• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 30 buah sampel gigi premolar pertama mandibula yang dibagi kedalam tiga kelompok dengan perlakuan yang berbeda yaitu 10 sampel untuk kelompok 1 yang dilakukan perawatan saluran akar dan pemasangan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah dengan self cure activator, 10 sampel untuk kelompok 2 yang dilakukan perawatan saluran akar dan pemasangan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa dan 10 sampel untuk kelompok 3 yang dilakukan perawatan saluran akar dan pemasangan pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif. Uji celah mikro dilakukan terhadap sampel dengan melihat penetrasi zat warna methylene blue dengan menggunakan stereomikroskop dengan pembesaran 20 x. Hasil yang diperoleh berupa penetrasi zat warna methylene blue 2 %, melalui permukaan interface pasak, semen luting dan dentin yang dikategorikan dalam skor kebocoran 0-4, dimana skor 0 untuk tidak ada penetrasi zat warna, skor 1 untuk penetrasi zat warna kurang dari 0,5 mm, skor 2 untuk penetrasi zat warna 0,5-1 mm, skor 3 untuk penetrasi zat warna 1-2 mm, dan skor 4 untuk penetrasi zat warna sampai 2 mm.

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil pengukuran ketiga kelompok telah terdistribusi normal. Berdasarkan uji Shapiro-Wilk diperoleh nilai p<0,05 pada ketiga kelompok yang menunjukkan data hasil pengukuran tidak terdistribusi normal. Oleh karena data yang diperoleh tidak terdistribusi normal, maka dilakukan Kruskal-Wallis Test untuk mengetahui perbedaan celah mikro diantara ketiga kelompok dengan derajat kemaknaan α=0,05.

Tabel 1. Skor Celah Mikro dengan Penetrasi Zat Warna pada Ketiga Kelompok Perlakuan

Kelompok Perlakuan Bagian Skor Kebocoran

0 1 2 3 4

I Pasak pita polyethylene fiber reinforced + sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator (10 sampel)

Coronal 4 5 1 - - Middle 10 - - - -

Apical 10 - - - - II Pasak pita polyethylene

fiber reinforced + sistem adhesif total etsa

(10 sampel)

Coronal 3 5 2 - - Middle 9 1 - - - Apical 10 - - - - III Pasak pita polyethylene

fiber reinforced tanpa sistem adhesif (10 sampel)

Coronal 1 1 5 3 - Middle 2 2 3 3 - Apical 5 3 2 - -

Tabel 1 diatas menunjukkan hasil pengamatan celah mikro pada kelompok I dengan pemasangan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator pada bagian coronal diperoleh 4 sampel berskor 0, 5 sampel berskor 1 dan 1 sampel berskor 2, pada bagian middle diperoleh 10 sampel berskor 0, pada bagian apical diperoleh 10 sampel berskor 0. Pada kelompok II dengan pemasangan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa pada bagian coronal diperoleh 3 sampel berskor 0, 5 sampel berskor 1 dan 2 sampel berskor 2, pada bagian middle diperoleh 9 sampel berskor 0 dan 1 sampel berskor 1, pada bagian apical diperoleh 10 sampel berskor 0. Pada kelompok III dengan pemasangan pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa

sistem adhesif pada bagian coronal diperoleh 1 sampel berskor 0, 1 sampel berskor 1, 5 sampel berskor 2 dan 3 sampel berskor 3, pada bagian middle diperoleh 2 sampel berskor 0, 2 sampel berskor 1, 3 sampel berskor 2 dan 3 sampel berskor 3, pada bagian apical diperoleh 5 sampel berskor 0, 3 sampel berskor 1 dan 2 sampel berskor 2.

Kemudian dilakukan pengambilan foto dari setiap bagian pada masing-masing kelompok perlakuan sebanyak 2 sampel. Dua sampel untuk bagian coronal dari kelompok I, II dan III ditunjukkan pada gambar 26 dan 27, dua sampel untuk bagian middle dari kelompok I, II dan III ditunjukkan pada gambar 28 dan 29, dan dua sampel untuk bagian apical dari kelompok I, II dan III ditunjukkan pada gambar 30 dan 31.

Gambar 25. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian coronal, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat adanya celah mikro (CM) hanya diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting

A

B

C

CM

PFR

LS

CM

PFR

LS

LS

CM

Gambar 26. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian coronal, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat tidak ada celah mikro, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar

C

B

A

LS

CM

LS

PFR

CM

Gambar 27. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian middle, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat tidak ada celah mikro, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting

A

LS

CM

PFR

CM

LS

PFR

B

C

Gambar 28. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian middle, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat tidak ada celah mikro, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat tidak ada celah mikro, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif juga terlihat tidak adanya celah mikro

A

C

Gambar 29. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian apical, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat tidak ada celah mikro, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat tidak ada celah mikro, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting

A

C

B

PFR

CM

LS

Gambar 30. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian apical, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat tidak ada celah mikro, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat tidak ada celah mikro, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif juga terlihat tidak adanya celah mikro

Hasil pengamatan celah mikro dengan stereomikroskop 20 x dianalisa dengan Kruskal-Wallis Test untuk melihat perbedaan diantara seluruh kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Hasil uji statistik dengan Kruskal-Wallis Test dapat dilihat pada tabel 2.

A

C

Tabel 2. Hasil Uji Statistik dengan Kruskal-Wallis Test

kelompok N Mean Rank Asymp. Sig

coronal 1 10 11.60 2 10 12.50 0.006 3 10 22.40 Total 30 middle 1 10 11.00 2 10 12.20 0.000 3 10 23.30 Total 30 apical 1 10 13.00 2 10 13.00 0.003 3 10 20.50 Total 30

Dari tabel 2 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) yaitu pada bagian coronal p=0.006, middle p=0.000 dan apical p=0.003, di antara ketiga kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Kemudian analisis statistik dilanjutkan dengan menggunakan Mann-Whitney Test untuk melihat perbedaan diantara kelompok I dan II, I dan III, serta kelompok II dan III. Hasil uji statistik dengan Mann-Whitney Test dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Statistik dengan Mann-Whitney Test

Kelompok I dan II I dan III II dan III

Bagian Gigi

Coronal Middle Apical Coronal Middle Apical Coronal Middle Apical

Skor Celah

Dari hasil uji statistik dengan Mann-Whitney Test diperoleh hasil bahwa antara kelompok I pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah dengan self cure activator dan kelompok II pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) yaitu coronal p=0.805, middle p=0.317 dan apical p=1.000, antara kelompok I pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah dengan self cure activator dan kelompok III pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) yaitu coronal p=0.005, middle p=0.001 dan apical p=0.013 dan antara kelompok II pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa dan kelompok III pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) yaitu coronal p=0.009, middle p=0.002 dan apical p=0.013.

BAB 6

Dokumen terkait