• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengendalian Piutang

Sistem pengelolaan dan pengendalian piutang yang baik sebagai upaya untuk lebih meningkatkan performa/kinerja keuangan sebagai upaya untuk menekan biaya-biaya terutama yang berkaitan langsung dengan pengelolaan piutang usaha seperti penyisihan piutang, penagihan piutang (yang bermasalah) dan penghapusan piutang usaha. Pengendalian piutang adalah suatu yang mutlak dilakukan oleh organisasi. Sistem pengendalian piutang yang baik akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam mengimplementasikan kebijakan penjualan secara kredit. Demikian pula sebaliknya, kesalahan dalam pengendalian piutang bisa berdampak buruk bagi perusahaan, misalnya banyak piutang yang tak tertagih akibat lemahnya kebijakan pengumpulan serta penagihan piutang.

Pengendalian internal merupakan salah satu prosedur yang dipakai untuk mengantisipasi kecurangan serta mengantisipasi kemungkinan piutang tak tertagih. Dengan adanya pengendalian piutang dapat meminimalisir kerugian yang disebabkan piutang tak tertagih. Pengendalian internal perusahaan merupakan suatu rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan dalam meningkatkan efektivitas serta efisiensi, menjaga aset, memberi informasi yang akurat, mendorong mematuhi peraturan dan ketentuan manajemen yang telah ditetapkan.

1. Pengendalian Internal

COSO (Committee Of Sponsoring Organizations Of The Treadway Commission) dalam Widjadja (2012), mendefinisikan pengendalian internal

sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga kelompok tujuan utama, yaitu efektifitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Horngern, Walter dan Lindah (2006) menyatakan pengendalian intern adalah suatu perencanaan organisasi dan semua tindakan yang terkait diterapkan oleh suatu entitas untuk menjaga aset, mendorong karyawan untuk mengikuti kebijakan perusahaan, meningkatkan efisiensi operasi dan memastikan keandalan pencatatan akuntansi. Pengendalian internal juga memiliki definisi dalam arti sempit maupun luas. Sistem pengendalian internal dalam arti sempit sama dengan istilah internal check, yaitu cara-cara mekanis untuk memeriksa ketelitian dokumen administrasi misalnya mencocokkan penjumlahan horizontal dengan penjumlahan vertikal. Sedangkan dalam arti luas, sistem pengendalian intern dipandang sebagai sistem sosial dengan mempunyai makna/wawasan khusus yang berbeda dalam perusahaan. Sistem pengendalian akuntansi dan sistem pengendalian administratif termasuk dalam sistem pengendalian dalam arti luas. Sistem Pengendalian Intern menurut AICPA (American Institute Of Certified Public Accountants) mencakup struktur organisasi, semua metode-metode dan ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi yang dianut oleh perusahaan untuk melindungi aset, memeriksa ketelitian dan

seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong di taatinya kebijakan perusahaan yang sudah ditetapkan. Definisi tersebut menekankan pada tujuan yang hendak dicapai, bukan pada elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Tujuan sistem pengendalian internal berdasarkan definisi tersebut adalah:

a. Menjaga kekayaan organisasi

Harta fisik perusahaan dapat dicuri, di salah gunakan. Sistem pengendalian intern dibentuk guna mencegah ataupun menemukan harta yang hilang. b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi

c. Manajemen harus memiliki data akuntansi yang dapat diuji ketepatannya untuk melaksanakan operasi perusahaan, berbagai macam data yang digunakan untuk mengambil keputusan yang penting.

d. Mendorong efisiensi usaha

Pengendalian dalam suatu perusahaan juga dimaksud untuk menghindari pekerjaan-pekerjaan berganda yang tidak perlu, mencegah pemborosan terhadap semua aspek usaha termasuk pencegahan terhadap penggunaan sumber-sumber dana yang efisien.

e. Mendorong di patuhinya kebijakan manajemen.

Manajemen menyusun prosedur dan peraturan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem pengendalian intern memberikan jaminan akan di taatinya prosedur dan peraturan tersebut oleh perusahaan.

2. Tujuan Pengendalian Internal

Tujuan pengendalian internal menurut Tuanakotta (2014) adalah sebagai berikut :

b. Mengamankan aset

c. Mendorong para karyawan untuk mengikuti kebijakan perusahaan d. Meningkatkan efisiensi operasional

Dengan demikian perlunya pengendalian internal dalam sebuah lembaga sehingga hal ini harus dilaksanakan secara konsisten untuk menjamin kesinambungan dan kepercayaan pihak bank dengan masyarakat. Tujuan pertama dan kedua dapat dipenuhi dengan pengendalian akuntansi, sedangkan tujuan ketiga dan keempat dapat dipenuhi dengan pengendalian administrasi yang baik. Menurut (Siti, K.R., dan Ely, 2010: 222) tujuan sistem pengendalian internal dibagi menjadi dua macam, yaitu pengendalian internal akuntansi dan pengendalian internal administrasi.

a. Pengendalian Akuntansi

Meliputi rencana organisasi serta prosedur dan catatan yang relevan dengan pengamanan aset, yang disusun untuk meyakinkan bahwa (Siti, K.R., dan Ely, 2010):

1) Transaksi dilaksanakan sesuai dengan persetujuan pimpinan

2) Transaksi dicatat sehingga dapat dibuat ikhtisar keuangan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku serta menekankan pertanggungjawaban atas harta perusahaan

3) Penguasaan atas aset diberikan hanya dengan persetujuan dan otorisasi pimpinan

4) Jumlah aset dalam catatan di cocokan dengan aset yang ada pada waktu yang tepat dan tindakan yang sewajarnya jika terjadi perbedaan. b. Pengendalian Administratif

1) Pengendalian yang ditujukan untuk mendorong efisiensi operasional dan menjaga diikutinya kebijakan perusahaan

2) Dapat berupa rencana organisasi dan prosedur juga catatan yang relevan dengan pembuatan keputusan yang mengantarkan pimpinan perusahaan untuk menyetujui atau memberi wewenang terhadap transaksi-transaksi

3) Pelimpahan wewenang merupakan fungsi pimpinan perusahaan yang secara langsung berhubungan dengan tanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi dan itu merupakan titik tolak untuk menciptakan pengendalian akuntansi atas transaksi.

Sistem pengendalian intern memiliki beberapa tujuan agar organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik tanpa adanya penyalahgunaan sistem agar tidak terjadi kerugian. Menurut COSO (The Committee of Sponsoring Organizations) Tujuan pada Sistem Pengendalian Intern sebagai berikut :

a. Efektivitas dan efisiensi operasi

Pengendalian dalam suatu organisasi atau perusahaan akan mendorong sumber daya secara efektif serta efisien dalam mengoptimalkan tujuan dari sistem pengendalian internal agar tidak terjadi penyalahgunaan di dalam organisasi sehingga dapat mengakibatkan kerugian.

b. Reliabilitas pelaporan keuangan

Pelaporan yang disajikan dari pihak manajemen perusahaan harus memiliki tanggung jawab hukum serta profesionalisme agar meyakinkan bahwa informasi yang disajikan dengan wajar sama dengan ketentuan pelaporan keuangan.

Banyak ketentuan hukum serta peraturan harus diberlakukan pada setiap organisasi publik, non publik dan organisasi nirlaba. Ketentuan yang berlaku pada akuntansi tidak langsung, yaitu perlindungan terhadap lingkungan dan hukum hak-hak serta akuntansi langsung dalam organisasi yaitu penghasilan dan kecurangan.

3. Indikator Pengendalian Internal

COSO (Committee Of Sponsoring Organizations Of The Treadway Commission)-Internal Control Framework, meliputi 5 (lima) Indikator pengendalian yaitu:

a. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan Pengendalian merupakan dampak kumulatif pada faktor faktor agar membangun, mendukung serta meningkatkan efektivitas kebijakan dan prosedur tertentu. Lingkungan Pengendalian terdiri atas tindakan, kebijakan, prosedur dengan mencerminkan sikap menyeluruh manajemen puncak, direktur serta dewan komisaris, dan pemilik suatu satuan usaha tersebut.

b. Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian merupakan berbagai tindakan yang umumnya di jelaskan dalam kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah dilakukan untuk menangani resiko yang telah di identifikasi organisasi. Menurut COSO (Committee Of Sponsoring Organizations Of The Treadway Commission) “Aktivitas Pengendalian merupakan kegiatan-kegiatan pengendalian, yang merupakan kebijakan

serta peraturan yang menyediakan jaminan yang wajar dengan tujuan pengendalian pihak manajemen, dicapai.

Aktivitas pengendalian dapat dikategorikan dalam beberapa aktivitas diantaranya:

1) Otorisasi Transaksi

Tujuan dari Otorisasi transaksi ialah untuk memastikan agar semua transaksi material yang di proses oleh sistem informasi akurat serta sesuai dengan tujuan pihak manajemen. Setiap transaksi harus di otorisasi dengan semestinya apabila perusahaan menginginkan pengendalian yang memuaskan. Dalam organisasi, otorisasi dalam setiap transaksi hanya bisa diberikan kepada orang yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut.

2) Pemisahan tugas

Ada tiga pekerjaan yang harus dipisahkan supaya pegawai tidak mempunyai kesempatan untuk mengkorupsi harta perusahaan serta memalsukan catatan keungan, yaitu fungsi penyimpan harta, fungsi pencatat, fungsi otorisasi transaksi bisnis.

3) Dokumen dan catatan adalah objek fisik di mana transaksi dimasukkan dan di ikhtisarkan dengan sebuah dokumen yang disebut dengan formulir. Formulir merupakan media yang digunakan untuk merekam penggunaan kekuasaan dalam memberikan izin terlaksananya transaksi pada perusahaan.

Asset perusahaan berupa kas, persediaan, peralatan dan bahkan data serta informasi organisasi. Yang bisa dilakukan organisasi untuk mengamankan ase dan informasi tersebut, antara lain meliputi:

a) Menciptakan pengawasan yang memadai. b) Memastikan catatan harta yang akurat. c) Membatasi akses fisik terhadap harta (seperti menggunakan register kas, kotak brankas, dan lain sebagainya). d) Menjaga catatan dan dokumen dengan menyimpan catatan dan dokumen dalam lemari yang terkunci, serta dengan membuat backup yang memadai. e) Pembatasan akses terhadap ruang komputer dan terhadap file perusahaan. f) Prosedur verifikasi adalah pemeriksaan independen terhadap system akuntansi untuk mendeteksi kesalahan dan kesalahan penyajian.

c. Penilaian Risiko

Penilaian risiko adalah proses identifikasi serta analisis risiko yang bisa menghalangi atau berhubungan dengan pencapaian tujuan organisasi, dan menentukan cara bagaimana risiko tersebut di kendaliakan. Semua organisasi, baik besar maupun kecil, pasti menghadapi resiko internal ataupun eksternal dengan usahanya mencapai tujuan organisasi. Resiko tersebut bisa berasal dari:

1) Tindakan tidak sengaja, misalnya :

a) Kesalahan disebabkan oleh kelalaian pegawai, kegagalan pegawai dalam mengikuti prosedur tertentu serta pegawai yang tidak maupun kurang terlatih.

b) Kesalahan yang tidak sengaja.

d) Sistem yang tidak bisa memenuhi keperluan perusahaan ataupun tidak bisa mengendalikan tujuan yang sudah ditetapkan.

2) Tindakan sengaja, misalnya :

a) Sabotase, tindakan yang sengaja merusak sistem informasi keungan.

b) Kecurangan karyawan dengan mengkorupsi ataupun menyalahgunakan aset organisasi. Pada dasarnya tindakan ini disertai dengan pemalsuan catatan keungan agar menutupi kecurangan yang dilakukan.

3) Bencana alam maupun kerusakan politik, seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, tsunami, angin ribut, perang serta kerusuhan massa. 4) Kerusakan perangkat lunak maupun kegagalan peralatan

komputer, misalnya : :

a) Kerusakan pada hardware b) Kerusakan pada sistem operasi c) Kerusakan pada perangkat lunak d) Arus listrik yang tidak stabil d. Informasi serta komunikasi

Informasi harus diidentifikasi diproses, dan di komunikasikan ke personil yang sesuai sehingga seluruh orang pada organisasi bisa melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Sistem informasi akuntansi harus bisa menghasilkan laporan keuangan yang tepat. Tujuan utama sistem informasi akuntansi, antara lain meliputi:

2) Mengklasifikasi transaksi sebagaimana seharusnya

3) Mencatat transaksi sesuai dengan nilai moneter yang tepat 4) Mencatat transaksi pada periode akuntansi yang tepat

5) Mengemukakan transaksi serta pengungkapan termasuk pada laporan keuangan dengan tepat.

e. Pengawasan

Pengawasan ialah proses penilaian kualitas kinerja struktur pengendalian internal secara periodik serta terus-menerus. Pengawasan dilakukan setiap orang yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik dengan tahap desain ataupun pengoperasian pengendalian pada waktu yang tepat. Tujuannya yaitu untuk menentukan apakah pengawasan internal sudah beroperasi sebagaimana yang sudah diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan.

Metode utama untuk mengawasi kinerja mencakup : 1) Supervisi yang efektif

Supervisi yang efektif meliputi melatih serta mendampingi karyawan, memantau kinerja mereka, mengoreksi kesalahan, dan melindungi aset dengan cara mengawasi karyawan yang mempunyai akses pada hal-hal tersebut. Supervisi merupakan hal yang penting pada perusahaan yang tidak bisa melaporkan akuntabilitas secara terperinci, atau terlalu kecil untuk memiliki pemisahan tugas yang memadai.

2) Akuntansi Pertanggung jawaban

Sistem akuntansi pertanggung jawaban meliputi anggaran, kuota, jadwal, biaya standar, serta standar kualitas; laporan kinerja dengan

membandingkan kinerja yang aktual dengan kinerja yang direncanakan, serta menunjukkan perbedaan yang signifikan; dan prosedur untuk menyelidiki perbedaan yang signifikan serta mengambil tindakan sesuai pada waktunya, untuk mengkoreksi kondisi-kondisi yang mengarah pada perbedaan tersebut.

3) Audit Internal

Audit internal meliputi peninjauan ulang keandalan serta integritas informasi keuangan dan operasional bahkan menyediakan penilaian keefektifan pengendalian internal. Audit internal juga mencakup penilaian kesadaran karyawan terhadap prosedur dan kebijakan manajemen, hukum serta peraturan yang berlaku, dengan mengevaluasi efisiensi dan keefektifan manajemen

Sistem pengendalian internal dilakukan agar kegiatan operasional suatu perusahaan dapat berjalan secara sehat, aman dan terkendali. Terselenggaranya sistem pengendalian intern perusahaan yang handal dan efektif menjadi tanggung jawab dari jajaran manajemen perusahaan. Selain itu, manajemen perusahaan juga berkewajiban untuk meningkatkan risk culture yang efektif pada organisasi perusahaan dan memastikan hal tersebut melekat di setiap jenjang organisasi. Oleh karena itu dalam fokus penelitian ini peneliti berharap Indikator pengendalian internal tersebut dapat menjadi indikator sebagai pedoman untuk melihat bagaimana Pengendalian Piutang yang dilakukan oleh PT Bank BTPN Tbk Kc Makassar.

B. Piutang

Menurut definisi Hery (2013) piutang adalah sejumlah tagihan yang akan diterima oleh perusahaan umumnya dalam bentuk kas dari pihak lain. Piutang

timbul ketika sebuah perusahaan menjual barang atau jasa secara kredit dan berhak atas penerimaan kas di masa akan datang, prosesnya dimulai dengan pengambilan keputusan untuk memberikan kredit kepada langganan, melakukan pengiriman barang, penagihan dan akhirnya menerima pembayaran, dengan kata lain piutang bisa juga timbul ketika perusahaan memberikan pinjaman uang kepada perusahaan lain dan menerima wesel, melakukan suatu jasa ataupun transaksi lain yang menciptakan suatu hubungan di mana satu pihak berutang kepada yang lain seperti pinjaman kepada pimpinan ataupun karyawan. Oleh karena piutang usaha berjangka pendek, biasanya ditagih dalam kurun waktu 30 sampai 90 hari, bunganya akan relatif lebih kecil dengan jumlah piutangnya. Sebagai ganti dari menilai piutang usaha dari nilai sekarang yang didiskonkan, piutang dilaporkan sebagai nilai realisasi bersih (net realizable value) yaitu nilai kas yang diharapkan.

Pada kenyataannya, perusahaan pasti memiliki beberapa pelanggan yang tidak sanggup membayar atau akan melunasi hutang mereka. Rekening pelanggan seperti itu umumnya disebut piutang tidak tertagih. Piutang tak tertagih merupakan suatu kerugian atau beban untuk perusahaan. Piutang merupakan kebiasaan bagi perusahaan untuk memberikan kelonggaran kepada para pelanggan pada waktu melakukan penjualan. Kelonggaran-kelonggaran yang diberikan biasanya dalam bentuk memperbolehkan para pelanggan tersebut membayar kemudian atas penjualan barang atau jasa yang dilakukan. Piutang yang timbul dari perusahaan pada penyerahan barang dan jasa secara kredit ini diklasifikasikan menjadi piutang usaha dan kemudian tidak menutup kemungkinan akan berubah jadi piutang wesel. Menurut Hery (2011) dalam praktik, piutang pada umumnya diklasifikasikan menjadi

1. Piutang Usaha

Jumlah atau nominal yang akan di tagihkan kepada customer atas pembayaran yang dilakukan secara bertahap (dicicil). Piutang usaha yang jatuh tempo kurang dari 30 hari atau 60 hari biasanya dapat ditagih dengan waktu relatif cepat, dengan demikian dicatat dalam pembukuan bahwa piutang usaha di kelompokan dalam neraca menjadi sebagai aset lancar (current asset).

2. Piutang Wesel

Tagihan perusahaan kepada pembuat wesel. Pihak wesel yang berhutang kepada perusahaan melalui pembayaran barang atau jasa secara kredit maupun melalui pinjaman sejumlah uang. Pihak yang berhutang melakukan kesepakatan dengan perusahaan (sebagai pihak yang diutangkan) agar membayar sejumlah uang tertentu serta bunganya dalam jangka waktu yang telah disepakati. Perjanjian pembayaran tersebut ditulis secara formal pada sebuah wesel ataupun promes (promissory note). Amatilah dengan teliti bahwa piutang wesel mewajibkan debitur membayar bunga.

3. Piutang Lain-lain

Piutang lain-lain pada dasarnya di kelompokan dan dilaporkan secara terpisah di dalam neraca contohnya piutang bunga, piutang deviden (tagihan kepada investor sebagai hasil atas investasi dalam perusahaan), piutang pajak (tagihan perusahaan kepada pihak pemerintah berupa pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak perusahaan) dan tagihan kepada karyawan perusahaan. Piutang dikatakan aset lancar yaitu apabila piutang tersebut dapat di tagihkan dalam waktu satu tahun.

Agoes (2011) evaluasi pengendalian internal yaitu bagian yang sangat penting dalam suatu proses pengevaluasian akuntan. Karena hasil dari evaluasi pengendalian intern atas piutang, seperti kesimpulan apakah pengendalian internal atas piutang ataupun transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas berjalan efektif ataupun tidak.

1. Piutang Tak Tertagih

Menurut Wahyuni, dkk (2013) penyebab timbulnya piutang tak tertagih dikarenakan risiko kredit yang tidak mampu dibayar oleh debitur organisasi karena beberapa alasan, seperti analisis asa tenggang piutang. Semakin banyak kredit yang diberikan, maka semakin banyak pula jumlah kredit tidak dapat dibayar. Keiso dan Weygend (2013) menjelaskan piutang tak tertagih yaitu: “Suatu piutang tak tertagih adalah kerugian pendapatan yang memerlukan ayat pencatatan yang tepat di dalam perkiraan penurunan dalam perkiraan harta piutang dan penurunan yang berkaitan dalam laba dan ekuitas pemegang saham”.

Menurut Swardjono (2003), Piutang tak tertagih dapat dikategorikan sebagai berikut:

a) Kredit dalam perhatian khusus.

Kredit yang masuk dalam kategori perhatian khusus ini bila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Terdapat tunggakan pembiayaan pokok dan atau bunga sampai 90 hari

2) Jarang mengalami cerukan atau overdraf.

3) Hubungan debitur dengan perusahaan baik dan debitur selalu

4) Dokumentasi kredit lengkap dan peningkatan angunan kuat. 5) Pelanggaran kredit yang tidak prinsipal.

b) Kredit kurang lancar

Kredit yang termasuk dalam kategori kurang lancar ini bila memenuhi kriteria sebagai berikut;

1) Terdapat tunggakan pokok atau bunga yang telah melampaui 90 hari. 2) Terdapat cemkan atau overdraf yang berulang kali khususnya untuk

menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas. 3) Hubungan debitur dengan perusahaan memburuk dan informasi

keuangan debitur tidak dapat dipercaya.

4) Dokumentasi kredit kurang lengkap dan peningkatan agunan yang lemah.

5) Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit.

6) Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan. c) Kredit diragukan

Kredit yang termasuk ke dalam kategori diragukan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga telah melampaui 180 hari sampai 270 hari.

2) Terjadi cerukan atau overdraf yang bersifat permanen khususnya menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.

3) Hubungan debitur dengan perusahaan semakin memburuk dan informasi debitur tidak tersedia atau lidak dapat dipercaya.

5) Pelanggaran yang prinsipal persyaratan pokok dalam perjanjian kredit.

d) Kredit macet

Kredit yang termasuk dalam kategori macet apabila memenuhi kriteria: 1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau yang telah

melampaui 270 hari.

2) Dokumentasi kredit atau pengikatan agunan tidak ada.

Menurut Hery (2011), ada dua metode yang digunakan untuk menilai, mencatat, atau menghapus piutang usaha yang tidak dapat ditagih, yaitu metode hapus langsung dan metode pencadangan.

a. Metode hapus langsung

Metode ini digunakan terutama oleh perusahaan yang memilki bidang usaha seperti restoran, hotel, rumah sakit, kantor pengacara, kantor akuntan publik, toko eceran dengan skala bisnis yang relatif kecil (seperti toko yang menjual alat-alat listrik, mainan anak-anak, dan lain sebagainya). Faktor-faktor atau perihal yang membuat metode hapus langsung ini dipakai adalah : (a) terdapatnya sebuah situasi yang di mana memang sangat tidak memungkinkan bagi perusahaan untuk mengestimasi besarnya piutang usaha yang tidak dapat ditagih sampai dengan akhir periode, atau (b) khusus bagi perusahaan yang menjual sebagian besar barang atau jasanya secara tunai sehingga jumlah beban atas piutang usaha yang tidak dapat ditagih boleh dibilang sangat tidak meterial. Untuk hal yang kedua ini, tentu saja bahwa jumlah piutang usaha yang ditimbulkan dari kegiatan bisnis perusahaan hampir dapat dipastikan sangat kecil sekali.

Sepanjang periode di mana penjualan kredit terjadi, estimasi mengenai besarnya piutang usaha yang tidak dapat ditagih dibuat. Pada titik ini (dalam periode penjualan), karena perusahaan belum dapat mengetahui mana dari pelanggannya yang tidak bisa membayar maka perusahaan tidak akan mengkredit (menghapus) piutang usahanya secara langsung.

Sutojo (2003) ada beberapa sebab yang mengakibatkan terjadinya piutang tak tertagih, yaitu :

1) Terlalu mudah memberikan kredit yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang kelayakan permintaan kredit yang diajukan.

2) Kurang memadai jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman.

3) Lemahnya bimbingan dan pengawasan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit.

4) Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan kredit. 5) Lemahnya kemampuan perusahaan mendeteksi kemungkinan

timbulnya piutang tak tertagih.

Kebanyakan perusahaan besar menggunakan pencadangan untuk mengidentifikasi bagian dari piutang usahanya yang tidak dapat ditagih. pada perusahaan menentukan mana pelanggannya yang tidak bisa membayar, perusahaan lebih baik mengurangi jumlah piutang usaha nya ke nilai bersih yang dapat direalisasi, perusahaan akan menentukan besarnya estimasi piutang tak tertagih ke dalam akun khusus yang dinamakan cadangan kredit macet, cadangan piutang ragu-ragu, atau cadangan piutang yang tidak dapat ditagih.

Secara teoritis jika besarnya estimasi atas piutang tak tertagih itu akurat maka akun cadangan ini Seharusnya selalu mendekati nol. Akun cadangan memiliki saldo normal disebelah kredit berlawanan dengan saldo normal piutang sehingga akun cadangan dianggap sebagai aku pengurang dari akun piutang usaha. Suatu cadangan akun cadangan ini akan mengurangi jumlah bruto piutang nilai bersihnya yang dapat direalisasi.

Dokumen terkait