• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Pantun

2. Ciri-ciri Pantun

Nadjua A.S mengemukakan, ciri-ciri pantun sebagai berikut: a) Tiap bait terdiri atas 4 baris,

b) Tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata, c) Bersajak a-b-a-b,

d) Baris pertama dan kedua berupa sampiran, dan e) Baris ketiga dan keempat berupa isi. 14

Jhon Gawa mengemukakan, “dalam pantun selalu ada dua dimensi yaitu pertama yang disebut sampiran. Konvensi mengatakan bahwa tidak ada yang sungguh-sungguh dengan sampiran.Sampiran semata-mata diciptakan sebagai pengantar menuju isi yang sebenarnya dalam dua larik berikutnya.”15

Sedangkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenai sampiran dikatakan sebagai berikut: “paruh pertama pada pantun, yaitu baris kesatu dan kedua berupa kalimat-kalimat yang bisanya hanya merupakan persediaan bunyi kata untuk disamakan dengan bunyi kata pada isi pantun (biasanya kalimat-kalimat pada sampiran tak ada hubungan makna dengan kalimat-kalimat pada bagian isi)”16

3. Berdasarkan Isinya

Pantun berdasarkan isinya dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain pantun nasehat, pantun teka-teki, pantun jenaka, pantun adat, pantun agama, pantun nasib, dan pantun perkenalan.

a. Pantun Nasehat

Contoh : Berakit-rakit ke hulu Berenang-renang ke tepian Bersakit-sakit dahulu 14 Ibid. 15

Jhon Gawa, Kebijakan dalam 1001 Pantun, (Jakarta: Penerbit buku Kompas, 2007), h. 30

16

Bersenang-senang kemudian b. Pantun Teka-teki

Contoh : Kalau puan, puan cerana Ambil gelas di dalam peti Kalau tuan bijaksana

Binatang apa tanduk di kaki c. Pantun Jenaka

Contoh : Elok rupanya pohon belimbing Tumbuh di dekat limau tungga

Elok berbini orang sumbing Biar marah ketawa juga d. Pantun Adat

Contoh : Asam hadis asam gelugur Ketiga Asam riang-riang Menangis di pintu kubur

Teringat badan tidak sembahyang e. Pantun Nasib

Contoh : Asam pauh dari seberang Tubuhnya dekat tepi tebat Badan jauh di rantau orang Jika sakit siapa mengobat f. Pantun perkenalan

Contoh : dari mana hendak ke mana Dari Jepang ke Bandar Cina Kalau kami bertanya

Bunga yang kembang siapa punya17

17

Nadjua A.S., Intisari Kata Bahasa Indonesia, (Surabaya : Triana Media, tanpa tahun), hlm.217-218

21

4. Berdasarkan bentuknya

Pantun berdasarkan bentuknya, dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Pantun Karmina (pantun kilat) yaitu pantun yang dalam tiap-tiap baitnya terdiri dari dua baris dan bersajak terus, yaitu a-a. Dalam pantun karmina, baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua berupa isi.

Contoh :

Ada ubi ada talasnya Ada budi ada balasnya Sudah gerahu cendana pula Sudah tahu bertanya pula Sebab pulut santan binasa Sebab mulut badan binasa

b. Pantun Empat Seuntai yaitu pantun yang tiap-tiap baitnya terdiri dari 4 baris

Contoh :

Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh Hati dendam bertambah dendam Dendam dahulu belum lagi sembuh

c. Pantun Talibun yaitu pantun yang tiap-tiap baitnya terdiri dari 6, 8, 10, 12 baris dan sajaknya bersilang, yaitu (a-b-c-a-b-c), (a-b-c-d-a-b-c-d), (a-b-c-d-e-a-b-c-d-e) dan (a-b-c-d-f-a-b-c-d-e-f).

Contoh :

Baru diikat bunga tanjung

Dikembangkan orang atas rumpian Digulung dengan kain sutra

Baru melihat adik kandung Hilang nyawa semangat badan Berguncang iman dalam dada

d. Pantun Rantai (pantun berkait) yaitu pantun 4 seuntai yang baris kedua dan keempat dalam suatu bait menjadi baris pertama dan ketiga dalam bait berikutnya, dan begitu seterusnya.

Contoh :

Tanam melati di rumah-rumah Ubur-ubur sampiran dua Kalau mati kita berdua Satu kubur kita berdua

Ubur-ubur sampiran dua Tanam melati bersusun tangkai Satu kubur kita bersama Kalau boleh bersusun bangkai18

C. Metode Permainan Bahasa Menyimak

Metode dalam bahasa (Yunani: methodos = jalan, cara), dalam filsafat dan ilmu pengetahuan metode artinya cara memikirkan dan memeriksa suatu hal menurut rencana tertentu. Sedangkan dalam dunia pengajaran atau pendidikan, metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan approach tertentu. Jadi, metode merupakan cara melaksanakan pekerjaan.19

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode bersifat prosedural dan sistematik karena tujuannya

18

Ibid., h. 218

19

M. Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. III, h.20

23

untuk mempermudah pengerjaan suatu pekerjaan”.20 Sedangkan Slameto mengemukakan bahwa “metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu.21

Wina Sanjaya mengatakan, metode merupakan upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk meralisasikan startegi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Oleh karenanya strategi beda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melakukan strategi. Dengan kata lain, strategi adalah a plan of operation achieving something, sedangkan metode adalah a way in achieving.22

Hamruni mengatakan, “metode adalah salah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Dalam penentuan metode yang telah digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang sedang berlangsung”.23

Penulis menyimpulkan bahwa metode adalah langkah-langkah cara untuk melaksanakan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Dengan adanya metode yang diterapkan maka tujuan akan tercapai.

Djamarah dan Zain menerangkan kedudukan metode sangat penting. Beberapa pendapat para ahli menyatakan, sebagai berikut: a) Sardriman.A.M mengatakan metode sebagai alat motivasi ekstrintik, b) Roestiyah. N.K mengatakan metode sebagai strategi pengajaran, c) Metode sebagai alat untuk

20

Iskandarwassid dan Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung : PT Rosda Karya, 2011), cet. 3., h. 56

21

Slameto, Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), Ed. Rev., Cet. 5., h.82

22

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2010) h. 147

23

Hamruni, Strategi Pembelajaran, (Depok, Sleman, Yogyakarta : Insan Madani, 2012), h. 12

mencapai tujuan, tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen lainnya tidak diperlukan24

Salah satu metode belajar mengajar dalam keterampilan menyimak adalah permainan bahasa. Rachamawati dan Kurniati mengemukakan, bermain adalah metode efektif untuk menumbuhkan dan mengembangkan kreatifvitas anak. Pada hakikatnya bermain bagi anak adalah belajar dan bekerja, dan kreativitas lebih banyak berkaitan dengan bermain daripada bekerja. Hal ini menjadi sangat penting bilamana guru mau terlibat aktif dalam bentuk permainan yang dirancang untuk mengembangkan kreativitas anak.25

Sujiono mengutip Piaget dalam Mayesty bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi diri seseorang, sedangkan Parten memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi di mana diharapkan melalui bermain dapat bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berekreasi, dan belajar secara menyenangkan. Sujiono mengutip Vygotsky dalam Naughton bahwa bermain membantu perkembangan kognitif anak secara langsung, tidak sekedar sebagai hasil dari perkembangan kognitif seperti yang dikemukakan Piaget.26

Berdasarkan penjelasan diatas yang dikemukakan para ahli mengenai bermain, maka dapat disimpulkan bahwa : (a) bermain adalah sarana melatih keterampilan yang dibutuhkan anak untuk menjadi kepribadian yang kompeten, (b) bermain adalah pengalaman multidimensi yang melibatkan semua indra dan menggugah kecerdasan seseorang, serta (c) bermain merupakan kendaraan untuk belajar tentang bagaimana seharusnya belajar (learning how to learn). 27

24

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm. 72-74

25

Yani Rachmawati, Euis Kurniati., Strategi Pengembangan Kreativitas pada Anak Usia Taman Kanak-kanak, (Jakarta : Kencana, 2010), Cet. 1, hlm.48-49

26

Yuliani Nuraiani Sujiono, Bambang Sujiono., Bermain Kreatif berbasis kecerdasan Jamak, (Jakarta : PT Indeks, 2010), hlm. 34

27

25

Sutikno mengemukakan dalam bukunya, permainan juga dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme. Adapun karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta serius tapi santai. Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari yang pasif ke aktif, dari yang kaku menjadi gerak, dan dari jenuh menjadi semangat.28

Septia Sugiarsih mengemukakan dalam makalahnya, Permainan bahasa merupakan permainan untuk memperoleh kesenangan dan untuk melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Apabila suatu permainan menimbulkan kesenangan tetapi tidak memperoleh keterampilan berbahasa tertentu, maka permainan tersebut bukan permainan bahasa. Sebaliknya, apabila suatu kegiatan melatih keterampilan bahasa tertentu, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan disebut permainan bahasa.29

Subana dan Sunarti menjelaskan dalam bukunya “strategi belajar mengajar Bahasa Indonesia”, beberapa penulis memperkenalkan jenis-jenis permainan, antara lain: (1) W.R. Lee, yaitu “Language Teaching Games & Contest”, (2) R.H. Bloomer, yaitu “Skill Games to Teach Reading”, (3) W.M. Nackey, yaitu “

Language Games”, dan (4) M.Em. Malac, C.S., yaitu “ The School Games Book”.30

Adapun syarat keberhasilan permainan bahasa yaitu:

1. Permainan merupakan cara pendekatan untuk mencapai tujuan belajar setiap mengajar.

2. Permainan memiliki peraturan yang jelas/tegas sehingga tidak mempersulit peserta.

3. Tiap regu harus seimbang dalam jumlah dan kekuatannya.

28

Sobry Sutikno, Metode & Model-model Pembelajaran, (Lombok: Holistica, 2014), h. 44

29

Septia Sugiarsih, “Permainan bahasa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar”, Makalah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2010,h.

4-5, tidak dipublikasikan. 30

M. Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. III, h.208

4. Pilihlah permainan yang melibatkan banyak siswa.

5. Pilihlah permainan yang sesuai dengan kemampuan berbahasa siswa. 6. Jangan melaksanakan permainan pada awal pelajaran pada saat siswa

dalam keadaan segar.

7. Guru betul-betul bertindak sebagai pengelola permainan: yaitu bersikap riang, lincah, tegas, dan tidak memihak.31

Dalam artikel Nurhasanah yang berjudul “penggunaan metode permainan bahasa untuk meningkatkan kemampuan bicara”, Ari Kusmiatun mengemukakan ada beberapa permainan bahasa yang dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai metode untuk pembelajaran bahasa, terutama pada pembelajaran keterampilan menyimak sebagai berikut bahwa permainan bahasa menyimak, tujuan permainan ini adalah pengembangan keterampilan menyimak anak. Beberapa bentuknya antara lain: Dengar-Ucap; Dengar- Tiru; Dengar-Gaya; Pesan Berantai; Dengar Cerita, dan sebagainya.32

Subana dan Sunarti menjelaskan dalam bukunya “strategi belajar mengajar Bahasa Indonesia”, bahwasanya menjelaskan N.F. Maskey dalam language teaching analysis mengenai language games membagi permainan bahasa dalam empat jenis:

1. Permainan mendengarkan (listening games) 2. Permainan berbicara (speaking games) 3. Permainan membaca (reading games) 4. Permainan menulis (writing games).

Pembahasan mengenai metode permainan bahasa akan dibahas lebih dalam lagi pada pembahasan berikutnya mengenai metode permainan bahasa bisik berantai.

31

Ibid., h. 209

32

Nurhasanah, Penggunaan Metode Permainan Bahasa untuk meningkatkan kemampuan bicara siswa kelas III SDN 39 Sungai Kakap, Artikel Ilmiah, 2013, h.6

27

D. Metode Permainan Bahasa Bisik Berantai

Dokumen terkait