• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penelitian

A. Karakteristik Responden

Oleh karena studi ini ditujukan untuk Mengetahui seberapa jauh pemahaman dan kesiapan para kepala desa beserta aparatur birokrasi pemerintahan desa dalam menerapkan Undang-Undang No.6 tahun 2014, serta untuk mengatahuai pengetahuan mereka tentang prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), termasuk pemahaman mereka tentang perilaku/tindak koruptif, makak responden penelitian ini adalah para aparat atau perangkat desa yang menjalankan tugas-tugas administratif pemerintahan desa. Berikut jumlah responden di masing-masing desa.

Tabel 1: Nama Desa dan Jumlah Responden di Masing Desa

Desa Jumlah Responden

Penelitian Persentase

Berbek (Kab. Sidoarjo) 8 12,3 %

Wedoro (Kab. Sidoarjo) 8 12,3 %

Madiredo (Kab. Malang) 10 15,4 %

Tawangsari (Kab. Malang) 10 15,4 % Glondonggede (Kab. Tuban) 10 15,4 %

Tambakboyo (Kab. Tuban) 9 13,8 %

Kranji (Kab. Lamongan) 10 15,4 %

Jumlah 65 100 %

Berdasarakan data pada tabel 1 di atas, terlihat bahwa jumlah respoden di masing-masing desa berkisar antara 8 hingga 9 orang. Hal ini karena struktur birokrasi atau organisasi penyelenggaraan pemerintah desa tidak terlalu rumit, sehingga jabatan di dalam struktur tersebut jumlahnya tidak banyak.

Berikut jenis jabatan pada struktur birokrasi pemerintahan desa yang ada di berbagai desa di Jawa Timur, khususnya di empat kabupaten tersebut.

Tabel 2: Responden dengan Jabatan/Posisi dalam Pemerintahan Desa

Jabatan Frekuensi Persentase

Kepala Desa 5 7,7 %

Kepala Dusun 19 29,2 %

Kepala Seksi (Kasi) Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan

2 3%

Kasi/Kepala Urusan (Kaur) Kesejahteraan Rakyat (Kesra)

9 13,8 % Kasi Nelayan & Perikanan 2 3 %

Kasi Pelayanan Umum 2 3,1 %

Kasi/Kaur Pemerintahan 10 15,4 %

Kasi Pertanian dan Pengairan 1 1,5 %

Kasi Tanah dan Air 1 1,5 %

Kasi Ketentraman dan Ketertiban 4 6,1 %

Kaur Bangunan 1 1,5 %

Kaur Pemberdayaan Masyarakat 1 1,5 % Sekretaris Desa (Sekdes) 8 12,3 %

Jumlah 65 100 %

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa cukup banyak responden bertindak sebagai kepala dusun (29, 2 persen), disusul kemudian berposisi sebagai kasi/kaur pemerintahan (15,4 persen), dan yang menjabat sebagai kasi/kaur kesejahteraan rakyat sebanyak 13,8 persen, serta yang menduduki posisi sebagai kepala desa sebanyak 7,7 persen.

Jika dikategorikan berdasarkan usia, maka usia para aparat pemerintahan desa yang menjadi sampel dalam studi ini terbanyak berada di usia 39-52 tahun (60 persen). Aparat desa yang terkategori berusia muda jumlahnya sama dengan aparat

desa yang berusia 35 tahun ke atas (masing-masing 20 persen). Ini artinya perangkat yang bekerja pada birokrasi pemerintahan desa telah bekerja relatif cukup lama, dan usia mereka dapat digolongkan sebagai usia yang cukup mapan.

Aparat pemerintah desa menempati posisi atau jabatannya sesuai dengan masa kerjanya di birokrasi pemerintahan desa. Dari 65 responden dalam penelitian ini, cukup banyak yang mulai bekerja sejak sebelum tahun 2000 (lebih dari 15 tahun), bahkan ada yang sudah bekerja sebagai perangkat desa sejak tahun 1977 (23 persen). Lamanya masa jabatan perangkat desa ini dapat disetarakan dengan lamanya masa kerja seorang pegawai negeri sipil, yang dianggap memasuki usia pensiun ketika berumur 55 ke atas. Sedangkan perangkat desa yang dapat dikatakan relatif masih baru menjabat sebagai perangkat (sekitar 1 hingga 4 tahun yang lalu) jumlahnya sebanyak 29 persen.

Tabel 3: Tahun Mulai Menjabat Sebagai Perangkat

Tahun Mulai Menjabat Frekuensi Persentase

Sebelum tahun 2000 21 32%

2001-2005 8 12%

2006-2010 17 27%

2011-2014 19 29%

Jumlah 65 100 %

Aparat birokrasi pemerintahan desa nampaknya masih didominasi oleh pria dibandingkan perempuan, hal ini dapat dilihat pada table di bawah ini, di mana Jumlah aparat birokrasi desa laki-laki sebanyak 92 persen, sedangkan perempuan jumlahnya hanya sekitar 8 persen.

Jenjang pendidikan responden dalam studi ini masih banyak yang hanya sampai di tingkat menengah atau setara SMA (57 persen) dan dasar atau setara SD dan SMP (25 persen). Sedangkan yang terkategori berpendidikan tinggi (diploma, S1, S2/S3) jumlahnya hanya sekitar 18 persen.

B. Pemahaman Aparatur Birokrasi Desa terhadap UU Desa No. 6/2014

Uraian berikut ini ingin mendapatkan gambaran tentang tingkat pengetahuan dan pemahaman responden tentang UU Desa No.6 tahun 2014. Adapun unsur-unsur yang termuat di dalam UU Desa No.6 Tahun 2014 antara lain adalah: (1) pemerintah desa dan perangkatnya; (2) Badan Permusyawarahan Desa (BPD) dan perangkatnya; (3) Mekanisme Musyawarah Desa; (4) Badan Usaha Milik Desa (BUMDES); (5) peraturan yang dibuat oleh pemerintahan desa; (6) mekanisme pembangunan desa; (7) prosedur dan mekanisme keuangan desa; (8) asset desa; dan (9) pemberdayaan masyarakat desa.

Pengetahuan Tentang Unsur-Unsur dalam UU Desa

Berdasarkan data yang terkumpul, diketahui bahwa dari kedelapan unsur tersebut, hampir keseluruhan responden (98-100 persen) memiliki pengetahuan tentang: (1) pemerintah desa beserta perangkatnya; (2) musyawarah desa; (3) BPD dan perangkatnya; dan (4) pembangunan desa. Unsur berikutnya yang juga hampir diketahui oleh sebagian besar responden (90-97 persen) adalah: (1) asset desa; (2) peraturan desa; (3) pemberdayaan masyarakat desa; dan (4) keuangan desa. Sedangkan hal yang nampaknya masih belum banyak diketahui oleh beberapa responden adalah tentang BUMDES (17 persen).

Tabel 4: Pengetahuan Tentang Unsur-Unsur yang ada pada UU Desa

Unsur dalam UU Desa Frekuensi Jumlah Persentase Jumlah

Ya Tidak Ya Tidak

Pemerintah Desa dan Perangkatnya 65 0 65 100 % 0% 100 % BPD dan Perangkatnya 64 1 65 98,5% 1,5% 100 % Musyawarah Desa 65 0 65 100 % 0% 100 % BUMDES 54 11 65 83,1% 17% 100 % Peraturan Desa 61 4 65 93,8% 6,2% 100 % Pembangunan Desa 64 1 65 98,5% 1,5% 100 % Keuangan Desa 60 5 65 92,3% 7,7% 100 % Aset Desa 63 2 65 96,9% 3,1% 100 % Pemberdayaan Masyarakat Desa 61 4 65 93,8% 6,2% 100 %

Tingkat Pemahaman Unsur-Unsur di dalan UU Desa

Meskipun hampir seluruh responden mengetahui unsur-unsur di dalam UU Desa, namun ketika diukur tingkat pemahaman mereka tentang unsur-unsur tersebut nampak bahwa pemahaman mereka cukup bervariasi.

Tingkat pemahaman yang paling tinggi (sangat paham dan paham) menurut pendapat para responden ada pada: (1) Pemerintah Desa; (2) BPD; (3) Pembangunan Desa; dan (4) peraturan desa. Tingkat pemahaman yang terkategori rendah (kurang paham dan tidak paham) ada pada: (1) BUMDES (16,2 persen); (2) Pemberdayaan Masyarakat Desa (12,3 persen); (3) asset desa (7,8 persen); dan (4) keuangan desa (7,8 persen).

Unsur-Unsur dalam UU Desa Yang Sudah Dijalankan oleh Pemerintah Desa

Meskipun UU Desa baru diluncurkan pada tahun 2014, tetapi sebagian unsur di dalam UU tersebut sudah dikenal dan bahkan telah dilaksanakan oleh aparat pemerintah desa. Dari Sembilan unsur yang ada di dalam UU Desa, nampaknya yang sudah cukup dipahami dan diterapkan oleh pemerintah desa dalam menjalankan roda pemerintahannya adalah pada unsur-unsur: (1) pembentukan pemerintahan desa, (2) pembentukan BPD, (3) menyelenggarakan musyawarah desa, (4) menyelenggarakan pembangunan desa, (5) mengatur dan membukukan keuangan desa, serta (6) mendata dan memelihara asset desa. Sedangkan unsur-unsur yang nampaknya masih baru dan belum dilaksanakan oleh aparat pemerintah desa adalah: (1) mendirikan BUMDES; dan (2) menjalankan program pemberdayaan masyarakat desa.

Tabel 5: Unsur-Unsur Dalam UU Desa Yang Sudah Dijalankan

Unsur dalam UU Desa Frekuensi Jumlah Persentase Jumlah

Sudah Belum Sudah Belum

Pembentukan pemerintah

Desa dan Perangkatnya 64 1

65 98,5% 1,5% 100 % Pembentukan BPD dan Perangkatnya 65 0 65 100% 0% 100 % Menyelenggarakan Musyawarah Desa 65 0 65 100% 0% 100 % Memiliki BUMDES 27 38 65 41,54% 58,46% 100 % Menetapkan dan melaKurang 61 4 65 93,8% 6,2% 100 %

Setujuanakan Peraturan Desa Menyelenggarakan

Pembangunan Desa

65 0 65 100% 0% 100 % Mengatur dan Membukukan

Keuangan Desa

64 1 65 98,5% 1,5% 100 % Mendata dan Memelihara

Aset Desa 64 1 65 98,5% 1,5% 100 % Menjalankan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa 60 5 65 90,3% 9,7% 100 %

C. Implementasi Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good

Governance)

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) antara lain adalah: (1) memberikan pelayanan terbaik untuk public dan berorientasi kepada kebutuhan masyarakat; (2) melibatkan partisipasi masyarakat; (3) menjalankan prinsip-prinsip transparansi dalam melayani kebutuhan masyarakat; (4) mempertangungjawabkan tugas dan kewenangannya kepada masyarakat; (5) menjalankan pemerintahan desa dengan adil dan menaati aturan hukum yang berlaku.

Berikut ini pengalaman para responden dalam upaya mereka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan unsur-unsur kegiatan yang terdapat di dalam UU Desa.

Upaya Memberikan Pelayan Terbaik untuk Kepentingan Publik/Masyarakat

Aktivitas pemerintah desa berdasarkan UU Desa meliputi kesembilan unsur yang telah disebutkan pada subbab di atas. Berikut ini dapat dilihat pendapat responden tentang kinerja pemerintahan desa dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat.

Berdasarkan kesembilan unsur atau bidang kerja pemerintah desa, nampaknya yang dianggap oleh seluruh atau hampir seluruh responden bahwa aparat birokrasi pemerintah desa telah memberikan pelayanan terbaik untuk publik/masyarakat ada pada kegiatan: (1) penyelenggaraan musyawarah desa (100 persen); (2) menetapkan dan melaksanakan peraturan desa (98,5 persen); dan (3) memelihara asset desa (98,5 persen). Sedangkan bidang kerja yang menurut responden masih belum memenuhi prinsip pelayanan terbaik untuk publik/masyarakat adalah: (1) melaksanakan pembangunan desa (9,7 persen); (2) menjalankan program pemberdayaan masyarakat desa (9,7 persen); dan (3) mengelola BUMDES (46 persen). Oleh karena responden tidak cukup paham dengan BUMDES, maka pada umumnya mereka mengatakan bahwa pemerintahan desa belum memberikan pelayan terbaik untuk kegiatan pengelolaan BUMDES.

Tabel 6: Memberikan Pelayanan Terbaik untuk Publik Dan Berorientasi Kepada Kebutuhan Masyarakat

Unsur dalam UU Desa Frekuensi Jumlah Persentase Jumlah

Sudah Belum Sudah Belum

Menetapkan dan

melaksanakan peraturan desa

64 1 65 98,5% 1.5% 100 % Menyelenggarakan musyawarah Desa 65 0 65 100% 0% 100 % Mengelola BUMDES 35 30 65 53,85% 46,15% 100 % Melaksanakan Pembangunan Desa 60 5 65 90,3% 9,7% 100 % Mengatur Keuangan Desa 63 2 65 96,9% 3,1% 100 % Memelihara Aset Desa 64 1 65 98,5% 1,5% 100 % Mendata dan memelihara

Aset Desa 63 2 65 96,9% 3,1% 100 % Menjalankan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa 60 6 65 90,3% 9,7% 100 %

Ketika responden diminta untuk menyebutkan apa saja bentuk pelayanan publik yang telah dilakukan oleh pemerintah desa dan dianggap telah berorientasi pada kepentingan masyarakat, seluruh responden (100 persen) menjawab dalam bentuk pelayanan kependudukan. Terdapat satu kegiatan yang diharapkan oleh seluruh responden di mana kegiatan tersebut dapat dianggap dapat memenuhi kepentingan atau kebutuhan masyarakat, yaitu mengadakan atau memberikan pelatihan bagi masyarakat. Namun berdasarkan pengakuan sebagian besar responden (63 persen) kegiatan tersebut belum dijalankan oleh pemerintahan desa dan kebutuhan tersebut belum terlayani dengan baik.

Kegiatan Pemerintah Desa yang Melibatkan Partisipasi Masyarakat

Berdasarkan pengakuan seluruh responden (100 persen) hanya dalam kegiatan pebentukan BPD dan perangkatnya yang telah melibatkan partisipasi secara penuh dari masyarakat. Sedangkan pada kegiatan lain, seperti: (1) pembentukan pemerintahan desa dan perangkatnya; (2) menyelenggarakan musyawarah desa; (3) menyelenggarakan pembangunan desa; (4) menetapkan dan melaksanakan peraturan desa; (5) mengatur dan membukukan keuangan desa; (6) mendata dan memelihara asset desa dianggap oleh sebagian besar responden sudah melibatkan partisipasi masyarakat. Adapun kegiatan atau aktivitas yang oleh sebagian responden masih dianggap belum melibatkan partisipasi masyarakat adalah pada bidang: (1) pendirian BUMDES (56,9 persen mengatakan demikain), dan (2) upaya mejalankan program pemberdayaan masyarakat desa.

Tabel 7: Unsur-Unsur Dalam UU Desa Yang Sudah Dijalankan Dan Melibatkan Partisipasi Masyarakat

Unsur dalam UU Desa Frekuensi Jumlah Persentase Jumlah

Sudah Belum Sudah Belum

Pembentukan pemerintah Desa dan Perangkatnya 64 1 65 98,5% 1,5% 100 % Pembentukan BPD dan Perangkatnya 65 0 65 100% 0% 100 % Menyelenggarakan Musyawarah Desa 64 1 65 98,5% 1,5% 100 % Memiliki BUMDES 28 37 65 43,1% 56,9% 100 % Menetapkan dan melaksanakan

peraturan desa

63 2 65 96,9% 3,1% 100 % Menyelenggarakan

Pembangunan Desa

64 1 65 98,5% 1,5% 100 % Mengatur dan Membukukan

Keuangan Desa

63 2 65 96,9% 3,1% 100 % Mendata dan Memelihara Aset

Desa 63 2 65 96,9% 3,1% 100 % Menjalankan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa 62 3 65 95,4% 4,6% 100 %

Adapun bentuk-bentuk keterlibatan masyarakat dalam membantu jalannya pemerintahan desa antara lain berupa: (1) menyumbangkan tenaga (43 persen); (2) menyumbangkan uang (39 perse); (3) ikut dan terlibat dalam musyawarah desa (35 persen), serta menyampaikan aspirasinya melalui BPD atau perwakilan rakyat setempat (28 persen).

Menjalani Prinsip-Prinsip Transparansi dalam Melayani Kebutuhan Masyarakat

Prinsip transparansi belum sepenuhnya dijalankan oleh para aparat birokrasi pemerintahan desa. Hal itu dapat dibuktikan dari data pada tabel 14 di atas, di mana responden pernah mengetahuai bahwa di semua unsur-unsur aktivitas pemerintahan desa masih ada yang tidak menggunakan prinsip transparansi dalam melayani kebutuhan masyarakat. Beberapa usur yang dinilai responden cukup besar ketidaktransparannya, antara lain adalah: (1) BUMDES (52 persen); (2) pemberdayaan masyarakat desa (9,7 persen); (3) peraturan desa (4,6 persen); dan (4) BPD dan perangkatnya (4,6 persen). BUMDES dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dianggap tidak transparan oleh responden karena kedua hal tersebut adalah unsur baru dalam pemerintahan desa.

Tabel 8: Menjalankan Prinsip-Prinsip Transaparansi

Unsur dalam UU Desa Frekuensi Jumlah Persentase Jumlah

Ya Tidak Ya Tidak

Pemerintah Desa dan Perangkatnya 63 2 65 96,9% 3,1% 100 % BPD dan Perangkatnya 62 3 65 95,4% 4,6% 100 % Musyawarah Desa 63 2 65 96,9% 3,1% 100 % BUMDES 31 34 65 47,7% 52,3% 100 % Peraturan Desa 62 3 65 95,4% 4,6% 100 % Pembangunan Desa 64 1 65 98,5% 1,5% 100 % Keuangan Desa 63 2 65 96,9% 3,1% 100 % Aset Desa 63 2 65 96,9% 3,1% 100 % Pemberdayaan Masyarakat Desa 60 5 65 90,3% 9,7% 100 % Adapun bentuk-bentuk ketidaktransparanan apparatur pemerintah desa yang cukup banyak diketahui oleh responden antara lain adalah: (1) tidak membuat Laporan Pertanggungjawaban Keuangan dana desa (25 persen); (2) tidsak melaporan LPJ tahunan desa (62 persen); (3) tidak melaksanakan musyawarah desa setidaknya satu bulan sekali (65 persen); dan (4) tidak mensosialisasikan kepada masyarakat tentang rencana kegiatan desa (79 persen).

Mempertanggungjawabkan Tugas dan Wewenang kepada Masyarakat

Salah satu prinsip good governance adalah dalah kemampuan aparatur birokrasi pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan tugas dan kewenangannya kepada masyarakat. Berdasarkan jawaban responden, terlihat bahwa di semua unsur dalam UU desa yang sudah diimplementasikan, pada umumnya pernah dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Namun ada beberapa unsur yang menurut responden tidak pernah dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, yaitu: peraturan desa (10 persen) dan musyawarah desa serta asset desa (masing-masing dijawab oleh 3 persen responden). BUMDES dan Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah hal baru dalam pemerintahan desa sehingga respon responden juga negatif terhadap kedua unsur tersebut.

Ketika responden ditanya tentang cara aparatur birokrasi pemerintah desa mempertanggungjawabkan tugas dan kewenangannya kepada masyarakat, maka cukup banyak di antara mereka yang tidak mengetahui mekanismenya. Beberapa mekanisme yang dapat dilakukan untuk pertanggungjawaban tugas tersebut antara lain adalah: membuat LPJ di setiap kegiatan (26 persen responden menjawab tidak melakukan itu), membuat LPJ Tahunan (65 persen responden menjawab tidak melakukan itu), dan bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi (sebanyak 59 persen menjawab tidak melakukan itu).

Menyampaikan informasi kepada Masyarakat tentang berbagai program dari

pemerintah

Inisiatif untuk menyampaikan informasi yang dapat dipercaya kepada masyarakat tentang berbagai program pemerintah, baik yang datang dari pusat, kabupaten/kota maupun rencana kerja pemerintah desa kepada masyarakat, merupakan itikad baik bagi birokrasi pemerintah yang mengedepankan prinsip good governance.

Berdasarkan pengakuan beberapa responden bahwa masih ada informasi yang tidak secara rutin/kadang-kadang disampaikan kepada masyarakat, yaitu informasi yang berkaitan dengan: (1) kebijakan dari pemerintah propinsi (11 persen); dan (2) kebijakan dari pemerintah pusat (5 persen). Kendala yang mungkin dihadapi aparatur birokrasi

pemerintah desa ketika mereka tidak bisa selalu menyampaikan informasi dari pemerintah propinsi dan pusat kepada masyarakat adalah karena keterbatasan akses informasi (tidak tersedianya media komunikasi yang cepat, seperti email, internet, dan sebagainya). Hal lain yang juga menjadi penghambat adalah dari pemerintah propinsi dan pusat sendiri, di mana informasi itu lambat sampai ditangan aparatur birokrasi pemerintah desa, karena harus melalui berbagai hirarki dan jalur birokrasi yang cukup panjang mata rantainya.

Adapun jenis-jenis informasi yang pernah disampaikan kepada masyarakat dari pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota maupun desa sendiri meliputi: (1) dana bantuan/program desa; (2) kebijakan atau program pemerintah untuk desa; (3) rencana pembangunan desa; (4) Anggaran Pembangunan Desa; dan (5) hasil rapat desa.

Tabel 9: Jenis Informasi Yang Diberikan/Disampaikan Ke Masyarakat Sumber Macam Informasi Frekuensi Jumlah Persentase Jumlah

Ya Tidak Ya Tidak Pemerintah Pusat Dana bantuan 42 23 65 64,6% 35,4% 100 % Kebijakan/program pemerintah 33 32 65 50,8% 49,2% 100 % Pemerintah Propinsi Dana bantuan 38 27 65 58,5% 41,5% 100 % Kebijakan 29 36 65 44,6% 55,4% 100 % Pemerintah Kota/Kab Dana bantuan 32 33 65 49,2% 50,8% 100 % Kebijakan 27 38 65 51,5% 48,5% 100 % Rencana pembangunan 20 45 65 30,8% 69,2% 100 % APB Des 15 50 65 23,1% 76,9% 100 % Lingkungan Sekitar Desa Dana bantuan 32 33 65 49,2% 50,8% 100 % Pelaksanaan pembangunan 11 54 65 16,9% 83,1% 100 % Hasil rapat 8 57 65 12,3% 87,7% 100 % Bantuan Program untuk Desa 18 47 65 27,7% 72,3% 100 %

Berdasarkan data pada tabel di atas, terlihat hal yang cukup menarik di mana ketika sumber informasi itu berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah propinsi, aparat pemerintah desa lebih banyak memberikan informasi kepada masyarakat desa, misalnya informasi tentang dana bantuan (65 persen dan 59 persen responden mengatakan disampaikan kepada masyarakat); serta kebijakan/program pemerintah untuk desa (51 persen dan 45 persen). Namun ketika sumber informasi itu berasal dari pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa sendiri, cukup banyak responden yang mengatakan bahwa informasinya tidak sampai kepada masyarakat. Sebagai contoh: informasi mengenai dana bantuan dari pemerintah kabupaten/kota dan bantuan program untuk desa, sebanyak 51 persen dan 72 persen responden mengatakan tidak pernah menginformasikan atau mendapat informasi tentang hal itu. Begitu juga informasi tentang rencana pembangunan dan pelaksanaan pembangunan desa, sekitar 69 persen dan 83 persen responden mengatakan tidak pernah menginformasikan atau mendapat informasi tentang hal itu. Hasil rapat di tingkat desa, menurut sebagian besar responden (88 persen) juga tidak diinformasikan kepada masyarakat.

Media penyampaian informasi kepada masyarakat sesungguhnya dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, seperti melalui papan pengumuman,

musyawarah desa, tokoh masyarakat atau mekanisme Badan Permusyawarahan Desa (BPD). Namun menurut sebagian besar responden cara menyampaikan informasi yang dilakukan oleh aparat birokrasi pemerintah desa kepada masyarakat pada umumnya adalah melalui musyawarah desa dan tokoh masyarakat di tingkat desa.

Bertindak Adil kepada Masyarakat dan Menaati Aturan-Aturan Hukum Yang Berlaku

Prinsip lain yang menjadi penanda dilaksanakannya good governance adalah kemampuan aparat birokrasi pemerintah untuk bertindak adil kepada masyarakat dan selalu menaati aturan-aturan hukum yang berlaku. Berdasarkan pengakuan responden, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa pemerintah desa di wilayah mereka masing-masing sudah menerapkan prinsip keadilan di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan menaati aturan hukum yang berlaku (94 persen). Namun demikian, ketika para responden diminta memberikan contoh perilaku yang mana saja dari para aparat pemerintah desa yang sudah menunjukkan keadilannya, kebanyakan dari mereka lebih menunjuk pada pelayanan kependudukan (58,5 persen). Beberapa contoh perilaku yang menurut responden masih belum menunjukkan visi keadilan dan ketaaatan pada aturan hukum antara lain adalah: (1) mendahulukan keluarga (55 persen); (2) tidak selalu memberikan informasi kepada masyarakat (77 persen); menerima suap (82 persen); dan tidak mendahulukan prosedur (96 persen).

Tabel 10: Contoh Kepala Desa Dan Perangkat Sudah Bertindak Adil Kepada Masyarakat Dan Menaati Aturan Hukum Yang Berlaku

Contoh Perilaku Frekuensi Jumlah Persentase Jumlah

Ya Tidak Ya Tidak

Tidak pilih kasih dalam memberikan pelayanan

38 27 65 58,5% 41,5% 100 % Tidak mendahulukan keluarga 29 36 65 44,6% 55,4% 100 % Selalu memberikan informasi

kepada masyarakat

15 50 65 23,1% 76,9% 100 % Tidak menerima suap 12 53 65 18,5% 81,5% 100 % Mendahulukan prosedur 20 45 65 30,8% 69,2% 100 %

D. Pemahaman Aparat Desa tentang UU/Hukum yang Berkaitan

dengan Tindak Korupsi dan Tindak/Perilaku yang Diangap Koruptif

Subbab berikut ini membahas pengetahuan para aparat pemerintahan desa tentang tindak/perilaku koruptif. Hal penting yang seharusnya diketahui para aparat pemerintah desa adalam memahami isi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU No.31/1999 jo UU No.20/2001).

Pemahaman Aparat Desa terhadap UU Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan pengakuan para responden ternyata masih cukup banyak di antara mereka yang belum pernah mempelajari atau mendapatkan informasi tentang UU Anti Korupsi (64,6 persen). Sedangkan yang sudah mendapatkan informasi tentang hal itu baru sekitar 35,4 persen.

Bagi 23 responden yang sudah pernah mendapatkan informasi tentang UU Anti Korupsi, 18 orang di antaranya pernah membaca langsung UU tersebut, sedangkan 5 orang sisanya belum pernah membaca secara langsung.

Pengetahuan Tentang Jenis Tindakan Korupsi

Jika hanya 23 responden (35,4 persen) saja yang pernah membaca, mempelajari, mengetahui atau mendapat informasi tentang UU anti korupsi, maka untuk mengetahui seberapa paham mereka tentang isi UU itu, maka tabel berikut ini menjelaskan hal tersebut.

Tabel 11: Pengetahuan Tentang Jenis Tindakan Korupsi Jenis Tindakan Korupsi Frekuensi Jumlah Persentase Jumlah Paham Tidak Paham Paham Tidak Paham Kerugian Keuangan Negara 18 5 23 78,3% 21,7% 100 % Suap-Menyuap 19 4 23 82,6% 17,4% 100 % Penggelapan dalam Jabatan 14 9 23 60,9% 39,1% 100 % Pemerasan 13 10 23 56,5% 43,5% 100 % Perbuatan Curang 12 11 23 52,2% 47,8% 100 % Benturan Kepentingan dalam Pengadaan 9 14 23 39,1% 60,9% 100 % Gratifikasi 16 7 23 69,7% 30,3% 100 % Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa hal-hal yang dipahami oleh kebanyakan responden dari UU anti korupsi adalah berkaitan dengan: (1) suap-menyuap (82,6 persen); (2) kerugian keungan negara (78,3 persen); (3); gratifikasi (69,7 persen); (4) penggelapan dalam jabatan (60,9 persen); (5) pemerasan (56,5 persen); dan perbuatan curang (52,2 persen). Pemahaman yang paling rendah dari para responden tentang jenis tindakan korupsi adalah pada benturan kepentingan dalam pengaadaan (39,1 persen). Ini artinya, masih banyak aparat desa yang belum memahami bahwa dalam hal pengadaan barang untuk kepentingan lembaga pemerintah ada rambu-rambu yang harus dipatuhi agar tidak terjadi benturan kepentingan antara pemberi pekerjaan (instansi yang menawarkan pengadaan barang) dengan pihak-pihak yang mengerjakan pengadaan barang (perusahaan swasta yang menerima pekerjaan pengadaan barang).

Sikap Responden Ketika Dihadapkan pada Kasus-Kasus Korupsi

Beberapa kasus yang berkaitan dengan tindakan korupsi ditanyakan kepada responden dan responden kemudian memberikan penilaian atas dasar sikap mereka terhadap kasus-kasus tersebut. Beberapa tindakan atau kasus korupsi yang ditanyakan kepada responden meliputi: (1) kolusi dan nepotisme; (2) suap-menyuap; (3) penipuan/pemalsuan/penggelapan untuk tujuan memperkaya diri; (4) pemerasan; (5) penyalahgunaan wewenang/kekuasaan.

a. Kolusi dan Nepotisme

Kolusi merupakan suatu tindakan atau perbuatan di mana seseorang atau sekelompok orang yang memiliki wewenang atau jabatan bersekongkol dengan orang- orang yang berkepentingan dengan pemilik wewenang atau jabatan itu untuk tujuan memperoleh berbagai kemudahan demi kepentingan kedua belah pihak. Sedangkan

nepotisme adalah kebijakan yang mendahulukan sanak saudara dan teman-teman dekat yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki wewenang atau jabatan (Glendoh, 1997).

Berdasarkan tabel di bawah ini terlihat bahwa nepotisme (hubungan kedekatan/pertemanan/persaudaraan/atasan) oleh para responden nampaknya sudah mulai dianggap sebagai perilaku yang tidak terpuji. Hal itu dapat dibuktikan bahwa sekitar 10,7 persen responden bersikap setuju atau cukup setuju dan sebesar 64,6 persen responden tidak setuju ketika pemimpin/pejabat berhak menentukan tender dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan kantor atas dasar hubungan kedekatan/pertemanan/persaudaraan.

Tabel `12: Sikap terhadap Kolusi/Nepotisme

Kasus Setuju (%) Cukup setuju (%) Kurang setuju (%) Tidak setuju (%) Total (%)

Pemimpin/Pejabat berhak menentukan tender dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan kantor atas dasar

hubungan

kedekatan/pertemanan/persaudaraan (nepotisme).

1,5 9,2 24,6 64,6 100

Boleh menerima tender/pekerjaan dari suatu lembaga pemerintahan selama bersedia menyisihkan sebagian dari dana proyek untuk para pejabat di dalam birokrasi pemerintahan tersebut (kolusi).

4,6 13,8 20 61,5 100

Namun ketika kasus kolusi (bersekongkol dengan pejabat berwenang untuk menyisihkan sebagian dana proyek untuk pejabat tersebut) disampaikan kepada responden masih ada responden yang menyetujui sikap tersebut (18,4 persen). Sedangkan responden yang tidak menyetujui sistem atau mekanisme kick back

semacam itu (pelaksana proyek memberikan prosentase atau sebagian nilai proyek/tender kepada pemberi pekerjaan dalam hal ini pejabat pembuat keputusan) jumlahnya sebesar 61,5 persen. Ini artinya, sistem kick back yang dilakukan oleh orang-

orang yang memiliki ‘kedekatan’ dengan pejabat atau petugas yang memiliki wewenang

relatif masih dianggap wajar dalam menjalankan proyek atau pekerjaan yang didapat dari pemerintah.

b. Suap-Menyuap

Suap-meyuap adalah tindakan memberi/menjanjikan sesuatu kepada petugas atau pejabat yang berwenang atau menerima pemberian/janji/hadiah oleh petugas atau pejabat yang berwenang di mana pemberian atau penerimaan tersebut ditujukan untuk kepentingan atau keuntungan kedua belah pihak.

Tabel 13: Sikap terhadap Tindakan Suap-Menyuap Kasus Setuju (%) Cukup setuju (%) Kurang setuju (%) Tidak setuju (%) Total (%)

Pemimpin/Pejabat Menerima (atas dasar permintaannya) uang lelah atau jasa dari masyarakat sebagai pelayan publik (menerima suap).

3,1 10,8 29,2 56,9 100

Kebiasaan Masyarakat Memberikan Dana Untuk Mempercepat Pengurusan Perijinan Yang Berkaitan Dengan Birokrasi Pemerintahan (memberikan suap).

3,1 % 13,8 21,5 61,6 100

Ketika responden diminta pendapatnya tentang kasus suap-menyuap, khususnya dalam pengurusan perizinan atau pemberian pelayanan kepada masyarakat, ternyata untuk kasus menerima suap sebanyak 13,9 persen responden masih menyetujui (setuju atau cukup setuju), dan kasus memberikan suap sebanyak 16,9 persen respoden masih