• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

BAB II LANDASAN PUSTAKA

2. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Siswa di Sekolah Dasar merupakan peserta didik yang mempunyai peran penting dalam suatu proses pendidikan. Tujuan pendidikan menempatkan peserta didik sebagai komponen utama penerima manfaat pendidikan. Peserta didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menepati posisi sentral dan menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua proses transformasi pendidikan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Noeng Muhadjir (Siswoyo, et al. 2013: 85) bahwa pendidikan selalu berlangsung dengan melibatkan aktor penting yang disebut sebagai subyek penerima di satu pihak dan subyek pemberi di pihak yang lain. Kedua subyek tersebut merupakan unsur utama dalam membentuk aktivitaas pendidikan. Subyek penerima tersebut adalah peserta didik dan subyek pemberi adalah pendidik. Ketidakadaan kedua unsur tersebut berarti juga ketiadaan aktivitas pendidikan.

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan (Siswoyo, et al. 2013: 85). Keberadaan peserta didik tersebut membutuhkan bantuan orang lain untuk berkembang dan

36

menunjang sebuah aktivitas pendidikan. Pernyataan tersebut juga sejalan dengan pendapat Arifin (Desmita, 2012: 39) bahwa sebagai individu yang sedang berada dalaam proses pertumbuhan dan perkembangan, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya Peserta didik dianggap masih dalam kondisi lemah tetapi mempunyai potensi untuk berkembang dengan bantuan orang lain yang berperan sebagai pendidik. Istilah peserta didik dalam pendidikan formal atau pada jengang Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah sering dikenal sebagai anak didik atau siswa. Penamaan lain peserta didik dalam lembaga pendidikan atau lingkungan pendidikan seperti pondok pesantren adalah santri, keluarga disebut anak, perguruan tinggi disebut mahasiswa, dan lain sebagainya.

Prespektif Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Sebagai anggota masyarakat tersebut peserta didik dalam melakukan proses pendidikannya memiliki sebuah tujuan untuk dapat memberikan konstribusi dalam pembangunan masyarakat, demi mewujudkan tujuan tersebut institusi pendidikan di segala jenjang memiliki program-program tertentu untuk menunjang ketercapaian tujuan tersebut.

Sebagai seorang individu yang memiliki peran kehidupan secara umum dan peran sebagai peserta didik dalam suatu sistem pendidikan, peserta didik memiliki karakteristik-karakteristik yang menjadi ciri seorang individu peserta didik. Peserta didik memiliki beberapa karakteristik fundamental yang melekat padanya

37

dalam menjalankan tugas-tugas perkembangan usia ataupun jenjang pendidikan yang sedang ia alami. Menurut Desmita (2012: 40) peserta didik adalah individu yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik. Potensi-potensi khas yang dimilikinya ini perlu dikembangkan dan diaktualisasikan sehingga mampu mencapai taraf perkembangan yang optimal.

2) Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya, peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya secara wajar, baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.

3) Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. Sebagai individu yang sedang berkembang, maka proses pemberian bantuan dan bimbingan perlu mengacu pada tingkat perkembangannya.

4) Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Dalam perkembangannya peserta didik memiliki kemampuan untuk berkembang ke arah kedewasaan, di sampinng itu, dalam diri peserta didik juga terdapat kecenderungan untuk meepaskan diri dari kebergantungan pada pihak lain. Karena itu, orang tua dan pendidik perlu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mandiri dan bertanggungjawab sesuai dengan kepribadiannya sendiri.

38

b. Tugas-Tugas Perkembangan Siswa Sekolah Dasar

Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada rata-rata usia 12 tahun. Apabila mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, usia anak sekolah dasar berada pada dua masa perkembangan, yaitu pada masa kanak-kanak tengan dengan rentang usia dari 6 tahun sampai 9 tahun, dan masa kanak-kanak akhir dengan rentang usia dari 10 sampai 12 tahun (Desmita. 2012; 35). Pendapat lain menjelaskan bahwa anak usia sekolah dasar berada pada masa perkembangan kanak-kanak akhir yang dialami oleh anak pada usia 6 tahun sampai masuk ke masa pubertas dan masa remaja awa yang berkisar pada usia 11 tahun sampai 13 tahun (Siswoyo, et al. 2013; 103). Kedua pendapat tersebut pada dasarnya mengacu pada karakteristik siswa usia sekolah dasar yang hampir sama, dimana mereka akan mengalami berbagai perkembangan sebagai imbas dari penyesuaian dirinya terhadap lingkungan sekitarnya. Masuk sekolah merupakan fase yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Pada fase tersebut seseorang mengalami perubahan sikap, nilai, dan perilaku yang menyesuaikan kondisi di sekitarnya.

Anak-anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu guru hendaknnya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.

39

Menurut Havighurst (Desmita. 2012; 35), tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:

1) Menuguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.

2) Membina hidup sehat.

3) Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.

4) Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin.

5) Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.

6) Memperoleh sejumlah konsep yang diperlakukan untuk berpikir efektif. 7) Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai.

8) Mencapai kemandirian pribadi.

Tujuan pendidikan akan tercapai dengan baik apabila terdapat interaksi efektif diantara dua unsur penting dalam pendidikan yaitu peserta didik dan pendidik. Apabila peserta didik mempunyai ciri tertentu maka guru sebagai pendidik perlu untuk melakukan upaya dalam mencapai setiap tugas perkembangan tersebut. Oleh karena itu, untuk membantu peserta didik mencapai tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk:

1) Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik. 2) Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa

untuk belajar bergaun dan bekerja dengan teman sebaya sehingga kepribadian sosialnya dapat berkembang.

40

3) Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun konsep.

4) Melaksanakan pembelajaran yang apat mengembangkan nilai-nilai, sehingga siswa mampu menentukan ilihan yang stabil dan menjadi pengangan bagi dirinya.

c. Perkembangan Siswa Sekolah Dasar

Setiap manusia memiliki potensi untuk berkembang menjadi sosok yang lebih baik dari sebelumnya dan juga memungkinkan untuk dapat tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dikaitkan dengan segala jenis aspek fisik seperti pertambahan berat badan, tinggi badan, panca indra, fungsi-fungsi otot dan lain sebagainya, sedangkan perkembangan dikaitkan dengan kemajuan aspek psikis seperti kemampuan cipta, rasa, karsa, karya, kematangan pribadi, pengendalian emosi, kepekaan spiritual, keimanan, dan ketaqwaan.

Berikut adalah penjelasan mengenai aspek-aspek perkembangan peserta didik yang saling berhubungan dan berkonstribusi dalam membentuk pribadi dan karakter peserta didik.

1) Perkembangan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar

Perkembangan fisik peserta didik mencakup berat badan, tinggi badan, termasuk perkembangan motorik. Pertumbuhan fisik anak usia sekolah dasar cenderung lebih stabil dan tenang, hal tersebut terjadi sebelum seorang anak mengalami masa pubertas, masa tenang tersebut sangat bermanfaat untuk digunakan untuk belajar berbagai kemampuan akademik. Anak menjadi

41

bertambah tinggi, berat, dan lebih kuat untuk dapat mempelajari berbagai macam keterampilan.

Anak setelah melewati masa tersebut akan masuk pada masa pubertas dimana perubahan akan terlihat lebih pesat. Pada masa ini anak akan mengalami perubahan primer dan sekunder yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Melalui perubahan fisik tersebut peserta didik perlu untuk mengembangkan kestabilan gerak serta melatih kordinasi untuk menyempurnakan berbagai keterampilan. Energi yang terdapat pada diri anak perlu disalurkan kedalam kegiatan-kegiatan yang melatih keterampilan menuju keseimbangan tubuh. Aktif dalam bergerak akan membantu anak untuk mengomtimalkan perkembangan fisik pada masa ini.

2) Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah Dasar

Perkembangan kognitif anak usia Sekolah Dasar juga sering dikenal dengan perkembangan intelektual. Menurut Jean Piaget (Siswoyo, et al. 2013: 100), tokoh penting dalam bidang psikologi perkembangan, membagi perkembangan intelektual peserta didik menjadi empat tahap, meliputi: 1) tahap sensori motor, 2) tahap pra-oprasional, 3) tahap operasional konkret, dan 4) tahap operasional formal. Keempat tahap perkembangan tersebut dijelaskan lebih lengkap melalui tabel berikut:

Tabel 1. Tahap Perkembangan Peserta Didik Menurut Jean Piaget Umur

(Tahun)

Fase

Perkembangan Perubahan Perilaku 0,0 –

2,0

Tahap Sensori Motor

Pada usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata tersesarnya dalah tangisan. Pengetahuan dapat

42

disampaikan kepada mereka dalam tahapan ini tidak dapat hanya menggunakan gambar sebagai alat peraga, melinkan harus menggunakan sesuatu yang bergerak.

2,0 -7,0

Tahap Pra-operasional

Peserta didik pada usia ini senang meniru perilaku orang tua dan guru yang pernah ia lihat dalam merespon suatu keadaan, perilaku orang, dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau.

7,0 – 11,0

Tahap Operaasional

Konkret

Peserta didik pada tahap perkembangan ini sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah. Peserta didik juga sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret. 11,0 –

14,0

Tahap Operasional

Formal

Peserta didik telam

memiliki kemampuan

mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif, secara serentak maupun berurutan.

Berdasarkan pengklasifikasian tahapan perkembangan tersebut, maka anak usia sekolah dasar yang rata-rata berusia dari 7 tahun sampai 12 tahun masuk pada tahap perkembangan psikologis operasional konkret. Pada masa ini tahap intelektual anak yang sebelumnya tidak jelas atau samar-samar akan lebih konkret dan dapat dipahami. Mereka akan mampu memecahkan masalah yang bersifat konkret dan mampu berpikir logis meski masih pada keterbatasan.

Peserta didik dalam masa operasional konkret dapat melakukan banyak pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang dapat mereka lakukan pada masa sebelumnya. Pemahaman peserta didik tentang konsep ruangan, kausalitas, kategorisasi, konversi, dan penjumlahan lebih baik (Izzaty, et al. 2013:

43

105). Praktek nyata tahapan pemahaman anak pada masa perkembangan ini adalah mereka dapat mengingat jalan pulang ke rumah dari sekolah dengan baik karena mereka mempunyai ide tentang jarak dari satu tempat ke tempat lain, lama waktu tempuhnya, dan dapat mengingat rute dan tanda jalan.

Peserta didik dalam tahap ini mampu berpikir induktif secara logis. Mereka mampu membuat keputusan berdasarkan sebab akibat dan memecahkan soal cerita sederhana. Cara menarik kesimpulan mereka dimulai dari melihat dan mengamati kejadian-kejadian disekitar mereka dengan gejala khusus dari lingkungan sekitar kemudian menarik kesimpulan. Contohnya adalah ayam paman berkokok, ayam kakek berkokok, ayam ayah berkokok, jadi semua ayam berkokok.

Berbagai peningkatan kemampuan berpikir intelektual peserta didi juga menyebabkan berkurang rasa egonya dan mulai bersikap sosial. Anak-anak mulai mengerti bagaimana menjaga sesuatu dengan baik. Pengalaman hidupnya memberikan pengalaman untuk bekal pengambilan keputusan berikutnya. Anak sudah mampu untuk berpikir, belajar, mengingat, dan berkomunikasi, karena proses kognitifnya tidak lagi egosentris melainkan lebih logis. Mereka juga sudah mampu untuk mengurutkan dan mengklasifikasikan suatu benda berdasarkan ciri-ciri tertentu.

3) Perkembangan Bahasa Anak Usia Sekolah Dasar

Bersamaan dengan bertambanya usia, anak-anak semakin banyak memiliki perbendaharaan kata. Anak-anak di lingkungan sekolah semakin banyak menggunakan kata yang tepat untuk menjelaskan sesuatu seperti memukul,

44

melempar, menendang dan menampar, di samping itu anak-anak juga mampu memilih kata yang tepat dan logis untuk merepresentasikan suatu keadaan. Menurut Izzaty, at al. (2013: 106) anak kelas satu mampu merespon pertanyaan orang dewasa dengan sederhana, dan anak kelas enam mampu menceritakan kembali satu bagai pendek dari buku, film, atau pertunjukan televisi.

4) Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Perkembangan moral merupakan proses yang sangat penting karena pada masa ini anak-anak akan mulai memahami nilai dan norma yang berlaku di lingkungan sekitarnya yang kemudian akan banyak berkonstribusi terhadap pembentukan pribadi dan karakter anak.

Penelitian Jean Piaget mengenai tahapan perkembangan moral anak dijelaskan oleh Dwi Siswoyo, et al. (2013: 107) dengan tabel sebagai berikut.

Tabel 2. Tahap Perkembangan Moral Peserta Didik Menurut Jean Piaget Umur

(Tahun)

Fase

Perkembangan Perubahan Perilaku 0,0 –

3,0 Non Morality

Anak belum memiliki atau mengenal moral

4,0 –

8,0 Heteronomous

Anak sudah mulai menerima dan memiliki aturan begitu saja dari orang lain yang diandang tidak bisa diubah.Tahap ini disebut sebagai masa realisme (stage of moral realism) atau moralitas berkendala (constraint morality). Tugas dan kewajiban pada masa ini dipandang sebagai wujud suatu kepatuhan

45 9,0 –

12,0 Autonomous

Moral pada tahap ini sudah mulai dipandang oleh anak sebagai persetujuan bersama secara timbal balik, dapat dipelihara dan diubah sesuai kebutuhan kolektif yang disebut sebagai moralitas bekerjasama (collaborate morality). Tugas dan kewajiban pada masa ini dipandang sebagai kesesuaian dengan harapan-harapan dan kesejahteraan bersama.

Berdasarkan data tersebut dalam usia sekolah dasar peserta didik mengalami perkembangan moral sesuai dengan umurnya. Anak-anak di kelas tinggi (kelas 4, 5, dan 6) akan lebih dapat memahami aturan yang berlaku tanpa membutuhkan bimbingan. Anak di kelas rendah (kelas 1, 2, dan 3) masih cenderung memerlukan bimbingan untum memahami dan melakukan aturan tertentu seperti berseragam dan lain sebagainya. Beberapa sekolah dasar juga menerapkan aturan khusus dan beban khusus pada anak yang berada di kelas tinggi karena dipandang memiliki kemampuan pemahaman moral yang sudah berkembang dari pada anak kelas rendah.

5) Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah Dasar

Perkembangan sosial anak tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan emosi, keduanya akan membentuk tingkah laku sosial. Anak-anak dalam masa perkembangannya akan selalu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya seperti keluarga, teman sebaya, dan sekolah yang semuanya mengambil peran penting untuk mengembangkan dunia sosial anak.

46

Erik Erickson (Siswoyo, et al. 2013: 103) seorang ahli dalam bidang psikologi anak, mengembangkan teori yang menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial dengan mengembangkan teori perkembangan psikososial (theory of Psychosocial Development). Berikut adalah tabel tahap-tahap perkembangan sosial menurut teori tersebut.

Tabel 3. Tahap Perkembangan Sosial Peserta Didik Menurut Erikson Umur

(Tahun)

Fase

Perkembangan Perubahan Perilaku 0,0 – 1,0 Trust vs Mistrust Tahap pertama adalah

tahap penngembangan rasa percaya diri kepada orang lain. 2,0 – 3,0 Autonomy vs

Shame

Anak pada tahap ini akan sangat terpengaruh oleh orang-orang penting disekitarnya. 4,0 –5,0 Insiative vs Guilt Anak pada masa ini akan

banyak bertanya dalam segala hal, mereka juga mengalami perkembangan ide sampai hal-hal yang fantasi

6,0 – 11,0 Industry vs Inferiority

Anak-anak pada masa ini sudah mampu mengerjakan tugas sekolah dan termotivasi untuk belajar.

12,0 – 18/20

Ego-identity vs Role on Fusion

Tahap ini manusia ingin mencari identitas dirinya. Anak yang sudah beranjak menjadi remaja mulai tampil memegang peranan sosial di masyarakat. 18/19 - 30 Intimacy vs

Isolation

Memasuki tahap ini manusia sudah mulai siap menjalin hubungan intim dengan orang lain.

30 - 60 Generativity vs Stagantion

Tahap ini ditandai dengan munculnya rasa kepedulian yang tulus terhadap sesama yang terjadi saat seseorang telah memasuki masa dewasa.

47

Berdasarkan tahap tersebut anak usia sekolah dasar berada pada tahap Industry vs Inferiority yang mulai menyesuaikan dirinya terhadap kondisi disekitarnya dan sudah mampu belajar dan berada di dalam lingkungan akademik formal seperti sekolah. Peserta didik pada tahap ini masih membutuhkan bantuan untuk memahami dan melakukan sesuatu dan menuntut untuk diperhatikan dan diapresiasi tindakannya. Apabila peserta didik gagal dalam melewati tahap ini maka akan berkembang rasa inferiority pribadi yang tidak baik untuk digunakan dalam nteraksi sosial.

6) Karakteristik Konsep Diri Anak Usia Sekolah Dasar

Sejalan dengan perkembangan fisik, kognitif, dan kemampuan sosial, anak usia sekolah dasar juga mengalami perubahan pandangan terhadap dirinya sendiri. Anak-anak mengalami penurunan dalam konsep diri karena perubahan tuntutan yang dialaminya dalam tuntuan akademik semenjak anak masuk sekolah. Anak-anak mulai membandingkan dirinya dengan Anak-anak-Anak-anak lain di lingkungannya, hal ini menyebabkan penilaian terhadap harga dirinya lebih realistis. Anak-anak pada masa sekolah dasar juga cenderung untuk melakukan hal-hal yang mereka sukai, dan menghindari hal-hal yang kurang mereka sukai. Hal ini memungkinkan anak untuk senantiasa meningkatkan kepercayaan dirinya dengan melakukan hal-hal yang mereka kuasai. Hal tersebut sesuai yang diungkapkan oleh McDevitt dan Ormrod (Desmita, 2012: 173) sebagai berikut.

Children routinely find themselves at the bottom of the heap must do some fancy footwork to keep their self esteem intact. Often, they focus on perfomance areas in which they excel and doscount areas that give them trouble. Perhaps because they have s many domains and experiences to consider as they look for strengths in their own performance, most children

48

maintain fairly high and stable self-esteem during the elementary school year.

Uraian tersebut menjelaskan bahwa apabila anak sudah menguasai suatu bidang maka dia akan fokus pada bidang itu dan memberikan perhatian yang kurang kepada bidang-bidang lain. Hal ini yang menyebabkan anak akan mempertahankan harga diri mereka dengan fokus terhadap bidang tersebut selama tahun-tahun sekolah dasar.

Robert Selman (Desmita, 2012: 175) berpendapat bahwa pengambilan keputusan anak terdiri dari lima tahap yang berlangsung dari umur 3 tahun sampai 15 tahun. Melalui tahapan pengambilan keputusan anak tersebut dapat diidentifikasi bagaimana anak-anak memandang dirinya dan orang lain dalam suatu prespektif seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 4. Tahap-Tahap Pengambilan Perspektif Tahap Pengambilan

Prespektif Usia Deskripsi

Perspektif yang

egosentris 3 – 6

Anak dapat menyebutkan perasaan orang lain,tetapi tidak melihat hubungan sebab dan akibat pemikiran dan tindakan sosial

Pengambilan Perspektif sosial

internasional

6 – 8

Anak sadar bahwa orang lain memiliki suatu perpektif sosial yang didasarkan atas pemikiran orang itu, yang mungkin sama atau berbeda dengan pemikirannya.

Pengambilan keputusan diri

reflektif

8 – 10

Anak sadar bahwa setiap orang sadar akan perspektif orang lain dan bahwa kesadaran ini memengaruhi pandangan dirinya dan pandangan orang lain.

Saling mengambil

prespektif 10 - 12

Anak remaja menyadari bahwa baik diri sendiri

49

maupun orang lain dapat memandang satu sama lain secara timbal balik dan secara serentak sebagai subjek. Pengambilan

perspektif sistem sosial dan konvensional

12 – 15

Anak remaja menyadari pengambilan perspektif bersama tidak selalu menghasilkan pemahaman yang sempurna.

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa anak-anak usia 6 tahun sudah mulai memahami perbedaan pandangannya dengan orang lain. Mereka telah mampu menghargai orang lain yang berbeda pandangan dengannya. Anak-anak sudah mulai siap untuk memasuki dunia sosial sebaya untuk melanjutkan tugas perkembangannya.

7) Perkembangan Spiritualitas Anak Usia Sekolah Dasar

Muhammad Idrus (Desmita, 2012: 281) menjelaskan bahwa anak usia 7 – 11 tahun sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak sudah mulai mampu untuk berpikir logis dan mengatur dunia dengan kategori-kategori baru. Naratif dan cerita masih menjadi pokok dalam tahap ini karena anak lebih mudah memahami informasi yang disampaikan melalui naratif dan cerita. Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikian operasional konkret, maka anak-anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Seperti yang mempengaruhinya dalam konsep keagamaan. Menurut Desmita (2012: 281) pada awalnya anak akan memahami Tuhan sebagai sebuah konsep konkret-anthropomorfis ang mempunyai perwujudan riil serta memiliki sifat-sifat pribadi seperti manusia. Namun, seiring perkembangan kognitifnya, anak mulai mampu memahami Tuhan sebagai wujud

50

yang abstrak, seperti Tuhan itu satu, Tuhan itu amat dekat, Tuhan ada di mana-mana, dan lain sebagainya.

d. Pandangan Politik Siswa Sekolah Dasar

Sebagai pribadi yang berkembang tentu saja anak-anak juga mengalami perkembangan orientasi politik. Anak di masa perkembangannya dari berbagai aspek perkembangan dalam dirinya akan terus berubah sampai akhir hidupnya. Pandangan politik orang dewasa tentu saja akan dipengaruhi oleh apa yang dia dapatkan pada masa anak-anak. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Dawson, Prewitt, dan Dawson (1977: 49) bahwa the study of political socialization makes similar assumptions: in childhood we find the roots of adult political life. Orientasi politik orang dewasa akan berakar pada masa anak-anaknya. Pengalaman masa kecil anak-anak akan berpengaruh pada pandangannya di masa depan, berbagai macam input yang didapatkan oleh seseorang pada masa anak-anak termasuk bagaimana ia mendapatkan sosialisasi politik dari orang luar akan mengarahkan pandangannya terhadap suatu hal yang bersifat politis.

Dawson, Prewitt, dan Dawson (1997: 50) membagi sikap politik manusia periode Pra Dewasa menjadi tiga bagian sesuai dengan usianya yakni: 1) masa kanak-kanak awal (early childhood) yaitu usia lima sampai sembilan tahun, 2) masa kanak-kanak akhir (late childhood) yaitu usia sembilan sampai tiga belas

Dokumen terkait