• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Dalam dokumen Kebijakan Negara dalam Bidang Kelautan (1) (Halaman 168-200)

1) Rekontruksi Hukum

Hukum sebagai sarana rekayasa sosial tidak hanya dipahami bahwa hukum sebagai alat untuk “memaksa” kehendak pemerintah kepada masyarakatnya saja. Tetapi, sekarang konsep tersebut diperluas maknanya bahwa hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat dan birokrasi. Oleh karena itu, perudang-undangan suatu negara melukiskan kepada kita tentang adanya pengaturan, pengendalian serta pengawasan yang dilakukan oleh negara kepada warga negara masyarakat umumnya.6

Rekontruksi Hukum menurut Scholten, merupakan satu langkah untuk menyempurnakan aturan hukum yang ada dengan merespon perubahan masyarakat merupakan kegiatan merubah wilayah perairan pantai. Selain itu juga merupakan salah satu cara untuk mengembangkan bahan hukum atau hukum positif melalui penalaran logis, sehingga dapat dicapai hasil yang dikehendaki. Artinya, rekontruksi merupakan menata kembali dan mengsinkronkan beberapa aturan hukum yang ada.kepastian hukum, maka perlu Rekontruksi tentang pengaturan reklamasi diseluruh wilayah pesisir di Indonesia yang dibuat dan diatur oleh daerah-daerah itu sendiri yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku secara Nasional, yang pada akhirnya diharapkan akan melahirkan peraturan mengenai Reklamasi secara Komperhensif.

Upaya penyusunan Peraturan tentang Reklamasi untuk mengintegrasikan berbagai perencanaan sektoral, mengatasi tumpang tindih pengelolaan, konflik pemanfaatan dan kewenangan serta memberikan kepastian hukum, maka perlu direkontruksi tentang pengaturan reklamasi di wilayah pesisir daerah Indonesia.

2) Reklamasi

Reklamasi adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Pada dasarnya reklamasi merupakan kegiatan merubah wilayah pantai menjadi daratan.7. Sesuai dengan difinisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tidak berguna menjadi lebih

6 Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Perspektif Sosial, Penerbit Alumni, Bandung, 1981, Hal.153.

baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut, biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis, dan pertokoan, pertanian, serta objek wisata. Reklamasi diamalkan oleh Negara atau kota-kota besar yang laju pertumbuhan ekonomi pesat dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan sermakin menyempitnya lahan daratan atau keterbatasan lahan.

Reklamasi pantai merupakan suatu peralihan fungsi dari wilayah pantai menjadi sebuah wilayah daratan. Pengadaan Reklamasi pantai pada umumnya dilakukan untuk menjadikan kawasan yang tidak bermanfaat menjadi kawasan yang mempunyai manfaat. Kawasan hasil reklamasi biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pertanian, dsb seperti yang telah diuraikan diatas, juga reklamasi ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan konservasi wiyah patai. Kegiatan ini dilakukan apabiala suatu wilayah sudah tererosi atau terabrasi cukup parah sehingga p[erlu dikembalikan seperti kondisi semula, karena lahan tersebut mempunyai arti penting bagi wilayah dan Negara. Pertumbuhan penduduk dengan segala aktifitasnya tidak bisa dilepaskan dengan masalah kebutuhan lahan.

Di tingkat daerah, kegitan reklamasi pantai dapat memberikan suatu ruang bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PADnya dari tanah yang muncul sebagai hasil reklamasi pantai. Asumsi yang digunakan disini adalah semakin banyak kawasan komersial yang dibangun maka dengan sendirinya juga menambah PAD.

Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai, pengembangan wisat bahari, dan lain- lain. Hal ini umumnya dilatar belakangi oleh semakin tingginya tingkat populasi manusia, khususnya dikawasan peisir, yang menyebabkan lahan untukj pembangunan semakin sempit. Pembangunan kawasan komersial jelas akan mendatangkan banyak dampak positif, khususnya dalam keuntungan di bidang ekonomi bagi wilayah tersebut.8

a. Pedoman Umum Pelaksanaan Reklamasi.

Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir diatur dengan keputusan Direktur Jendral Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Nomor. SK.64D/P3K/IX/2004 Tentang Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir. Pedoman ini diharapkan mampu mengakomodir semua

8 Hasni. Hukum Penataan Ruang Dan Penatagunaan Tanah dalam Konteks UUPA- UUPR-UUPLH. Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm.352.

kepentingan dan menciptakanketerpaduan di pantai yakni meliputi :9

1. Keterpaduan antara sektor; sektor laut (perikanan, perlindungan biota laut, pariwisata pantai, pembangunan pelabuhan) dan sektor darat/pertanian.

2. Keterpaduan antara sisi darat dan air dari zona pantai.

3. Keterpaduan antara tiungkatan dalam poemerintah (Nasional, Sub-Nasional, lokal).

4. Keterpaduan antara berbagai disiplin ilmu (Ilmu alam, sosial, dan teknik).

Tahapan pelaksanaan reklamasi terdiri atas lima bagian, yaitu : Perencanaan masterplan, studi kelayakan, perencanaan detail, kontruksi, serta monitoring dan evaluasi.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mengamanatkan pada pasal 34 bahwa reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan untuk meningkatkan manfaat dan nilai tambah dari aspek teknis, lingkungan dan sosial ekonomi. Lahirnya Undang-Undang ini, secara mendasar menunjukan rezim pengelolaan yang sama terhadap sumber daya pesisir dan laut Indonesia, yakni untuk mendorong privatisasi perairan dan pulau-pulau kecil Indonesia, melalui hak pengusahaan perairan pesisir.10

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, telah lupa memperhatikan urgensi perlindungan wilayah pesisir secara ekologis, setelah fakta menujukan negeri kepulauan ini memiliki kawasan yang rentan terhadap bencana ekologis mencapai 84%, dan lebih dari 60% masyarakat kita hidup dan tinggal di wilayah pesisir pulau-pulaun kecil. Disisi lain Undang-Undang ini akan mematikan sumber kehidupan nelayan, karena makin langkanya jum;lah ikan dan kerang akibat rusaknya ekosistem pantai dan pesisir, yang sulit dicegah dengan Undang-Undang ini. Lebih parahnya tidak adanya jaminan dalam pemenuhan hak-hak masyarakat nelayan dan petambak tradisional, termasuk didalamnya masyarakat adat, untuk tereus mengembangkan perilaku budaya baharinya, bahkan

9 Jacub Rais dkk, 2004. Menata Ruang Laut Terpadu. (Jakarta : Pradnya Paramita), hlm.103.

10 Artikel Pemantik Diskusi, Prediksi HAM 2009-2010 tahun dimana konflik Pesisir akan membuncah. Erwin Dwi K, LBH. Semarang, 2009, hlm.3.

jaminan untuk mendapatkan manfaat atas sumber daya pesisir dan laut.11

b. Prospek Dan Payung Hukum Reklamasi

Pada hakekatnya peraturan tentang reklamasi yang hendak diwujudkan merupakan instrumen hukum yang akan digunakan untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan dengan berlandaskan ketiaadaan aturan yang jelas mengatur reklamasi sebagai payung hukum dan praktek di wilayah lain.

Reklamasi merupakan proyek besar yang membawa manfaat dan dampak yang tidak kecil,dari berbagai praktek reklamasi yang ada dan berbagai landasan hukum yang dijadikan acuan dalam realita nya dampak yang ditimbulkan dari reklamasi tidak bisa dianggap ringan.Oleh karena nya Pemerintah pusat mesti nya segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang Perencaanaan dan Pelaksanaan Reklamasi sebagai payung hukum yang bisa dijadikan pedoman bagi daerah daalam melaksanakan reklamasi .

Saat ini Direktur Jenderal Pesisir dan pulau-pulau kecil Nomor : SK.64D/P3K/IX/2004 Tentang Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir telah mengeluarkan Pedoman Reklamasi akan tetapi secara tata urutan perundang-undanganSK Ditjen tersebut tidak bisa dijadikan payung hukum dan tidak mengikat daerah dalam praktek nya Undang-undang Nomor 23 thn 2014 Tentang pemerintahan daerah memang telah memberikan kewenangan bagi daerah untuk mengelola wilayah laut yang menjadi kewenangan nya akan tetapi reklamasi merupakan hal yang berbeda karena merupakan kegiatan yang dampak nya luas.Belum lagi kalau praktek reklamasi dilakasanakan diwilayah terluar Indonesia yang berbatasan dengan negara lain,ini tentu akan mengancam ada nya perubahan batas wilayah negara.

C. Penutup

Sebagai wilayah yang strategis dengan berbagai aktifitas perekonomian yang menjanjikan, pemerintah di Daerah-Daerah pesisir di Indonesia membangun berbagai fasilitas yang cukup bagus mulai dari penyediaan kawasan industri, perkantoran, transportasi, pariwisata, bahkan hingga pemukiman mewah, yang ada di pantai hasil reklamasi. Dalam melaksanakan reklamasi pemerintah Daerah merujuk pada

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Dan peraturan daerah setempat mengenai kegiatan reklamasi yang telah ditetapkan didaerahnya masing-masing serta mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pelaksanaan Reklamasi wajib memiliki analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidaup (AMDAL), tanah reklamasi adalah tanah yang dikuasai oleh Negara, dan pemakarsa reklamasi diberikan prioritas pertama untuk langsung mengajukan hak atas tanah reklamasi. Pemerintah kedepan harus melakukan pengaturan reklamasi sebagai payung hukum dan kepastian hukum dengan mengacu pada hukum di tingkat Nasional dan Propinsi sehingga daerah dengan nilai kekhasanya mampu menterjemahkan secara arif. Reklamasi memerlukan aturan berupa Peraturan Daerah yang dalam pembuatanya harus melibatkan Pemerintah daerah setempat sebagai lembaga eksekutif dan DPRd sebagai lembaga Legislatif, maka diharapkan dapat menghasilkan Peraturan Daerah yang aspiratif, akuntabel, dan memenuhi harapan masyarakatnya. Peraturan Daerah tentang reklamasi tersebaut harus mempertimbangkan tata ruang secara menyeluruh, penataan wilayah pesisir, mitigasi bencana, dan sinergi dengan rencana pembangunan yang berkelanjutan.

Referensi

Data World Institute, (2002), New York: DWIPress.

Departemen Kelautan dan perikanan (DKP), (2001), Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil yang berkelanjutan dan Berbasis Nasyarakat, Jakarta, DKP.

Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan Dan Perikanan Indonesia, (2005), Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir, Jakarta, DKP.

Erwin Dwi K, (2009), Artikel Pemantik Diskusi: Prediksi HAM 2009-2010 tahun dimana konflik Pesisir akan membuncah, LBH, Semarang. Hasni, (2010), Hukum Penataan Ruang Dan Penatagunaan Tanah dalam

Konteks UUPA-UUPR-UUPLH, Jakarta, Rajawali Pers.

Jacub Rais dkk, (2004). Menata Ruang Laut Terpadu, Jakarta, Pradnya Paramita.

Satjipto Rahardjo, (1981), Hukum Dalam Perspektif Sosial, Bandung, Penerbit Alumni.

Wisnu Suharto, (1996), Reklamasi Pantai Dalam Perspektif Tata Air, Semarang, Unika Soegijapranata.

Undang-Undang:

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wialayah

Pesisir dan Pulau-Pulau kecil

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perngelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil,

Eka Mandayanti, Faculty of Law University of Lampung, Indonesia

Abstrak

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.499 pulau mulai dari sabang sampai marauke. Dengan luas total wilayah 7,81 juta km2 yang meliputi 3,25 juta km2 wilayah lautan, 2,01 juta km2 wilayah daratan dan 2,55 juta km2 wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Indonesia merupakan suatu negara yang luas perairannya lebih besar dari pada luas daratannya, maka Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. Selain itu dengan potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan yang dimiliki mulai dari sektor perikanan, hutan magrove, terumbu karang, minyak bumi dan gas alam dan sumber daya alam lainya merupakan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi lain. Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan peraturan yang menjadi acuan pelkasanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

Penelitian tulisan ini adalah bagaimana UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengatur siapa masyarakat yang mendapat hak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil di Indonesia serta apa hak masyarakat yang didapat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.

A. Pendahuluan

1) Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan dan laut terbesar di dunia, pembangunan dalam wilayah kelautan merupakan pilihan yang sangat tepat dalam dalam mencapai sumber pertumbuhan ekonomi. Sebagai negara yang memiliki poitensi dalam sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang besar, dengan memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia mendapatkan hak kedaulatan atas kekayaan alam dan lainnya pada luas 2,7 km2 dan hak partisipasi di dalam pemanfaatan di laut lepas di luar 200 mil ZEE. Selain itu pengelolaan dan pemanfaatan di dalam dasar laut perairan internasional di laut landas kontinen.

Kekayaan potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan yang dimiliki maulai dari sektor ikan,udang, hutan magrove, terumbu karang, minyak bumi dan gas alam dan sumber daya alam lainya, menjadi daya tarik bagi negara-negara tetangga untuk mencari ikan dan hasil laut lainnya sampai ke Indonesia. Selain itu pemanfaatan sumberdaya laut saat ini masih sangat kurang optimal. Pembanguna yang dilakukan masih kurang seimbang karena selam ini masih terfokus di wilayah daratan, belum sepenuhnya menjangkau wilayah pesisir. Pembanguanan diwilayah darat tidak serta merta begitu saja tanpa permasalahan yang merusak lingkungan dan mengancam kesinambungan bembangunan, seperti pencemaran lingkungan, penangkapan ikan berlebih (overfishing), penangkapan ikan dengan bahan peledak, penambangan terumbu karang untuk bahan bangunan, reklamasi, konflik pemanfaatan ruang, pembuangan sampah ke laut dan lain sebagainnya.

Pada masa orde baru yang cendrung sentralistis dan dalam pembangunan kelautan tidan memperoleh prioritas pemngembangan. Dengan dilaksankannya otono0mi daerah saat ini diharapkan akan lebih mendorong pertumbuhan yang lebih merata dalam sektor pembangunan, termasuk dalam bidang kelautan. Dalam UU Nomer 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam pelaksanaanya tidak lepas dari peran serta pemerintah daerah.1

1 Undang-Undang Nomer 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu pengordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, antarsektor, antar ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan menejemn untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

UU Nomer 1 tahun 2014 Dalam UU Nomer 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ;

Pasal 1 ayat (2), disebutkan bahwa :

“Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut”. Ayat 2 :

Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.

Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna. Sementara di dalam UNCLOS 1982 pengertian/ batas wilayah pesisir tidak diatur, tapi membagi laut ke dalam zona-zona diantaranya ;2

1. Wilayah laut yang berada di bawah yurisdiksi suatu Negara adalah :

a. Perairan pedalaman (Internal Waters)

b. Perairan kepulauan (Archipelagic Waters) c. Laut wilayah (Territorial Sea)

d. Zona tambahan (Contiguous Zone)

e. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone) f. Landas kontinen (Continental Shelf)

2. Wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi suatu Negara adalah ; a. Laut lepas (High Seas)

b. Dasar laut dalam /kawasan (Area/Deep Sea Bed)

Setiap negara memiliki karakteristik terhadap pengertian dan batasan wilayah pesisir yang berbeda, dilihat dari keadaan geogerafisnya. Namun pada umumnya karakteristik umum untuk suatu wilayah pesisir dan laut adalah sebagai berikut :

1. Laut merupakan sumber dari “common property resources” (sumberdaya milik bersama), sehingga memiliki fungsi publik/kepentingan umum

2. Laut merupakan “open accsess” memungkinkan untuk siapapun untuk memanfaatkan ruang laut berbagai kepentingan

3. Laut bersifat “fluida”, dimana sumberdaya ( biota laut) dan dinamika hydrooceanography tidak dapat disekat/dikapling 4. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki

topografi yang relatif muda dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan memanfatkan laut sebagai “pasaran”pergerakan)

Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumberdaya alam, baik yang terdapat di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang merupakan acuan pelaksaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia, juga mengatur siapa masyarakat yang mendapat hak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia serta apa hak masyarakat yang didapat.

2) Rumusan Masalah:

a) Bagaimanakah pengaturan hukum siapa masyarakat yang mendapat hak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil?

b) Bagaimanakah hak masyarakat yang didapat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil?

3) Tujuan dan Manfaat

a) Tujuan

Tujuan Penulisan makalah ini secara singkat adalah sebagai berikut :

i. Menginventarisir ketentuan hukum yang tersedia untuk memotret masyarakat yang mendapat hak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pu;au kecil

ii. Menjelaskan hak masyarakat yang didapat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

b) Kegunaan

i. Bahwa pengaturan tentang masyarakat yang mendapat hak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mendapat penajaman pembaca dalam dimensi hukum. ii. Karena keberadaan masyarakat dalm pengelolaan di

wilayah pesisir harus ditata agar tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan dan mendapatkan perlindungan hukum.

iii. Makalah ini dapat memberikan pengertian bagaimana hak apa saja yang didapat oleh masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

iv. Memberikan pengetahuan informasi dan makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi ilmu hukum khususnya hak pengelolaan pesisir oleh masyarakat.

B. Pembahasan

1) Pengertian Wilayah Pesisir dan Laut

Dalam UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ;

Pasal 1 ayat (2), disebutkan bahwa :

“Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut”. Ayat 2 :

Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.

Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna. Sementara di dalam UNCLOS 1982 pengertian/ batas wilayah pesisir tidak diatur, tapi membagi laut ke dalam zona-zona diantaranya ;3

1. Wilayah laut yang berada di bawah yurisdiksi suatu Negara adalah :

a. Perairan pedalaman (Internal Waters)

b. Perairan kepulauan (Archipelagic Waters)

c. Laut wilayah (Territorial Sea) d. Zona tambahan (Contiguous Zone)

e. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone) f. Landas kontinen (Continental Shelf)

2. Wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi suatu Negara adalah ; a. Laut lepas (High Seas)

b. Dasar laut dalam /kawasan (Area/Deep Sea Bed)

Setiap negara memiliki karakteristik terhadap pengertian dan batasan wilayah pesisir yang berbeda, dilihat dari keadaan geogerafisnya. Namun pada umumnya karakteristik umum untuk suatu wilayah pesisir dan laut adalah sebagai berikut :

a. Laut merupakan sumber dari “common property resources” (sumberdaya milik bersama), sehingga memiliki fungsi publik/kepentingan umum

b. Laut merupakan “open accsess” memungkinkan untuk siapapun untuk memanfaatkan ruang laut berbagai kepentingan

c. Laut bersifat “fluida”, dimana sumberdaya ( biota laut) dan dinamika hydrooceanography tidak dapat disekat/dikapling d. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki

topografi yang relatif muda dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan memanfatkan laut sebagai “pasaran”pergerakan)

e. Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumberdaya alam, baik yang terdapat di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk memnuhi kebutuhan manusia

2) Masyarkat Yang Mendapat Hak Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

Di dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dimaksud dengan masyarkata adalah masyarakat yang terdiri atas masyarakat hukm adat, masyarakat lokal dan masyarakat tradisional yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.4 Yang dimaksud masyarakat yang mana saja yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah masyarakat hukum adat, masyarakat lokal dan masyarakat tradisional.

4 UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun

Pasal 1 ayat (33) ;

“masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geogerafis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki peranata pemeintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan peratutan perundang- undangan.

Ayat (34) ;

“masayarakat lokal adalah kelompok masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada Sumber Daya Pesisir dan pulau- puau Kecil tertentu.

Ayat (35) ;

“masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisonal yang masih diakui hak tradisonalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan

kaidah hukum laut tradisional”

3) Hak Masyarakat Yang Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan

Pulau-Pulau Kecil

Hak kepada masyarakat di dalam UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diantaranya dalam pasal 14 ayat (1) ;

“Usulan penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan dunia usaha.

Ayat (2) :

“Mekanisme penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilakukan dengan melibatkan Masyarakat”

Sementara izin lokasi pengelolaan di atur dalam pasal 16 ayat (1) ;

“Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-

Dalam dokumen Kebijakan Negara dalam Bidang Kelautan (1) (Halaman 168-200)