• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Hasil Penelitian

Penelitian mulai dilakukan pada bulan Oktober 2016 dan secara intensif dilakukan dari tanggal 23 Maret 2017 sampai dengan tanggal 25 April 2017. Penelitian tersebut dilakukan dengan teknik pengambilan data yang dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sumber atau subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, dua orang guru yang terdiri dari guru kelas III dan guru kelas IV, dan masing-masing perwakilan satu orang siswa dari setiap jenjang kelas.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, pihak sekolah berpendapat bahwa pendidikan politik memang harus sejak dini diberikan pada anak. Hal tersebut diungkap oleh kepala sekolah dalam wawancara sebagai berikut.

P : “Bagaimana urgensi pendidikan politik untuk siswa Sekolah Dasar?” KS : “Secara umum anak-anak juga sudah mulai kita arahkan ke hal-hal yang

bersifat politik.”

P : “Bagaimana strategi sekolah untuk melakukan pendidikan politik di sekolah dasar?”

KS : “Dengan melakukan kegiatan kegiatan seperti PKS sebagai ekstrakulikuler wajib, dan ekstra-ekstra lainnya. Seperti pramuka yang

71

diwajibkan sejak kelas 1, pramuka juga mengarah ke kegiatan demokrasi..”

Guru SD Masjid syuhada berpendapat bahwa anak SD memang harus mulai dikenalkan terhadap politik sebagai bentuk pendidikan politik, tetapi bukan ke arah politik praktis. Hal tersebut diungkapkan oleh guru sebagai berikut:

P : “Bagaimana penerapan pendidikan politik yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar?”

G1 : “Pendidikan politik untuk anak SD tidak diarahkan untuk politik partai tetapi bagaimana kita bisa membimbing anak di usia kelas IV yang sudah beralih dari masa kekanak-kanakan menjadi lebih kecenderungan bagaimana ia menghimpun teman yang akan muncul pengelompokkan, maka dalam hal ini muncul peranan guru untuk mengarahkan ke arah positif dalam hal membina sosial yang baik, mengurangi keegoisan antar teman.”

Informasi bahwa pendidikan politik memang di terapkan di sekolah juga terbukti dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa dengan menanyakan siapa nama presiden Indonesia saat ini, walaupun secara langsung siswa belum dapat memahami arti pendidikan politik secara harafiah, apabila mereka mampu menyebutkan nama presiden dengan benar sudah merupakan salah satu hasil pendidikan politik yang dilakukan oleh sekolah. Hal tersebut ditunjukan oleh wawancara sebagai berikut.

P : “Siapakah nama presiden Indonesia sekarang dan bagaimana perannya?” S : “Jokowidodo, tugasnya adalah mengatur negara.”

Hal tersebut sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan di SD Masjid Syuhada yang menunjukkan bahwa memang terdapat pelaksanaan pendidikan politik yang dilakukan baik di dalam ataupun di luar kelas, salah satunya adalah latihan upacara yang dilakukan oleh siwa kelas V C dengan didampingi oleh seorang guru. Upacara bendera mengenalkan siswa cara penghormatan kepada Bendera Merah Putih, dan juga mengenalkan teks Pancasila, teks pembukaan

72

UUD 1945, dan berbagai nilai dan norma yang dibelajarkan melalui khidmat upacara bendera.

Gambar 4. Latihan Upacara Bendera Hari Senin

Dokumentasi diatas menunjukkan pelaksanaan latihan upacara hari Senin yang dilakukan oleh siswa pada hari sabtu. Hal tersebut menunjukan bahwa SDMS melakukan pendidikan politik yang tercermin melalui pelaksanaan latihan upacara bendera dan upacara bendera yang di laksanakan ada hari senin.

Bentuk-bentuk pendidikan politik yang diterapkan di SD Masjid Syuhada dibagai menjadi dua yaitu pendidikan politik yang dilaksanakan di dalam kelas dan pendidikan politik yang dilaksanakan di luar kelas. Hal tersebut dijelaskan pada uraian sebagai berikut:

a. Pendidikan Politik di Dalam Kelas

Penerapan pendidikan politik di dalam kelas oleh SDMS diungkapkan oleh kepala melalui wawancara sebagai berikut:

P : “Bagaimana pelaksanaan pendidikan politik melalui kurikulum yang dipakai sekolah?”

KS : “Secara teknis kurikulum yang di berlakukan di SD Masjid Syuhada adalah kurikulum 2006, pada tahun 2015 kemarin kamu sudah mencoba kurikulum 2013 tetapi tahun 2016 kita kembali lagi, tetapi secara program

73

kami memberlakukan pembelajaran seperti pada kurikulum 2013. Juga pasti terdapat unsur pendidikan politik pada mata pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, ataupun Bahasa Indonesia” Kepala sekolah SDMS mengungkapkan bahwa pelaksanaan pendidikan politik di dalam kelas dilakukan sesuai kurikulum yang berlaku. SDMS menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang secara pasti terdapat diferensiasi mata pelajaran. Wawancara kepada kepala sekolah tersebut menjelaskan bahwa penerapan pendidikan politik di SDMS melalui kurikulum yang tercermin dalam mata pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetaahuan Sosial, ataupun Bahasa Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan data yang diperoleh dari guru melalui wawancara sebagai berikut:

P : “Apa saja bentuk pendidikan politik yang dilberikan oleh Bapak/Ibu kepada siswa?”

G1 : “Anak-anak mulai dikenalkan dengan melalui karakter tokoh-tokoh masa lampau siapa saja yang dapat menjadi panutan untuk kita, sistem pemerintahan sudah mulai dikenalkan, bahkan pendidikan PKn di kelas IV dianggap lebih sulit dari pada pendidikan PKn di kelas V.”

Penerapan pendidikan politik di dalam kelas juga dibuktikan dengan kepahaman siswa mengenai Pancasila yang dia dapatkan melalui pembelajaran di dalam kelas, seperti pada wawancara peneliti dengan siswa seperti berikut ini:

P : “Lambang sila kegita apa?” T : “Pohon Beringin”

P : “Bunyi sila pertama bagaimana?” T : “KeTuhanan Yang Maha Esa” P : “Lambang sila kedua apa?” T : “Kepala Banteng.”

Data penelitian yang didapatkan dari wawancara tersebut membuktikan bahwa penerapan pendidikan politik di dalam kelas dilakukan dengan pelaksanaan pembelajaran sesuai kurikulum yang memuat mengenai pendidikan politik, salah satu pelajaran yang paling terlihat penerapan pendidikan politiknya adalah mata

74

pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan secara tersurat memang memuat pendidikan politik. Salah satu bentuk penyaluran pendidikan politik yang disampaikan oleh kurikulum yang diturunkan melalui mata pelajaran adalah dengan menggunakan buku teks.

Gambar 5. Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Gambar tersebut adalah contoh buku teks yang digunakan oleh siswa kelas IV D pada saat pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berlangsung

Pendidikan politik di dalam kelas juga dilaksanakan melalui penerapan nilai dan norma yang digunakan di dalam kelas. Penegakan nilai dan norma tersebut dipupuk dari karakter positif siswa yang didapatkan dengan pendidikan politik seperti yang diungkapkan oleh guru melalui wawancara sebagai berikut: P : “Bagaimana penerapan pendidikan politik yang sesuai untuk anak usia

sekolah dasar?”

G1 : “...mengarahkan ke arah positif dalam hal membina sosial yang baik, mengurangi keegoisan antar teman.”

G2 : “Anak kelas III lebih cocok diberikan materi untuk keanekaragaman dan bagaimana cara menghargai perbedaan ras, agama. Yang kedua adalah kecintaan produk dalam negeri, anak-anak di arahkan agar cinta tanah air,

75

kemudian diarahkan untuk menjaga kerukunan sebagai pentuk penanaman dalam bhineka tunggal ika.”

Guru sebagai pendidik melaksanakan penerapan nilai dan norma tersebut melalui strategi-strategi pembelajaran yang diungkapkan melalui wawancara sebagai berikut:

P : “Apakah Bapak/Ibu guru pernah memberikan reward dan punishment kepada siswa?”

G1 : “Pernah, yang saya berikan beragam, ada yang secara langsung berupa pujian, ada berupa hadiah, di akhir semester.”

G1 : “Iya ada, apabila ada anak yang terlambat saya berikan hukuman tidak secara fisik, tetapi saya ingatkan, apabila tiga kali masih diulangi maka anak-anak saya suruh untuk menulis Surat dalam Al-Quran seperti surat An Naba, atau doa sehari-hari, apabila keterlambatannya sudah berulang kali maka saya konfirmasi ke orang tua. Saya juga memberikan reward kepada anak yang bagus dalam program hafalan kelas tiga, seperti hafalan surat An-Naba pertamakalinya.”

Penerapan pendidikan politik melalui karakterisasi nilai dan norma tersebut juga terlihat pada perilaku siswa yang teramati oleh peneliti ketika melakukan observasi. Hal tersebut ditunjukan dengan rasa saling berbagi siswa kepada siswa lainnya yang tidak membawa buku, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, penghormatan siswa kepada guru ketika akan meninggalkan kelas dan masuk lagi ke dalam kelas dengan melakukan izin terlebih dahulu, mengangkat tangan ketika akan berbicara, dan lain-lain. Guru kelas III C memberikan penguatan penerapan nilai dan norma ini bersama dengan ketentuan-ketentuan lain seperti pukul masuk kelas, pakaian seragam, sepatu, kaos kaki, dan lain sebagainya melalui peraturan dan sanksi yang disepakati bersama dengan siswa yang berbentuk peraturan tertulis sebagai berikut.

76

Gambar 6. Peraturan dan Sanksi SD Masjid Syuhada

Peraturan tersebut ditempelkan di papan pengumuman di belakang kelas berampingan dengan jadwal piket dan struktur pengurus kelas.

Pendidikan politik di dalam kelas juga dilakukan melalui praktek demokratis pemilihan ketua kelas. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh kepala sekolah sebagai berikut ini.

P : “Apa saja bentuk-bentuk pendidikan politik yang dapat diterapkan untuk siswa Sekolah Dasar?”

KS : “Anak-anak sudah mulai dikenalkan dengan politik salah satunya dalam hal pembentukan pengurus kelas, bagaimana cara memilih ketua kelasnya, dari sini maka anak-anak akan dikenalkan kemampuan untuk berpolitik.” Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh guru melalui wawancara tentang pemilihan pengurus kelas yang merupakan bagian dari pendidikan politik sebagai berikut.

P : “Apa saja bentuk pendidikan politik yang dilberikan oleh Bapak/Ibu kepada siswa?”

G1 : “Pendiikan politik juga ada pada pemilihan ketua kelas dimana anak-anak memilih berdasarkan pilihannya dengan arahan dari guru.”

G2 : “Pada pemilihan ketua kelas, misalnya mencalonkan berapa anak, nantinya akan di pilih ketua, bendahara, sekretaris, dan ketertiban.”

77

Keberadaan pengurus kelas tersebut sejalan dengan observasi yang dilakukan oleh peneliti di dalam kelas, yaitu pada saat pembukaan pelajaran sebelum guru memasuki kelas, salah satu anak memimpin temannya secara mandiri untuk berdoa bersama. Pemimpin doa bersama tersebut adalah wakil ketua kelas yang secara bergantian dengan ketua kelas memimpin doa teman-temannya sebelum pelajaran dimulai. Keberadaan pengurus kelas juga dibuktikan dengan bagan struktur pengurus kelas yang terpajang di papan pengumuman kelas sebagai berikut.

Gambar 7. Struktur Organisasi Pengurus Kelas

Data tersebut menunjukkan bahwa keberadaan struktur pengurus kelas sebagai salah satu sarana pendidikan politik dilaksanakan oleh SDMS.

Pendidikan politik politik dalam kelas selain dibelajarkan melalui kepengurusan kelas juga dibelajarkan dengan pembagian tugas piket setiap harinya dan kelompok ketugasan belajar lainnya pada pelajaran-pelajaran tertentu. Hal tersebut diketahui melalui wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah sebagai berikut ini.

P : “Bagaimana menurut Bapak mengenai penerapan pendidikan politik di Sekolah Dasar?”

78

KS : “Anak-anak sejak dini memang sudah harus tahu politik, tanpa mereka sadari mereka juga telah melakukan kegiatan politik dalam pemilihan ketua kelas, ketua kelompok ketugasan pembelajaran, dan bahkan dalam kegiatan ekstrakulikuler pramuka.”

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru juga menunjukkan hal yang sama sebagai berikut.

P : “Apa saja bentuk pendidikan politik yang dilberikan oleh Bapak/Ibu kepada siswa?.”

G1 : “Dan juga pada pemilihan petugas piket, guru memberikan beberapa kriteria dan melihat persebaran kemampuan siswa, tidak sembarangan membiarkan anak untuk memilih kelompoknya.

Pemberlakuan kelompok piket dan kelompok ketugasan belajar juga diketahui peneliti melalui wawancara yang dilakukan dengan siswa. Pertama, mengenai pemberlakukan tugas piket siswa yang dilakukan melalui wawancara sebagai berikut ini.

P : “Bagaimana kamu dalam melaksanakan tugas piket ataupun tugas-tugas kegiatan sekolah yang sudah terjadwal?”

A : “Saya piket, tapi kadang-kadang tidak “

M : “Saya selalu piket, tetapi ada teman saya yang tidak piket.”

S : “Ya, saya melakukan tugas piket, tetapi beberapa teman-teman ada yang tidak melakukan.”

Q : “Piket yang bersih.”

R : “Saya selalu piket kelas setiap hari sabtu.”

L : “Saya selalu piket, tanpa harus disuruh oleh guru.”

Kedua, mengenai pembagian ketugasan belajar melalui mata pelajaran tertentu yang diungkap oleh peneliti dengan siswa melalui wawancara sebagai berikut ini. P : “Apakah kamu mempunyai kelompok bermain atau kelompok belajar

tertentu?”

S : “Ya, punya kelompok untuk jualan di Market Day.”

Q : “Ya, punya kelompok belajar bersama untuk percobaan IPA..”

R : “Iya punya, kelompok belajar untuk mengerjakan tugas diorama. Saya sekelompok dengan Darel, Burhan dan Navisa.”

79

Pernyataan kepala sekolah, guru, dan siswa mengenai pembagian jadwal piket dan kelompok ketugasan belajar tersebut sejalan dengan hal yang ditemukan oleh peneliti melalui observasi. Peneliti menemukan bahwa siswa melaksanakan piket kelas sesuai dengan yang dijadwalkan di akhir pelajaran, dan siswa terlihat bekerja sama dengan teman satu timnya dalam kegiatan market day. Keberadaan pembagian jadwal piket tersebut ditunjukan dengan dokumentasi yang di dapatkan oleh peneliti yang diambil dari papan pengumuman di dalam kelas sebagai berikut.

Gambar 8. Pembagian Jadwal Piket

Dokumentasi pembagian jadwal piket tersebut akan lebih memudahkan siswa untuk mengingat dan membelajarkan untuk melaksanakan kewajiban secara lebihnyata. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian jadwal piket merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh SDMS utntuk melaksanakan pendidikan politik.

Salah satu bentuk nyata pendekatan politis siswa terhadap bangsanya adalah dengan mengenal presiden. Siswa usia sekolah dasar sudah mengetahui dan mulai memahami siapa dan apa peranan presiden dalam sistem pemerintahan. Hal tersebut ditunjukkan dengan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa sebagai berikut:

80

A : “Tugas presiden menurut Almer adalah belajar.”

M : “Saya lupa (namun beberapa menit kemudian Tiko menyebutkannya). Namanya Jokowi..”

S : “Jokowi presiden yang sekarang, dan Sukarno presiden pertama, tugasnya adalah memimpin negara.”

Q : “Jokowidodo.”

R : “Jokowidodo, tugasnya adalah mengatur ..., saya tidak tahu.”

L : “Joko Widodo, tugasnya untuk memimpin pemerintahan dan mengatur negara.”

Berdasarkan data tersebut anak-anak dengan mudahnya dapat menyebutkan nama presiden Indonesia, hal ini merupakan salah satu bentuk dari hasil pendidikan politik. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti ditemukan bahwa di setiap ruangan formal di SDMS terdapat lambang negara, foto presiden dan wakil presiden, beberapa diantaranya juga terdapat slogan kebhinekaan. Bukti dokumentasi mengenai data tersebut dibuktikan dengan gambar ruangan lobbi sebagai berikut.

Gambar 9. Atribut Kenegaraan di Kelas III C SDMS

Gambar tersebut menunjukkan bahwa lambang negara dan foto presiden dipajang di depan kelas sebagai salah satu bentuk pendidikan politik. Hal tersebut akan membantu siswa untuk lebih mengenal dan mengingat apa lambang negaranya dan siapa nama presiden dan wakil presiden sehingga siswa memiliki kesadaaran

81

bahwa dia hidup dalam suatu negara yang mempunyai prinsip aturan dan pemimpin tertentu.

Keberhasilan pelaksanaan pendidikan politik erat kaitannya dengan pengaruh yang diberikan oleh guru melalui pembelajaran dalam kelas. Pendidikan politik yang diberikan oleh guru di kelas tersebut dapat melalui peranan guru dikelas, strategi mengajar guru, cara penanggulangan guru terhadap permasalahan di kelas, cara guru untuk menyiasati perbedaan latar belakang pada siswa, dan pandangan guru terhadap bagaimana pendidikan politik yang sesuai diajarkan untuk anak usia sekolah dasar. Informasi-informasi tersebut penulis dapatkan melalui wawancara yang dilakukan dengan guru sebagai berikut ini.

P : “Bagaimana peranan guru dalam pendidikan politik?”

G1 : “Perlu mengarahkan siswa untuk menjadi sosok pemimpin yang baik, bagaimana menentukan sikap yang baik, bermusyawarah yang baik. “

G2 : “Mengarahkan dan memberikan asupan pengetahuan kepada siswa.”

P : “Bagaimana strategi yang Bapak/Ibu lakukan untuk melakukan pendidikan politik kepada siswa di kelas?”

G1 : “Kita dapat menggunakan prioritas materi pembelajaran, misalnya menentukan standar minimal mana yang anak harus pahami, tidak harus dihafalkan semua.”

G1 : “Melakukan dengan praktik langsung misalnya apabila ada anak yang sedang bertengkar dikondisikan untuk saling memaafkan dan menjaga kerukunan, sebagai bentuk kebiasaan.”

Siswa memiliki tanggapan yang berbeda-beda terhadap pelaksanaan pendidikan politik yang mereka dapatkan. Tanggapan siswa yang berbeda-beda tersebut diungkap guru melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:

P : “Bagaimana tanggapan siswa mengenai pendidikan politik yang diberikan oleh bapak/ibu?”

G1 : “Tanggapan siswa mengenai pendidikan politik terutama melalui sosio drama adalah macam-macam, ada anak – anak yang suka dan ada yang tidak

82

tergantung pada pengaruh yang diterimanya terutama dari orang tua. Anak-anak merasa sulit untuk memahami ketugasan-ketugasan lembaga negara, sebelum belajar mereka sudah mengeluh.”

G2 : “Siswa memang banyak menghafal karena materi PKn memang demikian, untuk pengenalan sistem pemerintahan belum diberikan di kelas III dan akan diberikan di kelas IV untuk materi tersebut pun anak-anak kelihatannya juga belum paham saya rasa materi seperti jangan dulu disampaikan ke anak, karena terlalu berat.”

Penerapan pendidikan politik yang dilaksanakan di dalam kelas tentu saja mengalami kendala yang dapat menghambat proses pembelajaran. Hal tersebut diungkap melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada guru sebagai berikut:

P : “Kendala apa saja yang menghambat pelaksanaan pendidikan politik untuk siswa?”

G1 : “Proses belajar anak-anak pasti berbeda, setelah kita sharing dengan guru kelas yang lain ternyata ditemukan fakta bahwa pelajaran PKn merupakan pelajaran yang sulit bagi anak-anak karena mereka dituntut untuk mengafal.”

G2 : “Hambatannya ketika anak sudah merasa jenuh susah menghafal dan susah masuk materinya. Ketika anak diberikan tugas masih susah memahami soal yang tingkatannya berbau politik..”

Pesebaran latar belakang siswa yang berbeda adalah hal pasti yang terjadi pada setiap kelas, oleh karena itu guru mempunyai peran untuk memanajemen kemungkinan perbedaan yang terjadi akibat perbedaan latar belakang tersebut. Perbedaan yang terjadi tidak jarang dapat menjadi penyebab konflik dan kesenjangan sosial di dalam kelas. Konflik dan kesenjangan sosial yang terjadi dapat merupakan suatu sarana pendewasaan politis dalam sikap siswa untuk menghadapi konflik dan kesenjangan sosial tersebut. Hal ini diungkap oleh peneliti melalui wawancara seperti berikut.

P : “Bagaimana pesebaran latar belakang siswa di kelas? Apakah siswa pernah mempunyai masalah dalam hal tersebut.”

G1 : “Siswa berasal dari latar belakang yang beragam, bahkan sampai saat ini ada siswa yang saya belum pernah berkomunikasi dengan orang tuanya

83

tetapi dengan kakaknya, karena orang tuanya terlalu sibuk. Anak-anak dikelas kami alhamdulillah tidak ada yang membentuk kelompok berdasarkan dengan segi ekonomi. Ketika pembentukan kelompok pun mereka masih mau menerima anak yang nakal sekalipun.”

G1 : “Latar belakang siswa variatif, majemuk, dari sumatera ada, dari sunda ada, rata-rata dai Yogyakarta, untuk perekonomian rata-rata menengah ke atas. Selama ini perbedaan ini tidak berpengaruh dalam pemilihan teman, anak yang kaya dengan enjoy bermain dengan siapa saja.”

P : “Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu tentang dinamika kelompok sosial siswa yang terjadi di luar kelas ataupun di dalam kelas?”

G1 : “Awal-awal memang terjadi, tetapi kelas saya adalah kelas sedikit yang tidak memungkinkan untuk itu terjadi, dan apabila terjadi akan mudah dikenali. Memang pada awalnya anak-anak yang saya ampu memang berbeda dengan anak kebanyakan guru sebelumnya pun juga sudah berpesan kepada saya tentang hal tersebut.”

G2 : “Anak-anak menerima materi kerukunan dengan baik, tapi yang namanya anak-anak mudah berubah sifatnya, tapi dalam keseharian tidak pernah terlihat anak-anak yang ngegrup sendiri jadi satu, hanya yang belum bisa dikendalikan dari anak-anak adalah ejekan walaupun hanya dalam bentuk ringan.Tetapi anak perempuan senang bikin grup sendiri, tetapi sudah saya ingatkan untuk dapat berbaur dengan yang lain.”

Wawancara yang dilakukan dengan guru juga mengungkapkan pendapat guru mengenai pendidikan politik yang seharusnya diajarkan untuk anak SD, sebagai berikut ini:

P : “Bagaimana seharusnya pendidikan politik diajarkan untuk anak SD?” G1 : “Anak anak diarahkan ke dalam hal yang positif dalam menentukan

pilihan, terlebih lagi dalam hal sosialisasi dan menentukan pilihan. Materi mengenai ketugasan lembaga negara masih terlalu sulit dipahami untuk anak-anak usia SD.”

G2 : “Materi-materi mengenai struktur pemerintahan seharusnya disampaikan saat anak SMP bukan SD, karena materi tersebut terlalu berat untuk dipahami.”

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara di atas, pendidikan politik yang di berikan di dalam kelas salah satunya berupa pengajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang merupakan mata pelajaran wajib dalam kurikulum. Pembelajaran dikelas yang diampu oleh guru memberikan kesempatan bagi guru untuk menyampaikan pendidikan politik melalui: 1) strategi yang

84

digunakan oleh guru dalam penyampaian pembelajaran, 2) manajemen kendala belajar siswa beserta penanganannya, 3) manajemen keberagaman latar belakang siswa, dan 4) pandangan guru terhadap pendidikan politik yang harus diterima oleh siswa. Hal tersebut sesuai dengan observasi yang dilakukan oleh peneliti di dalam kelas yang membuktikan bahwa guru mengajarkan pendidikan politik melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang saat itu sedang membelajarkan materi mengenai keanekaragaman budaya bangsa sehingga anak akan dapat bersikap toleran yang mempunyai sikap politis yang baik, guru melakukan berbagai metode pembelajaran sebagai strategi pembelajaran diantaranya adalah ceramah, diskusi, dan simulasi praktek. Metode pembelajaran yang digunakan tersebut juga difungsikan sebagai cara guru memanajemen kendala belajar siswa, dengan mengajar menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi maka akan memperluas pengalaman pembelajaran siswa. Guru di setiap kelas yang diampunya juga memiliki kewenangan untuk mengatur pembentukan

Dokumen terkait