• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengambilan data di lapangan berlangsung selama delapan hari, posisi titik/stasiun permanen yang berhasil diamati ada delapan buah, dengan rincian lima titik di area Pulau Salawati dan tiga titik di area P. Batanta . Pada tiap stasiun dipasang tiga buah transek permanen dengan ukuran masing-masing 100 meter kecuali pada beberapa lokasi yang tidak memungkinkan dikarenakan air pasang yang tinggi . Hasil selanjutnya diuraikan berdasarkan pengamatan di masing-masing lokasi.

Pulau Warir, Kp. Wamega (SWBL01)

Padang lamun di lokasi ini berada di depan hutan mangrove dengan panjang ke arah laut jarang mencapai 100 meter. Lokasi monitoring sekitar 500 meter dari perkampungan penduduk (Gambar 24). Tidak ada dermaga di lokasi monitoring. Dermaga terdekat ada di depan kampung. Pada lokasi monitoring juga tidak dijumpai sungai. Substrat kebanyakan berupa lumpur berpasir diikuti oleh pasir berlumpur, pasir dan karang mati (Lampiran 3). Saat pengambilan data, kondisi cuaca berawan dan hujan, kedalaman sekitar 30 cm, serta kerjernihan air kurang baik (keruh). Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan lamun sebesar 41,60% yang disusun oleh sembilan jenis lamun dengan didominasi oleh Thalassia

Reef di laut dekat P. Warir (SWBL02)

Padang lamun di lokasi ini berada diantara terumbu karang, agak jauh dari darat atau hutan mangrove (Gambar 25). Panjang padang lamun ke arah laut maupun darat lebih dari 100 m dari tengah-tengahnya. Padang lamun tidak berdekatan dengan hutan mangrove karena dipisahkan oleh perairan yang lebih dalam yang terdiri dari terumbu karang di tengah-tengah antara kedua vegetasi.Tidak terdapat sungai, dermaga dan perkampungan namun terdapat satu keluarga penduduk yang kadang-kadang tinggal sementara di pulau dekat lokasi untuk mencari biota laut. Substrat kebanyakan berupa pasir diikuti oleh pasir dan pecahan karang (Lampiran 3). Pada saat penelitian kondisi cuaca cerah dan kejernihan air baik serta kedalaman air sekitar 50 cm. Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan lamun sebesar 53,22% yang disusun oleh tujuh jenis lamun dengan didominasi oleh Thalassia hemprichii sebesar 19,27% (Tabel 16).

Pulau Salawati, Desa Kalobo (SWBL03)

Padang lamun yang dimonitor pada lokasi ini berada jauh dari pemukiman penduduk. Lokasinya ada di teluk dengan hutan mangrove yang lebat di darat. Karena jauh dari penduduk, tidak ditemui dermaga di lokasi ini namun terdapat beberapa sero tancap yang dipasang oleh penduduk. Terdapat sungai di hutan mangrove. Substrat didominasi oleh lumpur (Lampiran 3). Pada saat pengambilan data, kondisi cuaca cerah, kedalaman air sekitar 100 cm dan kejernihan kurang. Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan lamun sebesar 42,90% yang disusun oleh empat jenis lamun dengan didominasi oleh Thalassia

hemprichii sebesar 17,33% .

Gambar 25. Padang lamun di stasiun SWBL 02

Pulau Salawati, Desa Samate (SWBL04)

Padang lamun di di lokasi ini terhampar luas sepanjang pesisir hingga sekitar 500 meter ke arah laut. Padang lamun di depan pemukiman (dekat dermaga) nampaknya memiliki kondisi yang baik (lebat dan jenisnya beragam) namun karena terlalu dekat dengan akti tas warga dan tidak ada mengrove maka titik monitoring tidak dipasang di lokasi ini. Lokasi monitoring bergeser sekitar 500 meter dari muka kampung ke lokasi di depan hutan mangrove. Pada lokasi tersebut substrat didominasi pasir berlumpur (Lampiran 3) yang seperti pasir hisap sehingga kaki bisa masuk ke dalam tanah hingga lutut ketika melangkah. Titik 0 transek berjarak sekitar 50 m dari mangrove, tidak ada sungai dan dermaga, tidak ada akti tas warga namun masih dijumpai sero tancap (Gambar 27). Pada saat pengamatan cuaca cerah, kedalaman 10 - 20 cm dan kerjernihan kurang baik (keruh).Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan lamun sebesar 39,39% yang disusun oleh tujuh jenis lamun dengan didominasi oleh Thalassia hemprichii sebesar 18,75% (Tabel 16).

Pulau Arevi, dekat P. Batanta (SWBL05)

Padang lamun di area ini tidak terlalu luas, pesisir didominasi oleh terumbu karang, hanya sedikit rataan terumbu yang ditumbuhi lamun yang lebat. Lokasi monitoring berada di depan mangrove sekitar 1 km dari pemukiman penduduk. Tidak ada sungai dan dermaga, namun lokasi ini masih dimanfaatkan warga untuk mencari biota laut yang bisa dimakan. Substrat kebanyakan berupa pasir diikuti oleh pecahan karang, karang mati, pasir berlumpur dan karang berpasir (Lampiran 3), Ketika pengamatan cuaca berawan, kedalaman air 5 – 20 cm dan kejernihan air baik. Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan lamun sebesar 23,91% yang disusun oleh lima jenis lamun dengan didominasi oleh

Enhalus acoroides sebesar 17,60% (Tabel 16).

Gambar 27. Padang lamun di stasiun SWBL 04

Pulau Batanta, Kp. Amdui (SWBL06)

Padang lamun di area ini kebanyakan tumbuh menyisir pantai dengan luasan yang kecil, tebal ke arah laut sekitar 5 m. Lamun yang cukup luas terletak diantara mangrove dan koral dengan tebal maksimal kearah laut sekitar 30 m. Karena tidak ada lokasi lain yang lebih baik maka titik monitoring dipasang di lokasi ini. Di lokasi ini tidak ada pemukinan penduduk, dermaga serta aktivitas warga. Terdapat sungai dari mangrove namun kecil. Substrat didominasi oleh lumpur berpasir diikuti oleh pasir dan pasir berlumpur (Lampiran 3). Saat pengamatan kondisi cuaca cerah, kedalaman sekitar 80 cm dan kejernihan tidak baik (keruh). Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan lamun sebesar 11,54% yang disusun oleh dua jenis lamun dengan didominasi oleh Enhalus acoroides sebesar 10,10% (Tabel 16).

Pulau Kabra Kecil dekat P. Salawati (SWBL07)

Padang lamun di area ini jarang yang berupa padang lamun yang luas. Lamun tumbuh pada rataan terumbu yang ada di tepi mangrove dengan panjang ke arah laut bisa mencapai lebih dari 100 m namun lebar makin menyempit ke arah laut. Pada lokasi

monitoring tidak terdapat pemukiman, dermaga, sungai maupun akti tas warga. Substrat

didominansi oleh pasir diikuti oleh karang berpasir, pasir + karang mati, pasir + pecahan karang dan karang hidup (Lampiran 3). Pada saat pengamatan kondisi cuaca cerah, kedalaman 5-10 cm dan kerjernihan baik.Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan lamun sebesar 17,48% yang disusun oleh delapan jenis lamun dengan didominasi oleh Thalassia

hemprichii sebesar 7,47% (Tabel 16).

Gambar 29. Padang lamun di stasiun SWBL 06

(Gambar 31), tidak ada sungai yang mengalir di dekatnya. Substat didominasi oleh pasir + pecahan karang diikuti oleh pasir, pasir berlumpur dan karang hidup berpasir. Pada saat pengamatan, kondisi cuaca cerah dengan sedikit awan, kedalaman sekitar 75 cm dan kejernihan air baik.Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan lamun sebesar 60,80% yang disusun oleh tujuh jenis lamun dengan didominasi oleh Thalassia hemprichii sebesar 32,01% (Tabel 16).

Penutupan Lamun, Komposisi Jenis dan Dominasi

Berdasarkan analisa data dari tiap lokasi yang direkap dari data lapangan (Lampiran 3), rata-rata padang lamun di area P. Salawati (38,92%) memiliki penutupan lamun yang lebih baik daripada di area P. Batanta (32,08%). Meskipun demikian, padang lamun di kedua area masuk ke dalam kategori “sedang” karena berada dalam kisaran 26-50 %. Tiga stasiun memiliki padang lamun dengan kategoti tutupan “jarang” yaitu SWBL 07 (17,48%), SWBL 05 (23,91%) dan SWBL 06 (11,54%). Tiga stasiun berada pada kategori “sedang” yaitu SWBL 01(41,60%), SWBL 03 (42,90%) dan SWBL 04(39,39%). Dua stasiun berada pada kategori “padat”, yaitu SWBL 02 (53,22%) dan SWBL 08 (60,80%).

Gambar 31. Padang lamun di stasiun SWBL 08

Tabel 16. Rekapitulasi rata-rata penutupan lamun dan dominasi jenis hasil transek di perairan Pulau Salawati

dan Pulau Batanta, Kabupaten Radja Ampat, 2015.

NO LOKASI/PULAU STASIUN PENUTUPAN RATA-RATA LAMUN (%) DOMINANSI JENIS Ea Th Cs Cr Hu Hp Ho Si Tc 1 P.Salawati dan sekitarnya SWBL 01 41.60 9.90 14.78 4.30 0.52 2.15 2.02 0.07 6.45 1.30 2 SWBL 02 53.22 8.85 19.27 3.50 2.84 2.79 0.00 0.52 15.34 0.00 3 SWBL 03 42.90 8.90 17.33 14.35 0.00 2.32 0.00 0.00 0.00 0.00 4 SWBL 04 39.39 12.26 18.75 0.52 2.13 3.46 0.00 1.75 0.47 0.00 5 SWBL 07 17.48 0.75 7.47 2.03 5.38 0.64 0.93 0.23 0.06 0.00 Rata-rata 38.92 8.13 15.52 4.94 2.18 2.27 0.59 0.51 4.46 0.26 STDEV 13.11 6 P. Batanta dan sekitarnya SWBL 05 23.91 17.60 5.21 0.00 0.00 0.05 0.00 0.78 0.26 0.00 7 SWBL 06 11.54 10.10 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.44 0.00 0.00 8 SWBL 08 60.80 21.97 32.01 0.33 0.76 0.00 0.00 0.24 4.17 1.52 Rata-rata 32.08 16.56 12.41 0.11 0.25 0.02 0.00 0.82 1.48 0.51 STDEV 25.63

Terdapat sembilan jenis yang ditemui pada delapan stasiun monitoring (Tabel 16) , yaitu Enhalus acoroides (Linn. F.) Royle (disingkat Ea), Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson (disingkat Th), Cymodocea serrulata (R. Brown) Ascherson & Magnus (disingkat Cs), Cymodocea rotundata Ehrenberg & Hemprich, ex Ascherson (disingkat Cr), Halodule uninervis (Forskal) Ascherson (disingkat Hu), Halodule pinifolia (Miki) den Hartog (disingkat Hp), Halophila ovalis (R. Brown) Hooker f. (disingkat Ho), Syringodium isoetifolium (Ascherson) Dandy (disingkat Si) dan Thalassodendron ciliatum (Forskal) den Hartog (disingkat Tc). Hanya stasiun SWBL 01 yang memiliki kesembilan jenis lamun di lokasi transek, sementara itu tujuh stasiun lainnya hanya memiliki dua hingga delapan jenis lamun saja. Dari sembilan jenis lamun tersebut, hanya E. acoroides yang dapat dijumpai pada setiap stasiun. Meskipun demikian, jenis ini hanya dominan di area P. Batanta dengan rata-rata tutupan 16,56%, karena di area P. Salawati rata-rata tutupannya (8,13%) di bawan rata-rata T. hemprichii (15,52%)

Kesimpulan dan Saran

Pada monitoring awal lamun (t0) di area Kabupaten Raja Ampat (P. Salawati dan P. Batanta) ini, kondisi lamun berada pada kategori tutupan sedang. Area P. Salawati memiliki rata-rata tutupan 38,92%, sedangkan area P. Batanta 32,08%. Padang lamun di kedua area tersebut dibentuk oleh sembilan jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassia

hemprichii , Cymodocea serrulata, C. rotundata, Halodule uninervis, H. pinifolia, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Thalassodendron cilliatum. Jenis lamun yang dominan

adalah E. acoroides (16,56%) untuk area P. Salawati dan T. hemprichiii (15,52%) untuk area P. Batanta.

Saran untuk monitoring lamun selanjutnya di P. Salawati sebaiknya dilakukan pada saat pasang dengan cara menyelam scuba untuk mencegah lumpur terangkat sehingga menjadi keruh. Cara lainnya (tanpa scuba) adalah monitoring dilakukan saat air bergerak pasang atau surut sehingga ada arus yang bisa membawa air yang keruh ke luar dari transek. Untuk area P. Batanta perlu dipasang transek tambahan di depan perkampungan

Gambar 32. Jenis-jenis lamun yang ditemukan selama penelitian di perairan Pulau

Dokumen terkait