BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Hasil Penelitian
Interaksi Sosial Siswa Slow Learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang
Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan
bulan Maret 2017 di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Peneliti mendapatkan data
terkait dengan interaksi sosial siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2
Magelang melalui beberapa teknik seperti wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Selanjutnya peneliti melakukan analisis terkait interaksi sosial siswa
slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang dan diuraikan sebagai berikut.
a. Bentuk Kerjasama
Kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial assosiatif. Aspek kerjasama
memiliki indikator yang mencakup antara lain bekerja sama dalam mengerjakan
tugas piket harian, meminjamkan alat tulis atau benda lain pada teman, dan
merawat atau menjenguk teman yang sakit.
1) Bekerja Sama dalam Mengerjakan Tugas Piket Harian
Awalnya peneliti ingin mengetahui lebih jelas kerjasama MAR dalam
mengerjakan tugas piket harian. Sementara, kelas III hanya terdiri dari empat
memperoleh giliran piket dua kali dalam seminggu. MAR mendapatkan giliran
piket bersama SDW pada hari Rabu dan Sabtu.
Sesuai dengan hasil observasi, MAR jarang melakukan tugas piket.
Beberapa kali saat MAR mendapat giliran tugas piket, MAR tidak melakukan
piket. IND sering mengingatkan MAR untuk piket namun MAR mengelak nanti
dan tidak segera piket. Jadwal piket yang harusnya dilakukan berdua antara MAR
dan SDW tidak berjalan. MAR tidak pernah piket bersama SDW. Berbeda halnya
ketika guru yang menyuruh MAR untuk piket, MAR segera melaksanakannya.
Berikut ini kutipan wawancara dengan guru kelas III.
Piketnya kadang-kadang. Tapi kalau diperintah, MAR langsung mau. Kadang
saya juga lupa mengingatkan jadwal piketnya. MAR anaknya manut, tidak
banyak berontak, jika diperintah guru langsung melakukan misal menyapu,
menghapus papan tulis. Bisa gak bisa tetap dicoba. (Bu YN, lampiran 5
halaman 119)
Tidak piket kalau tidak diingatkan. Pulang sekolah ya sudah langsung bubar.
Memang gurunya yang harus sering ngingetin Mbak. (Bu YN, lampiran 5
halaman 120)
Selain itu, pada saat observasi ke 15 peneliti mengamati perilaku MAR
dalam menghadapi lantai kelas III yang basah. Guru kelas III meminta MAR
mengambil kain pel dan mengepel lantai. MAR melakukan dengan senang hati.
Kerjasama MAR tampak dalam beberapa kali observasi. Berdasarkan
observasi ke 5, MAR menyapu ruang kelas yang kotor bersama HEA setelah
pelajaran SBK. MAR dan HEA menyapu tanpa diperintah oleh guru. Selain itu,
saat kegiatan Jumat bersih, MAR bekerja sama mencabut rumput di halaman
sekolah. Sesekali MAR duduk karena terlihat capek, kemudian guru memanggil
Pada hari Senin dilaksanakan upacara bendera. MAR melakukan dengan
baik ketika menjadi petugas pengibar bendera yang dilakukan secara bersamaan
dengan dua siswa lain. MAR membawa bendera dan berada di tengah. Saat
pembelajaran akan dimulai, MAR mengambil kapur di kantor karena kapur tulis
di kelas sudah habis. MAR juga menyalakan obat nyamuk tanpa diperintah guru.
MAR tampak memahami keadaan yang berlangsung. Selain itu, MAR juga lebih
sering menyiapkan peralatan olahraga seperti bola, raket, dan bola voli. Di saat
ekstrakurikuler menari akan berlangsung, MAR juga menyiapkan kabel dan sound
system.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa MAR jarang
dalam mengerjakan tugas piket harian sehingga sering diingatkan oleh siswa lain.
Kerja sama MAR tampak baik saat menjadi petugas pengibar bendera dan
menyiapkan peralatan yang dibutuhkan yang mendukung pembelajaran.
2) Meminjamkan Alat Tulis atau Benda Lain pada Teman
Siswa SD biasa melakukan kegiatan pinjam meminjam kepada siswa yang
lain. Seperti halnya di kelas III, MAR sering meminjamkan alat yang dimilikinya
kepada siswa lain. Alat yang dipinjamkan kepada siswa lain seperti pensil,
penghapus, penggaris segitiga, crayon, bola, sepeda dan payung. Berdasarkan
hasil observasi 13 MAR menawarkan minuman kepada KKH setelah selesai
olahraga. MAR berkata “Minum tidak KKH?”. Selain itu, MAR juga menawarkan
payung kepada KKH dengan berkata “Gonaku ya ana kuwi nang njobo (Punyaku
juga ada itu di luar)”. Hal ini sesuai dengan observasi 14 saat hujan dan KKH
masuk ke kelas III untuk meminjam payung.
Berdasarkan catatan lapangan ke 3, MAR juga berani meminjam kepada
siswa lain. MAR meminjam pulpen kepada siswa kelas V saat pelajaran TIK.
Sementara dari catatan lapangan observasi ke 9, MAR meminjam pulpen kepada
peneliti untuk menuliskan tanggal pada buku prestasi Iqra dengan berkata “Bu
pinjam pulpennya” (14 Februari 2017 lampiran 8 halaman 144).
Sesuai dengan wawancara guru kelas mengungkapkan “Meminjami kecuali
sama SDW agak pelit. Soalnya SDW kan gak bisa menjaga barangnya.
Sering-seringnya SDW meminjam rautan MAR. Kalau sama teman yang lain enjoy aja”
(Bu YN, lampiran 5 halaman 120). MAR lebih sering meminjami SDW tetapi
terkadang disembunyikan karena SDW tidak bisa menjaga barang milik MAR.
MAR memang agak pelit dengan SDW meskipun begitu MAR tetap meminjami
alat yang dimilikinya.
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa MAR senang
meminjamkan alat miliknya kepada siswa lain yang meminjam dan tidak
membawa. MAR juga berani meminjam alat kepada siswa lain saat
membutuhkannya sehingga terdapat interaksi yang baik antara MAR dengan
siswa lain.
3) Merawat atau Menjenguk Teman yang Sakit
Merawat atau menjenguk siswa yang sakit biasa dilakukan di saat terdapat
siswa yang beberapa hari tidak masuk sekolah. Hal ini memunculkan empati
kepada siswa yang sakit. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
menunjukkan bahwa MAR sering menjenguk siswa lain. Siswa tersebut ialah IND
Siswa kelas III yang sering tidak masuk adalah IND dan HEA. MAR lebih
sering menjenguk IND yang tidak masuk sekolah daripada HEA. Dari wawancara
dengan MAR, MAR lebih senang menjenguk IND daripada HEA dikarenakan
HEA rumahnya jauh dan MAR kurang menyukai HEA. Berdasarkan observasi 4,
peneliti bertanya kepada MAR mengenai kepastian menjenguk MAR. Pada
Selasa, 7 Februari 2017 MAR sendiri menjenguk IND yang sedang masuk angin
(Catatan lapangan 4 lampiran 8 halaman 140).
MAR memiliki rasa kepedulian yang tinggi meskipun terkadang jahil. MAR
menolong siswa yang mengalami kesulitan. Hal ini sesuai dengan paparan Guru
Olahraga yang mengungkapkan “Menolong. Pernah waktu itu saat olahraga ada
siswa yang kakinya terkena ranting, dia ikut bantu”. Informasi yang sama
diperoleh dari teman MAR yaitu SLV yang mengatakan “Ya dibantu, pas
olahraga kan aku didorong HEA njuk jatuh. MAR mbelain dan bantu aku”. MAR
membantu siswa yang kesulitan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa MAR sering
menjenguk IND yang tidak masuk sekolah. MAR lebih mudah membantu dan
menolong teman yang kesulitan.
b. Bentuk Akomodasi
Aspek yang kedua ialah akomodasi yang merupakan bentuk interaksi
assosiatif. Aspek ini terdiri dari beberapa indikator antara lain senang tampil di
hadapan umum, berani bertanya kepada guru, bergabung dengan sekelompok
1) Senang Tampil di Hadapan Umum
Aspek dari bentuk akomodasi dapat dilihat dari keberanian dan percaya diri
siswa untuk tampil di hadapan umum. MAR memiliki keberanian untuk tampil di
depan kelas. MAR tampak senang dengan beberapa kegiatan yang tidak
berhubungan dengan membaca dan menulis.
MAR memiliki sikap percaya diri dengan apa yang disukainya dan sesuai
dengan keinginannya. Hal ini diperlihatkan MAR ketika menjadi petugas pengibar
bendera. Selain itu, pada saat latihan upacara observasi tanggal 3 Maret 2017,
MAR terlihat menginginkan untuk menjadi petugas pemimpin upacara. MAR
tampak senang dan percaya diri.
Demikian sama halnya MAR yang tampak aktif mengumandangkan adzan
shalat dhuhur. Saat bel istirahat kedua berbunyi, MAR langsung bergegas menuju
kamar mandi untuk mengambil air wudhu. MAR segera ke mushola dan
mengumandangkan adzan. MAR juga pernah diganggu oleh SKI saat adzan,
namun MAR tetap melanjutkannya.
MAR merasa senang saat guru memberi kesempatan tampil maju di depan
kelas. Hal ini sesuai dengan wawancara MAR yang mengatakan “Merasa senang”.
MAR juga tampak senang ketika maju ke depan kelas saat pelajaran Matematika.
Saat itu, guru meminta salah satu siswa untuk menggambarkan sudut, MAR
mengacungkan jari pertama daripada siswa lain. MAR maju untuk
menggambarkan sudut tumpul.
Berbeda dengan hal di atas, MAR memiliki rasa kurang percaya diri saat
rasa minder dalam hal membaca. “MAR senang tetapi mindernya karena
kemampuan membaca belum bisa jadi kurang PD aja. Kalau MAR lancar
membaca akan mendukung percaya dirinya juga”.
Informasi yang sama diperoleh peneliti saat mewawancarai SLV “Dia itu
gak malu tapi kalau disuruh dongeng pas kulma malu” (lampiran 4 halaman 114).
HEA juga mengatakan bahwa “MAR itu orangnya isinan (malu) kalau maju
membaca misale” (lampiran 4 halaman 110). Dari informasi di atas, MAR
memiliki rasa minder saat diminta untuk mendongeng dan hal yang berkaitan
dengan membaca.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa MAR
senang dan percaya diri tampil di hadapan umum dengan hal yang sesuai
keinginannya. Keinginannya tersebut seperti menjadi petugas upacara,
mengumandangkan adzan, dan tanya jawab soal Matematika. Sebaliknya, MAR
kurang menyukai dan merasa minder dengan hal yang berkaitan dengan
membaca.
2) Berani Bertanya pada Guru
Kegiatan bertanya antara siswa dan guru merupakan hal yang wajar dalam
pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Hal demikian terjadi pada siswa
karena siswa kurang paham dengan apa yang dijelaskan oleh guru. Sehingga
dengan bertanya siswa menjadi lebih paham. Hal ini juga dialami oleh MAR,
MAR berani bertanya kepada guru.
Berdasarkan observasi, MAR lebih sering bertanya ketika kurang
yang tidak dapat dibacanya. MAR berani bertanya kepada guru dan mengakui
bahwa MAR kurang lancar dalam membaca. Pada saat pelajaran PKn mengenai
Bangga menjadi Bangsa Indonesia dan Mengenal Pancasila, MAR berani bertanya
kepada guru “Bu, Pancasila nomer 2 itu apa?” (lampiran 8 halaman 139). Selain
itu, MAR tampak aktif tanya jawab dengan guru pada saat pelajaran. Observasi
14, pada saat pelajaran Bahasa Jawa mengenai Aksara Jawa, MAR bertanya
kepada guru apa yang kurang dimengerti “Bu, yang ini gimana buatnya?”.
Berdasarkan wawancara dengan guru MAR bertanya ketika guru sudah
menawarkan untuk bertanya berkali-kali, “Kalau saya pancing duluan baru tanya,
kalau gak dipancing ya diam. „Ada yang bertanya?‟ masih diam. „Sudah paham
tentang ini?‟ belum bu”. Satu kali pertanyaan belum tentu MAR mau bertanya.
Dua tiga kali dipancing-pancing terus baru MAR mau bertanya”.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa MAR berani
bertanya kepada guru mengenai sesuatu yang tidak dimengertinya. MAR berani
mengajukan pertanyaan berupa tulisan yang tidak dapat dibacanya. MAR jarang
bertanya mengenai materi pelajaran.
3) Bergabung dengan Sekelompok Teman di Luar Jam Pelajaran
Hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas, guru olahraga, dan
beberapa teman MAR menunjukkan bahwa MAR lebih sering bergabung dengan
siswa lain di luar jam pelajaran. MAR merupakan siswa yang memiliki keakraban
tinggi. Hasil observasi menunjukkan bahwa MAR dapat memulai berinteraksi
Berdasarkan observasi ke 12, MAR bergabung dengan beberapa siswa kelas
I yang sedang duduk-duduk. MAR tampak senang saat bersama dengan
teman-temannya. Selain itu, MAR mengunjungi kelas-kelas lain seperti kelas I, IV, dan
V. MAR kerap terlihat masuk di kelas IV. Berdasarkan hasil wawancara dengan
MAR, MAR mengatakan “Ya lihat-lihat aja njuk pergi”. MAR hanya
melihat-lihat dan terkadang bertanya kemudian pergi.
MAR kerap terlihat bersama IND pada saat istirahat. MAR jajan dan
duduk-duduk di depan kantin. MAR bergabung dengan siswa lain saat istirahat. MAR
bercanda dengan siswa yang lain. Siswa lain juga terlihat senang adanya MAR
yang ikut bergabung, namun terdapat beberapa siswa yang kurang senang dengan
kedatangan MAR dikarenakan MAR sering menjahili teman-temannya.
Hal ini sesuai dengan wawancara bersama Guru Olahraga yang
mengungkapkan “Iya ikut berkumpul kadang-kadang sempat ikut bicara sambil
cengengesan” (Pak MA, lampiran 6 halaman 123). MAR ikut bergabung dengan
sekelompok teman saat istirahat dan terkadang juga berbicara.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pada indikator bergabung dengan
sekelompok teman di luar jam pelajaran, MAR ikut bergabung dengan siswa lain.
MAR juga tidak jarang berbicara saat sedang berkumpul.
4) Berkomunikasi dan Bercanda dengan Teman
Komunikasi merupakan hal penting karena termasuk syarat terjadinya
interaksi sosial. Interaksi sosial siswa dapat ditunjukkan dari bagaimana cara
siswa tersebut berkomunikasi dengan teman-temannya. Hal ini juga tampak pada
menunjukkan MAR melakukan komunikasi seperti pada siswa umum lainnya
meskipun teridentifikasi slow learner.
MAR berkomunikasi dengan cukup baik. MAR melakukan komunikasi
dengan siapapun baik dengan siswa maupun guru. MAR sering terlihat antusias
dalam bercerita kepada teman-temannya. MAR juga memberitahu beberapa hal
saat MAR masih berada di Lombok.
Berdasarkan dari wawancara dengan HEA, HEA mengatakan “Ya
kadang-kadang kalau lagi menyendiri itu deketi dan nyapa saya njuk guyon-guyon.
Menurut saya kalau dia itu bacane ya lancar ya seneng cerita”. MAR mulai
menyapa siswa lain dan mengajak bercanda.
Selain itu, MAR merupakan salah satu siswa SD Muhammadiyah 2
Magelang yang sering jahil dengan teman-temannya. Guru Olahraga juga
mengatakan bahwa MAR merupakan siswa yang jahil dan usil. Dari data
observasi ke 8, MAR menjahili SLV terlebih dahulu. MAR memulai dengan
mencoret-coret kertas SLV. Kemudian MAR minta maaf pada SLV tetapi masih
tetap jahil. Keterangan yang sama juga diperoleh dari wawancara dengan SLV.
Berikut kutipan wawancara dengan SLV
“Iya jahil banget kalau sama aku. Dulu pernah dia masang sandal di atas pintu,
terus pas aku buka pintu kan gak tau. Teko-teko ngenain aku sandale. Terus
aku bilang „tak andake lho‟. Dia bilang „sorry-sorry kan mung guyon‟ gitu.”
(SLV, lampiran 4 halaman 115).
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa MAR
memiliki komunikasi yang bagus dengan siswa lain. MAR senang mengajak
bercanda siswa lain sehingga siswa lain juga memberikan komunikasi yang baik
c. Bentuk Persaingan
Persaingan merupakan bentuk interaksi dissosiatif. Aspek persaingan terdiri
dari dua indikator di antaranya bersaing untuk mendapatkan nilai yang baik dan
bersaing dalam kepemilikan alat sekolah yang baru.
1) Bersaing untuk Mendapatkan Nilai yang Baik
Siswa berkebutuhan khusus tidak kalah dengan siswa lain yang
menginginkan hasil belajar yang tinggi. Hal ini terjadi pada MAR yang juga
menginginkan hasil belajar dan nilai yang baik. Berdasarkan wawancara dengan
MAR mengatakan “Ya pengen. Tapi kalau nilai udah segitu ya udah”.
Hasil wawancara dan observasi menunjukkan MAR sedih ketika
mendapatkan nilai rendah meskipun terkadang biasa saja. MAR memiliki tingkat
keputusasaan yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan pada observasi ke 18 MAR
tampak mudah menyerah dan mengucapkan “Gak bisa e Bu” saat mengerjakan
soal Bahasa Inggris. MAR memiliki kesulitan dengan kegiatan yang berhubungan
dengan membaca dan menulis. Hal ini terlihat saat observasi 11 MAR berkata
“Aku tidak bisa kalau didikte”.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa MAR memiliki
motivasi diri yang kurang untuk mendapatkan nilai baik. Hal tersebut teramati
dari ketika mengerjakan soal dan mendapatkan nilai yang diperoleh.
2) Bersaing dalam Kepemilikan Alat Sekolah Baru
Alat sekolah menjadi kebutuhan penting bagi siswa sekolah dasar tak
terkecuali siswa berkebutuhan khusus. Siswa berkebutuhan khusus yang
dengan alat sekolah baru. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan MAR
tidak memiliki keinginan untuk bersaing dengan siswa lain yang berkaitan dengan
alat sekolah.
MAR cenderung memuji siswa yang memiliki alat sekolah baru. Hal ini
sesuai dengan wawancara beberapa teman-teman MAR. SLV, KKH dan HEA
mengatakan bahwa MAR tidak iri melihat siswa lain yang memakai alat sekolah
baru. MAR juga tidak pamer ketika memiliki alat sekolah baru. Guru kelas
mengungkapkan “Enggak. Hanya saja ketika MAR punya alat sekolah baru sering
ditata di mejanya tetapi tidak memamerkan kepada teman-temannya”.
MAR memakai sepatu baru pada saat observasi ke-17. MAR tidak terlihat
mempamerkan sepatunya kepada teman-temannya. MAR memakai sepatu dengan
tali dilingkarkan ke kaki sehingga tali menyentuh tanah. Ketika diberikan saran
mengenai tali sepatu, MAR menjawab “Gak papa gini aja kok, kalau rusak ya beli
lagi” sambil ketawa (lampiran 2 halaman 104).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa MAR tidak bersaing dalam kepemilikan
alat sekolah baru. MAR juga tidak iri terhadap siswa yang memakai alat sekolah
baru. Selain itu, MAR tidak mempamerkan alat sekolah yang dimilikninya kepada
siswa lain.
d. Bentuk Kontravensi
Bentuk kontravensi termasuk bentuk interaksi disosiatif. Bentuk kontravensi
memiliki beberapa indikator antara lain memberikan dan menanggapi kritik siswa
lain, menunjukkan ekspresi kurang senang dengan teman yang lain, dan berteman
1) Memberikan dan Menanggapi Kritik Siswa Lain
Siswa SD Muhammadiyah 2 Magelang terlihat saling merespon
teman-temannya. Seperti halnya dengan MAR, MAR tak jarang memberikan
pendapatnya. Berdasarkan hasil observasi 1, MAR mengungkapkan kepada guru
bahwa gambaran milik RDH diberi gambar Sopo Jarwo.
Selain itu, MAR juga pernah memberikan tanggapan kepada guru saat
dilakukannya observasi 3. MAR berkata “Bu, langsung kasih soal aja Bu” karena
sudah cukup paham dengan materi tersebut. Tanggapan dan pendapat terkadang
diucapkan oleh MAR.
MAR menanggapi sesuatu apabila paham dengan topik yang dibicarakan.
Hal ini juga diungkapkan oleh guru kelas “Ya menanggapi kalau dia bisa, kalau
gak ya cuek-cuek aja” (lampiran 5 halaman 120). Selain itu menurut guru
olahraga ketika mendapat kritik, MAR tidak terima dan menyanggah.
Berdasarkan informasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa MAR jarang
memberikan pendapat apabila MAR paham. MAR juga memberikan tanggapan
sesuai dengan apa yang diinginkan dalam merespon suatu kondisi.
2) Menunjukkan Ekspresi Kurang Senang dengan Teman yang Lain
Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa MAR merupakan
siswa yang memiliki emosi lebih tinggi daripada siswa lain. MAR lebih cepat
emosi ketika diganggu oleh siswa yang kurang disukainya. Saat dilakukan
bersih-bersih, MAR dan beberapa teman ditunjuk untuk membersihkan kelas III.
ngendi (Jangan kesini, kamu mendapat kelas mana) sambil menunjukkan ekspresi
kurang senangnya.
MAR lebih terlihat jika memperlihatkan raut muka jengkel. Berdasarkan
hasil wawancara dengan SLV mengatakan “Pernah pas olahraga. HEA kan ingin
voli tapi MAR ingin badminton. Terus ya marah-marahan itu, MAR mau
berantem, tapi diingetke sama guru” (lampiran 4 halaman 115).
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa MAR
menunjukkan ekspresi kurang senang dengan siswa lain ketika siswa lain baik
yang kurang disukai maupun yang melakukan kesalahan.
3) Berteman dengan Siapapun
Siswa sekolah dasar umumnya senang jika memiliki teman yang banyak.
Hal ini berlaku bagi MAR yang juga memiliki banyak teman. MAR mudah
bergaul dengan siswa yang lain. Guru mengungkapkan “Anaknya mudah bergaul
kok Mbak” (lampiran 6 halaman 120). MAR merupakan siswa yang mudah
bergaul sehingga memiliki banyak teman.
Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa MAR tidak memilih
milih dalam berteman. MAR berteman dengan siapapun. MAR tidak
membeda-bedakan teman, hanya MAR terkadang lebih menjaga jarak dengan HEA.
Berdasarkan hasil observasi, MAR berteman baik dari siswa kelas I sampai siswa
kelas VI. MAR juga tidak membeda-bedakan untuk bermain dengan siswa yang
berkebutuhan khusus maupun tidak. Pada saat permainan pelajaran Olahraga,
MAR berpasangan dengan NNA (tunagrahita). MAR memperlakukan NNA
Guru kelas juga mengatakan bahwa MAR memiliki sosialisasi yang baik
dan tidak memilih-milih teman. Jika siswa lain mau bermain dengan MAR, maka
MAR pun juga mau bermain. Informasi yang sama diperoleh dari beberapa teman
MAR. mereka mengatakan MAR tidak memilih-milih dalam berteman. Berbeda
dengan itu, dari wawancara MAR mengatakan bahwa MAR memilih-milih dalam
berteman misalnya dengan HEA. Meskipun memilih, MAR tetap bermain baik
dengan HEA maupun siswa lain.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa MAR
berteman dengan siapapun baik berbeda kelas maupun berbeda jenis kelamin.
MAR tidak membeda-bedakan dalam berteman dengan siswa yang berkebutuhan
khusus maupun siswa normal sehingga MAR mempunyai banyak teman.
Dalam dokumen
INTERAKSI SOSIAL SISWA SLOW LEARNER KELAS III DI SD MUHAMMADIYAH 2 MAGELANG TUGAS AKHIR SKRIPSI
(Halaman 62-80)