sang pembicara saja, dia ingin menjelaskan atau menginterpretasikan isi, butir-butir pendapatnya.

d. Tahap Mengevaluasi, setelah memahami dan menginterpretasikan isi pembicaraan, penyimak pun mulailah menilai atau mengevaluasi pendapat serta gagasan pembicara mengenai keunggulan dan kelemahan. e. Tahap Menanggapi, tahap ini merupakan tahap terakhir dalam kegiatan

menyimak. Penyimak menyambut dan menyerap serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya. Lalu, penyimak pun sampailah pada tahap menganggapi (responding). 10

6. Kemampuan Menyimak Siswa Sekolah Dasar

Tarigan mengemukakan, “tujuan utama pengajaran bahasa ialah agar para siswa terampil berbahasa, dalam pengertian terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca dan terampil menulis”.

Dalam buku yang berjudul “Tulare Country Cooperative Language Arts Guide” khususnya mengenai ketrampilan menyimak, Anderson mengatakan sebagai berikut :

Taman Kanak-kanak (4 - 6 tahun) :

a. Menyimak pada teman-teman yang sebaya dalam kelompok-kelompok bermain atau kegiatan lainnya;

10

17

b. Mengembangkan waktu perhatian yang sangat panjang terhadap cerita atau dongeng;

c. Dapat mengingat petunjuk-petunjuk dan pesan-pesan yang sederhana atau yang mudah dipahami.

Kelas Satu (5 - 7 Tahun):

a. Menyimak untuk menjelaskan yang ada dalam pikiran atau untuk mendapatkan jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan;

b. Dapat mengulangi sesuatu yang telah di dengarnya secara tepat dan benar;

c. Menyimak bunyi-bunyi tertentu pada kata-kata dan lingkungan. Kelas Dua (6 - 8 tahun):

a. Menyimak dengan kemampuan memilih yang meningkat;

b. Membuat saran-saran, pendapat, dan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan untuk memeriksa pengertiannya;

c. Sadar akan situasi atau kondisi dengan menempatkan kapan sebaiknya menyimak, kapan pula sebaiknya tidak usah menyimak.

Kelas Tiga dan Empat ( 7

a. Menyadari akan nilai menyimak sebagai suatu sumber informasi dan sumber kesenangan;

b. Menyimak pada laporan orang lain dan siaran-siaran radio atau media audio lainnya dengan maksud tertentu serta dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan dengan hal itu;

c. Menunjukkan penguasaan kosa kata baku dengan kata-kata atau ekspresi-ekspresi yang tidak mereka pahami maknanya.

Kelas Lima dan Enam ( 9

a. Menyimak secara kritis terhadap kekeliruan-kekeliruan, kesalahan-kesalahan, dan petunjuk-petunjuk keliru yang menurutnya kurang tepat;

b. Menyimak pada aneka ragam cerita puisi, rima kata-kata, dan yang memperoleh kesenangan pada sesuatu yang baru yang disimaknya.11

Dapat disimpulkan bahwasanya pada usia tingkat dasar, anak memiliki tahapan keterampilan menyimak yang berbeda dalam masa pertumbuhannya masing-masing. Ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Seperti yang sudah dijabarkan mengenai keterampilan menyimak pada usia anak-anak pada umumnya, semakin sering melatih keterampilan menyimak anak, semakin cepat dan baik perkembangan keterampilan menyimak anak kedepannya.

B. Pantun

1. Pengertian Pantun

Pantun adalah salah satu jenis puisi lama asli dari Indonesia. Pantun bersifat anonim atau tanpa identitas. Pantun terdiri dari empat larik yang merupakan sampiran dan isi. Dahulu pantun menggunakan bahasa Melayu. Namun, setelah bahasa Indonesia disahkan, bahasa pantun pun ikut berubah dan pantun pun kini mengikuti perkembangan zaman. Tidak hanya bahasanya saja yang berubah, fungsi pantun pun mulai berubah. Dahulu pantun hanya digunakan sebagai alat komunikasi. Dan sekarang pantun digunakan untuk membuat syair lagu dan juga pidato.12

Nadjua A.S., mengemukakan, “pantun dari segi bahasa berarti ibarat, seperti, umpama atau laksana. Pantun merupakan puisi lama yang berasal dari Indonesia dan merupakan jenis puisi tertua. Pada mulanya, pantun adalah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan”.13

11

Ibid., h. 64-65 12

Bintang Angkasa Putra Raharja, Berbalas Pantun, (Jakarta: Permata Equator Media, 2008), cet. 1, h. 1

13

Nadjua A.S, Intisari Kata Bahasa Indonesia, (Surabaya : Triana Media, tanpa tahun), h. 217

19

2. Ciri-ciri Pantun

Nadjua A.S mengemukakan, ciri-ciri pantun sebagai berikut: a) Tiap bait terdiri atas 4 baris,

b) Tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata, c) Bersajak a-b-a-b,

d) Baris pertama dan kedua berupa sampiran, dan e) Baris ketiga dan keempat berupa isi. 14

Jhon Gawa mengemukakan, “dalam pantun selalu ada dua dimensi yaitu pertama yang disebut sampiran. Konvensi mengatakan bahwa tidak ada yang sungguh-sungguh dengan sampiran.Sampiran semata-mata diciptakan sebagai pengantar menuju isi yang sebenarnya dalam dua larik berikutnya.”15

Sedangkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenai sampiran dikatakan sebagai berikut: “paruh pertama pada pantun, yaitu baris kesatu dan kedua berupa kalimat-kalimat yang bisanya hanya merupakan persediaan bunyi kata untuk disamakan dengan bunyi kata pada isi pantun (biasanya kalimat-kalimat pada sampiran tak ada hubungan makna dengan kalimat-kalimat pada bagian isi)”16

3. Berdasarkan Isinya

Pantun berdasarkan isinya dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain pantun nasehat, pantun teka-teki, pantun jenaka, pantun adat, pantun agama, pantun nasib, dan pantun perkenalan.

a. Pantun Nasehat

Contoh : Berakit-rakit ke hulu Berenang-renang ke tepian Bersakit-sakit dahulu 14 Ibid. 15

Jhon Gawa, Kebijakan dalam 1001 Pantun, (Jakarta: Penerbit buku Kompas, 2007), h. 30

16

Bersenang-senang kemudian b. Pantun Teka-teki

Contoh : Kalau puan, puan cerana Ambil gelas di dalam peti Kalau tuan bijaksana

Binatang apa tanduk di kaki c. Pantun Jenaka

Contoh : Elok rupanya pohon belimbing Tumbuh di dekat limau tungga

Elok berbini orang sumbing Biar marah ketawa juga d. Pantun Adat

Contoh : Asam hadis asam gelugur Ketiga Asam riang-riang Menangis di pintu kubur

Teringat badan tidak sembahyang e. Pantun Nasib

Contoh : Asam pauh dari seberang Tubuhnya dekat tepi tebat Badan jauh di rantau orang Jika sakit siapa mengobat f. Pantun perkenalan

Contoh : dari mana hendak ke mana Dari Jepang ke Bandar Cina Kalau kami bertanya

Bunga yang kembang siapa punya17

17

Nadjua A.S., Intisari Kata Bahasa Indonesia, (Surabaya : Triana Media, tanpa tahun), hlm.217-218

21

4. Berdasarkan bentuknya

Pantun berdasarkan bentuknya, dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Pantun Karmina (pantun kilat) yaitu pantun yang dalam tiap-tiap baitnya terdiri dari dua baris dan bersajak terus, yaitu a-a. Dalam pantun karmina, baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua berupa isi.

Contoh :

Ada ubi ada talasnya Ada budi ada balasnya Sudah gerahu cendana pula Sudah tahu bertanya pula Sebab pulut santan binasa Sebab mulut badan binasa

b. Pantun Empat Seuntai yaitu pantun yang tiap-tiap baitnya terdiri dari 4 baris

Contoh :

Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh Hati dendam bertambah dendam Dendam dahulu belum lagi sembuh

c. Pantun Talibun yaitu pantun yang tiap-tiap baitnya terdiri dari 6, 8, 10, 12 baris dan sajaknya bersilang, yaitu (a-b-c-a-b-c), (a-b-c-d-a-b-c-d), (a-b-c-d-e-a-b-c-d-e) dan (a-b-c-d-f-a-b-c-d-e-f).

Contoh :

Baru diikat bunga tanjung

Dikembangkan orang atas rumpian Digulung dengan kain sutra

Baru melihat adik kandung Hilang nyawa semangat badan Berguncang iman dalam dada

d. Pantun Rantai (pantun berkait) yaitu pantun 4 seuntai yang baris kedua dan keempat dalam suatu bait menjadi baris pertama dan ketiga dalam bait berikutnya, dan begitu seterusnya.

Contoh :

Tanam melati di rumah-rumah Ubur-ubur sampiran dua Kalau mati kita berdua Satu kubur kita berdua

Ubur-ubur sampiran dua Tanam melati bersusun tangkai Satu kubur kita bersama Kalau boleh bersusun bangkai18

C. Metode Permainan Bahasa Menyimak

Metode dalam bahasa (Yunani: methodos = jalan, cara), dalam filsafat dan ilmu pengetahuan metode artinya cara memikirkan dan memeriksa suatu hal menurut rencana tertentu. Sedangkan dalam dunia pengajaran atau pendidikan, metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan approach tertentu. Jadi, metode merupakan cara melaksanakan pekerjaan.19

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode bersifat prosedural dan sistematik karena tujuannya

18

Ibid., h. 218

19

M. Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. III, h.20

23

untuk mempermudah pengerjaan suatu pekerjaan”.20 Sedangkan Slameto mengemukakan bahwa “metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu.21

Wina Sanjaya mengatakan, metode merupakan upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk meralisasikan startegi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Oleh karenanya strategi beda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melakukan strategi. Dengan kata lain, strategi adalah a plan of operation achieving something, sedangkan metode adalah a way in achieving.22

Hamruni mengatakan, “metode adalah salah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Dalam penentuan metode yang telah digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang sedang berlangsung”.23

Penulis menyimpulkan bahwa metode adalah langkah-langkah cara untuk melaksanakan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Dengan adanya metode yang diterapkan maka tujuan akan tercapai.

Djamarah dan Zain menerangkan kedudukan metode sangat penting. Beberapa pendapat para ahli menyatakan, sebagai berikut: a) Sardriman.A.M mengatakan metode sebagai alat motivasi ekstrintik, b) Roestiyah. N.K mengatakan metode sebagai strategi pengajaran, c) Metode sebagai alat untuk

20

Iskandarwassid dan Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung : PT Rosda Karya, 2011), cet. 3., h. 56

21

Slameto, Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), Ed. Rev., Cet. 5., h.82

22

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2010) h. 147

23

Hamruni, Strategi Pembelajaran, (Depok, Sleman, Yogyakarta : Insan Madani, 2012), h. 12

mencapai tujuan, tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen lainnya tidak diperlukan24

Salah satu metode belajar mengajar dalam keterampilan menyimak adalah permainan bahasa. Rachamawati dan Kurniati mengemukakan, bermain adalah metode efektif untuk menumbuhkan dan mengembangkan kreatifvitas anak. Pada hakikatnya bermain bagi anak adalah belajar dan bekerja, dan kreativitas lebih banyak berkaitan dengan bermain daripada bekerja. Hal ini menjadi sangat penting bilamana guru mau terlibat aktif dalam bentuk permainan yang dirancang untuk mengembangkan kreativitas anak.25

Sujiono mengutip Piaget dalam Mayesty bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi diri seseorang, sedangkan Parten memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi di mana diharapkan melalui bermain dapat bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berekreasi, dan belajar secara menyenangkan. Sujiono mengutip Vygotsky dalam Naughton bahwa bermain membantu perkembangan kognitif anak secara langsung, tidak sekedar sebagai hasil dari perkembangan kognitif seperti yang dikemukakan Piaget.26

Berdasarkan penjelasan diatas yang dikemukakan para ahli mengenai bermain, maka dapat disimpulkan bahwa : (a) bermain adalah sarana melatih keterampilan yang dibutuhkan anak untuk menjadi kepribadian yang kompeten,

Dokumen terkait