• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang terkait dengan kepuasan kerja karyawan, telah dilakukan oleh :

Widodo (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Lingkungan Kerja Pada Hubungan Antara Kompensasi Dan Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Salatiga menunjukkan bahwa kompensasi dan kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja yang ditunjukkan oleh nilai t hitung variabel kompensasi sebesar 2,34 dan t hitung variabel kepemimpinan sebesar 6,267. Kedua nilai r hitung tersebut lebih besar dari nilai r tabel pada tingkat alpha 5% yaitu 1,664. Dengan melibatkan variabel lingkungan kerja sebagai variabel moderator, diperoleh hasil bahwa lingkungan kerja yang baik mampu memperkuat pengaruh variabel kompensasi dan kepemimpinan terhadap kepuasan kerja. Variabel kompensasi hanya mampu menjelaskan perubahan kepuasan kerja sebesar 6,4%, sedangkan kepemimpinan mampu menjelaskan 32,9% perubahan kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan masih terdapat faktor lain yang turut mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang tidak termasuk dalam penelitian.

Prabu (2005) dengan penelitiannya yang berjudul Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Muara Enim. Berdasar hasil analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel bebas faktor motivasi yang terdiri dari lingkungan kerja, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi, dan kebutuhan secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan pada p=0,000 (p<0,05), keeratan hubungan variabel bebas dan variabel terikat cukup kuat yaitu R=0,507 atau sebsar 50,7% dan variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikatnya kepuasan kerja yaitu Adj R2=0,477 atau sebesar 47,7%. Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa faktor-faktor motivasi mempunyai pengaruh sebesar 47,7% tehadap kepuasan kerja pegawai BKKBN Kabupaten Muara Enim, sedangkan sisanya 52,7% pengaruhnya ditantukan oleh faktor-faktor lain diluar variabel yang belum disentuh dalam penelitian ini.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Kepuasan Kerja

2.2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan karyawan merupakan ukuran sampai seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi harapan karyawannya yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam pekerjaan dan jabatannya (Kuswadi, 2004:13). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Handoko (2001:193), kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan nama para karyawan memandang pekerjaan mereka, kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaan.

Sedangkan menurut Mangkunegara (2001:117), kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dari pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi diri. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan dan mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya sendiri antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. Pegawai akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek dirinya menyokong, dan sebaliknya jika aspek-aspek tersebut tidak menyokong maka pegawai akan merasa tidak puas. Kepuasan kerja kombinasi luar dan dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang cenderung menuntut kesesuaian antara jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang lebih menikmati kerja kombinasi luar dan dalam akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya adil dan layak.

Beberapa definisi diatas memiliki pendapat yang berbeda tetapi memiliki makna dan tujuan yang sama, maka beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan apabila kepuasan kerja terjadi pada seseorang karyawan atau pegawai maka tercermin pada perasaan karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi ataupun ditugaskan kepadanya di lingkungan kerja atau lingkungan perusahaan.

2.2.1.2. Manfaat Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja ternyata merupakan topik yang sangat manarik dan popular di kalangan para ahli psikologi industri dan manajemen. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang dilakukan pada para pekerja yang bekerja di sebuah organisasi besar. Manfaat pemahaman kepuasan kerja menurut As’ad (2004:109) adalah sebagai berikut 1. Bagi individu.

Penelitian tentang sebab dan sumber kepuasan kerja memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup individu.

2. Bagi industri/organisasi

Penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku para karyawannya.

3. Bagi masyarakat

Dengan adanya pemahaman tentang kepuasan kerja sehingga karyawan dapat meningkatkan kinerja mereka yang pada akhirnya masyarakat akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari sebuah organisasi.  

2.2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

As’ad (2004:112) mengemukakan adanya lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu :

a. Kedudukan (posisi)

Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.

b. Pangkat (golongan)

Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaannya.

c. Umur

Dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur di antara 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan. d. Jaminan finansial dan jaminan sosial

Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

e. Mutu pengawasan

Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (sense of belonging).

2.2.1.4. Indikator Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya (Mangkunegara, 2000:117). Menurut Prabu (2005) indikator kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

a. Jenis pekerjaan

Kesesuaian antara pekerjaan yang dibebankan dengan spesifikasi ilmu yang digeluti seseorang.

b. Kesempatan pengembangan karir (promosi)

Respon akomodatif dari manajemen terhadap pemberian kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan diri dan kemampuannya dalam melaksanakan tugas pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

c. Rekan kerja

Respon efektif dari anggota organisasi terhadap kelompok kerja atau rekan kerja yang ramah dan kooperatif, menjadi sumber dukungan, kenyamanan, saran dan bantuan bagi pekerja individual.

d. Kondisi kerja

Respon efektif dari anggota organisasi terhadap lingkungan kerja yang menarik, bersih dan nyaman sehingga dapat menimbulkan kepuasan dalam bekerja.

2.2.2. Kompensasi

2.2.2.1. Pengertian Kompensasi

Kompensasi merupakan total seluruh imbalan yang diterima karyawan sebagai pengganti jasa mereka (Mondy, 2008:4). Sedangkan menurut Martoyo (2000:126), kompensasi adalah pengaturan keseluruhan pemberian balas jasa bagi employers maupun employees baik yang langsung berupa uang (financial) maupun yang tidak langsung berupa uang (non financial). Kompensasi pegawai memiliki tiga komponen. Hal ini mencakup pembayaran uang secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi dan bonus. Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalm bentuk tunjangan seperti asuransi dan liburan atas dana perusahaan. Ganjaran non finansial (non financial reward) seperti hal-hal yang tidak mudah dikuantifikasi, yaitu ganjaran-ganjaran seperti pekerjaan yang lebih menantang.

Dengan demikian sebagian penting dari manajemen sumber daya manusia ini perlu diberikan batasan atau definisi yang lebih tegas dan mantap. Jadi istilah kompensasi mengandung cakupan yang lebih luas daripada sekedar pemberian upah atau gaji. Konsep upah atau gaji lebih menekankan pada balas jasa yang bersifat finansial maupun non finansial.

2.2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Kompensasi

Menurut Notoadmojo (2003:155) bahwa sistem pemberian kompensasi oleh organisasi kepada karyawannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini merupakan tantangan organisasi untuk menentukan kebijaksanaan kompensasi untuk karyawannya. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Produktivitas

Organisasi apapun berkeinginan untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan ini dapat berupa material, maupun keuntungan non material. Untuk itu maka organisasi harus mempertimbangkan produktivitas karyawannya dalam kontribusinya terhadap keuntungan organisasi tersebut. Maka dari itu organisasi tidak akan membayar atau memberikan kompensasi melebihi kontribusi karyawan kepada organisasi melalui produktivitas mereka.

b. Kemampuan untuk membayar

Pemberian kompensasi akan tergantung kepada kemampuan organisasi itu untuk membayar. Organisasi apapun tiadak akan membayar karyawannya sebagai kompensasi, melebihi kemampuannya. Sebab kalau tidak, organisasi tersebut akan memiliki peluang besar untuk gulung tikar.

c. Kesediaan untuk membayar

Kesediaan untuk membayar akan berpengaruh terhadap kebijaksanaan kompensasi kepada karyawannya, hanya organisasi yang mampu memberikan kompensasi yang tinggi, tetapi belum tentu mereka mau atau bersedia untuk memberikan kompensasi yang memadai.

d. Suplai dan permintaan tenaga kerja

Banyak sedikitnya tenaga kerja di pasar kerja akan mempengaruhi sistem pemberian kompensasi. Bagi karyawan yang kemampuannya sangat banyak terdapat di pasaran kerja, mereka akan diberikan kompensasi lebih rendah dari pada karyawan yang kemampuannya langka di pasaran kerja.

e. Organisasi karyawan

Dengan adanya organisasi-organisasi karyawan akan mempengaruhi kebijakan pemberian kompensasi. Organisasi karyawan ini biasanya memperjuangkan para anggotanya untuk memperoleh kompensasi yang sepadan. Apabila ada organisasi yang

memberikan kompensasi yang tidak sepadan, maka organisasi karyawan ini akan menuntut.

f. Berbagai peraturan dan perundang-undangan

Dengan semakin baiknya sistem pemerintahan, maka makin baik pula system perundang-undangan, termasuk di bidang perburuhan (karyawan). Berbagai peraturan dan undang-undang ini jelas mempengaruhi sistem pemberian kompensasi karyawan oleh setiap organisasi baik pemerintah maupun swasta.

Salah satu fungsi tradisional manajemen sumber daya manusia adalah penentuan kompensasi para karyawannya. Didalam organisasi modern dengan beraneka rupa program tunjangan karyawan mahal, program insentif gaji, dan skala gaji terstuktur. Tugas kompensasi bahkan lebih rumit dan menantang bagi spesialis sumber daya manusia. Kompensasi karyawan mempengaruhi produktivitas dan tendensi mereka untuk tetap bersama organisasi atau mencari pekerjaan lainnya. Kebutuhan para karyawan akan pendapatan dan keinginan mereka diperlakukan secara wajar oleh organisasi membuat program kompensasi menjadi semakin vital bagi departemen sumber daya manusia.

2.2.2.3. Fungsi Kompensasi

Dari uraian diatas makin jelas gambaran kita tentang betapa pentingnya pengaturan kompensasi yang benar dan adil untuk suatu organisasi. Untuk itu perlu diketahui apa fungsi pemberian kompensasi tersebut dalam suatu organisasi. Martoyo (2000:128) mengemukakan fungsi-fungsi kompensasi antara lain adalah sebagai berikut :

a. Pengalokasian sumber daya manusia secara efisien

Fungsi ini menunjukkan bahwa pemberian kompensasi yang cukup baik pada karyawan dapat bergeser atau berpindah dari tempat kerja yang kompensasinya rendah ke tempat kerja yang kompensasinya tinggi dengan cara menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik.

b. Penggunaan sumber daya manusia secara lebih efisien dan efektif

Dengan pemberian kompensasi yang tinggi kepada seseorang karyawan mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga karyawan termaksud dengan seefisien dan seefektif mungkin, sebab dengan cara demikian organisasi yang bersangkutan akan memperoleh manfaat dan keuntungan semaksimal mungkin. Dan disitulah produksi karyawan sangat menentukan.

c. Mengandung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi

Sebagai akibat alokasi dan penggunaan sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan secara efisien dan efektif tersebut, maka dapat diharapkan bahwa sistem pemberian kompensasi tersebut secara langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

2.2.2.4. Tujuan Kompensasi

Menurut Martoyo (2000:129) pemberian kompensasi dalam suatu organisasi, jelas mengandung tujuan-tujuan positif. Antara lain tujuan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pemenuhan kebutuhan ekonomi

Karyawan menerima kompensasi berupa upah, gaji atau bentuk lainnya adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau dengan kata lain kebutuhan ekonominya. Dengan adanya kepastian menerima upah ataupun gaji secara periodik, berarti adanya jaminan beserta keluarganya yang menjadi tanggungannya.

b. Pengkaitan kompensasi dengan produktifitas kerja

Dengan memberikan kompensasi yang makin baik akan mendorong karyawan bekerja dengan semakin produktif. Dengan produktivitas kerja yang tinggi, ongkos karyawan per unit atau produksi akan semakin rendah.

c. Pengkaitan kompensasi dengan sukses perusahaan

Semakin berani suatu organisasi untuk memberikan kompensasi yang tinggi, maka semakin memudahkan suatu perusahaan mencapai kesuksesannya. Sebab pemberian kompensasi yang tinggi hanya mungkin terjadi apabila pendapatan perusahaan yang digunakan untuk itu semakin besar.

d. Pengkaitan antara keseimbangan keadilan

Pemberian kompensasi yang tinggi harus dihubungkan atau diperbandingkan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh karyawan yang bersangkutan pada jabatan-jabatan dan kompensasi yang tinggi tersebut. Sehingga ada keseimbangan antara “input” (syarat-syarat) dan “output” (tingginya kompensasi yang diberikan).

Dari definisi tersebut makin lebih disadari bahwa suatu kompensasi jelas akan dapat meningkatkan ataupun menurunkan prestasi kerja, kepuasan kerja dan motivasi karyawan.

2.2.2.5. Indikaor Kompensasi

Mondy (2008:4) berpendapat bahwa kompensasi adalah bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. Indikator dari kompensasi menurut Widodo (2007) adalah sebagai berikut :

a. Gaji

Kesesuaian pembayaran jasa kerja untuk satuan jasa tertentu dikaitkan dengan masa kerja, jenjang pendidikan, jabatan tingkat kesulitan kerja, resiko pekerjaan dan jabatan karyawan.

b. Bonus

Kesesuaian pemberian balas jasa sebagai perangsang yang diberikan pada karyawan yang mempunyai prestasi kerja mencapai atau melampaui batas yang telah ditetapkan perusahaan dengan maksud untuk memotivasi karyawan untuk berprestasi lebih tinggi.

c. Tunjangan

Kesesuaian pemberian tambahan selain gaji yang dinilai dengan uang kepada karyawan sebagai balas jasa sesuai dengan jenjang atau kepangkatan (golongan) berdasarkan peraturan dan sistem yang digunakan dalm setiap perusahaan.

2.2.3. Motivasi

2.2.3.1. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan dan inisiatif (Luthans, 2006:270). Sedangkan Menurut Martoyo (2000:165) motivasi adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action/activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidak seimbangan.

2.2.3.2. Proses Motivasi

Motivasi berasal dari kebutuhan yang tidak terpuaskan dan mendorong perilaku menuju kearah pemuasan. Kekurangan akan sesuatu didalam diri seseorang merupakan mata rantai pertama dalam rangkaian peristiwa yang mengarah pada perilaku. Kebutuhan yang tidak terpuaskan dapat menyebabkan ketegangan (badaniah dan rohaniah) dalam diri seseorang, mengarahkan individu tersebut untuk mengingatkan diri kepada perilaku

tertentu guna memuaskan kebutuhan sehingga dapat mengurangi ketegangan (Luthans, 2006:285)

Dari beberapa pengertian motivasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan pada diri karyawan untuk bekerja yang ditandai dengan keinginan untuk maju yang disertai dengan kerelaan untuk melakukan usaha-usaha yang terbaik guna mencapai tujuan dan pemenuhan kebutuhan.

Gambar 2.1 Proses Motivasi Menurut Gibson

Sumber : (Luthans, 2006)

2. Perilaku terarah pada sasaran.  (tindakan untuk memenuhi  kebutuhan) 

3. Pemuasan kebutuhan  (imbalan untuk memenuhi  orang lain) 

1. Kebutuhan yang tidak terpuaskan 

(menciptakan  keinginan  untuk  memenuhi  kebutuhan  makanan,  keamanan,  kawan  dan  pencapaian 

2.2.3.3. Teori-Teori Motivasi

Teori Kebutuhan (Abraham H. Maslow)

Teori hirarki kebutuhan Maslow dalam Martoyo (2000:166) menyatakan bahwa, jika semua kebutuhan seseorang tidak terpuaskan pada suatu waktu tertentu, pemuasan kebutuhan yang lebih dominan akan lebih mendesak dari pada yang lain. Kebutuhan yang timbul lebih dulu harus dipuaskan sebelum tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul.

Teori tentang tingkat-tingkat kebutuhan manusia adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan jasmani

Kategori ini terdiri dari kebutuhan utama tubuh manusia, seperti makanan, air dan seks. Kebutuhan jasmani mendominasi apabila kebutuhan tersebut tidak terpuaskan, dan tidak ada kebutuhan lain yang menjadi landasan motivasi.

2. Kebutuhan rasa aman

Apabila kebutuhan jasmani telah cukup terpenuhi, tingkat kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya menjadi penting. Kebutuhan rasa aman meliputi perlindungan dari sakit badani, kesehatan dari penyakit, kehancuran ekonomi dan hal yang tidak terduga. Dari sudut pandang manajerial kebutuhan rasa aman jelas terlihat dalam upaya seseorang pegawai untuk memastikan keamanan dan tunjangan kerja.

3. Kebutuhan sosial

Kebutuhan ini dikaitkan dengan sifat sosial manusia dan kebutuhan akan persahabatan. Tidak terpuaskannya tingkat kebutuhan ini mungkin mempengaruhi kesehatan mental seseorang.

4. Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan ini sebagai keinginan untuk menjadi kian lama kian tinggi tentang apa manusia itu, untuk menjadi segalanya manusia sanggup menyesuaikan. Hal ini berarti bahwa individu akan menyadari sepenuhnya potensi bakat dan kemampuannya. 5. Kebutuhan penghargaan

Kebutuhan ini adalah kebutuhan baik kesadaran akan kepentingan terhadap orang lain (harga diri) maupun penghargaan aktual dari orang lain. Pemuasan kebutuhan ini mengarah pada perasaan percaya diri dan gengsi.

Manusia akan memenuhi kebutuhannya secara hirarkis, Kebutuhan yang pertama adalah kebutuhan jasmani. Setelah kebutuhan tersebut terpenuhi, kemudian manusia tersebut akan bergerak memenuhi kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan rasa aman. Kebutuhan rasa aman dipenuhi dengan jalan menjamin keamanan pekerjaan, peraturan yang jelas dan dapat menghalangi kemungkinan adanya perlakuan yang sewenang-wenang. Kebutuhan sosial dipenuhi dengan menciptakan situasi kerja yang mendorong kebersamaan, perasaan memiliki, mendorong kelompok-kelompok informal seperti pengajian atau kegiatan sosial lainnya.

Tahap berikutnya adalah pemenuhan kebutuhan penghargaan. Ada dua macam kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan menyelesaikan pekerjaan dan keahlian serta kebutuhan status dan pengakuan. Pekerja ingin mempunyai keahlian dan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Kebutuhan yang lebih tinggi yaitu aktualisasi diri. Karyawan tersebut ingin mencari arti dari pengembangan pribadi maupun kerjanya dan selalu aktif mencari tanggung jawab yang baru. Pada tingkat ini, perbedaan individual paling nampak. Untuk beberapa orang, menghasilkan produk yang berkualitas tinggi merupakan cara aktualisasi diri. Sebaliknya untuk orang lain, mengembangkan ide baru dan kreatifitas baru merupakan cara aktualisasi diri. Dengan perbedaan semacam itu, manajer dapat mengembangkan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi karyawannya.

2.2.3.4. Tujuan Motivasi

Tujuan pemberian motivasi kepada karyawan dalam suatu perusahaan sangat beraneka ragam tujuannya, seperti untuk mendorong gairah dan semangat kerja karyawan, untuk meningkatkan produktivitas kerja, untuk mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan peruasahaan, untuk meningkatkan kondisi kerja dan menurunkan tingkat absensi karyawan, untuk menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, untuk meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan, untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dan untuk mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

2.2.3.5. Indikator Motivasi

Menurut Hadi (2000:4) motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Indikator motivasi menurut Gouzaly dalam Prabu (2005) adalah : a. Lingkungan Kerja

Lingkungan yang ada dan mendukung seseorang dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari. Lingkungan kerja juga menunjuk pada hal-hal yang berada di sekeliling dan melingkupi kerja karyawan. Lingkungan kerja lebih banyak tergantung dan diciptakan oleh pimpinan organisasi.

b. Keinginan dan Harapan

Kemauan akan adanya sesuatu yang terjadi ataupun sesuatu yang belum terwujud dari keinginan. Bagi sebagian orang keinginan dan harapan merupakan sebuah visi dan misi, karena dari situlah manusia mampu menentukan arah dan tujuan hidupnya. c. Kebutuhan

Dari tingkat kepentingan kebutuhan manusia dapat dibedakan menjadi 3, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Dalam kehidupan sehari-hari manusia pasti memutuhkan kebutuhan primer, karena kebutuhan primer adalah kebutuhan yang bersifat wajib.

Suatu proses yang dilalui oleh karyawan untuk mengembangkan potensi dalam diri melalui sebuah kegiatan yang dinamakan pendidikan dari tahap ke tahap, baik formal maupun nonformal.

2.2.4. Pengaruh Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Menurut Simamora (2004:448) kepuasan kerja (satisfaction) merupakan istilah evaluative yang menggambarkan suatu sikap suka atau tidak suka terhadap kepuasan bayaran (pay satisfaction). Oleh karenanya mengacu kepada sikap suka atau tidak suka terhadap sistem kompensasi organisasi. Lawler dalam Simamora membuat sebuah model berdasarkan teori ekuitas yang mulai menjelaskan sebab-sebab kepuasan dan ketidakpuasan gaji. Menurut Lawler dalam Simamora (2004:448) perbedaan antara jumlah yang diterima oleh para karyawan dan jumlah yang mereka duga diterima oleh orang lain merupakan penyebab langsung kepuasan atau ketidakpuasan gaji. Jikalau mereka merasa bahwa keduanya setara, maka terdapat kepuasan gaji. Antisipasi kepuasan gaji akan mempengaruhi keputusan karyawan tentang seberapa keras dia akan bekerja. Kompensasi mempengaruhi kepuasan dan bertindak sebagai umpan balik yang memampukan kalangan karyawan menyesuaikan perilakunya belakangan. Apabila mereka menyimpulkan bahwa mereka dibayar terlalu sedikit, mereka mungkin akan sering absen atau mengundurkan diri. Sekiranya para karyawan menyadari bahwa mereka ternyata dibayar sangat mahal, mereka mungkin akan bosan atau mengkompensasikannya dengan bekerja lebih keras.

Bila kompensasi diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi (Handoko, 2004:155). Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu, karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga, dan masyarakat. Tingkat kompensasi absolut karyawan menentukan skala kehidupannya, sedangkan kompensasi relatif menunjukkan status, martabat dan harga bagi mereka. Oleh karena itu, bila para karyawan memandang kompensasi mereka tidak memadai, prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja mereka bisa turun secara drastis.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2007) menunjukkan bahwa kesesuaian kompensasi tehadap kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang positif. Leklikwati (2005) dalam penelitiannya juga mengemukakan bahwa kompensasi finansial dan kompensasi non finansial teruji berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, yang dimana artinya bahwa semakin baik persepsi responden terhadap kompensasi

Dokumen terkait