• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelompok megabentos yang dicatat jumlah jenis dan indiviunya terdiri dari Acanthaster planci (bintang bulu seribu), Diadema spp. (bulu babi hitam), “Holothurian” (teripang), Linkia laevigata, Lobster (udang karang, udang barong), Drupella spp. (jenis gastropoda/keong yang hidup di celah-celah karang), Tridacna spp. (kima) dan Trochus spp. (Lola). Beberapa indeks ekologi dalam pengamatan ini seperti indeks keanekaragaman jenis atau indeks

Shannon (H’), Indeks kemerataan atau indeks Pielou (J’) dan indeks kekayaan jenis (d) dihitung menurut Odum (1971).

Komposisi fauna megabentos

Dari hasil pengamatan di perairan Pulau Salawati dan Pulau Batanta ditemukan 7 jenis fauna megabentos yang termasuk dalam 7 marga, yaitu Tridacna, Drupella, Tectus,

Acanthaster, Diadema, Linkia dan Holothurian (teripang) masing-masing 1 jenis (Tabel

13). Jumlah jenis-jenis megabentos yang ditemukan di perairan ini mencapai 90 % dari total keseluruhan megabentos yang memiliki nilai ekonomis penting dan dapat dijadikan indikator kesehatan terumbu karang. Perairan Pulau Salawati dan Pulau Batanta memiliki jumlah jenis megabentos yang lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Winardi dan Souhoka (2008) diperairan Pulau Hibala, Nias Selatan, Cappenberg dan Djuwariah (2009) dalam penelitian di Pulau-Pulau Tambelan masing-masing menemukan 6 jenis megabentos, sedangkan penelitian di perairan Pulau Karas, Kota Batam hanya mendapatkan 3 jenis megabentos (Sihaloho dan Prayudha, 2009). Keanekaragaman fauna megabentos di Teluk Dalam dan Pulau-Pulau Batu, Nias serta Sitardas, Pulau Poncan dan pulau Mansalar, Tapanuli Tengah relatif sama dengan keanekaragaman megabentos yang dicatat pada Pulau Salawati dan Pulau Batanta. Hasil pengamatan Siringoringo & Budiyanto (2008) diperairan Teluk Dalam dan Pulau-Pulau Batu, Nias Selatan dan Giyanto & Souhoka (2008) di perairan Sitardas, Pulau Poncan dan Pulau Mansalar masing-masing menemukan sebanyak 8 jenis megabentos. Kondisi habitat dan ekologis yang cukup baik pada perairan-perairan tersebut menjadi salah satu faktor tingginya keanekaragaman jenis megabentos pada kawasan tersebut. Keragaman fauna megabentos pada masing-masing lokasi dapat saja bertambah atau berkurang jumlah jenis maupun individunya tergantung dari kondisi terumbu karang sebagai tempat hidupnya. Keberhasilan pertumbuhan karang baru dapat dipengaruhi oleh keadaan tipe substrat. Substrat yang keras dan perairan yang bersih merupakan habitat yang relatif baik untuk pertumbuhan karang batu. Karang dapat bertumbuh serta berkembang dengan cepat pada substrat yang memiliki kestabilan yang tinggi (Birkeland, 1997). Bila terumbu karang semakin baik maka peluang untuk mendapatkan megabentos semakin beragam sebaliknya bila semakin buruk kondisi terumbu karang maka keragaman megabentos akan semakin berkurang. Sebaran dan kompleksitas habitat berpengaruh terhadap kelimpahan dan keanekaragaman jenis (Arthur, 1972).

Dari kedua lokasi penelitian, jumlah jenis fauna megabentos paling tinggi ditemukan di stasiun SWU03 yang terletak Di Pulau Salawati, yakni 7 jenis yang termasuk dalam 2 kelompok. Tingginya jumlah jenis fauna megabentos tersebut dapat saja disebabkan oleh kondisi habitat yang sesuai untuk pertumbuhan megabentos. Pada lokasi ini substrat pada ekosistem terumbu karang yang dilewati oleh garis transek memiliki substrat yang cukup beragam dan tersusun dari pasir, patahan karang (rubble) dan karang batu. Sedangkan jumlah jenis megabentos terendah terdapat di SWBU 08 (Pulau Batanta), yakni 1 jenis dan hanya diwakili oleh Drupella cornus dari kelompok moluska. Substrat dasar perairan pada stasiun ini berupa sedikit pasir, patahan karang serta karang mati. Tipe substrat dasar seperti ini bukanlah tempat yang ideal bagi kehadiran jenis-jenis dari kelompok ekinodermata seperti teripang dan Diadema sp. sebagai pemakan detritus yang hidup pada mikrohabitat pasir. Sedangkan Linkia laevigata berperan sebagai invertivora atau pemakan invertebrata dan Acanthaster plancii sebagai corallivora atau pemakan karang

selain disebabkan oleh gempuran ombak pada musim tertentu juga sebagai akibat dari penggunaan bom ikan.

Frekuensi Kehadiran

Frekuensi kehadiran jenis-jenis fauna megabentos di perairan Pulau Salawati dan Pulau Batanta berkisar antara 17 – 100 % (Gambar 23). Drupella cornus memiliki frekuensi kehadiran 100 % yang berarti jenis tersebut memiliki sebaran yang luas dan ditemukan di semua stasiun pengamatan. Drupella cornus merupakan jenis yang ditemukan hampir disemua kawasan perairan Kabupaten Raja Ampat (Anonimous, 2006), perairan Pulau Mapur, Kabupaten Bintan (Manuputty, 2007), perairan Kabupaten Buton (Manuputty dan Winardi, 2007), Perairan Kabupaten Nias Selatan (Siringoringo dan Budiyanto, 2008) dan di perairan Kepulauan Natuna, Kabupaten Natuna (Budiyanto & Cappenberg, 2009). Kehadiran jenis-jenis tersebut diduga erat kaitannya dengan ketersediaan jenis-jenis karang tertentu sebagai sumber makanannya. Menurut Jimenez et al. (2012), bahwa ada tidaknya Drupella pada ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan. Jenis megabentos yang memiliki frekuensi kehadiran paling rendah yaitu

Acanthaster planci dari kelompok ekinodermata (17%) yang hanya ditemukan pada satu

stasiun saja (SWBU 05). Sedangkan kehadiran Tridacna spp. dan Diadema spp. ditemukan pada 8 dan 6 stasiun dengan frekuensi kehadiran sebesar 67% dan 50%. Holothuria sp. memiliki kehadiran 25%, atau hadir pada 3 stasiun selama berlangsungnya pengamatan. Fluktuatifnya nilai frekuensi kehadiran fauna megabentos terutama pada jenis-jenis yang memiliki nilai ekonomis penting seperti jenis-jenis dari marga Tridacna maupun teripang dapat saja disebabkan oleh beberapa hal, seperti kondisi perairan yang tidak sesuai (kondisi substrat) atau ada terjadi penangkapan/pengambilan yang berlebihan dari masyarakat setempat ataupun yang datang dari luar. Kedua jenis megabentos tersebut sering diambil oleh penduduk setempat untuk dimakan maupun dijual. Semua jenis fauna dari suku Tridacnidae seperti Hipoppus hipopus, H. porcelanus ataupun Tridacna spp. diambil dari rataan terumbu saat air surut untuk dikonsumsi (komunikasi pribadi). Kemungkinan seperti ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kelangsungan hidup jenis-jenis tersebut.

Tabel 13. Fauna megabentos hasil studi baseline dengan metode Reef Check Benthos di

perairan Pulau Salawati dan Pulau Batanta Kabupaten Radja Ampat, 2015.

Pulau Salawati Pulau Batanta No Megabentos

SWBU 01 SWBU 02 SWBU 03 SWBU 04 SWBU 05 SWBU 06 SWBU 07 SWBU 08 SWBU 09 SWBU 10 SWBU11 SWBU12 I Moluska 1 Drupella cornus 5 22 7 13 6 6 12 3 9 9 15 5 2 Tectus sp. 0 2 1 2 0 3 1 0 0 0 0 0 3 Tridacna spp. 1 1 1 0 0 4 0 0 2 5 1 2 II Ekinodermata 4 Acanthaster planci 0 0 8 0 1 0 0 0 0 0 0 0 5 Diadema sp. 0 3 1 4 0 0 4 0 2 0 0 2 6 Linkia sp. 0 16 19 5 0 2 0 0 0 1 0 0 7 Holothurian 0 0 2 0 0 0 0 0 1 0 0 2

Kepadatan Fauna Megabentos

Kepadatan erat hubungannya dengan jumlah individu, semakin banyak jumah individu maka semakin tinggi nilai kepadatannya. Hasil pengamatan menunjukkan kepadatan fauna megabentos pada masing-masing stasiun cukup bervariasi, berkisar antara 0,02 – 0,31 individu/m2. Stasiun SWU02 yang terletak di Pulau Salawati memiliki kepadatan tertinggi, yakni 0,31 individu/m2. Drupella cornus dan Linkia laevigata merupakan dua jenis fauna yang memiliki kontribusi terbesar terhadap nilai kepadatan tersebut. Kondisi habitat dan substrat yang sesuai dapat menjadi penyebab tingginya nilai kepadatan pada stasiun tersebut. Sedangkan nilai kepadatan terendah ditemukan pada stasiun SWBU 08 (0,02 individu/m2) dan hanya diwakili oleh satu jenis saja dari kelompok moluska (Drupella

cornus). Sedikitnya jenis-jenis fauna megabentos yang ditemukan pada stasiun ini dapat

saja disebabkan oleh tingginya aktivitas manusia di rataan terumbu lokasi tersebut. Dekatnya pemukiman penduduk/ perumahan nelayan dengan stasiun pengamatan memungkinkan terjadinya hal ini. Murray et al. (1999) menyatakan populasi moluska di wilayah perairan dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia seperti rekreasi, memancing, eksplorasi dan pengambilan hewan-hewan untuk koleksi pribadi. Dari semua fauna megabentos yang ditemukan, hanya Drupella cornus yang memiliki nilai kepadatan tertinggi (0,16 individu/m2) dan hadir disemua stasiun pengamatan. Drupella merupakan jenis yang umum dan mudah ditemukan pada hampir semua rataan terumbu (reef flat) di perairan Indonesia. Umumnya dalam pengamatan ini, kepadatan genus Drupella sangat rendah, dimana kehadiran jenis tersebut tidak berdampak langsung pada persentase tutupan dan kondisi karang. Artinya tidak terlihat kerusakan yang signi kan akibat dari penempelan drupella pada jenis karang tertentu yang hidup pada perairan ini. Kerusakan karang pada jenis tertentu hanya dapat terjadi bila ada ledakan populasi atau kehadiran

drupella dalam kepadatan individu yang tingginya. Ayling & Ayling (1987) melaporkan

bahwa kerusakan karang di Ningaloo Reef, Australia Barat disebabkan oleh kehadiran

Drupella cornus dalam jumlah individu yang melimpah. Kepadatan jenis-jenis megabentos

pada masing-masing stasiun disajikan pada Tabel 14.

Gambar 23. Frekuensi kehadiran jenis-jenis megabentos di perairan Pulau

Keanekaragaman fauna megabentos

Perhitungan nilai indeks keanekaragaman (H’), kemerataan (J’) dan kekayaan jenis (d) merupakan suatu kajian yang digunakan untuk menduga kondisi suatu perairan berdasarkan komposisi biologis. Kondisi perairan dikatakan baik bila nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan jenisnya tinggi dan sebaliknya. Hasil perhitungan nilai Indeks keanekaragaman, indeks kemerataan jenis dan indeks kekayaan jenis pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 15. Nilai indeks keanekaragaman jenis berkisar antara 0,23 (SWBU 11) – 1,49 (SWBU 06) dan sangat fluktuatif. Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti jumlah jenis atau individu yang didapat, adanya beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah individu yang lebih melimpah daripada jenis lainnya serta kondisi homogenitas substrat pada setiap stasiun yang diamati. Selanjutnya Nybakken (1992) menyatakan bahwa perbedaan nilai keanekaragaman dapat disebabkan oleh distribusi dan jumlah spesies. Berpedoman pada Daget (1976), bahwa jika nilai H ≤ 2,0 maka nilai keanekaragaman jenis di suatu wilayah perairan termasuk dalam kategori rendah. Dengan demikian keragaman megabentos pada ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Salawati dan Pulau Batanta mempunyai keanekaragaman jenis megabentos yang rendah.

Nilai indeks kemerataan jenis (J) berkisar antara 0,34 (SWBU 11) – 0,93 (SWBU 06). Nilai ini menggambarkan kestabilan suatu komunitas perairan. Suatu komunitas dapat dikatakan baik atau stabil bila memiliki nilai indeks kemerataan jenis mendekati nilai 1 (satu), dan sebaliknya dikatakan tidak stabil jika mempunyai nilai indeks kemerataan jenis yang mendekati nilai 0 (nol). Odum (1963) menyatakan bahwa sebaran fauna dikatakan seimbang bila mempunyai nilai indeks kemerataan jenis yang berkisar antara 0,6 – 0,8. Penyebaran jenis suatu organisme dapat dipengaruhi oleh dominasi jenis, bila nilai indeks kemerataan jenis ≤ 0,5 menunjukkan ada beberapa jenis yang ditemukan lebih dominan dibanding jenis yang lain. Dengan rendahnya nilai indeks kemerataan mengindikasikan bahwa penyebaran jenis tidak merata sebaliknya bila semakin tinggi nilai indeks kemerataan jenis maka penyebaran jenis relatif merata. Secara umum, nilai indeks kemerataan jenis megabentos pada setiap stasiun relatif tinggi dan cukup stabil hanya stasiun SWBU 11 yang memiliki nilai kemerataan jenis yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh tinggi dominasi individu dari jenis Drupella cornus yang dicatat sebesar 93,8% dari jumlah individu pada lokasi tersebut.

Tabel 14. Nilai Kepadatan fauna megabentos di perairan Pulau Salawati dan Pulau Batanta, Kabupaten Raja

Ampat, 2015

No Megabentos

SWBU 01 SWBU 02 SWBU 03 SWBU 04 SWBU 05 SWBU 06 SWBU 07 SWBU 08 SWBU 09 SWBU 10 SWBU11 SWBU12 1 Drupella sp. 0.04 0.16 0.05 0.09 0.04 0.04 0.09 0.02 0.06 0.06 0.11 0.04 2 Tectus sp. 0.00 0.01 0.01 0.01 0.00 0.02 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3 Tridacna spp. 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.01 0.04 0.01 0.01 4 Acanthaster planci 0.00 0.00 0.06 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5 Diadema sp. 0.00 0.02 0.01 0.03 0.00 0.00 0.03 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01 6 Linkia sp 0.00 0.11 0.14 0.04 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 7 Holothurian 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01

Nilai indeks kekayaan jenis (d) pada masing-masing stasiun berkisar antara 0,36 (SWBU 11) – 1,64 (SWBU 03). Secara umum nilai kekayaan jenis yang didapat pada semua stasiun berada pada kondisi yang rendah, dan hanya stasiun SWBU03 (1,64) dan SWBU06 (1,48) yang memiliki nilai kekayaan jenis yang relatif tinggi. Sedangkan kekayaan jenis yang terendah terdapat di stasiun SWBU11 (0,36). Kekayaan jenis fauna megabentos dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan, terutama oleh faktor kualitas lingkungan, baik  sik maupun kimia. Kondisi kualitas lingkungan dapat dipengaruhi oleh tingginya tekanan yang diterima oleh lingkungan tersebut. Tingginya nilai kekayaan jenis moluska pada stasiun-stasiun pengamatan sangat dipegaruhi oleh kondisi terumbu karang sebagai tempat hidup fauna tersebut. Namun untuk jenis-jenis yang memiliki nilai ekonomis penting keberadaannya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya tersebut.

Hasil yang didapatkan berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis menunjukkan bahwa keanekaragaman fauna megabentos pada ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Salawati dan Pulau Batanta relatif rendah. Namun bila dilihat dari nilai kemerataan jenis menunjukkan bahwa fauna megabentos tersebar relatif merata pada setiap stasiun dengan jumlah individu yang cukup proporsional untuk setiap jenis yang diwakilinya. Hanya stasiun SWU11 yang memiliki nilai indeks keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan jenis yang terendah. Hal ini selain disebabkan oleh jumlah jenis yang sedikit, juga ada terjadi dominasi atau pemusatan individu pada Drupella cornus. Fauna megabentos yang hidupnya menetap pada substrat perairan (sessil) serta memiliki pergerakan yang sangat lambat rentan terhadap pengaruh yang terjadi disekitar tempat hidupnya. Aktivitas manusia di darat ataupun pada perairan pesisir tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dapat pengaruhnya proses kehadiran jenis dan jumlah individu megabentos. Kehadiran megabentos dengan jumlah individu Tabel 15. Nilai indeks keanekaragaman jenis megabentos di perairan

Pulau Salawati dan Pulau Batanta, Kabupaten Raja Ampat.

Stasiun S N d J' H' SWU01 2 6 0.56 0.65 0.45 SWU02 5 44 1.06 0.70 1.12 SWU03 7 39 1.64 0.73 1.42 SWU04 4 24 0.94 0.84 1.17 SWU05 2 7 0.51 0.59 0.41 SWU06 5 15 1.48 0.93 1.49 SWU07 3 17 0.7 0.69 0.75 SWU08 1 3 0 0 0 SWU09 4 14 1.14 0.74 1.03 SWU10 4 15 1.11 0.74 1.02 SWU11 2 16 0.36 0.34 0.23 SWU12 4 11 1.25 0.93 1.29

Kesimpulan

Sebanyak 7 jenis fauna megabentos ditemukan selama pengamatan yang terdiri dari 2 kelompok, yaitu ekinodermata (4 jenis) dan moluska (3 jenis). Kehadiran fauna megabentos pada setiap stasiun didominasi oleh Drupella cornus serta memiliki nilai persentase kehadiran sebesar 100% dengan kepadatan individu yang tertinggi (0,16 individu/m2). Semua stasiun pengamatan memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) yang rendah yang berkisar antara 0,23 – 1,49.

Nilai indeks kemerataan jenis (e) pada semua stasiun relatif tinggi dan hanya stasiun SWU11 (0,23) yang memiliki nilai kemerataan yang rendah.

Nilai kekayaan jenis (d) berada dalam kondisi yang rendah, berkisar antara 0,36 (SWU11) – 1,64 (SWU03).

Saran

Untuk mengetahui keanekaragaman jenis megabentos secara lengkap perlu dilakukan pengamatan yang berkesinambungan pada perairan tersebut dengan memperhatikan faktor musim.

Dokumen terkait