• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

5. Interaksi Sosial Anak SD

Sejak lahir anak dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana ia hidup

pertama kali di lingkungan keluarga. Sesuai dengan perkembangannya anak

melanjutkan hubungan sosialnya di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah

memiliki pengaruh terhadap anak. Anak yang berperan sebagai seorang siswa

melakukan interaksi dengan teman sebayanya.

Interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan

persahabatan dan hubungan dengan peer. Persahabatan pada anak sekolah pada

umumnya terjadi atas dasar interes dan aktivitas bersama. Hubungan persahabatan

dan hubungan peer bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat antara lain ada

saling pengertian, saling membantu, saling percaya, saling menghargai dan

menerima (Monks, Knoers, & Haditono, 2001: 187).

Sementara Sutirna (2013: 119) mengungkapkan ciri anak yang masuk dalam

masa peka perkembangan sosial antara lain (a) adanya minat untuk melihat anak

lain dan berusaha mengadakan kontak sosial dengan mereka, (b) mulai bermain

dengan anak lain, (c) mencoba untuk bergabung dan bekerja sama dalam bermain,

(d) lebih menyukai pekerjaan dengan 2 sampai 3 anak yang dipilihnya sendiri.

Interaksi sosial pada masa anak-anak akhir menurut Somantri (2006: 47-49)

adalah sebagai berikut.

b. Kepekaan yang berlebihan. Kepekaan yang berlebihan diartikan sebagai

kecenderungan untuk mudah tersinggung dan menginterpretasikan bahwa

perkataan dan perbuatan orang lain sebagai ungkapan kebencian.

c. Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas. Sugestibilitas atau kemudahan

dipengaruhi oleh orang lain, bersumber pada keinginan untuk mendapat

perhatian dan penerimaan lingkungannya. Sedangkan kontra sugestibilitas

merupakan kecenderungan untuk berpikir dan bertindak bertentangan dengan

saran orang lain. Anak menunjukkan pemberontakan terhadap orang dewasa

dengan menunjukkan kontradiksi dengan orang dewasa tersebut.

d. Persaingan. Persaingan pada masa anak-anak terungkap dalam tiga bentuk,

yakni (1) persaingan di antara anggota kelompok untuk memperoleh

pengakuan di dalam kelompok, (2) konflik di antara geng dengan geng yang

menjadi saingan, dan (3) konflik antara geng dengan pihak masyarakat yang

terorganisasi.

e. Kesportifan. Merupakan kemampuan anak untuk melaksanakan kegiatan

sesuai dengan aturan permainan, bekerja sama dengan anak-anak lain dengan

jalan mengesampingkan kepentingan individu dan meningkatkan semangat

kebersamaan kelompok.

f. Tanggung jawab, yakni keinginan untuk turut mengambil bagian dalam

memikul beban. Kemampuan verbal dan keterampilan motorik anak yang

semakin berkembang menyebabkan anak mulai belajar menyelesaikan

g. Insight sosial. Merupakan kemampuan mengambil dan mengerti arti situasi

sosial serta orang-orang yang terlibat di dalamnya. Kemampuan untuk

memperoleh insight sosial dipengaruhi oleh (a) perbedaan jenis kelamin,

dimana anak perempuan cenderung lebih matang dibanding dengan anak

laki-laki, (b) kecerdasan, (c) status anak dalam kelompok, dan (d)

kepribadian anak.

h. Diskriminasi sosial. Anak-anak menunjukkan sikap bahwa anggota kelompok

mempunyai nilai yang sama tetapi orang-orang yang tidak menjadi anggota

kelompoknya mempunyai nilai yang lebih rendah. Perbedaan itu dapat

disebabkan oleh agama, ras, taraf sosial, ekonomi, dan sebagainya.

i. Prasangka. Prasangka terbentuk melalui beberapa cara, yaitu (a) pengalaman

yang tidak menyenangkan ketika berinteraksi dengan suatu kelompok, (b)

nilai-nilai kultur yang diterima begitu saja, (c) imitasi dari orang tua, guru,

teman seusia, (d) pendidikan yang diperoleh dari orang tua, guru, atau orang

dewasa lainnya mengenai prasangka tertentu.

Anak yang memasuki perkembangan sosial akan lebih terbuka dalam

bersosialisasi. Dini P. Daeng S dalam Shanty (2012: 15-17) menyatakan empat

faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi yaitu:

a. adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya dari

berbagai usia dan latar belakang.

b. adanya minat dan motivasi untuk bergaul.

c. adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang biasanya menjadi

d. adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak.

Sosialisasi dengan teman sebaya sangat penting bagi siswa SD. Hal ini

sependapat dengan Izzaty, Suardiman, Ayriza, et al. (2013: 112) yang

memaparkan bahwa interaksi dengan keluarga dan teman sebaya memiliki peran

yang penting. Dalam hal ini proses sosialisasi banyak terpengaruh oleh guru dan

teman sebaya. Identifikasi bukan lagi terhadap orangtua, melainkan terhadap guru.

Selain itu, anak tidak lagi bersifat egoisentris, ia telah mempunyai jiwa kompetitif

sehingga dapat memilah apa yang baik bagi dirinya, mampu memecahkan

masalahnya sendiri dan mulai melakukan identifikasi terhadap tokoh tertentu yang

menarik perhatiannya (Dewi, Oktiawati, & Saputri, 2015: 35). Perkembangan

sosial tidak dapat terlepas dengan interaksi sosial. Anak usia SD berinteraksi

sesuai dengan tahapan usianya. Interaksi sosial pada anak usia SD (7-12 tahun)

meliputi:

a. mampu bekerja sama;

b. bersifat terbuka dan senang bercanda dalam kehidupan sehari-hari;

c. senang mencari perhatian, dengan menjadi asisten guru, membangun

kedekatan dengan guru, menginginkan pengakuan orang dewasa, senang

tampil di depan orang dewasa dan menantang mereka dalam suatu

permainan;

d. bersikap cukup percaya diri, mengetahui segala sesuatu dan tidak melakukan

kesalahan;

e. meniru pakaian, gaya rambut, dan sikap dari tokoh olahraga dan selebritis

f. bergabung dalam kelompok bermain, lebih senang bermain dalam kelompok

dimana penerimaan oleh teman sangatlah penting, merasa khawatir apabila

tidak disukai, mudah sakit hati, mudah terluka perasaannya, menangis atau

mengatakan sesuatu dengan keras kepala;

g. mencari persahabatan berdasarkan kesamaan umur dan jenis kelamin dan

mengkritik teman yang berbeda jenis kelamin;

h. senang menghabiskan waktu bersama teman-teman, mencari persahabatan

berdasarkan minat yang sama dan kedekatan (anak-anak tetangga atau teman

sekelas);

i. mengerti dan menghargai kenyataan bahwa beberapa anak lebih berbakat

dalam bidang tertentu, seperti menggambar, olahraga, membaca, kesenian,

dan musik;

j. masih terjadi perselisihan dan suka mengadu baik dalam permainan dua

orang atau kelompok;

k. mudah menyalahkan orang lain atau menciptakan alibi untuk menjelaskan

kekurangannya atau kesalahannya;

l. menganggap kritik sebagai serangan pribadi, mudah frustasi dan jengkel bila

tidak mampu menyelesaikan tugas atau ketika hasilnya tidak memenuhi

harapan;

m. menghadapi frustasi dengan ledakan emosi pada usia kelas rendah dan lebih

sedikit ledakan emosi pada usia kelas tinggi, mampu mengutarakan hal yang

mengganggu pikirannya, menggunakan kata-kata dengan ekspresi wajah dan

n. menanggapi nama julukan dan godaan bila diprovokasi (Allen & Marotz,

2010: 177-209)

Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli di atas, maka dalam penelitian ini

siswa SD melakukan interaksi sosialnya lebih banyak dengan peer. Siswa SD

bersosialisasi dengan teman sebayanya melalui aktivitas kesehariannya di sekolah.

Beberapa bentuk interaksi sosial siswa SD seperti saling bekerja sama, tanggung

jawab, bersikap percaya diri, meniru gaya orang lain, mencari persahabatan, dan

memiliki jiwa kompetitif sehingga mampu memecahkan masalahnya sendiri.

Dokumen terkait