• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga Bina Sosial Dan Pegawai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga Bina Sosial Dan Pegawai"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

 

PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA WARGA BINA

SOSIAL DAN PEGAWAI

SKRIPSI

RITTAR MURDANI SAMOSIR

090904123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

2014

 

(2)

PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA WARGA BINA

SOSIAL DAN PEGAWAI

(Studi Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Antara

warga bina sosial dan pegawai di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila

Berastagi)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

RITTAR MURDANI SAMOSIR

090904123

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

MEDAN

2014

 

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan

hukum yang berlaku.

     

Nama : RITTAR MURDANI SAMOSIR

NIM : 090904123

Tanda Tangan :……….

Tanggal : Februari 2014

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : RITTAR MURDANI SAMOSIR

NIM : 090904123

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi :PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA WARGA

BINA SOSIAL DAN PEGAWAI

(Studi Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga Bina Sosial dan Pegawai di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ………. (………..)

Penguji : ………. (………..)

Penguji Utama : ………. (………..)

Ditetapkan di : Medan

Tanggal : Februari 2014

(5)

KATA PENGANTAR

Bersyukur atas penyertaan, hikmat, dan anugerah Tuhan dalam kehidupan saya sebab

oleh karena kasih dan kebaikanNya saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga Bina Sosial dan Pegawai (Studi Deskriptif

Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga Bina Sosial dan Pegawai di UPT

Pelayanan Sosial Tuna Susila di Berastagi)” Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)

Universitas Sumatera Utara (USU).

Sebagai peniliti saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari

bimbingan, dorongan, serta doa dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

2. Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.

4. Dr. Nurbani, M.Si selaku dosen pembimbing dan dosen pemguji skripsi yang telah

meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dengan

penuh kesabaran dan perhatian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Drs. Hendra Harahap, M.Si selaku dosen wali yang telah banyak memberikan

motivasi, saran serta pengarahan selama saya menjalani perkuliahan di Universitas

Sumatera Utara.

6. Para dosen dan staff di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara khususnya dari Departemen Ilmu Komunikasi atas ilmu dan pengalaman hidup

yang dibagikan selama masa perkuliahan sebagai bekal hidup di masa mendatang.

7. Seluruh staff Departemen Ilmu Komunikasi dan Bagian Pendidikan yang telah

membantu dalam proses administrasi.

8. Pak Ningso selaku Pembina di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila di Berastagi yang

(6)

9. Pak Ganepo Ginting selaku Pekerja Sosial (Peksos) dan Kak Rini sekaligus informan

tambahan peneliti dan memberi masukan kepada peneliti mengenai warga bina sosial

yang berada di Parawasa.

10.Informan peneliti Kak Indah, Taing, Nurmala, Zulfina dan Kiki yang telah bersedia

berbagi pengalaman hidup dan menceritakan kehidupan di Parawasa serta

memberikan informasi berkenaan dengan penelitian.

11.Seluruh staff Parawasa, Ibu Sion, Kak Nita, bang Ginting, Om Lingga, dan bang

kantik yang telah baik hati membantu saya dalam proses pengumpulan data yang

diperlukan demi terselesaikannya skripsi ini.

12.Orang tua yang saya sayangi, Drs Halomoan Samosir dan Alm. Rosma Herlina

Butar-butar atas doa dan perhatian yang tiada hentinya, serta kakak dan abang saya, Eska

Udur Samosir, Tulus Marganda Samosir dan Appenataria Samosir yang senantiasa

mendukung dan memotivasi saya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

13.Sahabat-sahabat saya, Reno C.O Sibarani, Nelly F. Kembaren, Novia Sabrina Titar,

Rina Maria, Damai Riyanti, Nora Pandia, Sarah Gultom, Ifay Andi Damanik,

Sumartin P.S, Winny Thersia, Helon Simanjuntak, Dini Simanjuntak, Rony Harahap,

seluruh kawan-kawan di UKM KMK FISIP, dan seluruh kawan-kawan komunikasi

terkhusus angkatan 2009 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

14.Seluruh anggota Gereja HKBP Seksama Kak Desy, bang Indra Siahaan, bang

Chandra Siahaan, Billy Sinaga, Novita Aruan, Boston Sidabutar dan Shinta Gultom.

15.PKK saya, Rebekka Purba yang telah membimbing saya kepada pengenalan akan

Allah, dan teman-teman satu KTB saya, David Sihombing, Neni Waruwu, Sondang

Tamba, Davit Sebayang dan Hans Siahaan yang sama-sama berjuang dan belajar

bertumbuh di dalam pengenalan akan Allah.

16.Adik-adik kelompok saya, Hana Sihombing, Ice Sari, Anna Duha dan Fhin lie

Tarigan yang telah banyak berdoa dan mendukung saya serta membuat saya semakin

mengerti kasih dan kebaikan Tuhan di dalam hidup saya.

17.Kepada seluruh Warga Bina Sosial telah mengajarkan tentang kesusahan hidup dan

membagai pengalaman hidup.

Semoga Tuhan menunjukan kasih karunia-Nya dan memberkati semua pihak yang

telah membantu saya. Akhir kata, besar harapan saya agar skripsi ini dapat berguna dan

membawa manfaat bagi pengembangan ilmu di masa mendatang serta pemanfaatan

(7)

Medan, Februari 2014

Peneliti,

Rittar Murdani Samosir

(8)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : RITTAR MURDANI SAMOSIR

NIM : 090904123

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non ecsclusive Royalty-Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA WARGA BINA SOSIAL DAN PEGAWAI (Studi Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga Bina Sosial dan Pegawai di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/ format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemiliki Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : Febuari 2014

Yang Menyatakan,

RITTAR MURDAN SAMOSIR  

(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Proses komunikasi antarpribadi warga bina sosial dan pegawai (Studi Deskriptif Proses Komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi).

Adapun tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik warga bina sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi, untuk mengetahui proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai.

Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti menggunakan Komunikasi antarpribadi, Penilaian sosial dan Teori Pengurangan Ketidakpastian. Dalam penelitian ini, studi yang digunakan adalah studi deskriptif kualitatif yang dapat menggambarkan proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai yang merupakan tujuan dalam penelitian ini dan dinarasikan secara interpretatif yang merupakan pemberian arti atau makna terhadap pengalaman dan kehidupan sehari-hari, sehingga melalui penelitian ini dapat dipahami bagaimana individu memberi arti atau makna terhadap proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap lima orang warga bina sosial sebagai informan dan dua orang pegawai UPT Pelayanan Sosial Tuna susila Berastagi sebagai informan tambahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karkteristik warga bina sosial yang ada di Parawasa tidak memandang usia tua atau muda, suku, agama dan alasan menjadi seorang PSK dan interaksi komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial cukup terbuka karena warga bina sosial lebih suka berkomunikasi sesama warga bina sosial dan lebih nyaman mengungkapkanya berbeda dengan komunikasi antarpribadi warga bina sosial dengan pegawai tidak baik karena warga bina sosial tidak terbuka dengan pegawai disebabkan ketidak nyamanan dalam menceritakan tentang dirinya.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ··· i

LEMBAR PERSETUJUAN ··· ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISENTALITAS ··· iii

HALAMAN PENGESAHAN ··· iv

KATA PENGANTAR ··· v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ··· viii

ABSTRAK ··· ix

2.2.3 Teori Pengurangan Ketidakpastian ··· 10

2.2.4 Teori Penilaian Sosial ··· 17

2.2.5 Self-Disclosure ··· 18

2.2.6 Pembentukan Prilaku ··· 19

(11)

3.4 ··· Kerangka

Analisis ··· 25

3.5 ··· Teknik Pengumpulan Data ··· 25

3.5.1 Penentuan Informan ··· 26

3.5.2 Keabsahan Data ··· 26

3.5.3 Metode Pengumpulan Data ··· 27

3.6 ··· Teknik Analisis Data ··· 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ··· Hasil Penelitian ··· 30

4.1.1 lokasi penelitian ··· 30

4.1.2 Profile UPT Pelayanan sosial Tuna Susila Berastagi ··· 31

4.1.3 Struktur UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi ··· 31

4.1.4 ··· Pembagian Tugas ··· 32

4.1.5 Diskripsi Pelaksanaan Penelitian ··· 36

4.1.6 Hasil Pengamatan dan Wawancara ··· 43

4.1.7 Klasifikasi Tabel komunikasi antarpribadi warga bina sosial ··· 80

4.1.8 Informan Tambahan ··· 85

4.2 Pembahasan ··· 101

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 ··· Kesimpulan 109

5.2 ··· Saran 109

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

                     

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.2.5 Self Disclosure 18

(13)

DAFTAR GAMBAR

 

Nomor Judul Halaman

2.3 Model Teoritik 29

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

- Surat Pra Penelitian

- Surat Balasan Pra Penelitian

- Panduan wawancara warga bina sosial

- Panduan wawancara Pegawai Parawasa

- Hasil wawancara

- Dokumentasi penelitian

- Biodata peneliti

- Daftar bimbingan skripsi

(15)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Proses komunikasi antarpribadi warga bina sosial dan pegawai (Studi Deskriptif Proses Komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi).

Adapun tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik warga bina sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila Berastagi, untuk mengetahui proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai.

Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti menggunakan Komunikasi antarpribadi, Penilaian sosial dan Teori Pengurangan Ketidakpastian. Dalam penelitian ini, studi yang digunakan adalah studi deskriptif kualitatif yang dapat menggambarkan proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai yang merupakan tujuan dalam penelitian ini dan dinarasikan secara interpretatif yang merupakan pemberian arti atau makna terhadap pengalaman dan kehidupan sehari-hari, sehingga melalui penelitian ini dapat dipahami bagaimana individu memberi arti atau makna terhadap proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap lima orang warga bina sosial sebagai informan dan dua orang pegawai UPT Pelayanan Sosial Tuna susila Berastagi sebagai informan tambahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karkteristik warga bina sosial yang ada di Parawasa tidak memandang usia tua atau muda, suku, agama dan alasan menjadi seorang PSK dan interaksi komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial cukup terbuka karena warga bina sosial lebih suka berkomunikasi sesama warga bina sosial dan lebih nyaman mengungkapkanya berbeda dengan komunikasi antarpribadi warga bina sosial dengan pegawai tidak baik karena warga bina sosial tidak terbuka dengan pegawai disebabkan ketidak nyamanan dalam menceritakan tentang dirinya.

(16)

                     

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari.

Komunikasi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap

saat kita bertindak dan belajar melalui komunikasi. Melalui komunikasi seseorang tumbuh

dan belajar, menemukan diri sendiri dan orang lain, bergaul, bersahabat, mencintai atau

mengasihi orang lain dan sebagainya. Bahkan komunikasi itu sendiri tidak bisa dilepaskan

dari sejarah peradaban umat manusia, dimana pesan dalam ilmu komunikasi hinga saat ini

selalu menjadi kajian yang tak pernah ada habisnya.

Komunikasi merupakan penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada

orang lain. Tanpa komunikasi tidak akan mungkin terjalin hubungan. Komunikasi yang kita

lakukan dalam kehidupan sehari-hari terjadi dalam beberapa bentuk, seperti komunikasi

antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa, semua

itu juga terkait dan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti lingkungan dan lainnya. Peranan

komunikasi sangat berarti didalam berbagai kegiatan manusia, dan memberikan manfaat

didalam kelangsungan hidup dan aktivitas manusia, yang sekaligus merupakan bagian dari

kehidupan manusia terutama didalam melakukan interaksi dan berhubungan dengan manusia

(17)

Komunikasi antarpribadi merupakan sebuah proses pertukaran informasi diantara

sedikitnya dua pihak yang mempunyai sifat, nilai-nilai, pendapat, sikap, pikiran dan perilaku

yang khas dan berbeda-beda. Komunikasi antarpribadi juga merupakan proses saling

memberi dan menerima informasi diantara pelakunya. Dalam proses komunikasi antarpribadi

terjadi sebuah rangkaian kegiatan yang terjadi secara terus menerus. Hal ini menjadikan

komunikasi antarpribadi sebagai proses yang dinamis, selalu mengalami perubahan baik oleh

pelakunya, pesan, maupun lingkungannya.

Komunikasi antarpribadi memungkinkan kita dapat memahami dan dipahami oleh

orang lain. Kita menggunakan komunikasi antarpribadi untuk dapat menjadi dekat dengan

orang lain. Komunikasi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan telah diterima oleh

orang lain atau sekelompok orang lain dengan efek dan efek umpan balik yang berlangsung.

Beberapa ciri-ciri komunikasi antarpribadi : Keterbukaan, empati, dukungan, dan rasa positif

(Liliweri, 1992 : 2). Komunikasi antarpribadi mendorong setiap orang menjalin hubungan

dengan tingkat yang lebih personal dan lebih akrab, sekaligus memberi batasan dalam

hubungan antarpribadinya. Prinsip ini menjadikan komunikasi antarpribadi sebagai metode

pendekatan yang efektif dan mudah diterima.

Sebagai metode pendekatan yang efektif dan mudah diterima komunikasi antarpribadi

juga digunakan dalam sesi konsultasi dan konseling di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)

Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila. UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila adalah

sebuah tempat rehabilitasi para warga bina sosial yang berada di wilayah Berastagi

Kabupaten Karo. Keberadaan UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila sebagai tempat

rehabilitasi PSK merupakan sebuah bentuk penanganan terhadap masalah sosial masyarakat.

PSK merupakan salah satu penyakit sosial dalam masyarakat, yang juga meresahkan

banyak kalangan selain dianggap perbuatan hina, PSK juga bertentangan dengan

norma-norma yang berlaku di Indonesia. PSK bukan merupakan isitlah asing dikalangan masyarakat

terutama bagi masyarakat perkotaan. Bagi masyarakat Indonesia keberadaan PSK di nilai

mengganggu kehidupan sosial masyarakat, hal ini dikarenakan secara tidak langsung PSK

dapat menyebabkan perpecahan rumah tangga, penyebaran penyakit, rusaknya moral dan

budaya bangsa Indonesia. Meskipun demikian keberadaan PSK di berbagai tempat hiburan

di Indonesia saat ini justru semakin berkembang. Perkembangan ini dapat dilihat dari

banyaknya tempat hiburan dan tempat-tempat mereka menjajakan dirinya misalnya saja Gang

Dolly (Surabaya), Jalan Pasar Kembang (Sarkem) Yogyakarta, Jalan Kramat Tunggak

(Jakarta Utara), Gang Kalijodo (Jakarta Utara), Tretes (Pasuruan), Stasiun kota Baru

(18)

(http://forum.kompas.com/teras/251315-4-jalan-lokasi-prostitusi-melegenda-di-indonesia.html) di kota medan sendiri masih banyak dijumpai PSK, Dinas Sosial Provinsi

Sumatera Utara mencatat bahwa pada tahun 2006 terdapat 3.387 orang PSK di sumatera utara

dan jumlah ini terus meningkat di tahun berikutnya dimana pada tahun 2007 terdapat 3.678

orang PSK yang sebagian besar berada di kota Medan (BPS, Sumatera Utara dalam angka

2006; Sumatera Utara dalam angka 2007) Tempat PSK sendiri di Medan ada di jalan Gatot

Subroto, jalan Iskandar Muda, jalan Selayang (  http://www.antarasumut.com/dprdselama-ramadhan-medan-harus-bersih-pelacuran/).

Seperti yang sudah banyak diketahui, petugas Satpol PP sering kali melakukan razia.

Hal ini kemudian menjadi suatu usaha pemerintah agar jumlah para PSK ini dapat menurun

dari angka yang sudah ada saat ini. Setelah terjaring petugas satpol PP, para PSK ini

mendapat binaan, pembelajaran, di damping, dan hal usaha lainnya agar para PSK ini tidak

kembali lagi ke profesi yang dianggap sampah masyarakat. ( www.bimbingan.org/undang-undang-hukum-psk.htm). Dengan demikian pemerintah telah berusaha untuk mengurangi pertambahan PSK sehingga keberadaan UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila

diperlukan sebagai langkah antisipatif terhadap perkembangan keberadaan PSK dan

tempat-tempat hiburan di Indonesia.

Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelayanan Sosila Tuna Susila adalah Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara khususnya dalam upaya

rehabilitasi sosial dan resosialisasi bagi Tuna Susila. Keberadaan diatur dan ditetapkan oleh

Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 061.297.K/Tahun 2002 tentang Kedudukan Tugas

dan Fungsi Susunan Organisasi Panti di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara.

Upaya menangani permasalahan tersebut Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara

melaksanakan usaha-usaha penanganan secara konkrit yaitu menyediakan sarana, yang

merupakan tempat pelayanan sosial bagi para penerima pelayanan (klien) kearah kehidupan

yang mandiri dengan menjunjung tinggi nilai kehidupan masyarakat.

UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila bertujuan untuk memulihkan kembali rasa

harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan, keluarga

maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya dan memulihkan kembali kemampuan serta

kemauan untuk dapat melaksanakan fungsi sosial secara wajar. Setelah keluar dari UPT

Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila PSK siap kembali ketengah-ketengah masyarakat yang

wajar dengan cara menetapkan bimbingan mental, sosial dan keterampilan. Ini bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran, rasa tanggung jawab sosial dan memulihkan kemauan serta

(19)

Salah satu UPT di Sumatera Utara adalah UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila

Berastagi terletak di desa Raya Kecamatan Berastagi yang diresmikan pada tahun 1977 oleh

Bupati Kepala Daerah Tk. II yang diberi nama “Parawasa” yang artinya tempat untuk

mendewasakan para penyandang Tuna Susila melalui proses rehabilitasi. Di dalam Parawasa

seorang PSK disebut Warga Bina Sosial (WBS)/murid karena mengikuti lembaga Dinas

Sosial. Murid di Parawasa direhabilitasi selama enam bulan lamanya. Dalam masa

rehabilitasi mereka dibina untuk mendapatkan pelatihan keterampilan dan pembentukan

perilaku sehingga dengan demikian mereka dapat berubah dan dapat menguasai keterempilan

yang diberikan. Di dalam panti mereka ditempatkan di sebuah ruangan/rumah bertingkat dua

bernama Asrama Anggrek I dan rumah tingkat satu bernama Asrama Anggrek II di depan

rumah dinas Kepala UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila Berastagi, didalam ruangan

asrama diberikan televisi dan pakaian untuk warga bina sosial. Warga bina sosial tidak

perbolehkan memakai Hp dan dilarang merokok di perkarangan Parawasa, serta warga bina

sosial diberi makan tiga kali sehari dan tempat tidur, mereka dijaga pegawai secara

bergantian dan dibantu oleh masyarakat.

Kegiatan bimbingan terjadwal dengan baik, seperti kegiatan keterampilan yang

dilakukan setiap hari senin dan rabu pada jam sembilan pagi sampai jam dua belas siang,

yang didatangkan dari Berastagi. Warga bina sosial bisa memilih keterampilan yang

disukainya. Untuk bimbingan agama dilakukan setiap hari senin pada jam dua siang sampai

setengah empat sore dan bimbingan mengaji setelah selesai bimbingan agama. Pada hari

selasa bimbingan kesehatan pada jam Sembilan pagi sampai dua belas siang lalu pada jam

dua siang sampai setengah empat sore bimbingan Etika. Pada hari rabu jam dua siang sampai

setengah empat pelajaran Dinamika Kelompok, pada hari kamis jam sembilan pagi sampai

enam sore dibuka konsultasi kepada keluarga warga bina sosial untuk mengetahui tentang

keluarganya yang berada di panti dengan bertanya kepada pegawai Peksos (Pekerja Sosial)

dan dapat mengunjunginya, pada hari yang sama jam dua siang sampai setengah empat

bimbingan psikologi. Pada hari jumat jam sembilan pagi sampai setengah sepuluh senam

aerobik.. Untuk kegiatan konsultasi pegawai dan warga bina sosial, konsultasi dilakukan

setiap hari saat jam kerja kantor secara tatap wajah langsung, sedangkan untuk Konseling

dilakukan setiap hari jumat pada jam dua siang sampai setengah empat sore secara tatap

wajah langsung dengan semua warga bina sosial sehingga cukup jelas jalinan komunikasi

antarpribadi yang terjadi. Agar proses komunikasi antarpribadi yang tercipta lebih efektif,

proses konsultasi yang menyangkut segala aspek kehidupan warga bina sosial dilakukan

(20)

konsultasi dengan pegawai diharapkan warga bina sosial lebih merasa tenang dan nyaman

dalam melakukan dialog antarpribadi karena hal ini menyangkut urusan pribadi warga bina

sosial. Kesehatan warga bina sosila juga diperhatikan dengan adanya ruangan Poliklinik

dibuka setiap hari senin dan kamis di Parawasa. Jadi setelah warga bina sosial keluar dari

panti rehabilitasi dan pembinaan diharapkan mereka tidak lagi melanggar norma-norma yang

berlaku di masyarakat.

Pegawai di Parawasa melakukan tugasnya dengan memberi bimbingan moral, agama,

psikologi, keterampilan, olahraga dan kesehatan. Bimbingan moral dapat berupa

pembentukan etika antara sesama warga bina sosial, hubungan warga bina sosial dengan

masyarakat sekitar. Bimbingan agama yang sesuai dengan pembinaan agama masing-masing.

Bimbingan Psikologi yang didatangkan dari medan untuk mengetahui psikologi warga bina

sosial. Keterampilan yang diberikan pada warga bina sosial dapat berupa keterampilan

menjahit dan menyalon. Olahraga yang diberikan pada warga bina sosial senam di setiap pagi

dan di hari jumat senam dilakukan bersama instruktur senam yang didatangkan dari

Berastagi. Kesehatan yang diberikan pada warga bina sosial dengan melakukan pemeriksaan

kesehatan masing-masing warga bina sosial.

Sebagai salah satu bentuk komunikasi yang dipakai dalam pembinaan Pelayanan

Sosial Tuna Susila. Komunikasi antarpribadi melibatkan warga bina sosial dan warga bina

sosial memungkinkan terjadinya kesamaan pemahaman dan keterikatan emosional sehingga

diharapkan melalui komunikasi antarpribadi dapat membentuk kepribadian dan perilaku

warga bina sosial. Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang Proses komunikasi antarpribadi antara warga bina sosial dan pegawai di UPT Panti

Pelayanan Sosial Tuna Susila di Berastagi.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, peneliti merumuskan

masalah sebagai berikut, “Bagaimanakah Proses Komunikasi Antarpribadi Antara Warga

Bina Sosial dan Pegawai di UPT Panti Pelayanan Sosial Tuna Susila di Berastagi?”

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian, yang menguraikan apa

yang akan dicapai dan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang

berhubungan dengan peneliti tersebut :

(21)

2. Untuk mengetahui proses komunikasi antarpribadi yang dilakukan antara warga bina

sosial dan pegawai.

1.4 Manfaat penelitian

Adapun yang menjadi manfaat peneliti ini adalah:

1. Secara akademis, diharapkan dapat menambah atau memperluas bidang komunikasi,

khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Secara teoritis, peneliti ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan

peneliti mengenai proses komunikasi antarpribadi dam pembentukan prilaku.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi

UPT Panti Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila.

   

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma

Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu bagian dan

hubungannya atau bagian-bagian berfungsi. Paradigma pada riset penelitian sebenenarnya

merupakan cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian serta bagaimana

pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah

penelitian. Pada hakekatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu yang harus

dikerjakan, dipilih dan diproritaskan dalam sebuah penelitian. Pada aspek lain, paradigma

akan memberitahukan apa yang harus dihindari dan tidak digunakan dalam penelitian.

Menurut Harmon (1970) (J.Moleong, 2009:49) mendefenisikan paradigma sebagai cara

mendasar untuk mempersepsikan, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan

sesuatu secara khusus tentang visi realitas.

Menurut Baker (1992) (J.Moleong, 2009:49), paradigma melakukan dua hal :

1. Membangun atau mendefenisikan batas-batas.

2. Menceritakan kepada Anda bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di dalam

batas-batas itu agar berhasil.

Dalam penelitian ini peneliti dapat memahami bagaimana proses komunikasi

(22)

komunikasi antarpribadi, peneliti menggunakan paradigma interpretatif serta pendekatan

yang digunakan adalah pendekatan interpretatif. Paradigma interpretatif digunakan karena

paradigma interpretatif menyatakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih

mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Hasil penelitian secara

kritis dengan teori yang relevan dan infomasi akurat yang diperoleh dari lapangan.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio, yang bersumber dari kata communis yang berati sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai sutau pesan yang disampaikan oleh

komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2000:9).

Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi, maka komunikasi akan terjadi atau

berlangsung selama ada kesamaan makna, sehingga komunikasi yang dilakukan kedua orang

tersebut bersifat komunikatif. Akan tetapi, pengertian komunikasi diatas sifatnya masih dasar,

dalam arti bahwa komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak

yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komuunikasi tidak hanya informatif, yakni

agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif yaitu agar orang lain bersedia

menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan, dan lain-lain.

D. Lawrence Kincaid (Cangara, 2000:19), komunikasi adalah suatu proses dimana

dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama

lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Menurut Carl

I Hovland, ilmu komunikasi adalah suatu usaha yang sistematis untuk merumuskan secara

tegas azas-azas dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk

pendapat dan sikap. (Onong, 2004:10).

Definisi Hovland diatas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu

komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat

umum dan sikap publik yang dalam kehidupan sosial. Hovland mengatakan bahwa

komunikasi adalah sebagai proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan

perangsang- perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah

tingkah laku (komunikate) seseorang. Akan tetapi, seseorang akan dapat merubah sikap,

(23)

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dipergunakan secara efektif, maka para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah

menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What

Effect? Akhrinya Harold Lasswell (Mulyana, 2005 : 62), menerangkan cara terbaik untuk

menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? (Siapa Mengapa Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa ? ).

Jika diperhatikan defenisi diatas, maka komunikasi itu merupakan proses

penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain agar dimengerti, memperkuat atau

mempengaruhi sikap, pendapat atau perilaku seseorang.

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi yang dasarnya bersifat dua

arah atau timbal balik, artinya kedudukan komunikasi dan komunikan sama-sama sebagai

penyampaian pesan atau gagasan, saling membagi informasi dan sekaligus sebagai penerima

informasi.

Saat akitivitas komunikasi antarpribadi berlangsung, media yang digunakan berupa

kontak langsung secara tatap muka (face to face) atau juga melalui telepon maupun surat. Dalam situasi ini diketahui reaksi yang timbul mengenai isi pembicaraan. Masing-masing

pihak dapat menilai kemampuan atau keterampilan pada saat memberikan tanggapan dari isi

komunikasi tersebut.

Rogers (Depari,1988:16) mengemukan bahwa komunikasi antarpribadi adalah

komunikasi yang terjadi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara

beberapa pribadi. Apabila dihubungkan dengan penelitian ini maka komunikasi antarpribadi

adalah proses komunikasi sesama warga bina sosial di UPT Pelayanan Sosial. Saluran dari

mulut ke mulut meliputi verbal dan non verbal pada saat warga bina sosial berinteraksi atau

memberi informasi dengan warga bina sosial yang lainnya dan saling timbal balik.

Liliweri (1991 : 12), Devito menjelaskan komunikasi merupakan pengiriman pesan

dari seseorang dan telah diterima oleh orang lain atau sekelompok orang lain dengan efek dan

efek umpan balik yang berlangsung. Untuk memperjelaskan pengertian komunikasi

(24)

1. Keterbukaan (openness)

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahwa

permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut malu,

keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.

2. Empati (Emphaty)

Kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada orang lain.

3. Dukungan (suporotiveness)

Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari

pihak-pihak yang berkomunikasi.Dengan demikian keinginan atau hasrat yang ada

memotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih

bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan

4. Rasa positif (Positiveness)

Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat tanggapan yang positif, rasa positif

menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau

berprasangka yang mengganggu jalinan interaksi.

5. Kesamaan (Equity)

Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadi pun lebih kuat apabila memiliki

kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan,sikap usia, ideologi dan sebagainya.

2.2.3 Teori Pengurangan Ketidakpastian

Ketika kita bertemu dan terlibat dalam percakapan dengan orang yang belum kita

kenal maka biasanya banyak pertanyaan yang muncul di kepala kita mengenai orang tersebut,

serta kita tidak memiliki jawaban pasti atas berbagai pertanyaan tersebut. Kita mengalami

ketidakpastian, dan kita mencoba untuk mengurangi ketidakpastian tersebut melalui interaksi

komunikasi.

Menurut Berger orang mengalami periode yang sulit ketika menerima ketidakpastian

sehingga orang cenderung membuat perkiraan terhadap perilaku orang lain dan ia akan

termotivasi untuk mencari informasi mengenai orang tersebut. Untuk mengurangi

ketidakpastian komunikasi sangat penting dalam membangun hubungan (relationship) dengan orang lain.

Ketika berkomunikasi, menurut Berger (Morrison, 2010:87-89) kita membuat rencana

untuk mencapai tujuan kita. Kita merumuskan recana bagi komunikasi yang akan kita

lakukan dengan orang lain berdasarkan tujuan dan informasi yang telah kita miliki. Semakin

(25)

data yang kita miliki. Jika ketidakpastian itu semakin besar maka kita akan semakin cermat

dalam merencanakan apa yang akan kita lakukan. Saat kita merasa tidak pasti mengenai

orang lain maka kita mulai mengalam krisis kepercayaan terhadap rencana kita sendiri dan

mulai membuat berbagai rencana cadangan atau rencana alternative lainnya dalam hal memberikan respon pada orang lain.

Daya tarik dan keinginan berafiliasi yang ada pada diri individu memiliki hubungan

positif dengan upaya mengurangi ketidakpastian. Misalnya, ungkapan nonverbal seseorang

dapat mengurangi ketidakpastian orang lain dan pengurangan ketidakpastian dapat

meningkatkan ungkapan nonverbal. Tingkat ketidakpastian yang tinggi akan menciptakan

jarak, sebaliknya ketidakpastian yang rendah akan cenderung bersifat menyatukan. Ketika

komunikator menemukan kesamaan dengan lawan bicaranya, maka ketertarikkan di antara

mereka akan meningkat dan kebutuhan mereka untuk mendapatkan lebih banyak informasi

justru berkurang.

Seringkali, perilaku orang lain dapat mengurangi ketidakpastian yang kita rasakan,

dan kita tidak merasakan kebutuhan untuk mendapatkan informasi tambahan. Dalam hal

keterlibatan kita hanya pada situasi tertentu serta sudah memiliki seluruh informasi yang

dibutuhkan untuk memahami perilaku orang lain pada situasi itu. Namun pada situasi yang

berbeda, kita merasakan kebutuhan yang semakin besar untuk mendapatkan lebih banyak

informasi mengenai orang bersangkutan, misalnya, situasi yang menunjukkan orang lain itu

memiliki perilaku yang tidak normal, adanya harapan kita akan bertemu lagi dengan orang

lain pada waktu yang akan datang, atau adanya harapan pertemuan itu akan menimbulkan

keuntungan atau kerugian. Tiga kondisi inilah yang akan mendorong orang untuk berupaya

mendapatkan lebih banyak informasi mengenai orang lain.

Morrison (2010:86) mengutip Littlejohn dan Foss sebagai berikut. Misalnya, anda

mempekerjakan seorang tukang batu untuk memperbaiki rumah anda yang rusak. Anda

mungkin tidak memiliki kebutuhan besar untuk mengetahui mengenai orang yang anda

pekerjakan itu karena hubungan anda dan dia bersifat sementara dan akan segera berakhir

setelah pekerjaannya selesai. Anda tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Sebaliknya,

jika si tukang batu melihat anda memasang papan reklame bertuliskan “rumah dikontrakan”

di depan rumah anda dan ia mengatakan mengenal seseorang sedang mencari rumah untuk

disewa maka anda secara tiba-tiba termotivasi untuk mengetahui lebih banyak mengenai si

tukang batu dan juga orang yang akan menyewa rumah anda itu. Secara khusus anda akan

(26)

a. Ketidakpastian perkiraan (predictive uncertainty) yaitu agar anda memiliki ide lebih baik mengenai apa yang anda harapkan dari perilaku seseorang, dalam hal ini tukang

batu dan orang yang akan menyewa rumah anda itu.

b. Ketidakpastian penjelasan (explanatory uncertainty) agar anda dapat memahami lebih baik kemungkinan perilaku seseorang. Dalam hal ini, misalnya, anda dapat

memahami perilaku orang yang akan menjadi penyewa rumah anda.

Berger dan Calabrese percaya bahwa orang yang terlibat dalam percakapan untuk

pertama kalinya akan membuat perkiraan terhadap lawan bicara dalam upaya untuk

memahami pengalaman komunikasi mereka. Dalam percakapan antara orang yang belum

saling kenal para pihak yang berinteraksi termotivasi untuk memperkirakan dan mencari

penjelasan apa yang terjadi pada pertemuan awal mereka. Dalam hal ini, Richard West dan

Lynn H.Turner dalam buku Introducing Communication Theory mendefinisikan perkiraan (prediction) sebagai kemampuan untuk memperkirakan pilihan perilaku yang akan dipilih dari sejumlah pilihan yang ada pada diri seseorang atau rekan bicara. (the ability to forecast the behavioral options likely to be chosen from a range of possible option available to onseself or to a relational partner). Penjelasan (explanation) adalah serangkaian upaya untuk melakukan interpretasi makna tindakan yang telah lalu dalam suatu hubungan. (to interpret the meaning of past actions in a relationship). Kedua konsep ini, yakni prediksi dan penjelasan, menjadi dua komponen utama dalam proses pengurangan ketidakpastian.

(Morrisan, 2010:87) Berger dan Calabrese menyatakan bahwa komunikasi adalah instrumen

untuk mengurangi ketidakpastian terhadap lawan bicara yang baru dikenal. Pada gilirannya,

ketidakpastian yang berkurang akan menciptakan kondisi yang kondusif bagi berkembangnya

hubungan interpersonal. Dalam hal ini, percakapan pertama dengan orang yang tidak dikenal

akan menghasilkan dua kategori ketidakpastian:

1. ketidakpastian kognitif (cognitive uncertainty) mengacu pada derajat ketidakpastian mengenai kepercayaan atau sikap seseorang. Komentar yang diberikan lawan bicara

yang tidak dikenal mengenai diri kita atau mengenai apa yang kita kenakan akan

menimbulkan interpretasi; apa maksud ucapan orang itu yang sebenarnya? Apakah

saya harus peduli dengan ucapannya? Pertanyaan ini merupakan bentuk

ketidakpastian kognitif.

2.

ketidakpastian perilaku (behavioral uncertainty) berkenaan dengan seberapa jauh perilaku dapat diperkirakan pada situasi tertentu. Pada umumnya orang mengetahui

(27)

bersikap basa-basi, namun jika lawan bicara mengungkapkan hal-hal yang sifatnya

personal mengenai dirinya (self disclosure) pada pertemuan pertama atau sebaliknya menunjukkan sifat tidak peduli dengan lawan bicara maka terjadilah ketidakpastian

perilaku. Orang akan mengalami ketidakpastian kognitif atau ketidakpastian perilaku

atau keduanya baik sebelum, selama, dan setelah berinteraksi. (Morrisan, 2010: 88)

Teori pada umumnya dibangun diatas asumsi yang menggambarkan pandangan para

pendirinya, tidak terkecuali teori pengurangan ketidakpastian yang memiliki sejumlah asumsi

yaitu :

1. Individu mengalami ketidakpastian dalam komunikasi antarpribadi dengan orang

yang belum dikenalnya. Asumsi ini menyatakan bahwa individu sering kali

menghadapi ketidakpastian dalam hubungannya dengan orang lain karena harapan

yang muncul selalu berbeda dalam setiap komunikasi antarpribadi.

2. Ketidakpastian merupakan situasi yang disukai yang dapat menimbulkan stress secara

kognitif. Asumsi ini menyatakan bahwa ketidakpastian merupakan keadaan yang

tidak disukai, dengan kata lain butuh energy yang cukup besar yang melibatkan emosi

dan psikis untuk tetap berada dalam kondisi yang tidak pasti.

3. Ketika dua orang yang tidak saling kenal terlibat percakapan, maka mereka berupaya

untuk mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan prediktabilitas yaitu kemampuan

untuk membuat perkiraan terhadap pihak lainnya. Asusmsi ini menyatakan ketika

orang bertemu dengan orang lain yang tidak dikenalnya maka muncul perhatian

terhadap dua hal : mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan prediktabilitas.

Untuk meningkatkan prediktabilitas orang perlu mencari informasi dengan

menyampaikan pertanyaan kepada orang yang baru dikenalnya itu. Ketidakpastian

berkurang dengan semakin banyaknya waktu yang tersedia untuk melakukan

interaksi. Orang mulai membuka dirinya ketika berbagai pertanyaan yang diajukan

telah berhasil mengurangi ketidakpastian secara signifikan.

4. Komunikasi antarpribadi merupakan proses perkembangan yang terjadi melalui

sejumlah tahapan perkembangan, yakni :

a.Tahap masukan. Menurut berger dan calabrese, secara umum, kebanyakan

orang memulai interaksi pada tahap masukan yang didefenisikan sebagai

tahap permulaan interaksi dengan orang asing.

b. Tahap personal. Setelah tahap masukan. Individu akan pindah ke tahap

personal yakni tahap dimana para peserta yang melakukan interaksi

(28)

yang sifat lebih individual. Tahap personal dapat saja terjadi pada awal

perkenalan, tetapi kemungkinan lebih besar terjadi setelah beberapa kali

interaksi.

c.Tahap keluaran, yaitu tahap dimana individu mengambil keputusan apakah

mereka akan melanjutkan interaksi pada masa yang akan datang atau tidak.

5. Komunikasi antarpribadi merupakan alat utama dalam pengurangan ketidakpastian.

Kita menyadari bahwa komunikasi antarpribadi merupakan fokus dari Uncertainty Theory (URT) dan karenanya asumsi ini sebagai sesuatu yang sudah jelas. Komunikasi antarpribadi dapat terjadi jika terpenuhinya sejumlah prakondisi yaitu

keterampilan mendengarkan, tanggapan nonverbal yang mendukung, dan bahasa yang

sama.

6. Jumlah dan sifat informasi yang dimiliki seseorang berubah sepanjang waktu. Asumsi

ini menekankan pada waktu, sekaligus fokus pada fakta bahwa komunikasi

antarpribadi berkembang secara bertahap. Interaksi awal merupakan elemen penting

dalam proses perkembangan hubungan antarpribadi.

7. Perilaku orang dapat diperkirakan sebagaimana ketentuan hukum alam perilaku

manusia diatur oleh prinsip-prinsip yang bersifat umum atau universal sebagaimana

aturan hukum alam. Walaupun terdapat beberapa pengecualian, namum pada

umumnya orang berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip yang bersifat umum itu.

(Morrisan, 2010:89-91)

Dalam membangun teorinya,Berger dan Calabrese menggunakan sejumlah aksioma

sehingga teori pengurangan ketidakpastian ini sering disebut teori yang dibangun berdasarkan

aksioma yang disimpulkan dari hasil riset atau penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnmya atau berdasarkan logika akal sehat (common sense). Berger dan Calabrese melalui teorinya mengajukan sejumlah aksioma atau sering juga disebut dengan istilah

preposisi. Suatu aksioma tidak memerlukan pembuktian karena pernyataan itu sendiri

merupakan bukti. Pernyataan atau aksioma yang dikemukakan Berger dan Calabrese

masing-masing menunjukkan adanya hubungan antara ketidakpastian yang merupakan konsep sentral

teori dengan sejumlah konsep lainnya. Hubungan itu dapat bersikap positif atau negatif.

Dalam hal ini terdapat tujuh aksioma sebagai berikut:

1.

Ketidakpastian yang tinggi pada tahap masukan mendorong peningkatan komunikasi

verbal di antara orang yang tidak saling mengenal. Peningkatan komunikasi verbal

(29)

terus menurun jumlah komunikasi verbal meningkat. Dua orang yang tidak saling

mengenal perlu berbicara lebih banyak agar mereka menjadi lebih pasti satu sama

lainnya. Ketika mereka sudah saling mengetahui mereka akan lebih banyak berbicara

satu sama lainnya. Dalam hal ini, terdapat hubungan negatif antara ketidakpastian dan

komunikasi verbal.

2. Pada tahap awal interaksi, ketika ungkapan nonverbal meningkat maka tingkat

ketidakpastian menurun. Penurunan ketidakpastian akan mendorong peningkatan

ungkapan nonverbal. Jika dua orang yang tidak saling mengenal menunjukkan

komunikasi nonverbal yang baik maka mereka akan semakin pasti satu sama lainnya.

Kepastian yang lebih besar akan mendorong peningkatan komunikasi nonverbal satu

sama lainnya. Dalam hal ini terdapat hubungan antara ketidakpastian dan komunikasi

nonverbal.

3. Ketidakpastian yang tinggi akan meningkatkan upaya untuk mencari informasi

mengenai perilaku orang lain. Ketika tingkat ketidakpastian menurun maka pencarian

informasi perilaku menurun. Pernyataan ini menunjukkan adanya hubungan positif

antara ketidakpastian dan pencarian informasi.

4. Tingkat ketidakpastian tinggi dalam suatu hubungan menyebabkan turunnya tingkat

keakraban isi komunikasi. Tingkat ketidakpastian yang rendah menghasilkan tingkat

keakraban yang tinggi. Tingkat keakraban tinggi ditandai dengan keterbukaan para

pihak untuk mengungkapkan informasi. Pernyataan ini menunjukkan hubungan

negatif antara ketidakpastian dan tingkat keakraban.

5. Tingkat ketidakpastian tinggi menghasilkan tingkat resiprositas tingggi. Tingkat

ketidakpastian rendah menghasilkan tingkat resiprositas rendah. Kedua pernyataan

menunjukkan hubungan positif. Dua orang yang baru pertama kali terlibat dalam

percakapan akan cenderung meniru satu sama lainnya. Adapun yang dimakasud

dengan resiprositas adalah jika salah satu pihak hanya menyediakan sedikit informasi

mengenai dirinya maka pihak lainnya akan melakukan hal serupa. Semakin banyak

orang berbicara satu sama lainnya semakin besar kepercayaan mereka untuk

membuka informasi dirinya kepada orang lain.

6. Kesamaan akan mengurangi ketidakpastian sedangkan perbedaan akan meningkatkan

ketidakpastian. Pernyataan ini menunjukkan hubungan negatif. Dua orang yang belum

saling kenal tetapi sama-sama menjadi anggota suatu organisasi menunjukkan adanya

kesamaan, namun keduanya mungkin memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut

(30)

7. Ketidakpastian yang meningkat akan mengurangi perasaan tertarik dalam berinteraksi

sebaliknya penurunan ketidakpastian menghasilkan peningkatan ketertarikan.

Pernyataan menunjukkan hubungan negatif antara ketidakpastian dengan rasa suka

atau tidak suka. (Morrisan, 2010: 92)

2.2.4 Teori Penilaian Sosial

Teori penilian sosial memberikan penjelasan bagaimana orang memberikan penilaian

mengenai segala informasi atau pernyataan yang didengarnya. Dengan kata lain teori ini juga

dapat menjelaskan bagaimana seseorang memberi opini terhadap sesuatu hal. Tiga hal yang

mempengaruhi seseorang dalam memberi penilaian yaitu:

1. Keterlibatan ego

Menurut Sherif keterlibatan ego mengacu pada seberapa penting suatu isu dalam

kehidupan seseorang. Dengan kata lain, jika suatu isu berdampak atau berakibat

secara langsung pada seseorang maka orang tersebut akan menganggap isu itu sebagai

sesuatu yang sangat penting. Sebaliknya, jika suatu isu tidak berdampak secara

langsung bagi seseorang maka isu tersebut tidaklah penting bagi dirinya

2. Jangkar sikap

Sherif mengatakan orang cenderung menggunakan acuan atau jangkar sikap sebagai

pembanding ketika menerima sejumlah pesan yang berbeda-beda atau bahkan

bertentangan. Dalam kehidupan sosial, acuan yang seseorang gunakan saat menduga

sesuatu (memberikan penilaian) tanpa alat ukur pasti adalah referensi serta

pengalaman yang sudah ada sebelumnya. Dengan kata lain seseorang cenderung

memberikan penilaian dengan acuan internal yang dimilikinya.

3. Efek kontras

Dengan berdasar pada pemahaman yang Sherif kemukakan maka dapat diketahui

bahwa seseorang memberikan penilaian untuk menerima atau menolak pesan

berdasarkan dua hal yaitu keterlibatan ego dan acuan internal. Namun demikian,

proses penilaian ini tetap dapat menimbulkan distorsi (penyimpangan). Distorsi ini

terjadi jika seseorang menilai suatu pesan menjadi lebih jauh atau bertentangan

dengan pandangannya sendiri dari pada yang seharusnya, penilaian yang menjadi

lebih jauh dari yang seharusnya ini di sebut sebagai efek kontras. Sebaliknya, distorsi

(31)

dekat dengan pandangannya sendiri dari pada yang seharusnya, penilaian ini disebut

dengan efek asimilasi.

2.2.5 Self Disclosure

Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap

orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk hal

itu dapat dikelompokkan kedalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukkan dalam

suatu gambar yang disebutnya dengan jendela Johan (Johari window).

Tabel 1

Jendela Johari (Johari Window)

Diketahui orang lain

Tidak diketahui orang lain

Gambar yang disebut jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan

hubungan antar seseorang dengan yang lainnya terdapat empat kemungkinan sebagaimana

terwakili melalui suasana keempat bidang (jendela) itu.

Bidang 1, melukiskan suatu kondisi dimana antara seseorang dengan yang lain

mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui

masalah tentang hubungan mereka.

Bidang, 2 melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua belah pihak hanya

diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.

Bidang, 3 disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antarakedua belah

pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.

Bidang 4, bidang tidak dikenal, dimana kedua belah pihak sama-sama tidak

mengetahui masalah hubungan diantara mereka yang dikehendaki dalam hubungan

sebenarnya adalah dalam suatu komunikasi antar pribadi di masa lalu dapat menimbulkan

perasaan intim untuk sesaat. Hubungan sejati terbina dengan menggunakan reaksi-reaksi kita

terhadap aneka kejadian yang kita alami bersama atau terhadap apa yang dikatakan atau

dilakukan oleh lawan kita. Orang lain mengenal diri kita bukan dengan menyelidiki masa lalu

kita, melainkan dengan mengetahui cara kita beraksi. Masa lalu hanya mampu menjelaskan

perilaku kita dimasa kini.

1. Terbuka 2. Buta

(32)

2.2.6 Pembentukan Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang

dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun

tidak.Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor saling berinteraksi.Sering tidak disadari

bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat

memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting

untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah

perilaku tersebut.

Skinner membeda kan jenis perilaku menjadi :

a. Perilaku alami (innate behavior)

Perilaku alami yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yaitu yang

berupa refleksi dan insting.

b. Perilaku operan (operant behavior)

Perilaku operan behavior yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.

Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai rekasi secara spontan

terhadap stimulus mengenai organisme yang bersangkutan (Walgito, 2003 : 18)

Perilaku manusia sebagian besar ialah berupa perilaku yang dibentuk, perilaku yang

dipelajari. Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu persoalan ialah bagaimana cara

membentuk perilaku itu sesuai dengan yang diharapkan (Walgito 2003:16-17). Salah satu

cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri

untuk berprilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut.

Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight (kasih artinya). Ada tiga efek komunikasi dalam komunikasi (Rakhmat, 2004:30) :

a) Kognitif

Kognitif adalah yang ditimbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu

atau meningkatkan intelektualitasnya. Disini pesan yang disampaikan komunikator

ditujukan kepada pikiran si komunikan. Dengan lain perkataan, tujuan komunikator

hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran diri komunikan.

b) Afektif

Afektif lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif. Disini tujuan komunikator

(33)

perasaan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan

sebagainya.

c) Behavioral

Behavioral, yaitu dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku,

tindakan, atau kegiatan.

Pembentukan perilaku juga dapat terjadi karena pengalaman pribadi, pengalaman dari orang

lain, atau karena rasa takut pada norma masyarakat. Pada hal ini perubahan perilaku terjadi

karena pengalaman pribadi. Bagi individu yang bertanggung jawab penuh, serta tahu apa

yang terbaik bagi dirinya, seharusnya individu mampu merencanakan perilaku yang lebih

baik dan kemudian mewujudkannya selama berada di dalam panti.

2.2.7 Pengertian Pekerja Seks komersial (PSK)

Pekerja seks komersial adalah wanita yang kelakuannya tidak pantas dan bisa

mendatangkan malapetaka/celaka dan penyakit, baik kepada diri sendiri ataupun orang lain

yang bergaul dengan dirinya, maupun kepada dirinya sendiri. Pekerja seks komersial

merupakan profesi yang berupa tingkah laku bebas lepas tanpa kendali dan cabul, karena

adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan

(Kartono, 2009).

Menurut Fieldman dan Mac Cullah (Koentjoro, 2004) pekerja seks komersial adalah

seseorang yang menggunakan tubuhnya sebagai komoditas untuk menjual seks dalam satuan

harga tertentu. Mukherji dan Hantrakul (Koentjoro 2004) mendefinisikan seorang pekerja

seks komersial sebagai seorang perempuan yang menjual dirinya untuk kepentingan seks

pada beberapa pria berturut-turut yang dirinya sendiri tidak memiliki kesempatan untuk

memilih pria mana yang menjadi langganannya. Definisi tersebut sejalan dengan Koentjoro

(2004) yang menjelaskan bahwa pekerja seks komersial merupakan bagian dari kegiatan seks

di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan dari bermacam-macam orang yang melibatkan

beberapa pria dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai sumber pendapatan.

Pengertian pekerja seks komersial yang digunakan dalam penelitian ini adalah pekerja

seks komersial yang dikemukakan oleh Koentjoro (2004) yaitu bahwa pekerja seks komersial

adalah bagian dari kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan dari

bermacam-macam orang yang melibatkan beberapa pria, dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai

sumber pendapatan.

Menurut Koentjoro (2004) menjelaskan ada lima faktor yang melatarbelakangi

(34)

a. Materialisme

Materialisme yaitu aspirasi untuk mengumpulkan kekayaan merupakan sebuah

orientasi yang mengutamakan hal-hal fisik dalam kehidupan. Orang yang hidupnya

berorientasi materi akan menjadikan banyaknya jumlah uang yang bisa dikumpulkan

dan kepemilikan materi yang dapat mereka miliki sebagai tolak ukur keberhasilan

hidup.

b. Modeling

Modeling adalah salah satu cara sosialisasi pelacuran yang mudah dilakukan dan

efektif. Terdapat banyak pelacur yang telah berhasil mengumpulkan kekayaan di

komunitas modeling yang menghasilkan pelacur sehingga masyarakat dapat dengan

mudah menemukan model.

c. Dukungan orangtua

Dalam beberapa kasus, orangtua atau suami menggunakan anak perempuan/istri

mereka sebagai sarana untuk mencapai aspirasi mereka akan materi.

d. Lingkungan yang permisif

Jika sebuah lingkungan sosial bersikap permisif terhadap pelacuran berarti kontrol

tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya dan jika suatu komunitas sudah lemah

kontrol lingkungannya maka pelacuran akan berkembang dalam komunitas tersebut.

e. Faktor ekonomi

Lebih menekankan pada uang dan uang memotivasi seseorang menjadi pekerja seks

komersial. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, adanya pertimbangan-pertimbangan

ekonomis untuk mempertahakan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha

mendapatkan status sosial yang lebih baik.

Menurut penelitiannya, Hutabarat dkk (Koentjoro, 2004) menambahkan dua faktor

yang melatarbelakangi seseorang menjadi pekerja seks komersial yaitu:

a. Faktor pendorong internal

Faktor yang berasal dari individu, seperti rasa sakit hati, marah, dikhianati atau

dikecewakan pasangan.

b. Faktor pendorong eksternal

Faktor yang berasal dari luar individu, seperti faktor ekonomi, dan ajakan teman

(35)

         

Sumber : peneliti, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Metode kualitatif memungkinkan peneliti mendekati data secara langsung (face to face) dan mengumpulkan data sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen dan kategoris dari data itu sendiri dan bukan dari teknik-teknik yang dikonsepsikan sebelumnya.

Keuntungan utama peneltian kualitatif ialah melibatkan pengamatan prilaku

berdasarkan latar alamiah menurut dugaan, pemahaman penelitian akan meningkat karena

objek berhubungan dengan subjek dalam dunianya sendiri dan bukan dunia tak wajar yang

diciptakan oleh penelitian. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

metode deskriptif kulitatif. Penelitian dengan metode ini menggambarkan situasi, proses atau

gejala-gejala yang diamati di lapangan. Metode kualitatif bertujuan untuk mengetahui,

menggambarkan, meringkas berbagai kondisi yang diamati dan situasi fenomena realita

sosial yang ada di masyarakat yang menjadi penelitian dan berupaya menarik relita itu

kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, dan

fenomena tertentu (Bungin 2006:28)

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian merujuk pada masalah yang sedang diteliti. Objek penelitian ini

adalah proses komunikasi antarpribadi dan pembentukan perilaku PSK di UPT Pelayanan

Sosial Wanita Tuna Susila Berastagi. Warga Bina Sosial

(WBS)

Pegawai Parawasa

(36)

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah informan yang akan dimintai informasi berkenaan dengan

penelitian yang dilakukan. Subjek penelitian dalam penelitian ini, sebagai informan pokok

adalah Pekerja Seks Komersial (PSK) dan peneliti juga memakai informan tambahan dalam

penelitiannya adalah pegawai yang berada di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila

Berastagi untuk mendukung validitas informasi.

3.4 Kerangka Analisis

Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data dari informan di lapangan dengan

menggunakan teknik pengumpulan data sampai data jenuh. Kemudian dengan menggunakan

teknik analisis data selama dilapangan model Miles and Huberman, peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Peneliti melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup

banyak, untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari

pola dan temanya. Dengan demikian data yang telah direduksi memberikan gambaran yang

lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan

mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2005 : 92).

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan peneliti

dalam mengumpulkan data (Krisyantono, 2006 : 91). Penelitian ini menggunakan dua metode

pengumpulan data yaitu :

a. Data Primer

Menurut Kriyantono (2006 :43) menjelaskan data primer adalah data yang diperoleh

dari sumber pertama atau tangan pertama dilapangan. Adapun cara untuk

mendapatkan data primer yaitu :

1. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam secara umum adalah proses keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara

dengan informan atau orang yang di wawancari, dengan atau tanpa menggunakan

pedoman wawancara, dimana pewawancara informan terlibat dalam kehidupan sosial

yang relatif lain. Dengan demikian wawancara mendalam adalah keterlibatan dalam

(37)

2. Observasi atau suatu pengamatan

Pengamatan dilakukan secara langsung dilapangan oleh peneliti.Dengan demikian

peneliti bisa mendokumentasikan kegiatan yang dilakukan informan untuk data

pendukung.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara

(dihasilkan pihak lain). Pada umumnya data sekunder berbentuk catatan atau laporan

dokumentasi oleh lembaga tertentu (Ruslan, 2003 : 138).

3.5.1 Penentuan Informan

Penentuan informan pada penelitian ini adalah dengan memiliki kriteria-kriteria

tertentu. Adapun kriteria yang harus dimiliki informan adalah:

1. Informan adalah warga bina sosial dan pegawai yang berada di UPT Pelayanan sosial

Wanita Tuna Susila Berastagi

2. Informan orang terlibat dalam proses Komunikasi antarpribadi PSK.

3. Klien yang ada di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila adalah Warga Bina

Sosial yang sudah selama satu bulan dan sudah menjalankan kegiatan di dalam UPT

Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila Berastagi dikarenakan klien sudah merasakan

dan mengikuti kegiatan di dalam panti sehingga peneliti dapat memperoleh data

mengenai kegiatan-kegiatan yang ada didalam panti, serta peneliti dapat mengetahui

proses komunikasi antarpribadi dalam pembentukan prilaku warga bina sosial.

3.5.2 Keabsahan Data

Penelitian ini mengunakan teknik triangulasi data untuk mengecek keabsahan data

penelitian. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian.

Dezin dalam Moleong, membedakan empat macam triangulasi data diantaranya

dengan memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dari keempat macam triangulasi

data tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber

((Moleong 2009)

Triangulasi data sumber adalah teknik pemeriksaan data dengan cara membandingkan

(38)

alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton, 1987). Dalam mencapai kepercayaan

tersebut, maka diambil langkah sebagai berikut:

1 Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2 Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakan secara pribadi.

3 Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi dengan apa yang

dikatakannya sepanjang waktu.

4 Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan

pandangan masyarakat dari berbagai kelas.

5 Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan

(Moleong, 2009)

3.5.3 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu :

1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama dan tangan

pertama di lapangan (Kriyantono, 2006: 43).

Adapun data untuk mendapatkan data primer, yaitu :

a. Wawancara mendalam

Tipe wawancara mendalam adalah wawancara tidak berstruktur, yaitu tidak

memiliki setting wawancara yang baku. Penyampaian dan peruntunan

pertanyaan akan berbeda dari wawancara ke wawancara. Tetap, peneliti tetap

membuat interview guide agar memiliki panduan dalam mewancarai informan. Wawancara dilakukan secara langsung bertatap muka untuk mendapatkan data

lengkap dan mendalam (Krisyantono, 2006)

b. Observasi

Kegiatan observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung di

lapangaan oleh peneliti. dengan demikian peneliti dapat mendokumentasikan

kegiatan informan sebagai data pendukung.

2. Data sekunder

Pada umumnya data sekunder berbentuk catatan atau laporan dokumentasi oleh

lembaga tertentu (Ruslan 2003 : 138) pengumpulan data dilakukan dengan cara

studi kepustakaan, yaitu mencari, melihat dan membuka dokumen, situs-situs atau

(39)

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2005 : 248) adalah upaya

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih – milihnya

menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskanya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.

Menurut B.Milles dan Michael Huberman (Patilima, 2001 :96) membagi bagi tiga

proses data kualitatif yaitu :

1. Reduksi data, proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan dilapangan.

2. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengamatan tindakan

3. Penarikan kesimpulan, kesimpulan akhir tergantung pada besarnya kumpulan catatan

lapangan.

Kegiatan analisis data dalam penelitian ini, akan dimulai dengan menelaah semua data

yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder yang berupa wawancara,

pengamatan, serta catatan lapangan. Hasil data yang diperoleh berdasarkan teknik

pengumpulan data itu, akan disusun membentuk laporan yang sistematis. Selanjutnya data

yang disusun akan dibagi menjadi data utama dan data penjelas.

Hasil penelitian akan dijabarkan dalam bentuk deskripsi yang didukung dengan teori yang

bersumber dari buku, kemudian dianalisis untuk mengetahui Proses Komunikasi Antarpribadi

PSK dalam pembentukan perilaku di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila Berastagi.

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Lokasi Penelitian

Parawasa yang terletak di desa Raya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo, ± 68 Km

dari Kota Medan, mulai diresmikan pada tahun 1977 yang dalam bahasa administrasi disebut

dengan nama Sasana Rehabilitasi Wanita Tuna Susila, oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II

diberi nama Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelayanan Sosila Tuna Susila.

Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelayanan Sosila Tuna Susila adalah Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara khususnya dalam upaya

rehabilitasi sosial dan resosialisasi bagi Tuna Susila. Keberadaan diatur dan ditetapkan oleh

Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 061.297.K/Tahun 2002 tentang Kedudukan Tugas

dan Fungsi Susunan Organisasi Parawasa di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Sumatera

Utara.

Upaya menangani permasalahan tersebut Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara

melaksanakan usaha-usaha penanganan secara konkrit melalui sarana, yang merupakan

tempat pelayanan sosial bagi para penerima pelayanan (klien) kearah kehidupan yang mandiri

dengan menjunjung tinggi nilai kehidupan masyarakat di mana menjadi warganya.

Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelayanan Sosila Tuna Susila Berastagi memiliki

kapasitas 100 orang. Sebagai lembaga rehabilitasi percontohan di Provinsi Sumatera Utara

maka UPT Pelayanan Sosial Tuna Susila mengadakan beberapa kegiatan dalam upaya

Rehabilitasi seperti keterampilan yang beraneka ragam (salon, menjahit,

pengajian/Pendidikan agama dan sebagainya). Pelaksanaan pengembangan rehabilitasi

Gambar

Gambar yang disebut jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan

Referensi

Dokumen terkait