• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.6 Uji Sitotoksik

2.6.1 Uji sitotoksik menggunakan metode MTT

Evaluasi preklinik adalah salah satu hal penting untuk mengetahui potensi aktivitas neoplastik dalam pengembangan obat antikanker baru sebagai agen-agen kemoterapi kanker. Evaluasi yang sudah terstandarisasi untuk menentukan apakah suatu material mengandung bahan yang berbahaya (toksik) secara biologis disebut uji sitotoksisitas. Salah satu metode yang biasa digunakan untuk menetapkan jumlah sel adalah metode MTT (Microtetrazolium) (CCRC, 2012).

Prinsip dari metode MTT (Microtetrazolium) adalah terjadinya reduksi garam kuning tetrazolium MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromid) oleh sistem reduktase suksinat tetrazolium yang termasuk rantai respirasi dalam mitokondria, sel-sel yang hidup membentuk kristal formazan berwarna ungu tidak larut air, kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader.

Intensitas warna ungu yang terbentuk proporsional dengan jumlah sel hidup, sehingga jika intensitas warna ungu semakin besar maka jumlah sel hidup juga semakin banyak (CCRC, 2012).

Formazan merupakan zat berwarna ungu yang tidak larut dalam air sehingga dilarutkan menggunakan HCl 0,04 N dalam isopropanol atau 10% SDS dalam HCl 0,01 N. Intensitas warna ungu terbentuk dapat ditetapkan dengan spektrofotometri dan berkorelasi langsung dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme, sehingga berkorelasi dengan viabilitas sel (Kepesik, 2011).

MTT assay menggunakan microplate 96-well, sehingga dapat diukur banyak sampel pada saat yang sama. Metode ini memiliki keuntungan yaitu:

waktu yang dibutuhkan singkat, memerlukan tenaga dan dana yang sedikit, dan metode ini tidak menggunakan isotop radioaktif dan tidak memerlukan transfer sel (Siregar, 2000).

Metode MTT assay didasarkan pada kemampuan sel hidup untuk mereduksi garam microtetrazolium yang berwarna kuning dan larut menjadi formazan yang berwarna biru-ungu dan tidak larut. Reduksi garam tetrazolium terjadi secara intraselular yang melibatkan enzim succinic dehidrigenase dari mitokondria. Reduksi ini melibatkan enzim retikulum endoplasma yang bergantung pada NADH, sedangkan enzim mitokondria hanya berperan kecil (Siregar, 2000).

Mekanisme kerja MTT assay yaitu setelah formazan dilarutkan dalam pelarutnya, intensitas warna diukur dengan spektrofotometer. Untuk mengukur intensitas warna digunakan microplate 96-well yang dapat digunakan untuk ELISA reader. Jumlah kristal formazan yang dihasilkan dan kemudian sudah diukur, berbanding secara proporsional dengan jumlah sel, walaupun absorbansi absolut berbeda antara berbagai sel. Makin pekat warnanya, maka makin tinggi nilai absorbansinya, dan makin banyak jumlah sel yang hidup (Siregar, 2000).

Metode in vitro memberikan berbagai keuntungan, yaitu hanya membutuhkan sejumlah kecil bahan yang digunakan untuk kultur sel primer manusia serta dapat memberikan informasi secara langsung efek potensial pada sel target manusia serta uji yang digunakan sangat sensitif dan dampak yang ditimbulkan dapat dilihat secara langsung (Doyle dkk., 2000).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental. Tahapan dalam penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan tumbuhan daun afrika (Vernonia amygdalina Delile), pembuatan simplisia, skrining fitokimia, karakterisasi simplisia,

pembuatan ekstrak etanol daun afrika (EEDA) yang dilakukan dengan metode ekstraksi refluks, pengujian aktivitas antioksidan EEDA, penetapan total fenol dan flavonoid EEDA, dan pengujian aktivitas sitotoksik EEDA dengan doksorubisin sebagai pembanding yang dilakukan terhadap sel kanker payudara (sel T47D) dan sel kanker kolon (sel WiDr). Lalu data hasil penelitian dianalisis menggunakan metode probit pada program SPSS versi 22.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium foil, autoklaf, beaker glass (Iwaki), Biological Safety Cabinet (BSC), blender (Philips), cawan penguap, corong, gelas ukur (Pyrex), kertas perkamen, kertas saring, labu alas bulat (Iwaki), labu tentukur (Iwaki), Laminar Air Flow (LAF), lemari pengering, Microplate reader, micro tube, mikroskop cahaya (Olympus), neraca analitik (Mettler Toledo), object glass, spatula, oven listrik (Memmert), penangas air, pipet mikro, pipet tetes, spektrofotometer UV-Vis, tanur, vial, vortex, dan waterbath.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol dari daun afrika (EEDA). Sel kanker kolon (WiDr) dan sel kanker payudara (T47D) yang merupakan koleksi Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM. Media Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM), Roswell Park Memorial Institute (RPMI), aquabides steril, Hepes, HCl 1N, NaOH 1N,

NaHCO3, Fetal Bovine Serum (FBS), Penisilin-Streptomisin, Fungizone (Amphotericin B), Tripsin-EDTA 0,25%, Phosphate Buffer Saline (PBS). Selain bahan-bahan di atas digunakan juga DPPH 0,5 mM (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl), kuersetin, asam galat, metanol, Folin-Ciocalteu 10%, Na2CO3

7,5%, AlCl3, dan CH2COONa.

3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.4.1 Pengambilan sampel

Pengumpulan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Tumbuhan yang digunakan adalah daun afrika (Vernonia amygdalina Delile) diambil di Kebun Tanaman Obat, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi daun afrika (Vernonia amygdalina Delile) dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA), Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3.4.3 Pengolahan sampel

Pengolahan daun afrika (Vernonia amygdalina Delile) dilakukan dengan membersihkan daun dengan air bersih, lalu ditiriskan dan ditimbang berat

keseluruhannya sebagai berat basah. Kemudian daun dikeringkan di lemari pengering hingga kering. Daun yang sudah kering dapat dilihat dengan kemudahannya untuk hancur ketika sampel diremas. Setelah sampel kering, ditimbang daun sebagai berat kering, lalu sampel dihaluskan dengan menggunakan blender dan disimpan ditempat kering dan tertutup rapat.

3.4.4 Pembuatan ekstrak daun afrika (Vernonia amygdalina Delile)

Simplisia ditimbang 50 gram dimasukkan ke dalam wadah. Dimasukkan simplisia ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan pelarut (etanol). Dipasang kondensor, lalu dihidupkan heater sesuai suhu yang dibutuhkan. Dibiarkan selama 3 jam, lalu setelah 3 jam diamkan hingga dingin kemudian saring. Setelah filtrat dan residu terpisah, residu direfluks kembali sebanyak 3 kali. Setelah filtrat terkumpul dilakukan pengentalan ekstrak dengan rotary evaporator hingga terbentuk ekstrak kental.

3.5 Karakterisasi Sampel

Karakterisasi sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut dalan asam.

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik yang dilakukan pada simplisia daun afrika meliputi: pemeriksaan bentuk, warna, diameter, dan ketebalan (Dirjen POM, 2000).

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara meneteskan larutan kloralhidrat di atas kaca objek, ditaburkan serbuk simplisia, kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop (Ditjen POM, 2000; WHO, 1998).

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotrop (destilasi toluen) (Ditjen POM, 2000; WHO, 1998).

Cara kerja:

Toluena 200 mL dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30 menit dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 mL.

Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan masing–masing 5 g sampel, labu dipanaskan hati–hati selama 15 menit. Setelah toluene mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluene. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluene memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0.05 mL. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen.

3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam air suling sampai 1

L) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 mL filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105 0C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000; Depkes RI, 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 0C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000; Depkes RI, 1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 5 g serbuk simplisia ditimbang seksama dimasukkan dalam kurs porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 6000C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000; Depkes RI, 1995).

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL HCL encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan,

disaring dengan kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000; Depkes RI, 1995).

3.6 Pemeriksaan Senyawa Metabolit Sekunder

Pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia ekstrak dari daun afrika meliputi pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid (Farnswoth, 1966).

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 mL asam klorida 2N dan 9 mL air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid.

Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 mL filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi:

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer.

b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat.

c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff.

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan di atas (Depkes RI, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida

Sampel ditimbang 10 g, lalu ditambahkan 10 mL air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 mL asam klorida pekat dan 2 mL amil alkohol.

Dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Depkes RI, 1995).

3.6.3 Pemeriksaan glikosida

Sampel ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 mL campuran etanol 96% : air (7:3) dan 10 mL asam klorida 2N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL filtrat, ditambahkan 25 mL air suling dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M dikocok, didiamkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 mL campuran kloroform-isopropanol (3:2) sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari ditambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dengan 2 mL metanol. Larutan sisa (larutan metanol) diuapkan 0,1 mL larutan percobaan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard, terjadi warna biru atau hijau yang menunjukkan adanya glikosida (Depkes RI, 1995).

3.6.4 Pemeriksaan saponin

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, jika terbentuk busa setinggi 1 – 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.6.5 Pemeriksaan tanin

Sampel ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1 – 2 tetes pereaksi FeCl3 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tannin (Farnsworth, 1966).

3.6.7 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk sampel dimaserasi dengan 20 mL n-heksana selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.7 Pengujian Kemampuan Antioksidan Dengan Spektrofotometri Visibel 3.7.1 Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas

1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl

Melihat kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) dalam larutan metanol (sehingga terjadi perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning) dengan nilai IC50

(konsentrasi sampel uji yang mampu meredam radikal bebas 50%) digunakan sebagai parameter menentukan aktivitas antioksidan sampel uji (Molyneux, 2004).

3.7.2 Pembuatan larutan 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl 0,5 mM

Sebanyak 10 mg larutan DPPH ditimbang kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL, dicukupkan volume dengan metanol hingga garis tanda, diperoleh larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 μg/mL).

Larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 μg/mL) dipipet sebanyak 5 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volume dengan metanol hingga garis tanda (konsentrasi 40 μg/mL).

3.7.3 Pembuatan larutan uji ekstrak etanol daun afrika

Sebanyak 25 mg ekstrak etanol daun afrika dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, lalu volume dicukupkan dengan metanol hingga garis tanda (konsentrasi 1000 μg/mL).

Konsentrasi ditetapkan setelah dilakukan orientasi. Larutan induk dipipet sebanyak 0,125 mL; 0,25 mL; 0,375 mL; 0,5 mL; dan 0,625 mL ke dalam masing-masing labu tentukur 5 ml untuk mendapatkan larutan uji dengan konsentrasi 25 μg/mL, 50 μg/mL, 75 μg/mL, 100 μg/mL dan 200 μg/mL, ditambahkan 1 ml larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 μg/mL) lalu dicukupkan dengan metanol hingga garis tanda. Diamkan selama 60 menit, lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometri UV-Visibel pada panjang gelombang 516 nm.

3.7.4 Pembuatan larutan kuersetin

Sebanyak 5 mg Kuersetin dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL, lalu dicukupkan volume dengan metanol hingga garis tanda (konsentrasi 200 μg/mL).

Untuk memudahkan pemipetan larutan kuersetin diencerkan hingga konsentrasi 40 μg/mL, dengan memasukkan 1 mL larutan kuersetin konsentrasi 200 μg/mL ke dalam labu tentukur 5 mL lalu dicukupkan volume dengan metanol hingga garis tanda. Diperoleh larutan induk baku kuersetin (konsentrasi 40 μg/mL).

Larutan induk baku kuersetin dipipet sebanyak 0,25 mL; 0,5 mL; 0,75 mL; 1 mL dan 1,25 mL ke dalam masing-masing labu tentukur 5 mL untuk mendapatkan konsentrasi 2 μg/mL, 4 μg/mL, 6 μg/mL, 8 μg/mL, dan 10 μg/mL, kemudian ditambahkan 1 mL larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 μg/mL) lalu dicukupkan volume dengan metanol hingga garis tanda. Diamkan selama 60

menit, lalu diukur serapannya dengan spektrofotometri UV-Visibel dengan panjang gelombang 516 nm.

3.7.5 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Larutan DPPH konsentrasi 40 μg/mL dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400 - 800 nm.

3.7.6 Waktu pengukuran

Lama pengukuran metode DPPH yang dianjurkan berdasarkan beberapa literatur adalah 60 menit, tetapi dalam beberapa penelitian waktu yang digunakan sangat bervariasi dari 1 menit hingga 240 menit (Molyneux, 2004; Marinova dan Bacthvarov, 2011).

3.7.7 Penentuan persen pemerangkapan radikal bebas

Penentuan persen pemerangkapan radikal bebas dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Aktivitas pemerangkapan radikal bebas (%) = A kontrol−A sampel

A kontrol x 100%

Keterangan: Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi sampel

3.7.8 Penentuan nilai inhibitory concentration

Perhitungan yang digunakan dalam penentuan aktivitas pemerangkapan radikal bebas adalah nilai IC50, nilai tersebut menggambarkan besaran konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal bebas 50%. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan konsentrasi ekstrak sebagai absis (sumbu x) dan nilai % inhibisi (antioksidan) sebagai ordinat (sumbu y) (Molyneux, 2004).

3.8 Penetapan Kadar Total Fenol

Penetapan kandungan total fenol ekstrak etanol daun afrika dilakukan secara spektrofotometri menggunakan reagen Folin-Ciocalteu dan asam galat sebagai pembanding. Prinsip dari metode ini yaitu terbentuknya senyawa kompleks berwarna biru akibat reaksi antara senyawa fenolik pada sampel dengan reagen Folin-Ciocalteu dalam suasana basa yang dapat diukur dengan spektrofotometer visible, lalu disetarakan dengan asam galat.

3.8.1 Pembuatan larutan induk baku asam galat

Dibuat larutan induk baku asam galat dengan konsentrasi 500 μg/mL.

Sebanyak 50 mg asam galat dilarutkan dalam 5 mL metanol pro analysis, kemudian dicukupkan dengan akuades sampai volume 100 mL.

3.8.2 Penentuan panjang gelombang maksimum asam galat

Larutan induk baku sebanyak 1,25 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan dicukupkan dengan metanol pro analysis hingga diperoleh konsentrasi 25 μg/mL. Kemudian diambil larutan sebanyak 0,5 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1,25 mL reagen Folin-Ciocalteu 10% dan larutan divortex selama 1 menit, lalu didiamkan selama 5 menit. Ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 7,5% dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Ukur panjang gelombang menggunakan spektrofotometer visible pada rentang 400 nm -800 nm.

3.8.3 Pembuatan kurva kalibrasi asam galat

Larutan induk baku diambil sebanyak 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; dan 2,5 mL hingga diperoleh konsentrasi 0, 25, 50, 75, dan 100 μg/mL. Kemudian diambil masing-masing larutan sebanyak 0,5 mL dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi. Ditambahkan 1,25 mL reagen Folin-Ciocalteu 10% dan larutan divortex selama 1 menit, lalu didiamkan selama 5 menit. Ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 7,5% dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 749 nm dan didapat kurva kalibrasi asam galat serta persamaan garis regresi linear y = ax + b.

3.8.4 Penetapan kandungan total fenol ekstrak etanol daun afrika

Sebanyak 10 mg ekstrak dilarutkan dengan 1 mL metanol, kemudian dicukupkan dengan akuades sampai 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 1000 μg/mL. Sebanyak 0,5 mL dicampurkan dengan 1,25 mL reagen Folin-Ciocalteu 10% di dalam tabung reaksi. Campuran divortex selama 1 menit lalu didiamkan pada suhu kamar selama 5 menit. Sebanyak 1 mL Na2CO3 (7,5% b/v) dimasukkan ke dalam campuran dan didiamkan kembali pada suhu kamar selama 30 menit.

Ukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer visible pada panjang gelombang 749 nm sebanyak 3 kali untuk satu kali pengukuran dan diambil rata-ratanya. Pengukuran dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali.

3.9 Penetapan Kadar Total Flavonoid

3.9.1 Pembuatan larutan induk baku kuersetin

Ditimbang 10 mg kuersetin, dilarutkan dengan metanol hingga diperoleh volume 100 mL sehingga diperoleh larutan kuersetin dengan konsentrasi 100 μg/mL.

3.9.2 Penentuan panjang gelombang maksimum kuersetin

Dipipet sebanyak 2 mL dari larutan induk baku kuersetin 100 μg/mL, ditambahkan 0,1 mL AlCl3 dan 0,1 mL CH2COONa dan 2,8 mL akuades, lalu

diinkubasi selama 40 menit. Diukur panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang 400 - 800 nm.

3.9.3 Pembuatan kurva kalibrasi kuersetin

Dipipet dari larutan baku kuersetin masing-masing sebanyak 0,6 mL; 1 mL; 1,45 mL; 1,95 mL dan 2,3 mL dan dimasukkan ke dalam masing-masing labu tentukur 10 mL lalu dicukupkan dengan metanol sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 6 μg/mL; 10 μg/mL; 14,5 μg/mL; 19,5 μg/mL; dan 23,5 μg/mL. Dipipet 2 mL dari masing-masing konsentrasi dan ditambahkan 0,1 mL AlCl3 dan 0,1 mL CH3COONa dan 2,8 mL akuades, lalu diinkubasi selama 40 menit. Diukur absorbansi dari masing-masing konsentrasi secara spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 433 nm. Diperoleh kurva kalibrasi kuersetin serta persamaan garis regresi linear y = ax + b.

3.9.4 Penetapan kadar total flavonoid ekstrak

Ditimbang sebanyak 10 mg ekstrak kental, dilarutkan dengan 10 mL pelarut metanol hingga diperoleh konsentrasi sebesar 1000 μg/mL. Dipipet larutan sebanyak 2 mL, ditambahkan dengan 0,1 mL AlCl3 dan 0,1 mL CH3COONa serta 2,8 mL akuades, lalu diinkubasi selama 40 menit. Diukur absorbansi secara spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 433 nm.

3.10 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk uji aktivitas antikanker pada penelitian ini disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Alat-alat gelas dan plastik disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

3.11 Pembuatan Media

3.11.1 Pembuatan media Roswell Park Memorial Institute (RPMI)

Komposisi: RPMI sachet, spesifikasi: GIBCO Lot No. 921956, dengan L glutamine tanpa NaHCO3, netto 10,4 g

Hepes 2 g

NaHCO3 2 g

HCl 1N secukupnya

NaOH 1N secukupnya

Aquabidest steril ad 1 L Cara pembuatan:

Sebanyak 1 sachet RPMI, 2 gram Hepes, dan 2 gram NaHCO3

dimasukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan 800 mL aquabides steril, homogenkan dengan menggunakan stirer magnet. Ukur pH 7,2 - 7,4 dengan pH meter, untuk menyesuaikan pH dapat digunakan HCl 1N (jika larutan basa) atau NaOH (jika larutan asam), tambahkan aquabides steril sampai 1 L, lakukan sterilisasi dengan filter vaccum di dalam Laminar Air Flow (LAF), dipasang filter aparatus steril pada botol duran 1 L steril, lalu lakukan proses penyaringan

dengan filter, aliquot media ditampung dalam botol duran 500 mL, diberi identitas pada botol media (nama media, tanggal pembuatan, expire date, dan nama pembuat), kemudian disimpan pada suhu 2 - 8oC (Sambrook dkk., 1989).

3.11.2 Pembuatan media kultur lengkap (MK-RPMI) Komposisi: Fetal Bovine Serum (FBS) 10%

Penisilin-Streptomisin 2%

Fungizone (Amphotericin B) 0,5%

RPMI ad 100 mL

Cara pembuatan:

Semua bahan di atas dicampur dan dilakukan di dalam LAF, beri identitas pada botol MK (nama media, tanggal pembuatan, expire date, dan nama pembuat), simpan pada suhu 2 - 8oC (Sambrook dkk., 1989).

3.11.3 Pembuatan media Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM) Komposisi: DMEM sachet, spesifikasi: GIBCO Lot No. 921956, dengan L-glutamin tanpa NaHCO3, netto 10,4 gram.

Hepes 2 g

NaHCO3 2 g

HCl 1N secukupnya

NaOH 1N secukupnya

Aquabidest steril ad 1 L Cara pembuatan:

Sebanyak 1 sachet DMEM, 2 gram Hepes dan 2 gram NaHCO3

ditambahkan 800 mL aquabidest steril, homogenkan. Ukur pH 7,2 - 7,4 dengan pH meter, untuk menyesuaikan pH dapat menggunakan HCl 1N (jika larutan basa) atau NaOH 1N (jika larutan asam), tambahkan aquabidest steril sampai 1 L, lakukan sterilisasi dengan filter vaccum di dalam LAF, dipasang filter aparatus steril pada botol duran 1 L steril, lakukan proses penyaringan dengan filter, aliquot media ditampung dalam botol duran 500 mL, diberi identitas (nama media, tanggal pembuatan, expire date, dan nama pembuat), kemudian disimpan pada suhu 2 - 8oC (Sambrook dkk., 1989).

3.11.4 Pembuatan media kultur (MK-DMEM)

Komposisi: Fetal Bovine Serum (FBS) 10%

Penisilin-Sterptomisin 2%

Fungizone (Amphotericin B) 0,5%

DMEM ad 100 mL

Cara pembuatan:

Campurkan semua bahan di atas, dan dilakukan di dalam LAF, beri identitas pada botol MK (nama media, tanggal pembuatan, expire date, dan nama pembuat), lalu simpan pada suhu 2 - 8oC (Sambrook dkk., 1989).

3.12 Penumbuhan Sel

3.12.1 Penumbuhan sel kanker payudara (T47D)

Persiapkan alat dan kondisikan bahan pada suhu ruangan, ambil 10 mL media RPMI pada tabung konikel 15 mL, ambil ampul (sel T47D) dari freezer -80oC atau tangki nitrogen dan cairkan pada suhu kamar, ambil suspensi sel dalam ampul, masukkan tetes kedalam media RPMI yang telah disiapkan, sentrifuge pada 600 rpm selama 5 menit, buang supernatan dan tambahkan 4 mL MK-RPMI dan resuspensi hingga homogen. Transfer masing-masing 2 mL ke dalam flask kultur baru. Tambahkan 5 mL MK-RPMI ke dalam masing-masing flask kultur, dan homogenkan. Amati kondisi sel dengan menggunakan inverted microscope.

Pastikan sel homogen pada seluruh permukaan flask kultur (tidak menggerombol pada bagian tertentu). Beri identitas pada flask kultur, kemudian simpan dalam

Pastikan sel homogen pada seluruh permukaan flask kultur (tidak menggerombol pada bagian tertentu). Beri identitas pada flask kultur, kemudian simpan dalam

Dokumen terkait