PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA WARGA BINA
SOSIAL DAN PEGAWAI
SKRIPSI
RITTAR MURDANI SAMOSIR
090904123
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
MEDAN
2014
PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA WARGA BINA
SOSIAL DAN PEGAWAI
(Studi Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Antara
warga bina sosial dan pegawai di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila
Berastagi)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
RITTAR MURDANI SAMOSIR
090904123
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
MEDAN
2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan
hukum yang berlaku.
Nama : RITTAR MURDANI SAMOSIR
NIM : 090904123
Tanda Tangan :……….
Tanggal : Februari 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama : RITTAR MURDANI SAMOSIR
NIM : 090904123
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi :PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA WARGA
BINA SOSIAL DAN PEGAWAI
(Studi Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga Bina Sosial dan Pegawai di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Majelis Penguji
Ketua Penguji : ………. (………..)
Penguji : ………. (………..)
Penguji Utama : ………. (………..)
Ditetapkan di : Medan
Tanggal : Februari 2014
KATA PENGANTAR
Bersyukur atas penyertaan, hikmat, dan anugerah Tuhan dalam kehidupan saya sebab
oleh karena kasih dan kebaikanNya saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga Bina Sosial dan Pegawai (Studi Deskriptif
Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga Bina Sosial dan Pegawai di UPT
Pelayanan Sosial Tuna Susila di Berastagi)” Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Sumatera Utara (USU).
Sebagai peniliti saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, dorongan, serta doa dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
2. Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.
4. Dr. Nurbani, M.Si selaku dosen pembimbing dan dosen pemguji skripsi yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dengan
penuh kesabaran dan perhatian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Drs. Hendra Harahap, M.Si selaku dosen wali yang telah banyak memberikan
motivasi, saran serta pengarahan selama saya menjalani perkuliahan di Universitas
Sumatera Utara.
6. Para dosen dan staff di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara khususnya dari Departemen Ilmu Komunikasi atas ilmu dan pengalaman hidup
yang dibagikan selama masa perkuliahan sebagai bekal hidup di masa mendatang.
7. Seluruh staff Departemen Ilmu Komunikasi dan Bagian Pendidikan yang telah
membantu dalam proses administrasi.
8. Pak Ningso selaku Pembina di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila di Berastagi yang
9. Pak Ganepo Ginting selaku Pekerja Sosial (Peksos) dan Kak Rini sekaligus informan
tambahan peneliti dan memberi masukan kepada peneliti mengenai warga bina sosial
yang berada di Parawasa.
10.Informan peneliti Kak Indah, Taing, Nurmala, Zulfina dan Kiki yang telah bersedia
berbagi pengalaman hidup dan menceritakan kehidupan di Parawasa serta
memberikan informasi berkenaan dengan penelitian.
11.Seluruh staff Parawasa, Ibu Sion, Kak Nita, bang Ginting, Om Lingga, dan bang
kantik yang telah baik hati membantu saya dalam proses pengumpulan data yang
diperlukan demi terselesaikannya skripsi ini.
12.Orang tua yang saya sayangi, Drs Halomoan Samosir dan Alm. Rosma Herlina
Butar-butar atas doa dan perhatian yang tiada hentinya, serta kakak dan abang saya, Eska
Udur Samosir, Tulus Marganda Samosir dan Appenataria Samosir yang senantiasa
mendukung dan memotivasi saya dalam proses penyelesaian skripsi ini.
13.Sahabat-sahabat saya, Reno C.O Sibarani, Nelly F. Kembaren, Novia Sabrina Titar,
Rina Maria, Damai Riyanti, Nora Pandia, Sarah Gultom, Ifay Andi Damanik,
Sumartin P.S, Winny Thersia, Helon Simanjuntak, Dini Simanjuntak, Rony Harahap,
seluruh kawan-kawan di UKM KMK FISIP, dan seluruh kawan-kawan komunikasi
terkhusus angkatan 2009 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
14.Seluruh anggota Gereja HKBP Seksama Kak Desy, bang Indra Siahaan, bang
Chandra Siahaan, Billy Sinaga, Novita Aruan, Boston Sidabutar dan Shinta Gultom.
15.PKK saya, Rebekka Purba yang telah membimbing saya kepada pengenalan akan
Allah, dan teman-teman satu KTB saya, David Sihombing, Neni Waruwu, Sondang
Tamba, Davit Sebayang dan Hans Siahaan yang sama-sama berjuang dan belajar
bertumbuh di dalam pengenalan akan Allah.
16.Adik-adik kelompok saya, Hana Sihombing, Ice Sari, Anna Duha dan Fhin lie
Tarigan yang telah banyak berdoa dan mendukung saya serta membuat saya semakin
mengerti kasih dan kebaikan Tuhan di dalam hidup saya.
17.Kepada seluruh Warga Bina Sosial telah mengajarkan tentang kesusahan hidup dan
membagai pengalaman hidup.
Semoga Tuhan menunjukan kasih karunia-Nya dan memberkati semua pihak yang
telah membantu saya. Akhir kata, besar harapan saya agar skripsi ini dapat berguna dan
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu di masa mendatang serta pemanfaatan
Medan, Februari 2014
Peneliti,
Rittar Murdani Samosir
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : RITTAR MURDANI SAMOSIR
NIM : 090904123
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non ecsclusive Royalty-Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA WARGA BINA SOSIAL DAN PEGAWAI (Studi Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga Bina Sosial dan Pegawai di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/ format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemiliki Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada Tanggal : Febuari 2014
Yang Menyatakan,
RITTAR MURDAN SAMOSIR
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Proses komunikasi antarpribadi warga bina sosial dan pegawai (Studi Deskriptif Proses Komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi).
Adapun tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik warga bina sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi, untuk mengetahui proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai.
Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti menggunakan Komunikasi antarpribadi, Penilaian sosial dan Teori Pengurangan Ketidakpastian. Dalam penelitian ini, studi yang digunakan adalah studi deskriptif kualitatif yang dapat menggambarkan proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai yang merupakan tujuan dalam penelitian ini dan dinarasikan secara interpretatif yang merupakan pemberian arti atau makna terhadap pengalaman dan kehidupan sehari-hari, sehingga melalui penelitian ini dapat dipahami bagaimana individu memberi arti atau makna terhadap proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap lima orang warga bina sosial sebagai informan dan dua orang pegawai UPT Pelayanan Sosial Tuna susila Berastagi sebagai informan tambahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karkteristik warga bina sosial yang ada di Parawasa tidak memandang usia tua atau muda, suku, agama dan alasan menjadi seorang PSK dan interaksi komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial cukup terbuka karena warga bina sosial lebih suka berkomunikasi sesama warga bina sosial dan lebih nyaman mengungkapkanya berbeda dengan komunikasi antarpribadi warga bina sosial dengan pegawai tidak baik karena warga bina sosial tidak terbuka dengan pegawai disebabkan ketidak nyamanan dalam menceritakan tentang dirinya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ··· i
LEMBAR PERSETUJUAN ··· ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISENTALITAS ··· iii
HALAMAN PENGESAHAN ··· iv
KATA PENGANTAR ··· v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ··· viii
ABSTRAK ··· ix
2.2.3 Teori Pengurangan Ketidakpastian ··· 10
2.2.4 Teori Penilaian Sosial ··· 17
2.2.5 Self-Disclosure ··· 18
2.2.6 Pembentukan Prilaku ··· 19
3.4 ··· Kerangka
Analisis ··· 25
3.5 ··· Teknik Pengumpulan Data ··· 25
3.5.1 Penentuan Informan ··· 26
3.5.2 Keabsahan Data ··· 26
3.5.3 Metode Pengumpulan Data ··· 27
3.6 ··· Teknik Analisis Data ··· 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ··· Hasil Penelitian ··· 30
4.1.1 lokasi penelitian ··· 30
4.1.2 Profile UPT Pelayanan sosial Tuna Susila Berastagi ··· 31
4.1.3 Struktur UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi ··· 31
4.1.4 ··· Pembagian Tugas ··· 32
4.1.5 Diskripsi Pelaksanaan Penelitian ··· 36
4.1.6 Hasil Pengamatan dan Wawancara ··· 43
4.1.7 Klasifikasi Tabel komunikasi antarpribadi warga bina sosial ··· 80
4.1.8 Informan Tambahan ··· 85
4.2 Pembahasan ··· 101
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 ··· Kesimpulan 109
5.2 ··· Saran 109
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.2.5 Self Disclosure 18
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.3 Model Teoritik 29
DAFTAR LAMPIRAN
- Surat Pra Penelitian
- Surat Balasan Pra Penelitian
- Panduan wawancara warga bina sosial
- Panduan wawancara Pegawai Parawasa
- Hasil wawancara
- Dokumentasi penelitian
- Biodata peneliti
- Daftar bimbingan skripsi
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Proses komunikasi antarpribadi warga bina sosial dan pegawai (Studi Deskriptif Proses Komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi).
Adapun tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik warga bina sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi, untuk mengetahui proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai.
Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti menggunakan Komunikasi antarpribadi, Penilaian sosial dan Teori Pengurangan Ketidakpastian. Dalam penelitian ini, studi yang digunakan adalah studi deskriptif kualitatif yang dapat menggambarkan proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai yang merupakan tujuan dalam penelitian ini dan dinarasikan secara interpretatif yang merupakan pemberian arti atau makna terhadap pengalaman dan kehidupan sehari-hari, sehingga melalui penelitian ini dapat dipahami bagaimana individu memberi arti atau makna terhadap proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap lima orang warga bina sosial sebagai informan dan dua orang pegawai UPT Pelayanan Sosial Tuna susila Berastagi sebagai informan tambahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karkteristik warga bina sosial yang ada di Parawasa tidak memandang usia tua atau muda, suku, agama dan alasan menjadi seorang PSK dan interaksi komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial cukup terbuka karena warga bina sosial lebih suka berkomunikasi sesama warga bina sosial dan lebih nyaman mengungkapkanya berbeda dengan komunikasi antarpribadi warga bina sosial dengan pegawai tidak baik karena warga bina sosial tidak terbuka dengan pegawai disebabkan ketidak nyamanan dalam menceritakan tentang dirinya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari.
Komunikasi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap
saat kita bertindak dan belajar melalui komunikasi. Melalui komunikasi seseorang tumbuh
dan belajar, menemukan diri sendiri dan orang lain, bergaul, bersahabat, mencintai atau
mengasihi orang lain dan sebagainya. Bahkan komunikasi itu sendiri tidak bisa dilepaskan
dari sejarah peradaban umat manusia, dimana pesan dalam ilmu komunikasi hinga saat ini
selalu menjadi kajian yang tak pernah ada habisnya.
Komunikasi merupakan penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada
orang lain. Tanpa komunikasi tidak akan mungkin terjalin hubungan. Komunikasi yang kita
lakukan dalam kehidupan sehari-hari terjadi dalam beberapa bentuk, seperti komunikasi
antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa, semua
itu juga terkait dan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti lingkungan dan lainnya. Peranan
komunikasi sangat berarti didalam berbagai kegiatan manusia, dan memberikan manfaat
didalam kelangsungan hidup dan aktivitas manusia, yang sekaligus merupakan bagian dari
kehidupan manusia terutama didalam melakukan interaksi dan berhubungan dengan manusia
Komunikasi antarpribadi merupakan sebuah proses pertukaran informasi diantara
sedikitnya dua pihak yang mempunyai sifat, nilai-nilai, pendapat, sikap, pikiran dan perilaku
yang khas dan berbeda-beda. Komunikasi antarpribadi juga merupakan proses saling
memberi dan menerima informasi diantara pelakunya. Dalam proses komunikasi antarpribadi
terjadi sebuah rangkaian kegiatan yang terjadi secara terus menerus. Hal ini menjadikan
komunikasi antarpribadi sebagai proses yang dinamis, selalu mengalami perubahan baik oleh
pelakunya, pesan, maupun lingkungannya.
Komunikasi antarpribadi memungkinkan kita dapat memahami dan dipahami oleh
orang lain. Kita menggunakan komunikasi antarpribadi untuk dapat menjadi dekat dengan
orang lain. Komunikasi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan telah diterima oleh
orang lain atau sekelompok orang lain dengan efek dan efek umpan balik yang berlangsung.
Beberapa ciri-ciri komunikasi antarpribadi : Keterbukaan, empati, dukungan, dan rasa positif
(Liliweri, 1992 : 2). Komunikasi antarpribadi mendorong setiap orang menjalin hubungan
dengan tingkat yang lebih personal dan lebih akrab, sekaligus memberi batasan dalam
hubungan antarpribadinya. Prinsip ini menjadikan komunikasi antarpribadi sebagai metode
pendekatan yang efektif dan mudah diterima.
Sebagai metode pendekatan yang efektif dan mudah diterima komunikasi antarpribadi
juga digunakan dalam sesi konsultasi dan konseling di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)
Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila. UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila adalah
sebuah tempat rehabilitasi para warga bina sosial yang berada di wilayah Berastagi
Kabupaten Karo. Keberadaan UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila sebagai tempat
rehabilitasi PSK merupakan sebuah bentuk penanganan terhadap masalah sosial masyarakat.
PSK merupakan salah satu penyakit sosial dalam masyarakat, yang juga meresahkan
banyak kalangan selain dianggap perbuatan hina, PSK juga bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku di Indonesia. PSK bukan merupakan isitlah asing dikalangan masyarakat
terutama bagi masyarakat perkotaan. Bagi masyarakat Indonesia keberadaan PSK di nilai
mengganggu kehidupan sosial masyarakat, hal ini dikarenakan secara tidak langsung PSK
dapat menyebabkan perpecahan rumah tangga, penyebaran penyakit, rusaknya moral dan
budaya bangsa Indonesia. Meskipun demikian keberadaan PSK di berbagai tempat hiburan
di Indonesia saat ini justru semakin berkembang. Perkembangan ini dapat dilihat dari
banyaknya tempat hiburan dan tempat-tempat mereka menjajakan dirinya misalnya saja Gang
Dolly (Surabaya), Jalan Pasar Kembang (Sarkem) Yogyakarta, Jalan Kramat Tunggak
(Jakarta Utara), Gang Kalijodo (Jakarta Utara), Tretes (Pasuruan), Stasiun kota Baru
(http://forum.kompas.com/teras/251315-4-jalan-lokasi-prostitusi-melegenda-di-indonesia.html) di kota medan sendiri masih banyak dijumpai PSK, Dinas Sosial Provinsi
Sumatera Utara mencatat bahwa pada tahun 2006 terdapat 3.387 orang PSK di sumatera utara
dan jumlah ini terus meningkat di tahun berikutnya dimana pada tahun 2007 terdapat 3.678
orang PSK yang sebagian besar berada di kota Medan (BPS, Sumatera Utara dalam angka
2006; Sumatera Utara dalam angka 2007) Tempat PSK sendiri di Medan ada di jalan Gatot
Subroto, jalan Iskandar Muda, jalan Selayang ( http://www.antarasumut.com/dprdselama-ramadhan-medan-harus-bersih-pelacuran/).
Seperti yang sudah banyak diketahui, petugas Satpol PP sering kali melakukan razia.
Hal ini kemudian menjadi suatu usaha pemerintah agar jumlah para PSK ini dapat menurun
dari angka yang sudah ada saat ini. Setelah terjaring petugas satpol PP, para PSK ini
mendapat binaan, pembelajaran, di damping, dan hal usaha lainnya agar para PSK ini tidak
kembali lagi ke profesi yang dianggap sampah masyarakat. ( www.bimbingan.org/undang-undang-hukum-psk.htm). Dengan demikian pemerintah telah berusaha untuk mengurangi pertambahan PSK sehingga keberadaan UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila
diperlukan sebagai langkah antisipatif terhadap perkembangan keberadaan PSK dan
tempat-tempat hiburan di Indonesia.
Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelayanan Sosila Tuna Susila adalah Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara khususnya dalam upaya
rehabilitasi sosial dan resosialisasi bagi Tuna Susila. Keberadaan diatur dan ditetapkan oleh
Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 061.297.K/Tahun 2002 tentang Kedudukan Tugas
dan Fungsi Susunan Organisasi Panti di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara.
Upaya menangani permasalahan tersebut Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara
melaksanakan usaha-usaha penanganan secara konkrit yaitu menyediakan sarana, yang
merupakan tempat pelayanan sosial bagi para penerima pelayanan (klien) kearah kehidupan
yang mandiri dengan menjunjung tinggi nilai kehidupan masyarakat.
UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila bertujuan untuk memulihkan kembali rasa
harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan, keluarga
maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya dan memulihkan kembali kemampuan serta
kemauan untuk dapat melaksanakan fungsi sosial secara wajar. Setelah keluar dari UPT
Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila PSK siap kembali ketengah-ketengah masyarakat yang
wajar dengan cara menetapkan bimbingan mental, sosial dan keterampilan. Ini bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, rasa tanggung jawab sosial dan memulihkan kemauan serta
Salah satu UPT di Sumatera Utara adalah UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila
Berastagi terletak di desa Raya Kecamatan Berastagi yang diresmikan pada tahun 1977 oleh
Bupati Kepala Daerah Tk. II yang diberi nama “Parawasa” yang artinya tempat untuk
mendewasakan para penyandang Tuna Susila melalui proses rehabilitasi. Di dalam Parawasa
seorang PSK disebut Warga Bina Sosial (WBS)/murid karena mengikuti lembaga Dinas
Sosial. Murid di Parawasa direhabilitasi selama enam bulan lamanya. Dalam masa
rehabilitasi mereka dibina untuk mendapatkan pelatihan keterampilan dan pembentukan
perilaku sehingga dengan demikian mereka dapat berubah dan dapat menguasai keterempilan
yang diberikan. Di dalam panti mereka ditempatkan di sebuah ruangan/rumah bertingkat dua
bernama Asrama Anggrek I dan rumah tingkat satu bernama Asrama Anggrek II di depan
rumah dinas Kepala UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila Berastagi, didalam ruangan
asrama diberikan televisi dan pakaian untuk warga bina sosial. Warga bina sosial tidak
perbolehkan memakai Hp dan dilarang merokok di perkarangan Parawasa, serta warga bina
sosial diberi makan tiga kali sehari dan tempat tidur, mereka dijaga pegawai secara
bergantian dan dibantu oleh masyarakat.
Kegiatan bimbingan terjadwal dengan baik, seperti kegiatan keterampilan yang
dilakukan setiap hari senin dan rabu pada jam sembilan pagi sampai jam dua belas siang,
yang didatangkan dari Berastagi. Warga bina sosial bisa memilih keterampilan yang
disukainya. Untuk bimbingan agama dilakukan setiap hari senin pada jam dua siang sampai
setengah empat sore dan bimbingan mengaji setelah selesai bimbingan agama. Pada hari
selasa bimbingan kesehatan pada jam Sembilan pagi sampai dua belas siang lalu pada jam
dua siang sampai setengah empat sore bimbingan Etika. Pada hari rabu jam dua siang sampai
setengah empat pelajaran Dinamika Kelompok, pada hari kamis jam sembilan pagi sampai
enam sore dibuka konsultasi kepada keluarga warga bina sosial untuk mengetahui tentang
keluarganya yang berada di panti dengan bertanya kepada pegawai Peksos (Pekerja Sosial)
dan dapat mengunjunginya, pada hari yang sama jam dua siang sampai setengah empat
bimbingan psikologi. Pada hari jumat jam sembilan pagi sampai setengah sepuluh senam
aerobik.. Untuk kegiatan konsultasi pegawai dan warga bina sosial, konsultasi dilakukan
setiap hari saat jam kerja kantor secara tatap wajah langsung, sedangkan untuk Konseling
dilakukan setiap hari jumat pada jam dua siang sampai setengah empat sore secara tatap
wajah langsung dengan semua warga bina sosial sehingga cukup jelas jalinan komunikasi
antarpribadi yang terjadi. Agar proses komunikasi antarpribadi yang tercipta lebih efektif,
proses konsultasi yang menyangkut segala aspek kehidupan warga bina sosial dilakukan
konsultasi dengan pegawai diharapkan warga bina sosial lebih merasa tenang dan nyaman
dalam melakukan dialog antarpribadi karena hal ini menyangkut urusan pribadi warga bina
sosial. Kesehatan warga bina sosila juga diperhatikan dengan adanya ruangan Poliklinik
dibuka setiap hari senin dan kamis di Parawasa. Jadi setelah warga bina sosial keluar dari
panti rehabilitasi dan pembinaan diharapkan mereka tidak lagi melanggar norma-norma yang
berlaku di masyarakat.
Pegawai di Parawasa melakukan tugasnya dengan memberi bimbingan moral, agama,
psikologi, keterampilan, olahraga dan kesehatan. Bimbingan moral dapat berupa
pembentukan etika antara sesama warga bina sosial, hubungan warga bina sosial dengan
masyarakat sekitar. Bimbingan agama yang sesuai dengan pembinaan agama masing-masing.
Bimbingan Psikologi yang didatangkan dari medan untuk mengetahui psikologi warga bina
sosial. Keterampilan yang diberikan pada warga bina sosial dapat berupa keterampilan
menjahit dan menyalon. Olahraga yang diberikan pada warga bina sosial senam di setiap pagi
dan di hari jumat senam dilakukan bersama instruktur senam yang didatangkan dari
Berastagi. Kesehatan yang diberikan pada warga bina sosial dengan melakukan pemeriksaan
kesehatan masing-masing warga bina sosial.
Sebagai salah satu bentuk komunikasi yang dipakai dalam pembinaan Pelayanan
Sosial Tuna Susila. Komunikasi antarpribadi melibatkan warga bina sosial dan warga bina
sosial memungkinkan terjadinya kesamaan pemahaman dan keterikatan emosional sehingga
diharapkan melalui komunikasi antarpribadi dapat membentuk kepribadian dan perilaku
warga bina sosial. Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang Proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai di UPT Panti
Pelayanan Sosial Tuna Susila di Berastagi.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut, “Bagaimanakah Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga
Bina Sosial dan Pegawai di UPT Panti Pelayanan Sosial Tuna Susila di Berastagi?”
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian, yang menguraikan apa
yang akan dicapai dan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang
berhubungan dengan peneliti tersebut :
2. Untuk mengetahui proses komunikasi antarpribadi yang dilakukan antara warga bina
sosial dan pegawai.
1.4 Manfaat penelitian
Adapun yang menjadi manfaat peneliti ini adalah:
1. Secara akademis, diharapkan dapat menambah atau memperluas bidang komunikasi,
khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
2. Secara teoritis, peneliti ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan
peneliti mengenai proses komunikasi antarpribadi dam pembentukan prilaku.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi
UPT Panti Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma
Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu bagian dan
hubungannya atau bagian-bagian berfungsi. Paradigma pada riset penelitian sebenenarnya
merupakan cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian serta bagaimana
pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah
penelitian. Pada hakekatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu yang harus
dikerjakan, dipilih dan diproritaskan dalam sebuah penelitian. Pada aspek lain, paradigma
akan memberitahukan apa yang harus dihindari dan tidak digunakan dalam penelitian.
Menurut Harmon (1970) (J.Moleong, 2009:49) mendefenisikan paradigma sebagai cara
mendasar untuk mempersepsikan, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan
sesuatu secara khusus tentang visi realitas.
Menurut Baker (1992) (J.Moleong, 2009:49), paradigma melakukan dua hal :
1. Membangun atau mendefenisikan batas-batas.
2. Menceritakan kepada Anda bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di dalam
batas-batas itu agar berhasil.
Dalam penelitian ini peneliti dapat memahami bagaimana proses komunikasi
komunikasi antarpribadi, peneliti menggunakan paradigma interpretatif serta pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan interpretatif. Paradigma interpretatif digunakan karena
paradigma interpretatif menyatakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih
mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Hasil penelitian secara
kritis dengan teori yang relevan dan infomasi akurat yang diperoleh dari lapangan.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio, yang bersumber dari kata communis yang berati sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai sutau pesan yang disampaikan oleh
komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2000:9).
Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi, maka komunikasi akan terjadi atau
berlangsung selama ada kesamaan makna, sehingga komunikasi yang dilakukan kedua orang
tersebut bersifat komunikatif. Akan tetapi, pengertian komunikasi diatas sifatnya masih dasar,
dalam arti bahwa komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak
yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komuunikasi tidak hanya informatif, yakni
agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif yaitu agar orang lain bersedia
menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan, dan lain-lain.
D. Lawrence Kincaid (Cangara, 2000:19), komunikasi adalah suatu proses dimana
dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Menurut Carl
I Hovland, ilmu komunikasi adalah suatu usaha yang sistematis untuk merumuskan secara
tegas azas-azas dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk
pendapat dan sikap. (Onong, 2004:10).
Definisi Hovland diatas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu
komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat
umum dan sikap publik yang dalam kehidupan sosial. Hovland mengatakan bahwa
komunikasi adalah sebagai proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan
perangsang- perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah
tingkah laku (komunikate) seseorang. Akan tetapi, seseorang akan dapat merubah sikap,
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dipergunakan secara efektif, maka para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah
menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What
Effect? Akhrinya Harold Lasswell (Mulyana, 2005 : 62), menerangkan cara terbaik untuk
menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? (Siapa Mengapa Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa ? ).
Jika diperhatikan defenisi diatas, maka komunikasi itu merupakan proses
penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain agar dimengerti, memperkuat atau
mempengaruhi sikap, pendapat atau perilaku seseorang.
2.2.2 Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi yang dasarnya bersifat dua
arah atau timbal balik, artinya kedudukan komunikasi dan komunikan sama-sama sebagai
penyampaian pesan atau gagasan, saling membagi informasi dan sekaligus sebagai penerima
informasi.
Saat akitivitas komunikasi antarpribadi berlangsung, media yang digunakan berupa
kontak langsung secara tatap muka (face to face) atau juga melalui telepon maupun surat. Dalam situasi ini diketahui reaksi yang timbul mengenai isi pembicaraan. Masing-masing
pihak dapat menilai kemampuan atau keterampilan pada saat memberikan tanggapan dari isi
komunikasi tersebut.
Rogers (Depari,1988:16) mengemukan bahwa komunikasi antarpribadi adalah
komunikasi yang terjadi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara
beberapa pribadi. Apabila dihubungkan dengan penelitian ini maka komunikasi antarpribadi
adalah proses komunikasi sesama warga bina sosial di UPT Pelayanan Sosial. Saluran dari
mulut ke mulut meliputi verbal dan non verbal pada saat warga bina sosial berinteraksi atau
memberi informasi dengan warga bina sosial yang lainnya dan saling timbal balik.
Liliweri (1991 : 12), Devito menjelaskan komunikasi merupakan pengiriman pesan
dari seseorang dan telah diterima oleh orang lain atau sekelompok orang lain dengan efek dan
efek umpan balik yang berlangsung. Untuk memperjelaskan pengertian komunikasi
1. Keterbukaan (openness)
Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahwa
permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut malu,
keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.
2. Empati (Emphaty)
Kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada orang lain.
3. Dukungan (suporotiveness)
Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari
pihak-pihak yang berkomunikasi.Dengan demikian keinginan atau hasrat yang ada
memotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih
bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan
4. Rasa positif (Positiveness)
Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat tanggapan yang positif, rasa positif
menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau
berprasangka yang mengganggu jalinan interaksi.
5. Kesamaan (Equity)
Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadi pun lebih kuat apabila memiliki
kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan,sikap usia, ideologi dan sebagainya.
2.2.3 Teori Pengurangan Ketidakpastian
Ketika kita bertemu dan terlibat dalam percakapan dengan orang yang belum kita
kenal maka biasanya banyak pertanyaan yang muncul di kepala kita mengenai orang tersebut,
serta kita tidak memiliki jawaban pasti atas berbagai pertanyaan tersebut. Kita mengalami
ketidakpastian, dan kita mencoba untuk mengurangi ketidakpastian tersebut melalui interaksi
komunikasi.
Menurut Berger orang mengalami periode yang sulit ketika menerima ketidakpastian
sehingga orang cenderung membuat perkiraan terhadap perilaku orang lain dan ia akan
termotivasi untuk mencari informasi mengenai orang tersebut. Untuk mengurangi
ketidakpastian komunikasi sangat penting dalam membangun hubungan (relationship) dengan orang lain.
Ketika berkomunikasi, menurut Berger (Morrison, 2010:87-89) kita membuat rencana
untuk mencapai tujuan kita. Kita merumuskan recana bagi komunikasi yang akan kita
lakukan dengan orang lain berdasarkan tujuan dan informasi yang telah kita miliki. Semakin
data yang kita miliki. Jika ketidakpastian itu semakin besar maka kita akan semakin cermat
dalam merencanakan apa yang akan kita lakukan. Saat kita merasa tidak pasti mengenai
orang lain maka kita mulai mengalam krisis kepercayaan terhadap rencana kita sendiri dan
mulai membuat berbagai rencana cadangan atau rencana alternative lainnya dalam hal memberikan respon pada orang lain.
Daya tarik dan keinginan berafiliasi yang ada pada diri individu memiliki hubungan
positif dengan upaya mengurangi ketidakpastian. Misalnya, ungkapan nonverbal seseorang
dapat mengurangi ketidakpastian orang lain dan pengurangan ketidakpastian dapat
meningkatkan ungkapan nonverbal. Tingkat ketidakpastian yang tinggi akan menciptakan
jarak, sebaliknya ketidakpastian yang rendah akan cenderung bersifat menyatukan. Ketika
komunikator menemukan kesamaan dengan lawan bicaranya, maka ketertarikkan di antara
mereka akan meningkat dan kebutuhan mereka untuk mendapatkan lebih banyak informasi
justru berkurang.
Seringkali, perilaku orang lain dapat mengurangi ketidakpastian yang kita rasakan,
dan kita tidak merasakan kebutuhan untuk mendapatkan informasi tambahan. Dalam hal
keterlibatan kita hanya pada situasi tertentu serta sudah memiliki seluruh informasi yang
dibutuhkan untuk memahami perilaku orang lain pada situasi itu. Namun pada situasi yang
berbeda, kita merasakan kebutuhan yang semakin besar untuk mendapatkan lebih banyak
informasi mengenai orang bersangkutan, misalnya, situasi yang menunjukkan orang lain itu
memiliki perilaku yang tidak normal, adanya harapan kita akan bertemu lagi dengan orang
lain pada waktu yang akan datang, atau adanya harapan pertemuan itu akan menimbulkan
keuntungan atau kerugian. Tiga kondisi inilah yang akan mendorong orang untuk berupaya
mendapatkan lebih banyak informasi mengenai orang lain.
Morrison (2010:86) mengutip Littlejohn dan Foss sebagai berikut. Misalnya, anda
mempekerjakan seorang tukang batu untuk memperbaiki rumah anda yang rusak. Anda
mungkin tidak memiliki kebutuhan besar untuk mengetahui mengenai orang yang anda
pekerjakan itu karena hubungan anda dan dia bersifat sementara dan akan segera berakhir
setelah pekerjaannya selesai. Anda tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Sebaliknya,
jika si tukang batu melihat anda memasang papan reklame bertuliskan “rumah dikontrakan”
di depan rumah anda dan ia mengatakan mengenal seseorang sedang mencari rumah untuk
disewa maka anda secara tiba-tiba termotivasi untuk mengetahui lebih banyak mengenai si
tukang batu dan juga orang yang akan menyewa rumah anda itu. Secara khusus anda akan
a. Ketidakpastian perkiraan (predictive uncertainty) yaitu agar anda memiliki ide lebih baik mengenai apa yang anda harapkan dari perilaku seseorang, dalam hal ini tukang
batu dan orang yang akan menyewa rumah anda itu.
b. Ketidakpastian penjelasan (explanatory uncertainty) agar anda dapat memahami lebih baik kemungkinan perilaku seseorang. Dalam hal ini, misalnya, anda dapat
memahami perilaku orang yang akan menjadi penyewa rumah anda.
Berger dan Calabrese percaya bahwa orang yang terlibat dalam percakapan untuk
pertama kalinya akan membuat perkiraan terhadap lawan bicara dalam upaya untuk
memahami pengalaman komunikasi mereka. Dalam percakapan antara orang yang belum
saling kenal para pihak yang berinteraksi termotivasi untuk memperkirakan dan mencari
penjelasan apa yang terjadi pada pertemuan awal mereka. Dalam hal ini, Richard West dan
Lynn H.Turner dalam buku Introducing Communication Theory mendefinisikan perkiraan (prediction) sebagai kemampuan untuk memperkirakan pilihan perilaku yang akan dipilih dari sejumlah pilihan yang ada pada diri seseorang atau rekan bicara. (the ability to forecast the behavioral options likely to be chosen from a range of possible option available to onseself or to a relational partner). Penjelasan (explanation) adalah serangkaian upaya untuk melakukan interpretasi makna tindakan yang telah lalu dalam suatu hubungan. (to interpret the meaning of past actions in a relationship). Kedua konsep ini, yakni prediksi dan penjelasan, menjadi dua komponen utama dalam proses pengurangan ketidakpastian.
(Morrisan, 2010:87) Berger dan Calabrese menyatakan bahwa komunikasi adalah instrumen
untuk mengurangi ketidakpastian terhadap lawan bicara yang baru dikenal. Pada gilirannya,
ketidakpastian yang berkurang akan menciptakan kondisi yang kondusif bagi berkembangnya
hubungan interpersonal. Dalam hal ini, percakapan pertama dengan orang yang tidak dikenal
akan menghasilkan dua kategori ketidakpastian:
1. ketidakpastian kognitif (cognitive uncertainty) mengacu pada derajat ketidakpastian mengenai kepercayaan atau sikap seseorang. Komentar yang diberikan lawan bicara
yang tidak dikenal mengenai diri kita atau mengenai apa yang kita kenakan akan
menimbulkan interpretasi; apa maksud ucapan orang itu yang sebenarnya? Apakah
saya harus peduli dengan ucapannya? Pertanyaan ini merupakan bentuk
ketidakpastian kognitif.
2.
ketidakpastian perilaku (behavioral uncertainty) berkenaan dengan seberapa jauh perilaku dapat diperkirakan pada situasi tertentu. Pada umumnya orang mengetahuibersikap basa-basi, namun jika lawan bicara mengungkapkan hal-hal yang sifatnya
personal mengenai dirinya (self disclosure) pada pertemuan pertama atau sebaliknya menunjukkan sifat tidak peduli dengan lawan bicara maka terjadilah ketidakpastian
perilaku. Orang akan mengalami ketidakpastian kognitif atau ketidakpastian perilaku
atau keduanya baik sebelum, selama, dan setelah berinteraksi. (Morrisan, 2010: 88)
Teori pada umumnya dibangun diatas asumsi yang menggambarkan pandangan para
pendirinya, tidak terkecuali teori pengurangan ketidakpastian yang memiliki sejumlah asumsi
yaitu :
1. Individu mengalami ketidakpastian dalam komunikasi antarpribadi dengan orang
yang belum dikenalnya. Asumsi ini menyatakan bahwa individu sering kali
menghadapi ketidakpastian dalam hubungannya dengan orang lain karena harapan
yang muncul selalu berbeda dalam setiap komunikasi antarpribadi.
2. Ketidakpastian merupakan situasi yang disukai yang dapat menimbulkan stress secara
kognitif. Asumsi ini menyatakan bahwa ketidakpastian merupakan keadaan yang
tidak disukai, dengan kata lain butuh energy yang cukup besar yang melibatkan emosi
dan psikis untuk tetap berada dalam kondisi yang tidak pasti.
3. Ketika dua orang yang tidak saling kenal terlibat percakapan, maka mereka berupaya
untuk mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan prediktabilitas yaitu kemampuan
untuk membuat perkiraan terhadap pihak lainnya. Asusmsi ini menyatakan ketika
orang bertemu dengan orang lain yang tidak dikenalnya maka muncul perhatian
terhadap dua hal : mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan prediktabilitas.
Untuk meningkatkan prediktabilitas orang perlu mencari informasi dengan
menyampaikan pertanyaan kepada orang yang baru dikenalnya itu. Ketidakpastian
berkurang dengan semakin banyaknya waktu yang tersedia untuk melakukan
interaksi. Orang mulai membuka dirinya ketika berbagai pertanyaan yang diajukan
telah berhasil mengurangi ketidakpastian secara signifikan.
4. Komunikasi antarpribadi merupakan proses perkembangan yang terjadi melalui
sejumlah tahapan perkembangan, yakni :
a.Tahap masukan. Menurut berger dan calabrese, secara umum, kebanyakan
orang memulai interaksi pada tahap masukan yang didefenisikan sebagai
tahap permulaan interaksi dengan orang asing.
b. Tahap personal. Setelah tahap masukan. Individu akan pindah ke tahap
personal yakni tahap dimana para peserta yang melakukan interaksi
yang sifat lebih individual. Tahap personal dapat saja terjadi pada awal
perkenalan, tetapi kemungkinan lebih besar terjadi setelah beberapa kali
interaksi.
c.Tahap keluaran, yaitu tahap dimana individu mengambil keputusan apakah
mereka akan melanjutkan interaksi pada masa yang akan datang atau tidak.
5. Komunikasi antarpribadi merupakan alat utama dalam pengurangan ketidakpastian.
Kita menyadari bahwa komunikasi antarpribadi merupakan fokus dari Uncertainty Theory (URT) dan karenanya asumsi ini sebagai sesuatu yang sudah jelas. Komunikasi antarpribadi dapat terjadi jika terpenuhinya sejumlah prakondisi yaitu
keterampilan mendengarkan, tanggapan nonverbal yang mendukung, dan bahasa yang
sama.
6. Jumlah dan sifat informasi yang dimiliki seseorang berubah sepanjang waktu. Asumsi
ini menekankan pada waktu, sekaligus fokus pada fakta bahwa komunikasi
antarpribadi berkembang secara bertahap. Interaksi awal merupakan elemen penting
dalam proses perkembangan hubungan antarpribadi.
7. Perilaku orang dapat diperkirakan sebagaimana ketentuan hukum alam perilaku
manusia diatur oleh prinsip-prinsip yang bersifat umum atau universal sebagaimana
aturan hukum alam. Walaupun terdapat beberapa pengecualian, namum pada
umumnya orang berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip yang bersifat umum itu.
(Morrisan, 2010:89-91)
Dalam membangun teorinya,Berger dan Calabrese menggunakan sejumlah aksioma
sehingga teori pengurangan ketidakpastian ini sering disebut teori yang dibangun berdasarkan
aksioma yang disimpulkan dari hasil riset atau penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnmya atau berdasarkan logika akal sehat (common sense). Berger dan Calabrese melalui teorinya mengajukan sejumlah aksioma atau sering juga disebut dengan istilah
preposisi. Suatu aksioma tidak memerlukan pembuktian karena pernyataan itu sendiri
merupakan bukti. Pernyataan atau aksioma yang dikemukakan Berger dan Calabrese
masing-masing menunjukkan adanya hubungan antara ketidakpastian yang merupakan konsep sentral
teori dengan sejumlah konsep lainnya. Hubungan itu dapat bersikap positif atau negatif.
Dalam hal ini terdapat tujuh aksioma sebagai berikut:
1.
Ketidakpastian yang tinggi pada tahap masukan mendorong peningkatan komunikasiverbal di antara orang yang tidak saling mengenal. Peningkatan komunikasi verbal
terus menurun jumlah komunikasi verbal meningkat. Dua orang yang tidak saling
mengenal perlu berbicara lebih banyak agar mereka menjadi lebih pasti satu sama
lainnya. Ketika mereka sudah saling mengetahui mereka akan lebih banyak berbicara
satu sama lainnya. Dalam hal ini, terdapat hubungan negatif antara ketidakpastian dan
komunikasi verbal.
2. Pada tahap awal interaksi, ketika ungkapan nonverbal meningkat maka tingkat
ketidakpastian menurun. Penurunan ketidakpastian akan mendorong peningkatan
ungkapan nonverbal. Jika dua orang yang tidak saling mengenal menunjukkan
komunikasi nonverbal yang baik maka mereka akan semakin pasti satu sama lainnya.
Kepastian yang lebih besar akan mendorong peningkatan komunikasi nonverbal satu
sama lainnya. Dalam hal ini terdapat hubungan antara ketidakpastian dan komunikasi
nonverbal.
3. Ketidakpastian yang tinggi akan meningkatkan upaya untuk mencari informasi
mengenai perilaku orang lain. Ketika tingkat ketidakpastian menurun maka pencarian
informasi perilaku menurun. Pernyataan ini menunjukkan adanya hubungan positif
antara ketidakpastian dan pencarian informasi.
4. Tingkat ketidakpastian tinggi dalam suatu hubungan menyebabkan turunnya tingkat
keakraban isi komunikasi. Tingkat ketidakpastian yang rendah menghasilkan tingkat
keakraban yang tinggi. Tingkat keakraban tinggi ditandai dengan keterbukaan para
pihak untuk mengungkapkan informasi. Pernyataan ini menunjukkan hubungan
negatif antara ketidakpastian dan tingkat keakraban.
5. Tingkat ketidakpastian tinggi menghasilkan tingkat resiprositas tingggi. Tingkat
ketidakpastian rendah menghasilkan tingkat resiprositas rendah. Kedua pernyataan
menunjukkan hubungan positif. Dua orang yang baru pertama kali terlibat dalam
percakapan akan cenderung meniru satu sama lainnya. Adapun yang dimakasud
dengan resiprositas adalah jika salah satu pihak hanya menyediakan sedikit informasi
mengenai dirinya maka pihak lainnya akan melakukan hal serupa. Semakin banyak
orang berbicara satu sama lainnya semakin besar kepercayaan mereka untuk
membuka informasi dirinya kepada orang lain.
6. Kesamaan akan mengurangi ketidakpastian sedangkan perbedaan akan meningkatkan
ketidakpastian. Pernyataan ini menunjukkan hubungan negatif. Dua orang yang belum
saling kenal tetapi sama-sama menjadi anggota suatu organisasi menunjukkan adanya
kesamaan, namun keduanya mungkin memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut
7. Ketidakpastian yang meningkat akan mengurangi perasaan tertarik dalam berinteraksi
sebaliknya penurunan ketidakpastian menghasilkan peningkatan ketertarikan.
Pernyataan menunjukkan hubungan negatif antara ketidakpastian dengan rasa suka
atau tidak suka. (Morrisan, 2010: 92)
2.2.4 Teori Penilaian Sosial
Teori penilian sosial memberikan penjelasan bagaimana orang memberikan penilaian
mengenai segala informasi atau pernyataan yang didengarnya. Dengan kata lain teori ini juga
dapat menjelaskan bagaimana seseorang memberi opini terhadap sesuatu hal. Tiga hal yang
mempengaruhi seseorang dalam memberi penilaian yaitu:
1. Keterlibatan ego
Menurut Sherif keterlibatan ego mengacu pada seberapa penting suatu isu dalam
kehidupan seseorang. Dengan kata lain, jika suatu isu berdampak atau berakibat
secara langsung pada seseorang maka orang tersebut akan menganggap isu itu sebagai
sesuatu yang sangat penting. Sebaliknya, jika suatu isu tidak berdampak secara
langsung bagi seseorang maka isu tersebut tidaklah penting bagi dirinya
2. Jangkar sikap
Sherif mengatakan orang cenderung menggunakan acuan atau jangkar sikap sebagai
pembanding ketika menerima sejumlah pesan yang berbeda-beda atau bahkan
bertentangan. Dalam kehidupan sosial, acuan yang seseorang gunakan saat menduga
sesuatu (memberikan penilaian) tanpa alat ukur pasti adalah referensi serta
pengalaman yang sudah ada sebelumnya. Dengan kata lain seseorang cenderung
memberikan penilaian dengan acuan internal yang dimilikinya.
3. Efek kontras
Dengan berdasar pada pemahaman yang Sherif kemukakan maka dapat diketahui
bahwa seseorang memberikan penilaian untuk menerima atau menolak pesan
berdasarkan dua hal yaitu keterlibatan ego dan acuan internal. Namun demikian,
proses penilaian ini tetap dapat menimbulkan distorsi (penyimpangan). Distorsi ini
terjadi jika seseorang menilai suatu pesan menjadi lebih jauh atau bertentangan
dengan pandangannya sendiri dari pada yang seharusnya, penilaian yang menjadi
lebih jauh dari yang seharusnya ini di sebut sebagai efek kontras. Sebaliknya, distorsi
dekat dengan pandangannya sendiri dari pada yang seharusnya, penilaian ini disebut
dengan efek asimilasi.
2.2.5 Self Disclosure
Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap
orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk hal
itu dapat dikelompokkan kedalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukkan dalam
suatu gambar yang disebutnya dengan jendela Johan (Johari window).
Tabel 1
Jendela Johari (Johari Window)
Diketahui orang lain
Tidak diketahui orang lain
Gambar yang disebut jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan
hubungan antar seseorang dengan yang lainnya terdapat empat kemungkinan sebagaimana
terwakili melalui suasana keempat bidang (jendela) itu.
Bidang 1, melukiskan suatu kondisi dimana antara seseorang dengan yang lain
mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui
masalah tentang hubungan mereka.
Bidang, 2 melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua belah pihak hanya
diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.
Bidang, 3 disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antarakedua belah
pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.
Bidang 4, bidang tidak dikenal, dimana kedua belah pihak sama-sama tidak
mengetahui masalah hubungan diantara mereka yang dikehendaki dalam hubungan
sebenarnya adalah dalam suatu komunikasi antar pribadi di masa lalu dapat menimbulkan
perasaan intim untuk sesaat. Hubungan sejati terbina dengan menggunakan reaksi-reaksi kita
terhadap aneka kejadian yang kita alami bersama atau terhadap apa yang dikatakan atau
dilakukan oleh lawan kita. Orang lain mengenal diri kita bukan dengan menyelidiki masa lalu
kita, melainkan dengan mengetahui cara kita beraksi. Masa lalu hanya mampu menjelaskan
perilaku kita dimasa kini.
1. Terbuka 2. Buta
2.2.6 Pembentukan Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang
dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun
tidak.Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor saling berinteraksi.Sering tidak disadari
bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat
memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting
untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah
perilaku tersebut.
Skinner membeda kan jenis perilaku menjadi :
a. Perilaku alami (innate behavior)
Perilaku alami yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yaitu yang
berupa refleksi dan insting.
b. Perilaku operan (operant behavior)
Perilaku operan behavior yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.
Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai rekasi secara spontan
terhadap stimulus mengenai organisme yang bersangkutan (Walgito, 2003 : 18)
Perilaku manusia sebagian besar ialah berupa perilaku yang dibentuk, perilaku yang
dipelajari. Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu persoalan ialah bagaimana cara
membentuk perilaku itu sesuai dengan yang diharapkan (Walgito 2003:16-17). Salah satu
cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri
untuk berprilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut.
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight (kasih artinya). Ada tiga efek komunikasi dalam komunikasi (Rakhmat, 2004:30) :
a) Kognitif
Kognitif adalah yang ditimbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu
atau meningkatkan intelektualitasnya. Disini pesan yang disampaikan komunikator
ditujukan kepada pikiran si komunikan. Dengan lain perkataan, tujuan komunikator
hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran diri komunikan.
b) Afektif
Afektif lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif. Disini tujuan komunikator
perasaan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan
sebagainya.
c) Behavioral
Behavioral, yaitu dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku,
tindakan, atau kegiatan.
Pembentukan perilaku juga dapat terjadi karena pengalaman pribadi, pengalaman dari orang
lain, atau karena rasa takut pada norma masyarakat. Pada hal ini perubahan perilaku terjadi
karena pengalaman pribadi. Bagi individu yang bertanggung jawab penuh, serta tahu apa
yang terbaik bagi dirinya, seharusnya individu mampu merencanakan perilaku yang lebih
baik dan kemudian mewujudkannya selama berada di dalam panti.
2.2.7 Pengertian Pekerja Seks komersial (PSK)
Pekerja seks komersial adalah wanita yang kelakuannya tidak pantas dan bisa
mendatangkan malapetaka/celaka dan penyakit, baik kepada diri sendiri ataupun orang lain
yang bergaul dengan dirinya, maupun kepada dirinya sendiri. Pekerja seks komersial
merupakan profesi yang berupa tingkah laku bebas lepas tanpa kendali dan cabul, karena
adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan
(Kartono, 2009).
Menurut Fieldman dan Mac Cullah (Koentjoro, 2004) pekerja seks komersial adalah
seseorang yang menggunakan tubuhnya sebagai komoditas untuk menjual seks dalam satuan
harga tertentu. Mukherji dan Hantrakul (Koentjoro 2004) mendefinisikan seorang pekerja
seks komersial sebagai seorang perempuan yang menjual dirinya untuk kepentingan seks
pada beberapa pria berturut-turut yang dirinya sendiri tidak memiliki kesempatan untuk
memilih pria mana yang menjadi langganannya. Definisi tersebut sejalan dengan Koentjoro
(2004) yang menjelaskan bahwa pekerja seks komersial merupakan bagian dari kegiatan seks
di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan dari bermacam-macam orang yang melibatkan
beberapa pria dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai sumber pendapatan.
Pengertian pekerja seks komersial yang digunakan dalam penelitian ini adalah pekerja
seks komersial yang dikemukakan oleh Koentjoro (2004) yaitu bahwa pekerja seks komersial
adalah bagian dari kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan dari
bermacam-macam orang yang melibatkan beberapa pria, dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai
sumber pendapatan.
Menurut Koentjoro (2004) menjelaskan ada lima faktor yang melatarbelakangi
a. Materialisme
Materialisme yaitu aspirasi untuk mengumpulkan kekayaan merupakan sebuah
orientasi yang mengutamakan hal-hal fisik dalam kehidupan. Orang yang hidupnya
berorientasi materi akan menjadikan banyaknya jumlah uang yang bisa dikumpulkan
dan kepemilikan materi yang dapat mereka miliki sebagai tolak ukur keberhasilan
hidup.
b. Modeling
Modeling adalah salah satu cara sosialisasi pelacuran yang mudah dilakukan dan
efektif. Terdapat banyak pelacur yang telah berhasil mengumpulkan kekayaan di
komunitas modeling yang menghasilkan pelacur sehingga masyarakat dapat dengan
mudah menemukan model.
c. Dukungan orangtua
Dalam beberapa kasus, orangtua atau suami menggunakan anak perempuan/istri
mereka sebagai sarana untuk mencapai aspirasi mereka akan materi.
d. Lingkungan yang permisif
Jika sebuah lingkungan sosial bersikap permisif terhadap pelacuran berarti kontrol
tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya dan jika suatu komunitas sudah lemah
kontrol lingkungannya maka pelacuran akan berkembang dalam komunitas tersebut.
e. Faktor ekonomi
Lebih menekankan pada uang dan uang memotivasi seseorang menjadi pekerja seks
komersial. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, adanya pertimbangan-pertimbangan
ekonomis untuk mempertahakan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha
mendapatkan status sosial yang lebih baik.
Menurut penelitiannya, Hutabarat dkk (Koentjoro, 2004) menambahkan dua faktor
yang melatarbelakangi seseorang menjadi pekerja seks komersial yaitu:
a. Faktor pendorong internal
Faktor yang berasal dari individu, seperti rasa sakit hati, marah, dikhianati atau
dikecewakan pasangan.
b. Faktor pendorong eksternal
Faktor yang berasal dari luar individu, seperti faktor ekonomi, dan ajakan teman
Sumber : peneliti, 2013
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Metode kualitatif memungkinkan peneliti mendekati data secara langsung (face to face) dan mengumpulkan data sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen dan kategoris dari data itu sendiri dan bukan dari teknik-teknik yang dikonsepsikan sebelumnya.
Keuntungan utama peneltian kualitatif ialah melibatkan pengamatan prilaku
berdasarkan latar alamiah menurut dugaan, pemahaman penelitian akan meningkat karena
objek berhubungan dengan subjek dalam dunianya sendiri dan bukan dunia tak wajar yang
diciptakan oleh penelitian. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kulitatif. Penelitian dengan metode ini menggambarkan situasi, proses atau
gejala-gejala yang diamati di lapangan. Metode kualitatif bertujuan untuk mengetahui,
menggambarkan, meringkas berbagai kondisi yang diamati dan situasi fenomena realita
sosial yang ada di masyarakat yang menjadi penelitian dan berupaya menarik relita itu
kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, dan
fenomena tertentu (Bungin 2006:28)
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian merujuk pada masalah yang sedang diteliti. Objek penelitian ini
adalah proses komunikasi antarpribadi dan pembentukan perilaku PSK di UPT Pelayanan
Sosial Wanita Tuna Susila Berastagi. Warga Bina Sosial
(WBS)
Pegawai Parawasa
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah informan yang akan dimintai informasi berkenaan dengan
penelitian yang dilakukan. Subjek penelitian dalam penelitian ini, sebagai informan pokok
adalah Pekerja Seks Komersial (PSK) dan peneliti juga memakai informan tambahan dalam
penelitiannya adalah pegawai yang berada di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila
Berastagi untuk mendukung validitas informasi.
3.4 Kerangka Analisis
Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data dari informan di lapangan dengan
menggunakan teknik pengumpulan data sampai data jenuh. Kemudian dengan menggunakan
teknik analisis data selama dilapangan model Miles and Huberman, peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Peneliti melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup
banyak, untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
pola dan temanya. Dengan demikian data yang telah direduksi memberikan gambaran yang
lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan
mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2005 : 92).
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan peneliti
dalam mengumpulkan data (Krisyantono, 2006 : 91). Penelitian ini menggunakan dua metode
pengumpulan data yaitu :
a. Data Primer
Menurut Kriyantono (2006 :43) menjelaskan data primer adalah data yang diperoleh
dari sumber pertama atau tangan pertama dilapangan. Adapun cara untuk
mendapatkan data primer yaitu :
1. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam secara umum adalah proses keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan informan atau orang yang di wawancari, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman wawancara, dimana pewawancara informan terlibat dalam kehidupan sosial
yang relatif lain. Dengan demikian wawancara mendalam adalah keterlibatan dalam
2. Observasi atau suatu pengamatan
Pengamatan dilakukan secara langsung dilapangan oleh peneliti.Dengan demikian
peneliti bisa mendokumentasikan kegiatan yang dilakukan informan untuk data
pendukung.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara
(dihasilkan pihak lain). Pada umumnya data sekunder berbentuk catatan atau laporan
dokumentasi oleh lembaga tertentu (Ruslan, 2003 : 138).
3.5.1 Penentuan Informan
Penentuan informan pada penelitian ini adalah dengan memiliki kriteria-kriteria
tertentu. Adapun kriteria yang harus dimiliki informan adalah:
1. Informan adalah warga bina sosial dan pegawai yang berada di UPT Pelayanan sosial
Wanita Tuna Susila Berastagi
2. Informan orang terlibat dalam proses Komunikasi antarpribadi PSK.
3. Klien yang ada di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila adalah Warga Bina
Sosial yang sudah selama satu bulan dan sudah menjalankan kegiatan di dalam UPT
Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila Berastagi dikarenakan klien sudah merasakan
dan mengikuti kegiatan di dalam panti sehingga peneliti dapat memperoleh data
mengenai kegiatan-kegiatan yang ada didalam panti, serta peneliti dapat mengetahui
proses komunikasi antarpribadi dalam pembentukan prilaku warga bina sosial.
3.5.2 Keabsahan Data
Penelitian ini mengunakan teknik triangulasi data untuk mengecek keabsahan data
penelitian. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian.
Dezin dalam Moleong, membedakan empat macam triangulasi data diantaranya
dengan memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dari keempat macam triangulasi
data tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber
((Moleong 2009)
Triangulasi data sumber adalah teknik pemeriksaan data dengan cara membandingkan
alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton, 1987). Dalam mencapai kepercayaan
tersebut, maka diambil langkah sebagai berikut:
1 Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2 Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
3 Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi dengan apa yang
dikatakannya sepanjang waktu.
4 Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan masyarakat dari berbagai kelas.
5 Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan
(Moleong, 2009)
3.5.3 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu :
1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama dan tangan
pertama di lapangan (Kriyantono, 2006: 43).
Adapun data untuk mendapatkan data primer, yaitu :
a. Wawancara mendalam
Tipe wawancara mendalam adalah wawancara tidak berstruktur, yaitu tidak
memiliki setting wawancara yang baku. Penyampaian dan peruntunan
pertanyaan akan berbeda dari wawancara ke wawancara. Tetap, peneliti tetap
membuat interview guide agar memiliki panduan dalam mewancarai informan. Wawancara dilakukan secara langsung bertatap muka untuk mendapatkan data
lengkap dan mendalam (Krisyantono, 2006)
b. Observasi
Kegiatan observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung di
lapangaan oleh peneliti. dengan demikian peneliti dapat mendokumentasikan
kegiatan informan sebagai data pendukung.
2. Data sekunder
Pada umumnya data sekunder berbentuk catatan atau laporan dokumentasi oleh
lembaga tertentu (Ruslan 2003 : 138) pengumpulan data dilakukan dengan cara
studi kepustakaan, yaitu mencari, melihat dan membuka dokumen, situs-situs atau
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2005 : 248) adalah upaya
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih – milihnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskanya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Menurut B.Milles dan Michael Huberman (Patilima, 2001 :96) membagi bagi tiga
proses data kualitatif yaitu :
1. Reduksi data, proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan dilapangan.
2. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengamatan tindakan
3. Penarikan kesimpulan, kesimpulan akhir tergantung pada besarnya kumpulan catatan
lapangan.
Kegiatan analisis data dalam penelitian ini, akan dimulai dengan menelaah semua data
yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder yang berupa wawancara,
pengamatan, serta catatan lapangan. Hasil data yang diperoleh berdasarkan teknik
pengumpulan data itu, akan disusun membentuk laporan yang sistematis. Selanjutnya data
yang disusun akan dibagi menjadi data utama dan data penjelas.
Hasil penelitian akan dijabarkan dalam bentuk deskripsi yang didukung dengan teori yang
bersumber dari buku, kemudian dianalisis untuk mengetahui Proses Komunikasi Antarpribadi
PSK dalam pembentukan perilaku di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila Berastagi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Lokasi Penelitian
Parawasa yang terletak di desa Raya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo, ± 68 Km
dari Kota Medan, mulai diresmikan pada tahun 1977 yang dalam bahasa administrasi disebut
dengan nama Sasana Rehabilitasi Wanita Tuna Susila, oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II
diberi nama Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelayanan Sosila Tuna Susila.
Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelayanan Sosila Tuna Susila adalah Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara khususnya dalam upaya
rehabilitasi sosial dan resosialisasi bagi Tuna Susila. Keberadaan diatur dan ditetapkan oleh
Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 061.297.K/Tahun 2002 tentang Kedudukan Tugas
dan Fungsi Susunan Organisasi Parawasa di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Sumatera
Utara.
Upaya menangani permasalahan tersebut Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara
melaksanakan usaha-usaha penanganan secara konkrit melalui sarana, yang merupakan
tempat pelayanan sosial bagi para penerima pelayanan (klien) kearah kehidupan yang mandiri
dengan menjunjung tinggi nilai kehidupan masyarakat di mana menjadi warganya.
Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelayanan Sosila Tuna Susila Berastagi memiliki
kapasitas 100 orang. Sebagai lembaga rehabilitasi percontohan di Provinsi Sumatera Utara
maka UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila mengadakan beberapa kegiatan dalam upaya
Rehabilitasi seperti keterampilan yang beraneka ragam (salon, menjahit,
pengajian/Pendidikan agama dan sebagainya). Pelaksanaan pengembangan rehabilitasi