• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pengamatan dan Wawancara ······································

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.6 Hasil Pengamatan dan Wawancara ······································

Peneliti melakukan wawancara kepada lima orang Warga Bina Sosial sebagai informan dan juga tiga orang Pegawai Parawasa sebagai informan tambahan. Berikut Wawancara dengan masing-masing informan :

Informan I

Nama : Indah Permata Sari

Tempat/ tanggal lahir : Pembangunan, 5 Oktober 1986

Umur : 27 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMP

Status : Kawin

Alamat : Jl. Deli Kp. Banten pembangunan

Tanggal wawancara : 27 Agustus 2013

Pukul : 17.56 WIB

Tempat : di Teras rumah Kepala Dinas

Parawasa

Indah adalah wanita yang pertama diwawancarai oleh peneliti, sebelum mewawancarai Indah. Peneliti sudah pernah berbicara dengannya. Untuk bisa mewawancarai Indah peneliti meminta izin kepada petugas penjaga. Setelah izin diberikan petugas memanggil Indah yang baru selesai mandi di Asrama Anggrek II. Dengan rasa segan dan malu Peneliti menunggu Indah di depan rumah Kepala Parawasa yang berhadapan dengan Asrama Anggrek II. Setelah beberapa menit menunggu, Indah akhirnya datang. Indah yang wanita dengan berciri-ciri rambut pendek warna hitam, berbadan bongsor, lebih tinggi dari peneliti, serta berkulit kuning langsat. Pada saat Indah datang Ia memakai jaket hitam dan

baju tidur yang serasi dengan celana tidurnya berwarna putih. Peneliti masih mencium wangi sabun yang dipakai disaat Indah datang.

Setelah peneliti bercerita panjang lebar kepada Indah tentang tujuan peneliti datang ke tempat ini, Ia tidak merasa keberatan bahkan menyambut peneliti dengan hangat. Hal ini ditunjukan dari sikapnya yang tidak canggung kepada peneliti. Indah atas kesediaan menjadi salah satu informan bagi peneliti, peneliti kemudian memulai wawancara. Dalam keadaan yang sudah sama-sama rileks dan santai, peneliti memulai untuk langsung bertanya banyak hal kepada informan. Pada saat wawancara, peneliti meminta Indah untuk mengisi data dirinya yang telah peneliti buat.

Indah mulai berada di Parawasa pada tanggal 28 Juni 2013, Indah di tempatkan di ruangan Asrama Anggrek II bersama enam Warga Bina Sosial (WBS) yang lainnya. Asrama tersebut memiliki tiga kamar dimana masing-masing kamar memiliki empat tempat tidur namun hanya ditempati dua Warga Bina Sosial (WBS) Di Asrama. Ia diangkat menjadi ketua kamar di Asrama Anggrek II sebagai ketua kamar Ia bertanggung jawab atas semua yang terjadi di Asrama II.

Ketika pertama kali menginjakkan kakinya di Parawasa, ia Tidak tahu apa-apa tentang Parawasa. ia merasakan ketakutan dan merasakan kesedihan di hatinya, karena jauh dari orang-orang yang dicintainya, terutama anak dan keluarganya. Seminggu pertama ia berada di Parawasa ia menangis terus menerus tidak henti-hentinya dan ia selalu melihat orang-orang dengan tatapan tajam sampai matanya melotot.

“aku disini mulai tanggal 28 Juni. Kami ada enam orang di Asrama II. Di Asrama II ada tiga kamar, masing-masing di dalamnya dua orang dan memiliki empat tempat tidur. Akulah yang diangkat menjadi ketua kamar yang bertanggung jawab ada apa-apa disini. Kalo ada yang bergado ntah apalah, itu lah tugas ketua kamar.

Setelah tiga minggu lamanya, ia sudah mampu menyesuaikan diri, karena ia mendapat nasehat dari pegawai-pegawai Parawasa, selang tiga minguu Indah sudah bisa dekat dengan pegawai Parawasa. Peneliti mengetahui semua Pegawai Parawasa berusaha dekat dengan Warga Bina Sosialnya. Indah sering sekali diminta bantuannya oleh Pegawai Parawasa untuk membersihkan kantor atau rumah pegawai, dan terkadang Indah mendapatkan upah berupa uang. Uang itu dipergunakan Indah untuk membelikan makanan di rumah Ibu Ginting, karena lauk makan di Parawasa biasanya adalah sepotong ikan asin. Indah mengatakan bahwa ia tidak pernah sekali pun menceritakan tentang kehidupan

pribadinya kepada pegawai yang berada di Parawasa, menurutnya, ia tidak perlu untuk bercerita tentang kehidupan pribadinya. Indah hanya menceritakan tentang kehidupan pribadinya kepada teman dekatnya yang berada di Parawasa, dengan teman dekatnya Indah merasa lebih leluasa mengungkapkan yang ada di hatinya. Di antara pegawai, Indah paling dekat dengan pegawai Pekerja Sosial (Peksos) bernama Ibu Riana, Ibu Riana sudah lama bekerja di Parawasa. Ibu Riana memiliki ciri-ciri fisik kulit sawo matang, rambut panjang agak bergelombang, gemuk dan tinggi badannya dibawah peneliti. Indah sering mendekati Ibu Riana untuk menanyakkan informasi kepulangannya dari Parawasa, tetapi tidak pernah mendapatkan kepastian. Ketika Indah memerlukan bantuan, Indah sering meminta bantu kepada Satpam yang bernama Pak Lingga, Pak Lingga orangnya sudah cukup tua dan baru beberapa bulan menjadi satpam di Parawasa.

Ketika berada di Parawasa, ia merasakan sangat rindu dengan ke lima anaknya yang dijaga oleh kakak kandungnya, ia menceritakan dengan sangat sedih kepada peneliti, bahwa ia paling merindukan anaknya yang paling besar yang bernama Tara, dikarenakan Tara sudah memasuki bangku Sekolah Dasar. Ketika ia berada di dalam Parawasa, ia hanya mengetahui no telepon kakaknya. Ia menelpon Kakaknya dengan meminjam Handphone dari para pegawai Parawasa, itu pun jika pegawai berbaik hati memberikan ia Handphone. Ia menceritakan bahwa di dalam Parawasa, Warga Bina Sosial tidak diperbolehkan memiliki Handphone. Peraturan ini diberlakukan agar Warga Bina Sosial tidak bisa berhubungan langsung dengan orang di luar Parawasa yang dapat memungkinkan terjadi perencanaan untuk melarikan diri dari Parawasa. Ketika peneliti bertanya tentang suaminya, Ia menceritakan dengan sangat kesal dan sedih kepada Peneliti. Ia bercerita suaminya sudah tidak pernah peduli tentang kehidupannya dan anak-anaknya, ia tidak pernah tahu keberadaan suaminya sampai saat ini. Ia juga mengatakan bahwa orang tuanya sudah meninggal.

“aku disini bisa menyesuaikan diri tiga minggu lah, Dua minggu sudah dekat dengan pegawa disini. Kami disini yang sering dekati ibu-ibu itu, mereka ramah-ramahlah. Ibu itu juga dekati kami untuk membantu ibu nyuci baju dan lumayan dikasih-kasih duit jaja untuk jajan beli telor, ikan dikantin biasanya ikan asinkan, yah beli indomielah di tempat Ibu ginting, beli susu, telor. Iin biasa sering cerita dengan teman dekatlah, sama pegawai gak pernahlah. Kiki lah yang tau semua, dia tau tentang aku, luarpun samanya kami, kek mana yaa, kalo sama pegawai segan awak ngomong, kalo sama Kiki kan uda biasa kami cakap berdua maen sama,

jadi kami ini gak segan mengeluarkan cakap ini, uda gak ragu sama dia, dia pun terbuka, diapun gitu cerita sama Iin, yaah tentang semualah. Pegawai yang paling dekat Ibu Riana, dekat karna mau tau pemulangan. Ibu itukan Peksos, kami dekati terus, sampai kami yang minta Bu kami nyuci ya, Bu kami dekati. Kalo Pegawai yang sering minta tolong sama Pak Lingga.

Gak tau tempat ini. Baru kali ini tau tempat ini kan. Parawasa di Berastagi gak pernah dan gak taulah. Aku disini Rindulah sama anak, anakku paling besarlah, karna uda masuk sekolah dan ada keperluan. “Mak,celana Tara koyak gini-gini ntar ya nak antar duit, sabar yaa nak”. Keluarga sudah tau, uda di telepon tapi belom kemari dan janji datang kesini.

tiga minggu uda terbiasa disini. Seminggu pertama ntah gimana otak ini kacau balaulah, nangis, nengok orang pun mata nak melotot, sekarang uda gak lagi, uda enak kok, uda kayak keluargalah. Nelpon biasanya minjam-minjam sama Pak Ginting, Pak Kaban bilangnya pinjamlah nelpon, kadang ngasih pinjam orang itu. Gak boleh pake hape, hape ditahan Bu Sion karnakan nanti takut manggil orang bawa lari kita kabur, wajarlah itu takutnyakan, klo pakai hp diawasi orang itu, habis make uda gantian sama teman-teman lain. Yang sering dihubungi kakaklah yang paling besar, Mama Bapak awak uda gak ada lagi, jadi kakaklah yang yang mengurus anak awak. Kekmana hubungi suami sudah tidak tahu dimana dia, ntah dimana dia sekarang, ntah hidup atau gak, gak suka lagi sama awak dan gak open lagi sama kami, jadi gimana mau tau.

Indah mengikuti keterampilan menjahit di Parawasa, Indah mengikuti keterampilan menjahit karena Indah ingin menguasai keterampilan tersebut agar bisa membuka usaha menjahit ketika ia sudah keluar dari Parawasa serta ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya yang menunggu ia di luar Parawasa. Di waktu senggangnya, Indah mengikuti kegiatan olahraga main bola kasti yang terkadang dilakukan di perkarangan Parawasa. Ia main bola kasti dengan teman-teman yang berada di Parawasa. Ketika kegiatan olahraga main bola kasti tidak ada, Indah sering berjalan ke rumah Ibu Ginting yang berada di samping Asrama II, Ia membantu Ibu Ginting menjaga jualannya di rumah. Indah diberikan upah oleh Ibu Ginting, dikarenakan Ia sering membantu dan menjaga jualan Ibu Ginting di

rumahnya. Indah mengatakan bahwa, Ia melakukannya untuk menghilangkan suntuk karena tidak tahu mau melakukan apa-apa ketika tidak ada kegiatan terjadwal di Parawasa.

Kegiatan yang awak lakukan menjahit, ntar bisa buka usaha jahitkan. Uda pande jahit tinggal cari bakal dll. kalo nyalon ni enak kerjanya, kalo jahitkan rumit tapi bisa diikutilah. Kalo kegiatan yang lain main bola kasti kayak tadi itu. Waktu senggang gitu bantu jualanlah di rumah Ibu Ginting, Ibu Ginting baik nanti dikasih uang jajan, dikasih makanlah. Kalo suntuk disitu aja aku.

Semakin lama waktu berlalu, ia semakin semangat menceritakan kehidupannya kepada peneliti. Ia mengatakan bahwa Kiki sebagai teman dekatnya sudah ia anggap sebagai adik kandungan. Dengan Kiki, ia sering berbagi tentang semua yang dirasakannya. Dari 20 Warga Bina Sosial yang berada di Parawasa, ia hanya dekat dengan Kiki. melalui wawancara peneliti mengetahui Indah dan Kiki sudah kenal sebelumnya, sebelum berada Parawasa, hubungan komunikasi antar mereka terjalin dengan baik. Mereka saling terbuka dalam hal apapun, bahkan dalam melakukan setiap kegiatan mereka selalu bersama-sama. Mereka pernah juga bertengkar saat mereka berada di dalam Parawasa, Indah bercerita kepada peneliti dengan sedikit tertawa bahwa Ia pernah tidak berkomunikasi dengan Kiki selama satu minggu lamanya. Pertengkaran mereka dikarenakan keluarga Kiki datang menjenguknya, sehingga Indah berpikir, ketika itu Ia ingin menjauh dan mendiami Kiki, supaya ketika Ia keluar dari Parawasa, hati Kiki tidak merasakan sedih pada saat ditinggalkan Indah di Parawasa. Selama seminggu mereka tidak ngomongan, sampai pegawai memanggil mereka ke dalam kantor untuk mendamaikan mereka berdua, sehingga mereka menjadi akrab dan saling menyayangi. Peneliti mengetahui besarnya kepedulian Indah kepada Warga Bina Sosial, ketika Ia mendengar dan melihat Warga Bina Sosial diperlakukan kasar membuat hatinya merasakan apa yang dirasakan temanya.

ohh, pernahlah. Gak bertengkar maksudnya merajoklah, maksudnya gini. Kan ada telpon kakakku, kakak datang hari kamis dan si kiki juga telponan juga hari kamis rupanya gak bisa pulang, jadi si kiki ini bilang kak janganlah duluan pulang, samalah kita pulang walaupun aku gak enam bulan samalah kita. “Gak mungkinlah kita sama kiki, anak kakak ada. Kaukan gak ada anak jadi kupikir-pikirlah” rupanya bapaknya datang hari kamis, kakakku gak datang naik lah tensi ku. “Ya.. Allah Tuhanku gimanalah caranya ini yaa” dalam hatiku ni. Jadi gak ada

masalah, terus aku di diami dia gitu. Seandainya aku pulang besok, sedih aku meninggalkan dia, jadi kekmana caranya biar gak sedih aku tinggalkan, ku diami selama empat hari. dia pun herankan, aku gak keluar kamar 4 hari diambil nasi “makan kak,” diam aja. Ada yang nanya kak Iin kenapa bergado dengan dia, cuma diam-diamin aja kubilang. Ada masalah apa, bergado kalian, gak pak ku bilang, salaman akhirnya kami cakapan lagi, jadi gak bisa pisah gitu kami. Emangku sengaja, maksudnya seandainya aku pulang, gak sedih meninggalin dia, jadi kek mana gak bisa juga kawan sejati.

Indah mengatakan bahwa Ia sudah memiliki lima anak, dari hasil dua kali pernikahan yang sudah dialaminya. Pernikahan pertama, Indah menikah dengan pria berinsial Z, Indah melakukan hubungan Seks pertama kali dengan pria tersebut yang sudah menjadi suaminya. Pria ini bekerja sebagai pemain keyboard di sebuah cafe di tempat tinggal mereka dahulu. Dari pernikahan pertama ini Indah dikaruniakan tiga orang anak. Ketika suami yang pertama meninggal, Indah menikah kembali dengan pria berinisial A. Pria berinisial A ini adalah teman dari Ayahnya dan bertetangga dengan keluarganya. Indah melakukan pernikahan dengan Pria berinisial A dengan nikah sirih, karena ia tahu Orang tuanya pasti tidak menyetujui hubungan mereka berdua. Indah nekat menikah dengan Pria berinisial A, yang merupakan seorang duda dengan dua orang anak dari pernikahannya dahulu. Sampai sekarang Pria berinisial A adalah suami Indah, yang bekerja sebagai penjaga parkir di Rumah Sakit di daerah Perbaungan. Indah mengatakan Pekerjaan suaminya tidak memenuhi kebutuhan keluarganya, ia harus ikut memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Karena tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarganya sampai Indah dan suaminya berpisah ranjang. Indah pergi meninggalkan suaminya dan ke rumah orang tuanya, serta membawa anak-anaknya. Ia pergi dengan membawa selembar uang senilai seratus ribu. Ketika Indah tidak memiliki uang sedikitpun di tangannya, Indah mendapat penawaran pekerjaan dari orang yang baru dikenalnya untuk bekerja di sebuah cafe daerah Gudang Garam. Indah langsung menerimanya karena Indah sudah tidak memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan anak- anaknya. Nama cafe tempat Indah bekerja bernama Cafe Sabirin Waktu Indah menerima pekerjaan di café untuk pertama kalinya, Indah merasakan hatinya ketakukan, kakinya gemetaran semua dikarenakan Indah tidak tahu bekerja sebagai apa di cafe tersebut.

Awal melakukan pekerjaan disana, Indah menangani semuanya karena pegawai di cafe cuma ada dua orang. Indah melayani tamu-tamu yang datang ke cafe sabrina dengan

menyediakan minuman kepada tamu. Cafe Sabirin juga menyediakan tempat pondok dan kamar penginapan untuk tamu menginap di daerah pantai Gudang Garam. Indah bekerja di Cafe Sabirin selama dua bulan, Indah menceritakan selama di cafe awalnya Ia mendapat upah dari mengantar minuman kepada tamu, setiap botolnya Indah mendapat uang dua puluh ribu. Namun kemudian Indah merasakan bahwa jika hanya mendapatkan uang dari mengantar minuman kepada tamu, tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak- anaknya, sehingga Indah nekat melakukan hubungan seks kepada pelanggan yang mau menawarnya. Ia melakukan hubungan seks dengan tarif tiga ratus lima puluh ribu untuk shortimes. Ketika pertama kali melakukan hubungan seks yang bukan dengan suaminya, Indah mengatakan, Ia merasa takut dan ada rasa penolakan di dalam batinnya. Tetapi mau tak mau Indah harus membuang rasa takut dan penolakan yang ada dalam batinnya itu, karena Indah sudah tidak tahu lagi cara untuk mendapatkan uang yang banyak dengan cepat memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Indah melakukan hubungan seks dengan tamunya di pondok yang terletak di pinggiran pantai. Pondok tersebut di sewa seharga dua puluh ribu. Indah melakukan hubungan seks hanya sekali seminggu, karena baginya melakukan hubungan seks seminggu sekali ditambah dengan penghasilannya mengantar minuman sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan anak-anaknya. Ketika melakukan hubungan seks, Indah tidak pernah menggunakan alat pengaman berupa kondom, karena Indah mengatakan kalau tamunya memakai kondom ia tidak dapat merasakan sama sekali nikmatnya bercinta dengan pelanggannya. Peneliti menangkap ketika Indah bercerita, Ia hampir menangis menceritakan kehidupannya tersebut, Ia terpaksa melakukan pekerjaan terlarang ini, dikarenakan harus memenuhi kebutuhannya dan anak-anaknya, serta kebutuhan biologis dan psikologis Indah yang sudah ditinggal suaminya. Setiap Indah menjual dirinya kepada pelanggan, uang hasil menjual dirinya diberikan kepada kakaknya yang sudah rela merawat anak-anaknya, uang tersebut digunakan untuk kebutuhan memenuhi anak-anaknya dan sisa uangnya, Indah simpan untuk kebutuhannya sehari-harinya. Indah mengaku kepada peneliti, selama dua bulan Indah sudah lima kali melakukan hubungan seks dengan laki-laki hidung belang yang berbeda-beda dan semuanya dilakukan di pondok yang berada di daerah Pantai Gudang Garam. Indah tidak pernah sekalipun mendapat perlakukan kasar saat melakukan hubungan seks dengan tamu-tamunya. Ia diperlakukan dengan baik oleh pelanggannya sebagai wanita pemuas nafsu laki-laki. Pria hidung belang yang menikmati tubuh Indah adalah laki-laki sudah lebih tua darinya sehingga umumnya sudah bekerja dan memiliki uang. Di Cafe Sabirin Indah pernah mengalami masalah ketika Istri dari pria hidung belang yang pernah menikmati tubuhnya datang dan memaki Indah, ketika itu Indah hanya

bisa diam membisu dan tidak melawan sama sekali karena Ia tahu pekerjaanya yang dilakukan sudah salah. Berjalannya waktu, Indah bertemu dengan pria bernama Ilan yang bekerja sebagai nelayan, Ilan berumur 31 tahun ketika Indah menjual dirinya kepada Ilan, Ilan mengatakan kepada Indah untuk menikahinya dan melarang Indah menjual tubuhnya kepada pria hidung belang lagi. Ketika Ilan mengatakan itu, Indah tidak pernah lagi menjual tubuhnya kepada pria hidup belang di Cafe Sabirin. Saat Indah dan Ilan melakukan hubungan badan, Indah ditangkap Satpol PP yang sedang razia, dibawa ke Parawasa.

“kerja dicafe semua lah aku yang menangani, misalnya ntah keuangan, menjaga dan melayani tamu, cuma berdua kami. Kalo kami juga menyediakan pondok dan terima tamu. misalnya bapak bawa tamu, bisa pak, kamar disana banyak. Orang situ menyediakan semualah, boleh semuanya dilakukan disitu Cuma bayar pondok dua puluh ribu. Nama cafenya Sabirin Pante Gurang Garam dekat Parawasa Cermin. Baru dua bulannya melakukan kek gitu belom sampe setahun. Gini pak, pisah sama lakiku baru sebulan, duit gak ada lagi, laki yang terakhir yang kedua ini, anak enamlah. Anak dari laki pertamaku, aku bawa juga sama diakan, jadi semuanya ngumpul anak-anakku. Gara-gara anak bertengkar ribut- ribut dengan lakiku, ku bawa aja anaku semua ketempat bapakku cuma bawa uang seratus ribu, satu lagi mau nyusu, jadi uang kehabisan, bingung yakan, susu uda mau habis jadi adalah teman, teman itu ngajak kerja, “yoo iin kerja”,” kerja apa” aku bilang, yaa ikut aja aku, jadi ikut temanlah aku. Teman baru-baru kenal gitu-gitu aja, ada ibu-ibu gitu lah, ngajakin kerjaan, aku ikutlah naik becak. Ini kerjaannya cafe ini disini lah cari duit katanya jadi bergetar juga badan ini nginjak cafe ini lama-lama 2-3 hari uda terbiasa uda enak. Gara-gara laki lah gak mencukupi, gak apa, gak mengasih uang belanja semuanya.pertama kali melakukan hubungan seks sama laki pertamalah, belom pernah lah, sama laki lah. Saat melakukannya dengan yang lain nangis lah, sedih lah. Untuk anakku demi anakku biarlah sampai nangislah itu pun melakukannya 5 kali sama oranglah, gonta-ganti pasangan 5 kali lah tapi ada nama cowok Ilan tuh gak mau lagi lah, cukup sama dia aja orang tiap hari ia mengasih duit ya kan. Suami gak tau lah ntah kemana dia pigi kabur, melarikan diri ntah kemana, gak ngertilah keluarga gak tau. Kenal disitu juga, orangnya baiklah, pengertianlah mau apa-apa nah dek 300 untuk apa abang kasih

duit, karna abang suka samamu, mau gak kau kawin sama abang, mau lah tapi kau jangan kerja di cafe lagi. Asal jumpa gak di cafe itu, jadi lah sama dia. Ilan sering menelpon dan bawa kerumah jumpai kakakku.gak lah dapat sendirilah, dia datang ngambil uang pondok nanti ada yang ngambil , kalo bir-bir itu ngambil untung kita misalnya jual 70 kita jual 90 lah 20 lah untung kita.kalau dikasihnya , pertama tidak tahu harga, dek berapa apanya sih, shortime samamu berapa gak ngerti lah, kau minta aja ini 300, kok mahal kali, orang baru bang,aku sanggup satu malam satu uda syukurlah, satu orang aja aku sanggup, gaji botol ada lagi , klo ada uang 700 pulang kerumah ngantar duit untuk anak ku, 600 dikasih, 100 pegangan. Gak pake pengaman , gak enak klo pake kek gitu, gak terasa, aku gak mau pake kek gitu klo gak pake itu terasa , klo pake itu gak terasa,uda lama gak kenak kek gitu. gak stiap hari seminggu sekali. Cuma 5 kali lakukan itu, ketika jumpa ilan gak lagilah.pas ada tamu nyari, gak ada orang, aku yang mainkan, aku kerja juga dapat uang botol juga kan