• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

B. Siswa Slow Learner

1. Pengertian Siswa Slow Learner

Anak yang mengalami slow learner merupakan bagian dari anak kebutuhan

khusus (ABK). Anak slow learner dapat ditemui di sekolah inklusi sehingga

biasanya mendapat julukan siswa slow learner. Siswa slow learner disebut juga

siswa lamban belajar. Siswa tersebut merupakan siswa yang mempunyai prestasi

belajar rendah dengan IQ di bawah rata-rata. Hal ini sependapat dengan Yusuf

dalam Triani & Amir (2013: 3) yang mengemukakan bahwa anak yang prestasi

belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit di bawah rata-rata disebut anak yang

lamban belajar. Sejalan dengan itu, Yusuf (2005: 70) menyatakan bahwa anak

yang ber IQ antara 70-90 termasuk kategori “border line” (garis batas) yang

secara pendidikan disebut “slow learner” (lamban belajar).

Menurut Budiyartati (2014: 29), siswa slow learner atau lamban belajar

namun belum dikategorikan sebagai tunagrahita. Klasifikasi lamban belajar yang

dikemukakan oleh Triman Prasadio (Mumpuniarti, 2007: 14) yaitu :

a. retardasi sekolah IQ 86-90

b. borderline IQ 70-85

c. ringan (mild) IQ 50-60

d. sedang (moderate) IQ 36-49

e. berat (severe) IQ 20-30

f. sangat berat IQ 0-19

Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa siswa slow learner dengan IQ 70-85

masuk dalam kategori borderline. Selain itu, berada satu tingkat di atas

tunagrahita sehingga definisi slow learner dan tunagrahita berbeda.

Berdasarkan paparan beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

siswa slow learner ialah siswa yang memiliki prestasi belajar rendah dan berada

pada tingkat di bawah siswa pada umumnya yang memiliki IQ 90-109. Apabila

dilakukan tes IQ, maka hasil IQ siswa slow learner berkisar antara IQ 70-90.

2. Karakteristik Siswa Slow Learner

Siswa slow learner sering disebut juga siswa lamban belajar. Siswa tersebut

memiliki karakteristik yang berbeda dengan siswa berkebutuhan khusus lainnya.

Triani & Amir (2013: 10-12) menyatakan beberapa karakteristik dari siswa

lamban belajar atau slow learner antara lain sebagai berikut.

a. Inteligensi

Inteligensi siswa lamban belajar atau slow learner berkisar antara 70- 90

learner biasanya mengalami masalah pada hampir semua mata pelajaran terutama

yang berkenaan dengan hafalan dan pemahaman. Nilai belajar siswa slow learner

rendah apabila dibandingkan dengan teman-teman di kelasnya. Sementara

Kustawan & Meimulyani (2013: 88-89) juga mengungkapkan bahwa siswa

lamban belajar atau slow learner rata-rata memiliki prestasi yang rendah, sering

terlambat dalam menyelesaikan tugas-tugas daripada teman-teman seusianya,

daya tangkap terhadap pelajaran lambat, dan pernah tidak naik kelas. Anak yang

memiliki inteligensi sedikit di bawah rata-rata (slow learner) memerlukan

penjelasan dengan menggunakan berbagai metode dan berulang-ulang agar slow

learner dapat memahami pelajaran dengan baik (Yusuf, 2005: 59).

b. Bahasa

Siswa lamban belajar atau slow learner mengalami kesulitan dalam

menemukan dan menggabungkan kata-kata (Chauhan, 2011: 283). Selain itu,

kesulitan yang dialami siswa slow learner dalam bahasa ekspresif atau

menyampaikan ide atau gagasan maupun dalam memahami percakapan orang lain

atau bahasa reseptif (Triani & Amir, 2013: 10). Siswa slow learner kurang jelas,

kurang lancar, dan tidak tepat dalam menggunakan bahasa. Selain aspek bahasa

secara lisan, siswa slow learner juga mengalami kesulitan dalam bahasa tulis. Hal

ini sejalan dengan Cece Wijaya (dalam Mulyadi, 2010: 125) yang

mengungkapkan bahwa siswa slow learner juga mengalami kesulitan dalam

c. Emosi

Siswa lamban belajar atau slow learner memiliki emosi yang kurang stabil.

Hal ini ditandai dengan cepat marah, meledak-ledak, dan sensitif terhadap apa

yang dihadapi. Triani & Amir (2013: 11) menyatakan bahwa siswa slow learner

biasanya cepat patah semangat apabila terdapat suatu hal yang membuatnya

tertekan atau melakukan kesalahan.

d. Sosial

Triani & Amir (2013: 12) mengungkapkan bahwa siswa lamban belajar atau

slow learner biasanya kurang baik dalam bersosialisasi. Siswa slow learner lebih

senang bermain dengan teman di bawah usianya karena siswa slow learner dapat

menggunakan bahasa yang sederhana ketika berkomunikasi. Hal ini sejalan

dengan Borah (2013: 140) yang menyatakan siswa slow learner juga memiliki

ketidakmatangan dalam menjalin hubungan dengan anak seusianya.

e. Moral

Siswa lamban belajar atau slow learner mengetahui aturan yang berlaku,

namun siswa slow learner tidak memahami untuk apa peraturan tersebut dibuat.

Siswa slow learner sering terlihat melanggar peraturan. Hal ini disebabkan oleh

kemampuan memori siswa slow learner yang terbatas sehingga sering lupa. Oleh

karena itu, siswa slow learner sebaiknya sering diingatkan mengenai aturan

tersebut (Triani & Amir, 2013: 12).

Selain beberapa karakteristik di atas, siswa slow learner atau lamban belajar

memiliki kemampuan konsentrasi yang lemah dan terbatas. Hal ini sejalan dengan

konsentrasi yang terbatas. Siswa slow learner kurang memberikan perhatian

sehingga apa yang didengarkan tidak dilakukan. Reddy, Ramar, & Kusuma (2006:

10) mengungkapkan siswa slow learner tidak bisa berkonsentrasi lebih dari 30

menit pada saat pembelajaran yang sebagian besar menggunakan penjelasan

verbal. Hal serupa juga diungkapkan oleh Cece Wijaya (dalam Mulyadi, 2010:

125) yang mengungkapkan bahwa siswa slow learner memiliki daya lekat

(retensi) yang miskin dalam segala bentuk kegiatan belajar.

Lemahnya konsentrasi dan perhatian mempengaruhi daya memori pada

siswa slow learner. Siswa slow learner memiliki memori yang lemah sehingga

kurang mampu dalam mengekspresikan ide atau gagasannya. Siswa slow learner

mengulang beberapa kali dalam memahami materi. Mulyadi (2010: 125)

menyebutkan beberapa tingkah laku yang ditunjukkan oleh siswa slow learner

seperti berikut ini.

a. Lambat dalam menerima pelajaran, lambat dalam mengelola pelajaran,

lambat dalam membaca, lambat dalam memahami bacaan, lambat dalam

menyelesaikan pekerjaan, dan tugas, dan lambat dalam memecahkan

masalah, dsb.

b. Memiliki perilaku yang tidak produktif dan memiliki kebiasaan yang tidak

baik.

c. Kurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi, kurangnya kemampuan dalam

mengingat, kurangnya kemampuan dalam membaca, kurangnya kemampuan

dalam berkomunikasi, kurangnya kemampuan dalam memimpin, kurangnya

d. Prestasi yang rendah dalam belajar dan mengajar.

Sementara Oemar Hamalik (2008: 184) menjelaskan bahwa beberapa

karakteristik anak lamban belajar diantaranya, a) anak belajar dalam unit-unit

yang lebih singkat; b) anak membutuhkan pemeriksaan kemajuan yang lebih

intensif dan membutuhkan banyak perbaikan; c) anak mempunyai perbendaharaan

bahasa dan daerah perhatian yang lebih terbatas; d) anak tidak melihat adanya

kesimpulan atau pengertian sesudahnya; e) anak kurang memiliki kemampuan

kreatif dan merencanakan; f) anak lebih lambat memperoleh keterampilan

mekanis dan metodis; g) anak lebih mudah mengerjakan tugas-tugas rutin, tetapi

mengalami kesulitan dalam membaca dan melakukan abstraksi; h) anak cepat

dalam mengambil kesimpulan, tetapi kurang kritis dan mudah puas dengan

jawaban yang dangkal; i) anak kurang senang dengan kemajuan orang lain; j)

kesulitan belajar anak bertumpuk-tumpuk; k) anak mempunyai ruang minat yang

sempit; l) anak kurang mampu dalam melihat hasil akhir perbuatannya, dan anak

tidak dapat melihat unsur-unsur yang bersamaan dalam beberapa situasi yang

berbeda.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

karakteristik siswa slow learner dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain

kemampuan intelegensi, bahasa, emosi, sosial, moral, konsentrasi, dan memori.

Siswa slow learner kurang mampu dalam memaksimalkan aspek-aspek tersebut.

Dokumen terkait