• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Penelitian

Pengendalian Internal adalah sebuah rencana organisasi, metode dan pengukuran yang dipilih oleh kegiatan usaha untuk mengamankan harta kekayaan perusahaan, mengecek keakuratan, dan keandalan data akuntansi usaha tersebut, meningkatkan efisiensi operasional dan

mendukung di patuhinya kebijakan manajerial yang telah ditetapkan. Hesty (Reginaldo, dkk : 2013)

System pengendalian Intern merupakan suatu system yang dirangkai dalam mencakup seluruh proses organisasi mengelola informasi secara akurat yang digunakan perusahaan untuk memberi jaminan dalam melindungi asset perusahaan.

Hasil observasi pegawai Bank BTPN dilihat dari system pengendalian intern piutang sebagai pelaksana teknis, tentunya akan diperoleh keterangan tentang bagaimana bagaimana pengendalian itu dilaksanakan. Pengendalian intern meliputi lima unsur yang dikemukakan COSO (Reginaldo, dkk : 2013), yaitu 1) lingkungan pengendalian, 2) penilaian resiko, 3) pengendalian aktivitas, 4) informasi dan komunikasi dan 5) monitoring (Pemantauan). Kelima unsur pengendalian intern ini menjadi konsep yang dibahas pada bagian ini.

1. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian adalah pembentukan suasana organisasi serta memberi kesadaran tentang pentingnya pengendalian bagi suatu organisasi ada beberapa factor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah sebagai berikut : a) integritas dan nilai etika; b) komitmen terhadap kompetensi; c) partisipasi dewan direksi dan tim auditor; d) filosofi dan gaya manajemen; e) struktur organisasi; f) pemberian wewenang dan tanggung jawab; g) kebijakan mengenai sumber daya manusia dan penerapannya.

a) Integritas dan Nilai Etika

integritas dan nilai etika pada unsur lingkungan pengendalian bertujuan agar tersedia standar acuan yang memberikan arah bagi organisasi dalam menyelenggarakan sistem internal. Integritas dan nilai etika merupakan produk standar etika, perilaku organisasi dan bagaimana standar itu dikomunikasikan serta didorong untuk dilaksanakan. Standar tersebut mencakup tindakan-tindakan manajemen untuk menghindarkan atau mengurangi dorongan seseorang untuk bertindak tidak jujur, melanggar hokum atau tindakan yang tidak etis. Hasil wawancara informan pegawai Bank BTPN cabang Makassar bahwa :

“…. semua karyawan bawahan saya sudah menerapkan etika dengan baik sesuai procedural yang ada pada IO” (DA wawancara pada tanggal 15 oktober 2020)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, menunjukkan bahwa pegawai Bank BTPN cabang Makassar telah menerapkan integritas dan etika yang baik sesuai yang ada pada IO. Hasil wawancara tersebut juga didukung oleh informan selaku Branch Head yang mengatakan bahwa:

“….. integritas dan nilai etika telah diterapkan dengan baik berdasarkan prosedur operasional yang berlaku yang telah terprogram dalam IO”. (SY wawancara pada tanggal 17 Oktober 2020).

Hasil wawancara diatas dengan informan dapat dipahami bahwa integritas dan nilai etika telah diterapkan dengan baik sesuai prosedur yang berlaku di dalam perusahaan, hal ini di tandai dengan adanya sistem IO (instruksi informasi) sehingga semua pegawai dapat berperilaku jujur dan jauh dari perilaku menyimpang.

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan integritas dan nilai etika dalam pelaksanaan pengendalian intern

piutang sudah diterapkan sebagaimana mestinya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak yang ada pada instruksi informasi (IO).

b) komitmen terhadap kompetensi

kompetensi adalah suatu pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas yang merumuskan tugas-tugas individu. Komitmen atas kompetensi mencakup pertimbangan manajemen puncak tingkat kompetensi untuk tugas-tugas tertentu dan bagaimana tingkat-tingkat kompetensi ini diterjemahkan ke dalam pengetahuan dan keahlian yang di persyaratkan.

Berikut hasil wawancara penulis dengan Area Head mengenai komitmen terhadap kompetensi dalam pengendalian internal yaitu sebagai berikut :

“….. semua karyawan yang ada diposisinya sekarang itu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dengan menerapkan standar operasional prosedur, tidak ada pelatihan khusus seperti diklat-diklat itu tidak ada, sesuai kemampuan yang dimiliki saja” (wawancara DA pada tanggal 15 Oktober 20120).

Hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa tidak ada pelatihan khusus yang diberikan kepada pegawai Bank BTPN, hanya saja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya pegawai tempatkan pada bidang-bidang berdasarkan kemampuan yang dimiliki dan melaksanakan tugasnya berdasarkan SOP yang berlaku. Hasil wawancara tersebut senada dengan informan selaku Mobile Service Office yang mengatakan bahwa :

“….. tidak ada pelatihan khusus, hanya saja sesuai bidang dan kemampuan yang dimiliki menerapkan sesuai standar operasional” (wawancara A pada tangga 18 Oktober 2020).

Hasil wawancara diatas didukung dengan informasi yang diperoleh dari informan selaku Brands Authorizer yang mengatakan bahwa :

“….. kalau kompetensi itu berdasarkan pada kemampuan masing-masing saja sesuai keahlian yang dimiliki, tidak ada pelatihan khusus yang diberikan”. (wawancara FN tanggal 18 Oktober 2020).

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada komitmen dalam kompetensi, hal ini dikarenakan pimpinan atau organisasi tidak menyediakan pelatihan khusus yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusianya sehingga kemampuan yang dimiliki dapat ter-upgrade sehingga dalam pengendalian intern dapat berjalan efektif dan tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya kemampuan pegawai yang berada di bidangnya.

c) Partisipasi

Partisipasi yang dimaksud disini adalah menyangkut keterlibatan diri/ego dan tidak semata-mata keterlibatan diri dalam pekerjaan atau tugas saja dengan keterlibatan dirinya, berarti juga keterlibatan perasaan dan pikirannya. Berikut ini hasil wawancara oleh informan selaku Area Head mengenai partisipasi dalam pelaksanaan pengendalian terhadap pemerian kredit kepada calon debitur:

“….. iya, jadi saya juga ikut berpartisipasi untuk kembali melakukan validasi apakah ada kesalahan dalam pengajuan kredit.” (wawancara DA pada tanggal 15 Oktober 2020).

Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pengendalian intern piutang, pemimpin juga turut berpartisipasi melakukan validasi agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan dalam proses pengajuan kredit. Hal tersebut juga dibenarkan dari hasil wawancara informan selaku Branch Head yang mengatakan bahwa:

“….. iya, jadi AH juga ikut berpartisipasi dalam proses pemberian kredit, tapi hanya sebagai validator kalau-kalau ada kesalahan

dalam pengajuan kredit, artinya AH hanya berperan sebagai legitimasi atau yang mengesahkan apakah pemberian kredit itu disetujui atau tidak” (wawancara SY pada tanggal 17 Oktober 2020)

Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa AH ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pengendalian terhadap pemberian pinjaman kredit kepada debitur, namun perannya hanya sebagai validator saja yaitu mengecek apakah pemberian kredit disetujui atau tidak.

d) Menetapkan kewenangan dan tanggung jawab

Wewenang adalah sejumlah kekuasaan dan hak yang didelegasikan pada suatu jabatan, dengan kata lain kewenangan adalah hak untuk memberikan perintah, pesan atau instruksi untuk menyelesaikan segala sesuatu yang ditugaskan. Wewenang selalu mengalir dari atas ke bawah. Ini berarti seorang atasan harus menjelaskan dengan jelas bagaimana bawahannya melakukan pekerjaan yang didelegasikan serta menjelaskan apa yang diharapkan dari pendelegasian wewenang tersebut agar dapat menerima hasil kerja sesuai dengan harapan dan keinginannya. Wewenang harus disertai dengan tanggung jawab yang sama. Tanggung jawab tanpa wewenang yang memadai dapat menyebabkan ketidak puasan dan kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. Seseorang memiliki tanggung jawab atas pekerjaan yang di bebankannya. Jika seseorang melakukan tugasnya dengan baik, maka orang yang bersangkutan akan mendapat reward. Namun jika seseorang tidak dapat melaksanakan tugasnya seperti yang telah ditetapkan maka dia juga akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan informan pegawai Bank BTPN Makassar selaku Area Head mengatakan bahwa:

“…. iya jadi setiap pegawai memiliki tanggung jawab masing-masing agar pekerjaan tidak terganggu atau berbenturan”. (DA wawancara pada tanggal 15 Oktober 2020)

Hasil wawancara diatas senada dengan informan selaku Costumer Service yang mengatakan bahwa:

“….. setiap pegawai disini tanggung jawabnya beda, pekerjaannya juga beda-beda, setiap pegawai bertanggung jawab pada devisinya masing-masing, sehingga tidak ada rangkap jabatan, sesuai yang ada dalam struktur organisasi”. ( LP wawancara pada tanggal 20 Oktober 2020).

Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan, pegawai bertanggung jawab pada devisi masing-masing sesuai garis komando struktur organisasi sehingga pekerjaan tidak berbenturan. Informasi yang sama juga penulis dapatkan oleh informan selaku Back Office yang mengatakan bahwa:

“….. iya jadi wewenang dan tanggung jawab itu sudah ditetapkan dalam struktur organisasi, jadi setiap pegawai punya tanggung jawab dan wewenang masing-masing”. (UM wawancara pada tanggal 21 Oktober 2020)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kewenangan dan tanggung jawab telah ditetapkan dalam struktur organisasi sehingga secara jelas struktur tersebut dapat memberi gambaran mengenai tanggung jawab masing-masing pegawai sehingga pekerjaan yang dilakukan tidak berbenturan dengan pekerjaan lainnya.

e) Menegakkan akuntabilitas

Proses delegasi wewenang tidak sebatas hanya sampai pada pembagian wewenang dari atasan ke bawahannya, karena pada waktu yang sama harus menjadi kewajiban terhadap tugas yang ditugaskan ke bawahan. Tanggung jawab sebagai factor atau kewajiban seseorang individu untuk melaksanakan tugasnya berdasarkan kemampuannya sesuai dengan

arahan dari atasan, akuntabilitas lahir dari tanggung jawab dan tanggung jawab lahir dari wewenang. Oleh karena itu, tanggung jawab dan akuntabilitas wewenang yang di delegasikan ini. Berikut hasil wawancara dengan informan selaku Area Head mengenai akuntabilitas dalam pengendalian intern piutang sebagai berikut:

“…. penegakan akuntabilitas itu sesuai kemampuan dan pemahaman terkait wewenang atau kerjaan sesuai PIC yang ditanggungkan” (AD wawancara pada tanggal 15 Oktober 2020). Dari hasil wawancara di\atas dapat diketahui bahwa penegakan akuntabilitas dilakukan sesuai dengan kemampuan dan pemahaman terhadap wewenang dan tanggung jawab yang diberikan berdasarkan PIC (Person in Charge). PIC adalah istilah yang digunakan untuk orang yang bertanggung jawab

menangani hal-hal tertentu. Artinya orang yang ditunjuk untuk bertanggung jawab atas tugas yang diberikan.

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Lingkungan Pengendalian dalam Evaluasi Pengendalian Internal Piutang Pada Bank BTPN cabang Makassar sebagai berikut:

Bank BTPN Makassar telah menerapkan integritas dan nilai etika sebagaimana mestinya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak yang ada pada instruksi informasi (IO). Namun Bank BTPN belum sepenuhnya berkomitmen pada kompetensi, hal ini dikarenakan dalam perekrutan pegawai maupun penempatan pegawai hanya mengandalkan kemampuan dan pemahaman yang dimiliki, tidak ada pelatihan khusus yang diberikan kepada pegawai untuk melengkapi kemampuan dasar yang berguna dalam menjalankan tugas serta mendorong terciptanya SDM yang baik yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Bank BTPN Cabang

Makassar dalam melaksanakan pengendalian intern piutang dalam hal ini pemberian kredit, pimpinan ikut berpartisipasi untuk melakukan validasi sehingga mencegah kesalahan-kesalahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang seperti kredit macet. Bank BTPN melalui AH telah menetapkan wewenang dan tanggung jawab kepada setiap pegawainya melalui struktur organisasi perusahaan sehingga pekerjaan tidak tumpeng tindih antara pekerjaan-pekerjaan setiap pegawai sehingga akuntabilitas dapat dijabarkan secara jelas dan efektif.

2. Penilaian resiko

Penilaian risiko melibatkan proses yang dinamis dan berulang (iterative) untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko terkait pencapaian tujuan. Risiko yang dihadapi organisasi bisa bersifat internal (berasal dari dalam) ataupun eksternal (bersumber dari luar). Risiko yang teridentifikasi akan dibandingkan dengan tingkat toleransi risiko yang telah ditetapkan. Penilaian risiko menjadi dasar bagaimana risiko organisasi akan dikelola. Salah satu prakondisi bagi penilaian risiko adalah penetapan tujuan yang saling terkait pada berbagai tingkat organisasi. Manajemen harus menetapkan tujuan dalam katagori operasi, pelaporan, dan kepatuhan dengan jelas sehingga risiko-risiko terkait bisa diidentifikasi dan di analisa. Manajemen juga harus mempertimbangkan kesesuaian tujuan dengan organisasi. Penilaian risiko mengharuskan manajemen untuk memperhatikan dampak perubahan lingkungan eksternal serta perubahan model bisnis organisasi itu sendiri yang berpotensi mengakibatkan ketidak efektifan pengendalian intern yang ada. Penilaian resiko sangat diperlukan untuk menunjang efektifitas kinerja dari suatu perusahaan.

Penilaian resiko merupakan hal yang sangat penting bagi manajemen, menentukan risiko mencakup ke semua aspek organisasi yang ada diperusahaan dan merupakan tanggung jawab yang tidak terpisahkan. Terdapat banyak hambatan atau risiko yang datang dari dalam maupun dari luar perusahaan. Risiko yang sering muncul dalam penjualan perusahaan adalah risiko kredit, di mana pelanggan tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang atas pembelian barang atau jasa. Oleh karena itu, penilaian risiko membentuk dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola oleh organisasi.

Berikut hasil wawancara dengan pegawai Bank BTPN Makassar selaku informan dalam penelitian ini sebagai berikut:

“….. dalam mengelola resiko agar tidak kredit macet atau tak terbayar langkah yang dilakukan yaitu mengidentifikasi terlebih dahulu calon debitur yang benar-benar layak untuk melakukan pinjaman atau kredit, nah untuk melihat kelayakannya ada beberapa procedural yang mesti dipenuhi, semisal KTP, KK, jaminan SK, dan terbitan terima gaji’’. ( DA wawancara pada tanggal 15 Oktober 2020)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa untuk mencegah terjadinya kredit macet, organisasi terlebih dahulu menganalisis kelayakan debitur sebelum pinjaman atau kredit diluluskan sesuai prosedur yang telah ditentukan dan kebijakan-kebijakan yang harus dipatuhi oleh calon debitur. Hasil wawancara tersebut dibenarkan oleh SY selaku Branch Head yang mengatakan bahwa:

“….. dalam upaya untuk menghindari resiko kredit macet, sebelumnya ada beberapa hal yang perlu dilengkapi oleh calon debitur, yaitu kelayakannya harus ada KTP, KK, jaminan SK dan NPWP wajib pajak dan outstanding gaji’’. (SY wawancara pada tanggal 17 Oktober 2020)

Hasil wawancara diatas juga didukung oleh informasi yang diperoleh dengan informan selaku Costumer Service yang mengatakan bahwa :

“….Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghindari resiko kredit macet, yaitu mengidentifikasi resiko sebelum calon debitur diberi pinjaman, apakah layak atau tidak, apakah debitur mampu melunasi pinjamannya, dan juga harus melengkapi procedural serta menaati kebijakan-kebijakan yang telah ditentukan oleh pihak Bank’’. (MYAB wawancara pada tanggal 16 oktober 2020) Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa dalam penilaian resiko untuk menghindari kredit macet langkah awal yang dilakukan oleh pihak Bank adalah mengidentifikasi calon debitur apakah layak untuk mendapatkan pinjaman (kredit) di mana calon debitur harus melengkapi prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen Bank sehingga resiko kredit macet dapat dihindari. Kemudian penulis melakukan wawancara secara mendalam mengenai penilaian resiko terkait tindakan yang dilakukan pihak Bank mengenai kredit yang telah jatuh tempoh.

“…. ya, pihak Bank akan melakukan penyuratan terkait tunggakan angsuran jika melewati batas yang diajukan pada surat tersebut kami mengarahkan ke pihak collections.” ( N wawancara pada tanggal 19 oktober 2020)

Hasil wawancara diatas bahwa apabila kredit telah jatuh tempoh maka pihak Bank akan melakukan penyuratan kepada debitur, yang di mana tugas tersebut merupakan wewenang oleh pihak collections yang dimana akan memberi informasi mengenai tunggakan angsuran yang harus dilunasi ketika kredit telah jatuh tempoh. Informasi tersebut didukung oleh informan selaku Back Office yang mengatakan bahwa:

“….. untuk prosedur kredit macet, apabila konsumen telah menunggak selama waktu yang telah ditentukan dan disepakati, pihak bank akan memberlakukan kebijakan penarikan harta benda si konsumen. (AJ wawancara pada tanggal 21 oktober 2020).

Hasil wawancara diatas juga senada dengan informasi yang diterima oleh informan yang juga masih sebagai Back Office yang mengatakan bahwa:

“….. ketika kredit telah jatuh tempoh namun debitur tidak membayar tagihan angsuran, maka pihak Bank akan memberikan informasi dengan cara menyurati si debitur, di mana surat tersebut memuat informasi mengenai tunggakan angsuran yang belum dibayar, kemudian kaluar tidak ada tindakan dari debitur tersebut, maka pihak Bank akan melakukan penyitaan harta benda, sesuai kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan dan disepakati oleh debitur tersebut”. (UM wawancara pada tanggal 21 oktober 2020) Berdasarkan hasil wawancara diatas diketahui bahwa untuk menghindari kerugian akibat dari tunggakan angsuran yang dilakukan oleh debitur, maka pihak Bank akan memberlakukan kebijakan penyitaan terhadap harta benda debitur yang bersangkutan, sehingga kredit tak terbayar dapat diatasi.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Penilaian Resiko dapat disimpulkan bahwa Bank BTPN Makassar dalam mengantisipasi terjadinya kredit tak terbayar atau kredit macet telah mempunyai prosedur dan kebijakan untuk mengawasi dan mengendalikan resiko tersebut. Debitur yang tidak mampu melakukan pembayaran tunggakan dan telah melampaui batas yang telah ditentukan maka akan dilakukan penyitaan harta benda yang dimiliki, kemudian harta benda tersebut akan dilelang untuk menutupi utang debitur tersebut.

3. Aktivitas Pengendalian

Menurut COSO, aktivitas pengendalian adalah tindakan-tindakan yang ditetapkan melalui kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen untuk mengurangi risiko terhadap pencapaian tujuan dilakukan. Aktivitas tersebut membantu untuk memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi resiko

dalam pencapaian tujuan entitas. Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan yang diterapkan di berbagai tingkat organisasi dan fungsi. Aktivitas pengendalian menunjukkan usaha perusahaan untuk mengidentifikasi resiko yang sedang dihadapi, seperti kecurangan (fraud). a. Pemisahan Fungsi dan Tugas

Struktur organisasi merupakan kerangka yang menjadi pembagi tanggungjawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi. Sebagai contoh yang melakukan fungsi penjualan adalah bagian Marketing, sedangkan yang bertugas menerima permohonan kredit adalah Manager Finance. Bagian Marketing yang melakukan penjualan dan membuat surat kontrak dengan pelanggan sebagai bukti adanya perjanjian jual beli secara kredit. Jika penjualan dilakukan secara tunai maka bila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan debitur belum membayarkan hutangnya maka bagian Marketing akan menghubungi dan menagih kepada debitur tersebut, dan bila perusahaan melakukan penjualan secara kredit maka saat jatuh tempo bagian finance akan mengirim tagihan kepada pelanggan tersebut untuk membayar hutangnya. Berikut hasil wawancara dengan beberapa pegawai Bank BTPN Cabang Makassar mengenai pemisahan fungsi dan tugas:

Hasil wawancara dengan informan selaku Branch Autherizer yang mengatakan bahwa:

“….. yah setiap pegawai itu memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda, BA tugasnya beda, CS juga begitu, jadi setiap devisi itu nda sama tugasnya, misalkan kaluar BA kan tugasnya itu melakukan fungsi supervisi ke teller CS, sedangkan kalau MSO itu tugasnya melakukan fungsi finansial dan nonfinansial, jadi

tugas dan fungsinya nda sama begitu”. (FN wawancara pada tanggal 18 oktober 2020).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas, dapat diketahui bahwa dalam struktur organisasi telah terjadi pemisahan tugas dan fungsi masing-masing dari setiap devisi yang ada. Informasi serupa juga penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan informan selaku Mobile Service Office yang mengatakan bahwa:

“….. iya, distruktur organisasi itu sudah dipisahkan tugasnya masing-masing jadi tidak ada yang sama, fungsinya juga begitu”. (A wawancara pada tanggal 18 oktober 2020)

Berdasarkan hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa dalam aktivitas pengendalian dengan indicator pemisahan tugas dan fungsi, telah ditetapkan dalam struktur organisasi sehingga tidak terjadi rangkap tugas dalam satu devisi di mana Area Head mempunyai tugas memastikan kegiatan service dan operasional kantor dibawah koordinasinya baik yang bersifat transaksional maupun nontransaksional, kemudian Branch Head mempunyai tugas utama melaksanakan seluruh proses dan kegiatan service maupun operasional. Kemudian Mobile Service Office bertugas

menjalankan fungsi finansial maupun nonfinansial di cabang. Branch Authorizer bertugas melakukan fungsi supervise terhadap teller, CS serta

admin pembayaran di cabang. Kemudian Back Office bertugas melaksanakan seluruh proses dan seluruh kegiatan operasional Bank. b. Otorisasi

Prosedur Otorisasi yang Digunakan Perusahaan Dalam perusahaan pengotorisasikan dilakukan oleh orang yang memiliki wewenang sebagai pemberi persetujuan/otorisasi dalam kegiatan operasional yang terjadi di perusahaan.

Berikut hasil wawancara dengan informan yang mengatakan bahwa “….. prosedur otorisasi itu bisa di lakukan oleh setiap bagian di dalam struktur organisasi”. (DW wawancara pada tanggal 15 oktober 2020)

Berdasarkan hasil wawancara diatas bahwa prosedur otorisasi dijalankan oleh masing divisi sesuai dengan fungsi dan tugasnya, di mana dalam pelaksanaan pengendalian intern terhadap piutang, Area Head melakukan monitoring terhadap pertumbuhan jumlah kredit dan otorisasi pencatatannya dilakukan oleh Branch Head serta bertanggung jawab atas pengelolaan dokumen kredit serta otorisasi kelayakan pemberian kredit dilakukan oleh Branch Authorizer. Hasil wawancara diatas didukung oleh pernyataan informan selaku Branch Authorizer yang mengatakan bahwa: “….. otorisasi pemberian kredit itu melalui prosedur-prosedur yang dilakukan oleh bagian-bagian yang bersentuhan dengan pemberian kredit…” ( FN wawancara pada tanggal 18 oktober 2020 )

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sistem otorisasi piutang sudah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari adanya pemberian otorisasi yang jelas oleh pihak-pihak yang berwenang.

4. Informasi dan Komunikasi

Informasi dan komunikasi merupakan elemen yang penting dari pengendalian internal organisasi. Informasi harus diidentifikasi diproses, dan di komunikasikan ke personil yang sesuai sehingga seluruh orang pada organisasi bisa melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Organisasi memerlukan informasi demi terselenggaranya fungsi pengendalian intern dalam mendukung pencapaian tujuan. Manajemen harus memperoleh, menghasilkan, dan menggunakan informasi yang relevan dan berkualitas, baik dari sumber internal maupun eksternal. Hal tersebut diperlukan agar

komponen pengendalian intern yang lain berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Sementara itu, komunikasi merupakan proses berulang (iterative) dan berkelanjutan untuk memperoleh, membagikan dan menyediakan informasi. Komunikasi internal harus menjadi sarana diseminasi informasi di dalam organisasi, baik dari atas ke bawah, dari bawah ke atas, maupun lintas fungsi. Berdasarkan hasil wawancara oleh informan pegawai Bank BTPN cabang Makassar yang mengatakan bahwa :

“….. informasi dan komunikasi yah itu, pihak bank akan

Dokumen terkait