• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III.............................................................................................................. 27

4.4 Analisis Aktivitas Antioksidan

4.4.1 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Hasil pengukuran panjang gelombang serapan maksimum larutan DPPH konsentrasi 40 μg/mL dalam pelarut metanol menghasilkan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm. Panjang gelombang 516 nm yang didapatkan merupakan salah satu dalam kisaran panjang gelombang sinar tampak yaitu 400 -800 nm. Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum larutan DPPH konsentrasi 40 μg/mL dalam metanol menggunakan spektrofotometri UV-Visibel dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Panjang Gelombang Maksimum Larutan DPPH Konsentrasi 40 μg/mL dalam Metanol Menggunakan Spektrofotometri UV-Visibel 4.4.2 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel uji

Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun afrika menunjukkan kenaikan konsentrasi sampel uji menyebabkan terjadinya penurunan nilai absorbansi. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan radikal

bebas dari DPPH. Warna larutan berubah dari ungu menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 516 nm akan hilang jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan (Molyneux, 2004).

Penurunan absorbansi DPPH dan persen peredaman DPPH oleh ekstrak etanol daun afrika dapat dilihat pada Tabel 4.3. Perhitungan hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun afrika dapat dilihat pada Lampiran 12.

Tabel 4.3 Nilai Persen Peredaman DPPH dari Ekstrak Etanol Daun Afrika Konsentrasi (μg/mL) Absorbansi rata-rata % peredaman rata-rata

0 1,007 0

25 1,122 -11,42

50 0,919 8,74

75 0,700 30,49

100 0,549 45,45

125 0,292 71,04

4.4.3 Hasil analisis nilai inhibitory concentration

Nilai IC50 diperoleh berdasarkan perhitungan persamaan regresi dengan cara memplot konsentrasi larutan uji dengan persen peredaman DPPH sebagai parameter aktivitas antioksidan, konsentrasi sampel (μg/mL) sebagai absis (sumbu X) dan nilai absorbansi sebagai ordinat (sumbu Y). Hasil analisis nilai IC50 pada uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun afrika dan kuersetin dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Hasil Persamaan Regresi dan Nilai IC50 Sampel Uji dan Pembanding Larutan Uji Persamaan regresi Nilai IC50

EEDA Refluks Y = 0,6258X – 15,0612 103 μg/mL Kuersetin Y = 8,5298X + 13,4251 4,29 μg/mL

Tabel 4.5 Kategori Nilai IC50 Sebagai Antioksidan

No. Intensitas Antioksidan Nilai IC50 (μg/mL)

1 Sangat kuat <50

2 Kuat 50 – 100

3 Sedang 100 – 250

4 Lemah 250 – 500

5 Tidak aktif >500

(Sing Lung dan Destiani, 2017).

Dari Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, diketahui bahwa ekstrak etanol daun afrika dengan nilai IC50 sebesar 103 μg/mL memiliki aktivitas antioksidan dalam kategori sedang. Sedangkan kuersetin dengan nilai IC50 sebesar 4,29 μg/mL memiliki aktivitas antioksidan dalam kategori sangat kuat. Hal ini dikarekan kuersetin merupakan senyawa murni sedangkan ekstrak etanol daun afrika masih berupa campuran beberapa senyawa. Menurut Molyneux (2004), nilai IC50

berbanding terbalik dengan aktivitas antioksidan, semakin tinggi aktivitas antioksidannya maka nilai IC50 akan semakin rendah. Perhitungan hasil uji aktivitas antioksidan kuersetin dapat dilihat pada Lampiran 14 dan perhitungan nilai IC50 kuersetin dapat dilihat pada Lampiran 15.

4.5 Penetapan Kadar Total Fenol 4.5.1 Hasil penetapan kadar total fenol

Penetapan senyawa kandungan total fenolik pada ekstrak etanol daun afrika dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteu. Metode ini terjadi dalam suasana basa sehingga dalam penentuan kadar fenolik dengan pereaksi Folin-Ciocalteu digunakan Natrium karbonat (NaCO3) yang dapat membentuk suasana basa (Kate, 2014). Prinsip dari metode ini adalah oksidasi gugus fenolik hidroksil.

Pereaksi ini mengoksidasi fenolat (garam alkali), mereduksi asam heteropoli

menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten (Mo-W). Selama reaksi berlangsung, gugus fenolik-hidroksil bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteu, membentuk kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat berwarna biru dengan struktur yang belum diketahui dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang terbentuk dari reaksi akan semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan akan semakin pekat (Khadijah dkk., 2017).

Asam galat digunakan sebagai larutan standar. Hal ini dikarenakan asam galat merupakan turunan dari hidrobenzoat yang merupakan suatu asam fenol sederhana yang bersifat murni dan stabil (Khadijah dkk., 2017).

4.5.2 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum pada larutan induk baku asam galat dilakukan pada menit ke-57 setelah penambahan reagen Folin-Ciocalteu 10%, NaCO3 7,5% dan akuades dengan konsentrasi 10 μg/mL menggunakan spektrofotometer UV-Vis menghasilkan panjang gelombang serapan maksimum 749 nm. Hasil pengukuran panjang gelombang dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Kurva Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat (749 nm) 4.5.3 Hasil penentuan kurva kalibrasi asam galat

Penentuan kurva kalibrasi asam galat dilakukan dengan mengukur absorbansi asam galat pada konsentrasi 0 μg/mL, 25 μg/mL, 50 μg/mL, 75 μg/mL dan 100 μg/mL dengan panjang gelombang 749 nm. Nilai absorbansi asam galat dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan kurva kalibasi asam galat dapat dilihat pada Gambar 4.4. perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi asam galat dapat dilihat pada Lampiran 16.

Tabel 4.6 Nilai Absorbansi Asam Galat

Konsentrasi (μg/mL) Absorbansi

0 0

25 0,711

50 1,055

75 1,595

100 2,104

Gambar 4.4 Kurva Kalibrasi Asam Galat

Berdasarkan Gambar 4.4 kurva kalibrasi asam galat di atas, diperoleh nilai r yaitu 0,9955 dengan persamaan regresi y = 0,0203x + 0,0746. Kurva kalibrasi merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara absorban suatu larutan terhadap panjang gelombang radiasi. Kurva kalibrasi ini dibuat dengan cara memplotkan nilai absorban pada sumbu Y dan konsentrasi pada sumbu X.

Parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada regresi linier y = ax + b (Harmita, 2004).

4.5.4 Hasil penentuan kadar total fenol pada ekstrak etanol daun afrika Penentuan kadar total fenol ekstrak etanol daun afrika dihitung dengan menggunakan substitusi nilai-nilai absorbansi rata-rata sampel ke dalam persamaan regresi linear yang didapat dari kurva kalibrasi asam galat untuk mendapatkan konsentrasinya. Kadar total fenol disajikan dalam satuan mg ekuivalen asam galat/gram sampel (mg GAE/g) (Hapsari dkk., 2018). Hasil penentuan kadar total fenol pada ekstrak etanol daun afrika dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Kadar Total Fenol pada Ekstrak Etanol Daun Afrika dengan reagen Folin-Ciocalteu memberikan hasil larutan yang berwarna biru.

Reaksi ini akan terlihat dari adanya warna kuning dan dengan menambahkan natrium karbonat akan memberikan warna biru. Semakin biru larutan maka semakin tinggi absorbansinya (Senet dkk., 2018).

4.6 Penetapan Kadar Total Flavonoid

4.6.1 Hasil penetapan kadar total flavonoid ekstrak etanol daun afrika

Berdasarkan prinsip dari penetapan kadar total flavonoid, dikatakan bahwa pembentukan senyawa kompleks yang ditandai dengan larutan menghasilkan warna yang lebih kuning. Alumunium klorida (AlCl3) akan bereaksi dengan senyawa flavon atau flavonol membentuk senyawa kompleks yang stabil (Fadillah, 2017). Dilakukan penambahan AlCl3 pada pengukuran kadar total flavonoid yang dapat membentuk kompleks, sehingga dapat terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah visible (tampak) ditandai dengan larutan menghasilkan warna yang lebih kuning. Adapun penambahan natrium asetat (CH3COONa) untuk mempertahankan panjang gelombang pada daerah visible (tampak) (Ahmad dkk., 2015).

Pemilihan kuersetin sebagai larutan standar dikarenakan kuersetin merupakan salah satu senyawa flavonol yang paling efektif menangkap radikal bebas (Tapas dkk., 2008).

4.6.2 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum pada baku kuersetin dilakukan pada menit ke-40 setelah penambahan reagen AlCl3 10%, CH3COONa 1 M, dan akuades menghasilkan serapan maksimum 433 nm. Hasil pengukuran serapan maksimum kuersetin dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Kurva Panjang Gelombang Maksimum Kuersetin (433 nm) 4.6.3 Hasil penentuan kurva kalibrasi kuersetin

Penentuan kurva kalibrasi kuersetin dilakukan dengan mengukur absorbansi kuersetin pada konsentrasi 6 μg/mL; 10 μg/mL; 14,5 μg/mL; 19,5 μg/mL; dan 23,5 μg/mL dengan panjang gelombang 433 nm. Nilai absorbansi dari kurva kalibrasi kuersetin dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan kurva kalibrasi kuersetin dapat dilihat pada Gambar 4.6. Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi kuersetin dapat dilihat pada Lampiran 19.

Tabel 4.8 Nilai Absorbansi Kuersetin

Konsentrasi (μg/mL) Absorbansi

6 0,312

10 0,421

14,5 0,547

19,5 0,712

23,5 0,866

Gambar 4.6 Kurva Kalibrasi Kuersetin

Berdasarkan kurva kalibrasi kuersetin yang didapat, diperoleh nilai r sebesar 0,9936 dengan persamaan regresi y = 0,0349x + 0,0488. Kurva kalibrasi merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara absorban suatu larutan terhadap panjang gelombang radiasi. Kurva kalibrasi ini dilakukan dengan cara memplotkan nilai absorban pada sumbu Y dan konsentrasi pada sumbu X.

Parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada regresi linier y = ax + b (Harmita, 2004).

4.6.4 Hasil penentuan kadar total flavonoid pada ekstrak etanol daun afrika Kadar total flavonoid dinyatakan dengan mg ekivalen kuersetin tiap g sampel (mg EQ/g sampel) (Munawaroh dkk., 2018). Hasil dari penentuan kadar total flavonoid pada ekstrak etanol daun afrika dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Kadar Total Flavonoid Ekstrak Etanol Daun Afrika

Berdasarkan hasil Tabel 4.9, diketahui diperoleh rata-rata kadar total flavonoid sebesar 10,122 mg EQ/g sampel. Berdasarkan Depkes RI (2017), kadar total flavonoid pada ekstrak daun afrika tidak kurang dari 6,11%, berdasarkan hasil yang didapat ekstrak etanol daun afrika yang diekstraksi secara refluks memenuhi syarat. Larutan sampel yang direaksikan dengan reagen AlCl3

menghasilkan warna kekuningan yang menunjukkan bahwa pada sampel terdapat senyawa flavonoid yang bereaksi dengan AlCl3 tetapi tidak menghasilkan warna kuning yang intensif seperti pada kuersetin.

4.7 Uji Sitotoksik

Uji sitotoksik ekstrak etanol daun afrika (EEDA) yang diekstraksi secara refluks terhadap sel kanker payudara (T47D) dan sel kanker kolon (WiDr) dilakukan dengan menggunakan metode MTT assays [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida] yang merupakan uji sitotoksik yang bersifat kuantitatif yang memiliki ketepatan yang tinggi, relatif cepat, akurat, sensitif dan aman. Uji ini berdasarkan pengukuran intensitas warna (kolorimetri) yang terjadi sebagai hasil metabolisme suatu substrat oleh sel hidup menjadi produk berwarna.

Pada metode MTT assays digunakan garam MTT yang akan direduksi menjadi formazan oleh sistem reduktase susinat tetrazolium, pada respirasi mitokondria (Doyle dkk., 2000).

Pengujian aktivitas sitotoksik merupakan parameter pendahuluan yang dilakukan dalam mengetahui kemampuan bahan uji untuk membunuh sel, dinyatakan dengan parameter Inhibiton Concentration 50 (IC50). Bahan uji yang memiliki aktivitas sitotoksik dapat dikembangkan menjadi antikanker. Dalam penelitian ini digunakan EEDA yang diekstraksi secara refluks (500 μg/mL; 250 μg/mL; 125 μg/mL; 62,5 μg/mL; dan 31,25 μg/mL) dan doksorubicin (100 μg/mL; 50 μg/mL; 25 μg/mL; 12,5 μg/mL; dan 6,25 μg/mL) sebagai bahan yang diujikan potensinya terhadap sel T47D dan sel WiDr. Untuk hasil pengujian sitotoksik dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Nilai IC50

EEDA = Ekstrak etanol daun afrika

Kematian sel didukung dengan data viabilitas sel dan perubahan morfologi sel T47D dan sel WiDr. Pada peningkatan konsentrasi EEDA dan doksorubisin terjadi penurunan persentase sel hidup dan peningkatan persentase sel mati. Sel T47D yang terpapar EEDA konsentrasi 500 μg/mL menyebabkan penurunan jumlah sel hidup sebesar 68,65% dan pada sel yang terpapar EEDA konsentrasi 31,25 μg/mL mengalami penurunan jumlah sel hidup sebesar 100% yang berarti pada konsentrasi 31,25 μg/mL tidak memberikan efek sitotoksik, dan pada sel T47D yang terpapar doksorubisin 100 μg/mL mengalami penurunan jumlah sel hidup sebesar 31,99% dan sel yang terpapar doksorubisin konsentrasi 6,25 μg/mL mengalami penurunan jumlah sel hidup sebesar 63,05%. Pada sel WiDr yang terpapar EEDA konsentrasi 500 μg/mL terjadi penurunan jumlah sel hidup

sebesar 58,68%, sedangkan pada sel yang terpapar EEDA konsentrasi 31,25 μg/mL mengalami penurunan persentase sel hidup sebesar 83,68%, dan pada sel WiDr yang terpapar doksorubisin konsentrasi 100 μg/mL mengalami penurunan jumlah sel hidup sebesar 2,87% dan pada sel yang terpapar doksorubisin konsentrasi 6,25 μg/mL mengalami penurunan jumlah sel hidup sebesar 55,09%.

Hal ini menegaskan bahwa EEDA memiliki kemampuan yang kurang baik dalam menyebabkan kematian pada sel T47D dan sel WiDr. Persentase peningkatan sel hidup akibat pemberian bahan uji dapat dilihat pada Gambar 4.7.

(a)

68.65

97.97 98.8 99.02 100

58.68 60.8

76.12

83.38 83.68

0 20 40 60 80 100 120

500 250 125 62.5 31.25

%Sel Hidup

Konsentrasi

Sel T47D Sel WiDr

(b)

Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Konsentrasi terhadap Jumlah Kematian Sel T47D dan Sel WiDr. Peningkatan Konsentrasi Bahan Uji akan Berdampak terhadap Penurunan Jumlah Sel Hidup, (a): Perlakuan EEDA pada Sel T47D dan Sel WiDr, (b): Perlakuan Doksorubisin pada Sel T47D dan Sel WiDr.

Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara konsentrasi larutan uji dan efek toksik yang ditimbulkan yaitu semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka semakin rendah jumlah sel hidup. Dari jumlah sel hidup, didapatkan nilai IC50 yang menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel 50% dan memberikan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel.

Menurut Weerapreeyakul (2012), suatu ekstrak tumbuhan dikatakan memiliki aktivitas sitotoksik yang sangat kuat apabila nilai IC50 yang diperoleh

<10 μg/mL, memiliki aktivitas sitotoksik yang kuat apabila nilai IC50 diantara 10 -100 μg/mL, dan memiliki aktivitas sitotoksik yang cukup kuat apabila nilai IC50

diantara 100 - 500 μg/mL.

Berdasarkan hasil nilai IC50 yang didapat ekstrak etanol daun afrika yang diekstraksi dengan metode refluks memiliki aktivitas sitotoksik yang tidak

31.99

memungkinkan untuk dikembangkan menjadi obat antikanker. Hal ini dapat disebabkan oleh metode ekstraksi yang digunakan yaitu refluks, refluks merupakan metode ekstraksi dengan cara panas. Metode ekstraksi ini memiliki kelemahan karena penggunaan suhu tinggi, hal ini dapat menyebabkan beberapa senyawa yang tidak stabil pada temperatur tinggi dapat terdegradasi. Salah satu senyawa yang tidak tahan panas yaitu flavonoid dan fenol. Flavonoid dan fenol merupakan senyawa yang dapat menangkal radikal bebas yang mencegah kerusakan sel dan memiliki aktivitas antikanker yang kuat (Pourmorad dkk., 2006;

Ugwu dkk., 2013).

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:

a. Ekstrak etanol daun afrika (EEDA) yang diekstraksi secara refluks memiliki aktivitas antioksidan cukup kuat (sedang) dengan nilai IC50 sebesar 103 μg/mL.

b. Ekstrak etanol daun afrika (EEDA) yang diekstraksi secara refluks memiliki kadar total fenol sebesar 48,918 mg GAE/g sampel dan kadar total flavonoid sebesar 10,211 mg EQ/g sampel.

c. Ekstrak etanol daun afrika (EEDA) yang diekstraksi secara refluks memiliki efek sitotoksik yang kurang kuat terhadap sel kanker payudara (T47D) dengan nilai IC50 sebesar 811,374 μg/mL.

d. Ekstrak etanol daun afrika (EEDA) yang diekstraksi secara refluks memiliki efek sitotoksik kurang kuat terhadap sel kanker kolon (WiDr) dengan nilai IC50 sebesar 870,791 μg/mL.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya tidak menggunakan metode ekstraksi secara refluks dan lebih memperhatikan sifat dari senyawa aktif pada tumbuhan yang digunakan untuk menentukan metode ekstraksi yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Abcam. 2007. T47D (Human Ductal Breast Epithelial Tumor Cell Line) Whole Cell Lysate. [online]. http://www.abcam.com [diakses: 13 Oktober 2021].

Adrouny, A. R. 2002. Understanding Colon Cancer. United States: University Press of Mississippi. Halaman 2 – 8.

Ahmad, A. R., Sakinah, Wisdawati, dan Asrifa, W. O. 2014. Study of Antioxidant Activity and Determination of Phenol and Flavonoid Content of Pepino’s Leaf Extract (Solanum muricatum Aiton). International Journal of PharmTech Research. 6(2). Halaman 600 - 606.

Anggorowati, L. 2013. Faktor Resiko Kanker Payudara Wanita. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 8(2). Halaman 122.

Ardhiansyah, A.O. 2018. Surgery Mapping Kanker Kolorektal. Seri Onkologi 5.

Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 11.

Auliansyah, V., Hasibuan, P. A. A., dan Dalimunthe, A. 2012. Efek Sitotoksik Ekstrak Etanol Kulit Batang Tanjung (Mimusopi cortex) Terhadap Sel T47D. Seminar Nasional Farmasi Universitas Sumatera Utara 2012: Peran Farmasi dalam Pembangunan Kesehatan. Halaman 169.

Bestari, R., Ichwan, M., Mustofa dan Satria, D. 2018. Anticancer Activity of Vernonia amygdalina Delile Extract on WiDr Colon Cancer Cell Line.

Advances in Health Sciences Research. 9(0). Halaman 237 - 243.

CCRC (Cancer Chemoprevention Research Centre). 2012. Uji Sitotoksik Metode MTT. Yogyakarta: Cancer Chemoprevention Research Centre. Halaman 1-7.

Chen, T. R., Drabkowski, D., Hay, R. J., Maey, M. dan Peterson, W. J. 1987.

WiDr is a Derrivative of Another Colon Adenocarcinoma Cel Line HT-29.

Cancer Genet Cytogenet. 27(1). Halaman 125 - 134.

Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 300 - 304, 306.

Depkes RI. 2008. Tingkat Manfaat, Keamanan, dan Efektivitas Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Karanganyar: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 5 - 16.

Depkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi III. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 17 - 20.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 9 - 17.

Djajanegara, I. 2008. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol 70% Herba Ceplukan (Physalis angulate Linn.) terhadap Sel WiDr secara in vitro. Skripsi.

Program Sarjana. Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif Hidayatullah.

Doyle, A., Griffiths, J. B., dan Newell, D. G. 2000. Cell and Tissue Culture:

Laboratory Procedures, Edisi Ketiga. New York: John Wiley & Son.

Halaman 23 - 24.

Farnsworth, N. R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.

Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3). Halaman 263.

Lubis, M.F. 2017. Aktivitas antikanker ekstrak daun afrika (Vernonia amygdalina Delile) secara In vitro. Tesis. Medan : Fakultas Farmasi USU. Halaman 64.

Febrianti, P., Prabowo, W.C., Rijai, L. 2017. Aktivitas Antioksidan dan Tabir Surya Ekstrak Daun Afrika (Vernonia amygdalina). Prosiding. Proceeding

of the 5th Mulawarman Pharmaceuticals Conferences. Sumarinda:

Universitas Mulawarman. Halaman 197.

Freshney, I. A. 2000. Culture of Animal Cells. A Manual of Basic Technique.

Edisi IV. Toronto: Willey-Liss. Halaman 329 - 344.

Guntarti, A., Sholehah, K., Irna, N., Fistianigrum, W. 2015. Penentuan Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Gircinia mangostana) Pada Variasi Asal Daerah. Farmasains. 2(5). Halaman 204 - 205.

Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press. Halaman 147.

Haryono, S.J., Anwar, S.L., Salim, A. 2018. Dasar – Dasar Biologi Molekuler Kanker Bagi Praktisi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Halaman 9.

Isnawati, A., Kelik, M.A. 2006. Karakterisasi daun kembung sungsang (Gloria superba (L)) dari aspek fisikokimia. Media Litbang Kesehatan. 16(4).

Halaman 11-12.

Johnson, M., Olufunmilayo, L.A., Anthony, D.O., Olusoji, E.O. 2015.

Hepatoprotective Effect of Ethanolic Leaf Extract of Vernonia amygdalina and Azadirachta indica against Acetaminophen-Induced Hepatotoxicity in Sprague-Dawley Male Albino Rats. American Journal of Pharmaceutical Sciences. 3(3). Halaman 80.

Jong, W.D. 2002. Kanker, Apakah itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan Dukungan Keluarga. Jakarta: Arcan. Halaman 11.

Kartawiguna, E. 2001. Faktor – Faktor yang Berperan pada Karsinogenesis. J Kedokter Trisakti. 20(1). Halaman 17.

Katzung, B.G. 2007. Farmakologi Dasar & Klinik. Edisi 10. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 907.

Kepesik, L., Martin, J. S. 2011. Mammalian Cell Viability Methodes and Protocols. New York: Humana Press. Halaman 13 - 18.

Khadijah, K., Jayali, A.M., Umar, S., dan Sasmita, I. 2017. Penentuan Total Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Daun Samama (Anthocephalus macrophylus) Asal Ternate, Maluku Utara. Jurnal Kimia Mulawarman. 15(1). Halaman 11 - 18.

Leba, M.A.U. 2017. Buku Ajar Ekstraksi dan Real Kromatografi. Yogyakarta:

Deepublish. Halaman 1.

Levrero, M., dkk 2000. The p53/p63/p73 Family or Transcription Factors:

Overlapping and Distincfunction. J. Cell Sci. 113. Halaman 61 - 70.

Lifiani, R., Harahap, U., Hasibuan, P. A. Z., Satria, D. 2018. Anticancer Effect of African Leaves (Vernonia amygdalina Delile) to T47D Cell Resistant. Asian J Pharm Clin Res. 11(1). Halaman 5.

Liu, H. C.,dkk 2006. 5-Fluorouracil Mediates Apoptosis and G1/S Arrest in Laryngeal Squamous Cell Carcinoma via a p53-Independent Pathway. The Cancer J. 12(6). Halaman 482 - 493.

Marinova, G., Batchvarov, V. 2011. Evaluation of The Methods For Determination of The Free Radical Scavenging Activity by DPPH. Bulg. J.

Agric. Sci. 17(1). Halaman 13 - 14.

Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci. Technol.

26(2). Halaman 212.

Mooney, L. M., Al-Sakkaf, K. A., Brown, B. L., dan Dobson, P. R. M. 2002.

Apoptotic Mechanism in T47D dan MCF-7 Human Breast Cancer Cells.

British Journal of Cancer. 87. Halaman 909 - 917.

Munawaroh, R., Siswandi, S., Setyowati, E.P., Murwanti, R., dan Hertiani, T.

2018. Correlation Between Total Flavonoid Contents and Macrophage Phagocytosis Activity of Fractions From Faloak (Sterculia quadrifidaI R.

Br.) Barks Ethanolic Extract in vitro. Majalah Obat Tradisional. 23(1).

Halaman 47 - 55.

Mustikasari, K., Santoso, M. 2013. 3,3’-Di(5,7-dibromoindol-3-il)-indolin-2-on:

Sintesis dan Uji Sitotoksik terhadap Sel Kanker Kolon WiDr. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 11(2). Halaman 56.

Nugroho, A. E., Hermawan, A., Putri, D. D. P., dkk 2012. Combinational Effects of Hexane Insoluble Fraction of Ficus septica Burm. F. and Doxorubicin Chemotherapy on T47D Breast Cancer Cells. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 2. Halaman 1 - 6.

Panno, J. 2005. Cancer; The Role of Genes, Lifestyle, and Environment. United States: Fact On File. Halaman 8 - 9.

Pourmorad, F., Hosseinimehr, S.J., Shahabimajd, N. 2006. Antioxidant Activity, Phenol and Flavonoid Contents of some Selected Iranian Medicinal Plants.

African Journal of Biotechnology. 5(11). Halaman 1144.

Pratiwi, R.D., Gunawan, E. 2018. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Asal Papua terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Farmasi Indonesia.

15(2). Halaman 150.

Rizal, F.T. 2016. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pala terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Skripsi. Medan : Fakultas Farmasi USU. Halaman 29-30.

Rock, E., dan DeMichele, A. 2003. Nutritional Approaches to Late Toxicities of Adjuvant Chemotherapy in Breast Cancer Survivors. American Society for Nutritional Sciences J Nutr. 133. Halaman 3785 - 3793.

Ruddon, R.W. 2007. Cancer Biology. Edisi Keempat. Michigan: Oxford University Press. Halaman 4.

Sambrook, J., Fritsch, E. F., dan Maniatis, T. 1989. Molecular Cloning A Laboratory. Edisi Kedua. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Halaman 75 - 79.

Sarker, S.D., Zahid, L., Alexander, I.G. 2006. Natural Products Isolation. Totowa : Humana Press.

Sayuti, K., dan Yenrina, R. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Padang : Andalas University Press. Halaman 76.

Senet, M.R.M., dkk 2018. Penentuan Kandungan Total Flavonoid dan Total fenol dari akar Kersen (Mutingia calabura) serta Aktivitasnya sebagai antioksidan. Jurnal Kimia. 2(1). Halaman 16 - 17.

Singal, P. K., dan Iliskovic, N. 1998. Doxorubicin-Induced Cardiomyopathy. The New England Journal of Medicine. 339. Halaman 900 - 905.

Suismono, Widaningrum, dan Miskiyah. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 3(0). Halaman 16 - 27.

Susanty, A., Dachriyanus., Yanwirasti., Wahyuni, F.S., Fadhli, H., Aswan, P.A.

2018. Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Etil Asetat Daun Tampa Badak

(Voacanga foetida (Bl.)K.Schun) pada Kanker Kolon HTB-38. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 5(2). Halaman 142 – 143.

Tjay, T.H., Rahardja, K. 2007. Obat–Obat Penting Kasiat, Penggunaan, dan Efek–Efek Sampingnya. Edisi 6. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Halaman 208.

Tyagi, A. K., Agarwal, C., Chan, D. C. F., dan Agarwal, R. 2004. Synergistic Anticancer Effects of Silibinin with Conventional Cytotoxic Agents Doxorubicin, Cisplatin adn Carboplatin against Human Breast Carcinoma MCF7 and MDAMB468 Cells. Oncology Reports. 11(2). Halaman 493 -499.

Ugwu, O.P.C., Okwesili, N.F.C., Parker, J.E., Abubakar, B., Emmanuel, O.C., dan Christian, O.E. 2013. Phytochemical and Acute Toxicity Studies of Moringa oleifera Ethanol Leaf Extract. International Journal of Life Sciences Biotechnology and Pharma Research. 2(2). Halaman 66.

Voigt, T. 1994. Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Weerapreeyakul, N., Nonpunya, A., Barusrux, S., Thitimetharoch, T., dan Sripanidkulchai, B. 2012. Evaluation of the Anticancer Potential of Six Herbs against a Hepatoma Cell Line. Chinese Medicine. 7(0). Halaman 1 - 7.

WHO. 1998. Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials. Geneva:

WHO. Halaman 28, 31.

Wong, H. L., Bendayan, R., Rauth, A. M., Xue, H. Y., Babakhanian, K., dan Wu, X. Y. 2006. A Mechanistic Study of Enhanced Doxorubicin Uptake and Retention in Multidrug Resistant Breast Cancer Cells Using A Polymer-Lipid Hybrid Nanoparticle System. The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics. 317(3). Halaman 1372 - 1381.

Zhang, O., Lin, L., Ye, W. 2018. Techniques for Extraction and Isolation of Natural Products: a Comprehensive Review. Chinese Medicine. 13(20).

Halaman

Zhou, J., Liu, M., Aneja, R., Chandra, R., Lage, H., dan Joshi, H. C. 2006.

Zhou, J., Liu, M., Aneja, R., Chandra, R., Lage, H., dan Joshi, H. C. 2006.

Dokumen terkait