• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi dan Konflik Sosial Studi Tentang Komunikasi dalam Konflik dan Upaya Resolusi Konflik yang Terjadi Antara Warga Bantaran, di Wilayah Semanggi dengan Pemerintah Kota Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi dan Konflik Sosial Studi Tentang Komunikasi dalam Konflik dan Upaya Resolusi Konflik yang Terjadi Antara Warga Bantaran, di Wilayah Semanggi dengan Pemerintah Kota Surakarta"

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

Komunikasi dan Konflik Sosial: Studi Tentang Komunikasi dalam

Konflik dan Upaya Resolusi Konflik yang Terjadi Antara Warga

Bantaran, di Wilayah Semanggi dengan Pemerintah Kota Surakarta

Berkenaan dengan Dana Banjir

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Sebagai Syarat Mencapai Gelar Magister Program Ilmu Komunikasi

Disusun oleh :

DEWANTO PUTRA FAJAR

NIM: S220908005

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

Komunikasi dan Konflik Sosial: Studi Tentang Komunikasi dalam

Konflik dan Upaya Resolusi Konflik yang Terjadi Antara Warga

Bantaran, di Wilayah Semanggi dengan Pemerintah Kota Surakarta

Tentang Dana Banjir

TESIS

oleh:

DEWANTO PUTRA FAJAR NIM S220908005

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Pawito, Ph.D ... ... NIP. 195408051985031002

Pembimbing II Drs. Mursito BM, SU ... ... NIP. 195307271980031001

Mengetahui

Ketua Program Ilmu Komunikasi

(3)

commit to user

Komunikasi dan Konflik Sosial: Studi Tentang Komunikasi dalam

Konflik dan Upaya Resolusi Konflik yang Terjadi Antara Warga

Bantaran, di Wilayah Semanggi dengan Pemerintah Kota Surakarta

Berkenaan dengan Dana Banjir

TESIS

oleh:

DEWANTO PUTRA FAJAR NIM S220908005

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua : Dr. Widodo Muktiyo, SE, M.Com NIP. 196402271988031002

Sekretaris : Sri Hastjarjo, S. Sos, Ph. D . NIP. 197102171998021001

Anggota : 1. Prof. Pawito, Ph.D NIP. 195408051985031002

: 2. Drs. Mursito BM, SU NIP. 195307271980031001

Mengetahui

Ketua Program Studi : Dr. Widodo Muktiyo, SE, M.Com Ilmu Komunikasi NIP. 196402271988031002

(4)

commit to user

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini saya: Nama : Dewanto Putra Fajar NIM : S220908005

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul ―Komunikasi dan Konflik Sosial: Studi Tentang Komunikasi dalam Konflik dan Upaya Resolusi Konflik yang Terjadi Antara Warga Bantaran, di Wilayah Semanggi, dengan Pemerintah Kota Surakarta Tentang Dana Banjir‖ adalah betul-betul karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ditemukan bahwa peryataan saya tidak benar, saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, Juli 2010 yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

KATA MUTIARA

Berusahalah untuk apa yang kau inginkan dan berdoalah untuk apa yang kau harapakan

(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

Tesis ini saya persembahkan untuk: Kedua orang tuaku

Adik-adikku.

(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Pada dasarnya konflik merupakan salah satu bentuk komunikasi dan interaksi sosial yang dimulai dari perbedaan kepentingan, tujuan, atau juga kesalahan persepsi, dan kegagalan komunikasi yang terjadi antaran dua pihak yang berbeda. Kasus perselisihan yang terjadi antara pemerintah kota dengan warga bantaran tentang dana bantuan banjir salah satunya disebabkan oleh kegagalan komunikasi dan kesalahan persepsi, meskipun hal itu bukan satu-satunya penyebab konfik yang utama. Secara umum, konflik yang melanda pemerintah kota dan warga bantaran dapat dikategorikan sebagai konflik berbasis ekonomi, yang secara sederhana menuntut penyelesaian secara ekonomi pula. Akan tetapi penyelesaian secara ekonomi menjadi kurang bermanfaat apabila ada satu pihak yang menunda-nunda pembayaran dana bantuan banjir tersebut, sementara pihak yang lain terus menuntut. Karena itu komunikasi untuk mencari jalan tengah yang terbaik bagi dua pihak yang berseteru tampaknya memberikan potensi positif untuk menuju resolusi konflik yang menguntungkan semua pihak.

Penelitian ini berusaha menggambarkan komunikasi yang digunakan dalam konflik dan upaya komunikasi menuju resolusi konflik. Komunikasi dalam konflik sejatinya menjadi satu hal yang penting, karena komunikasi menjadi semacam alat untuk menghubungkan dua pihak yang saling bertikai. Sementara itu, komunikasi untuk mencari jalan tengah rupanya juga perlu dilakukan karena pemerintah kota belum berniat menyelesaikan permasalahan tersebut melalui ranah ekonomi, sementara warga bantaran terus menuntut hak mereka.

(8)

commit to user

telah banyak memberikan masukan sumbangan wawasan yang berharga bagi peneliti. Selain itu peneliti juga tidak lupa menyampaikan terima kasih pada semua karyawan di program studi komunikasi yang telah banyak memberikan bantuan.

Banyak pihak yang telah memberikan bantuan terhadap selesainya penelitian ini, yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Namun demikian, peneliti secara pribadi mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah mendoakan semua anak-anaknya agar mencapai keberhasilan, teman-teman senasib-sepenanggungan di Pascasarjana Komunikasi angkatan 2008, terutama Mas Irul, Lita, dan Eka, yang telah menjadi teman seperjuangan dan banyak memberikan bantuan kepada peneliti dalam menyelesaikan tesis. Anggita Permana Putri, sebagai seorang kekasih, yang telah banyak memberikan dukungan moral secara pribadi dengan ucapan ―Mas Dewan ayo selesaikan tesisnya dulu.‖ atau ―Mas Dewan, adek

yakin Mas Dewan pasti bisa lebih baik dari sekarang.‖. Kepada semua pihak yang

telah banyak membantu penyelesaian tesis ini, peneliti mengucapkan banyak terima kasih.

Akhirnya, hanya atas kehendak Allah SWT. segala usaha dan daya penulis dalam penyelesaian penelitian tesis ini bisa terwujud. Sebagai pribadi yang masih banyak kekurangan dan pengalaman dalam bidang penelitian, penulis terbuka atas segala kritik dan saran pada karya ini. Semoga karya sederhana ini bisa bermanfaat bagi diri pribadi penulis dan siapapun yang membaca karya ini.

(9)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

KATA MUTIARA ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR BAGAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Kajian Tentang Konflik Sosial ... 10

a. Penyebab Konflik dalam Perspektif Komunikasi ... 17

b. Tipe dan Sifat Konflik dalam Ilmu Komunikasi ... 23

(10)

commit to user

a. Komunikasi dan Konflik Antarkelompok ... 38

b. Komunikasi dalam Beragam Upaya Penghentian Konflik. ... 46

B. Kerangka Pemikiran ... 58

C. Penjelasan Kerangka Pemikiran ... 59

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 61

A. Lokasi Penelitian dan Sasaran Penelitian ... 61

B. Bentuk dan Jenis Penelitian ... 62

C. Jenis dan Sumber Data ... 63

D. Teknik Pengumpulan Data ... 65

E. Teknik Cuplikan (Sampling) ... 66

F. Pengembangan Validitas ... 67

G. Teknik Analisis ... 68

H. Prosedur Kegiatan ... 71

BAB 4. TEMUAN DAN ANALISIS DATA ... 73

A. Sekilas Kehidupan Warga Bantaran (Profil Wilayah Penelitian) ... 73

B. Penyebab Terjadinya Konflik ... 80

1. Pernyataan-Pernyataan dalam Penyebab Konflik ... 80

2. Pola dan Proses Komunikasi dalam Konflik ... 94

3. Analisis dalam Penyebab Konflik ... 100

C. Perkembangan dan Eskalasi Konflik ... 107

1. Pernyataan-Pernyataan Awal dalam Eskalasi Konflik ... 107

2. Pola dan Proses Komunikasi dalam Eskalasi Konflik ... 120

(11)

commit to user

D. Upaya Menuju Resolusi Konflik ... .132

1. Pernyataan-Pernyataan dalam Upaya Resolusi ... 132

2. Analisis Tentang Upaya Resolusi Konflik ... 148

E. Aspek Komunikasi pada Konflik dan Resolusi Konflik ... 161

1. Aspek Komunikasi Penyebab dan Eskalasi Konflik ... 161

a. Petunjuk Komunikasi pada Penyebab Konflik ... 161

b. Aspek Komunikasi pada Penyebab Konflik ... 169

c. Petunjuk Tentang Komunikasi pada Eskalasi Konflik ... 171

d. Aspek Komunikasi pada Eskalasi Konflik ... 180

e. Analisis Tentang Aspek Komunikasi dalam Penyebab dan Eskalasi ... 182

2. Aspek Komunikasi pada Upaya Menuju Resolusi Konflik ... .189

a. Petunjuk Komunikasi pada Upaya Resolusi Konflik ... 195

b. Aspek dan Pola Komunikasi pada Upaya Resolusi Konflik .. 199

c. Analisis Tentang Aspek Komunikasi pada Upaya Resolusi Konflik ... 202

BAB 5. KESIMPULAN ... 207

A. Kesimpulan ... 207

DAFTAR PUSTAKA ... 206

(12)

commit to user

DAFTAR BAGAN

(13)

commit to user

ABSTRAK

DEWANTO PUTRA FAJAR, S220908005, KOMUNIKASI DAN KONFLIK SOSIAL: STUDI TENTANG KOMUNIKASI DALAM KONFLIK DAN UPAYA RESOLUSI KONFLIK YANG TERJADI ANTARA WARGA BANTARAN, DI WILAYAH SEMANGGI, DENGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA BERKENAAN DENGAN DANA BANJIR, Tesis, Program Studi Ilmu Komunikasi, Program Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010.

Konflik yang terjadi antara warga bantaran dengan pemerintah kota Surakarta secara sederhana dimulai ketika pemerintah kota menunda pembayaraan dana bantuan banjir bagi warga bantaran serta menggulirkan program relokasi, untuk menyikapi banjir yang terjadi di akhir tahun 2007. Proses sosialisasi yang dilakukan pemerintah kota sebagai satu pengantar menuju program relokasi rupanya membuat sebagian warga yang tinggal bantaran, terutama yang tinggal di tanah hak milik (TMH) merasa resah. Proses sosialisasi yang dilakukan pemerintah kota rupanya memberikan pemahaman ganda, sehingga warga bantaran salah mempersepsikan pesan yang diterima. Hal itu membuat warga bantaran, yang tinggal di tanah hak milik (THM), menggulirkan konflik terhadap pemerintah kota.

Pembahasan konflik dalam penelitian ini lebih banyak difokuskan pada kajikan komunikasi. Namun demikian ilmu sosial lain, seperti sosiologi dan psikologi digunakan untuk membantu ilmu komunikasi memahami konflik dan implikasinya. Selain itu tinjauan pustaka dalam penelitian ini berusaha mengamati konflik melalui aspek penyebab konflik dari perspektif komunikasi, tipe dan sifatnya, serta beberapa teori komunikasi yang berkaitan dengan konflik dan perselisihan. Selain itu beberapa implikasi konflik terhadap masyarakat dan kelompok, juga dibahas dalam tunjauan pustaka.

Penelitian ini pada dasarnya menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan studi kasus, karena berusaha menggambarkan dan memahami suatu kasus tertentu dalam masyarakat. Pendekatan studi kasus memungkinkan penelitian ini menggambarkan dan menjelaskan kasus tertentu secara lebih baik berdasarkan struktur yang membentuk suatu fenomena–dalam kasus ini, konflik yang terjadi antara warga bantaran dan pemerintah kota.

Penelitian ini berusaha menggambarkan proses komunikasi yang terjadi pada setiap tahapan perselisihan yang ada, pada penyebab konflik, eskalasi konflik, dan upaya menuju resolusi konflik. Di samping itu, penelitian ini mengurai penyebab konflik dan aspek komunikasi yang terlibat. Hal yang sama juga dilakukan untuk memahami proses eskalasi konflik, struktur, dan aspek komunikasi di dalamya. Bagian paling penting dalam penelitian ini terletak pada penjelasan tentang upaya menuju resolusi konflik yang dilakukan oleh dua pihak yang saling berseteru, serta aspek komunikasi yang terjadi pada upaya resolusi konflik, meskipun belum ada suatu resolusi konflik yang tepat dalam kasus ini.

Jika komunikasi dalam konflik menjadi satu kunci dalam semua proses interaksi sosial, maka konflik pasti menggunakan proses komunikasi dalam semua aspeknya. Hal itu membuat komunikasi menjadi satu bagian penting dalam semua konflik termasuk pada konflik yang terjadi antara pemerintah kota dengan warga bantaran tersebut.

(14)

commit to user

ABSTRACT

DEWANTO PUTRA FAJAR, S220908005, COMMUNICATION AND SOCIAL CONFLICT: STUDY ABOUT COMMUNICATION ON CONFLICT AND WAY TO CONFLICT RESOLUTION WHICH HAPPEN BETWEEN RIVER BANK SOCEITY, IN SEMANGGI, AGAINST SURAKARTAN CITY GOVERMENT RELATED WITH FLOOD VICTIMS SUPPORT FUND, Thesis, Communication Departement, Postgraduate, Sebelas Maret University, 2010.

The conflict which happen between river bank soceity agains Surakartan city goverment is simplically started when the city goverment delayed the flood victims support fund for river bank soceity and started the relocation program, to postured flood which came in end of 2007. The socialisation procces held by the city goverment as a foreword to relocation program has been make a one part of river bank resident, especially who live in private property ground (PPG), restless. The socialisation procces did by the city goverment has give ambiguous understanding, so the river bank soceity have misperception about that. That situation has been make the river bank soceity, which live in private property ground (PPG), do conflict against city goverment.

The Expalanation of conflict in this research more focused in communication paradigm. Even though, another social sciences, like sociology and psychology has used to help communication to understanding conflict and all implications. Beside that, the refernce in this research tries to observe confict from commnucation conflict source aspect, types and natures, and some communication theories which related conflict and all aspects. Conflict implications to society and groups are described in this reference either.

This research basically used qualitative method with case study approach, due to describe and understand some case in specific soceity. The case study approach allowed this research explained and described some case better based structure which build the social phenomena–in this case, conflict which happent between river bank soceity against city goverment.

This research trying to describe communcation process which happen on all stages of conflict, such as, source of conflict, conflict escalation, and way to conflict resolution. Beside that, this research analized conflict structure and communication aspect which involve. The same method are used to understand conflict escalation process, structure, and all communiction aspects. The most important section in this research has located in the expalanation of struggle to conflict resolution which did by two confrontation parties, and communication aspect in the struggle to conflict resolution, although not right conflict resolution yet.

(15)

commit to user

BAB 1

PENDAHULUAN

A.

Latarbelakang Masalah

Pada akhir bulan Desember 2007 wilayah eks-karesidenan Surakarta dilanda hujan deras selama sehari penuh. Hujan deras tersebut rupanya membawa akibat langsung berupa banjir yang melanda sebagian besar wilayah Surakarta, juga beberapa bagian di sudut kota Solo, termasuk wilayah Gandekan, Sangkrah, Pasar Kliwon, dan Semanggi. Pada akhirnya, banjir tersebut membuat wilayah bantaran Sungai Bengawan Solo tergenang air hingga beberapa meter. Setidaknya sekitar 1.650 rumah di kawasan bantaran Sungai Bengawan Solo terendam dan sekitar 8 ribu jiwa diungsikan (Radar Solo, 27 Desember 2007: 1). Kejadian tersebut juga terjadi di kawasan RW 8 Semanggi yang letaknya berdampingan dengan RW 10 dan 11 Joyosuran.

(16)

commit to user

(Radar Solo, 28 Desember 2007: 4). Dari sini mulai nampak bahwa sebenarnya konflik yang terjadi antara masyarakat Semanggi dengan pemerintah kota Surakarta tidak terjadi begitu saja, tetapi ada beberapa tahapan yang mengawali konflik tersebut.

Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa konflik tersebut sebenarnya dimulai ketika pemerintah kota menangguhkan pembayaran uang bantuan banjir yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk membatu pembangunan dan ganti rugi akibat banjir yang melanda Surakarta pada tahun 2007. Penangguhan pembayaran yang dilakukan pemerintah kota rupanya tetap berlangsung hingga awal tahun 2009. Keterlambatan pembayaran ganti rugi tersebut membuat masyarakat, yang tinggal di wilayah bantaran Sungai Bengawan Solo, merasakan ada indikasi bahwa pemerintah kota merasa kurang serius membayarkan ganti rugi yang seharusnya menjadi hak masyarakat. Di lain pihak, ada sinyalemen bahwa pemerintah kota sebenarnya berniat penuh membayarkan uang bantuan banjir tersebut, namun, karena ada beberapa syarat administratif yang harus dipenuhi oleh masyarakat, maka pemerintah kota merasa perlu menangguhkan pembayaran uang tersebut.

(17)

commit to user

tertundanya mekanisme pemberian bantuan bagi masyarakat terutama yang tinggal di tanah hak milik, memicu terjadinya ketegangan antara warga yang tinggal di bantaran Sungai Bengawan Solo, khususnya wilayah Semanggi, dengan pemerintah kota Surakarta.

Di samping itu, kesalahpahaman tersebut tampaknya juga disebabkan oleh proses komunikasi dan sosialisasi yang kurang menjangkau sasaran atau tidak sesuai dengan target, sehingga menimbulkan banyak asumsi negatif di masyarakat, yang tinggal di bantaran Sungai Bengawan Solo, terhadap pemerintah kota Surakarta. Di samping itu, munculnya jeda waktu sekitar dua tahun, sejak terjadinya banjir hingga terjadinya permasalahan tersebut, membuat masyarakat yang tinggal di bantaran sungai merasa bahwa pemerintah kota surakarta tidak begitu serius melakukan pembayaran uang ganti rugi akibat banjir yang seharusnya menjadi hak mereka. Di samping itu rupanya pemerintah kota juga mengaitkan program dana banjir tersebut dengan program relokasi wilayah bantaran Sungai Bengawan Solo, yang dinilai warga sebagai program yang bertentangan program dana banjir. Kesalahpahaman tersebut didukung dengan sosialisasi yang kurang tepat dari pemerintah kota terkait dengan program dana banjir dan relokasi warga bantaran Sungai Bengawan Solo.

(18)

commit to user

Kegiatan komunikasi dalam forum tersebut mulai diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata dan dalam bentuk komunikasi yang lebih luas, yaitu berupa demonstrasi untuk menuntut pembayaran ganti rugi agar segera dikucurkan. Forum tersebut mengayomi sekitar 800 orang yang berada di tujuh RT, yang berada di wilayah bataran. Pada setiap sesinya, pertemuan dalam forum membahas semua permasalahan yang terkait dengan permasalahan yang ada dalam masyarakat, terutama yang berhubungan dengan dana bantuan banjir.

Keberadaan forum tersebut dalam masyarakat rupanya memberikan suatu bentuk kekuatan bagi warga untuk memberikan pesan-pesan ke pemerintah kota tentang permasalahan dana banjir. Namun demikian bentuk-bentuk komunikasi yang dilakukan masyarakat dengan cara demonstrasi serta menyampaikan pendapat di hadapan forum sosialisasi belum membuahkan hasil nyata. Pemerintah kota sendiri juga belum begitu memberikan perhatian terhadap keberadaan forum masyarakat tersebut, terutama untuk menyampaikan pesan-pesan tentang bagaimana permasalahan dana banjir tersebut sebaiknya diselesaikan. Data-data awal menunjukkan bahwa tindakan komunikasi yang dilakukan pemerintah kota, yang dianggap kurang tanggap terhadap permasalahan dana banjir, membuat masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Bengawan Solo membawa permasalahan tersebut ke pengadilan negeri Surakarta, pada 1 April 2009 (Solo Pos, 2 April 2009: I).

(19)

commit to user

masyarakat berperan besar dalam proses komunikasi yang dilakukan warga. Seandainya pemerintah kota lebih banyak menggunakan forum tersebut secara maksimal untuk sosialisasi dan komunikasi, maka dampak permasalahan dana banjir tersebut dapat ditekan dan diminimalisasi.

Selain itu, secara sederhana, masyarakat bantaran Sungai Bengawan Solo, terutama wilayah Semanggi, mungkin menggerakkan konflik melawan pemerintah kota Surakarta ketika mereka mulai merasakan adanya kebutuhan hidup yang semakin mendesak. Keadaan tersebut membuat masyarakat yang tinggal di sana merasa perlu dan berhak untuk mendapatkan bantuan dana banjir tersebut secepatnya. Dengan tujuan tersebut, masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Bengawan Solo membentuk perwakilan yang secara umum bertugas untuk membawa masalah tersebut ke jalur hukum. Tindakan membawa permasalahan tersebut ke jalur hukum mungkin dirasakan perlu, karena tindakan dan aksi protes biasa mungkin belum membawa hasil yang pasti. Larry A. Samovar menjelaskan bahwa konflik sebenarnya bisa disebabkan karena hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan (Samovar, 2007: 251). Situasi seperti itu menyebabkan terjadinya ketegangan antara masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Bengawan Solo, dengan pemerintah kota Surakarta, tampaknya mirip seperti yang dijelaskan oleh Samovar, karena konflik tersebut sedikit banyak diakibatkan oleh tertundanya kesempatan warga untuk mendapatkan dana bantuan banjir dari pemerintah.

(20)

commit to user

masyarakat tertentu. Dari situ, penelitian ini pada dasarnya juga berusaha melihat konflik dan keunikan komunikasi yang berhubungan dengan konflik tersebut atau setidaknya yang digunakan dalam upaya menuju resolusi konflik, secara lebih mendalam.

Masyarakat yang tinggal di kawasan lain mungkin juga pernah melakukan dan menggulirkan pertentangan dengan pemerintah kota, terkait permasalahan bantuan materi, tetapi tidak semua bentuk komunikasi yang menjadi latarbelakang konflik dengan pemerintah kota, terkait dana bantuan banjir, dapat disamakan dengan komunikasi konflik di masyarakat lain. Sederhananya, selalu ada keunikan tersendiri yang terdapat dalam komunikasi yang dilakukan suatu kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak dapat disamaratakan dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat lain. Perbedaan dan keunikan komunikasi di suatu kelompok masyarakat kemungkinan besar membawa pengaruh luas bagi perbedaan-perbedaan bentuk perselisihan atau konflik serta resolusi konflik. Keunikan-keunikan dalam kelompok tersebut mungkin sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor demografis dan kondisi sosial masyarakat yang berbeda-beda antara satu daerah dengan yang lain

B.

Rumusan Masalah

Dari uraian yang dikemukakan dalam latarbelakang masalah, dirumuskan beberapa masalah yang ingin dicari jawabannya melalui penelitian.

(21)

commit to user

2. Bagaimana bentuk eskalasi konflik dan pola komunikasi dalam eskalasi konflik antara warga bantaran Sungai Bengawan Solo, Surakarta, khususnya yang tinggal di wilayah Semanggi, dengan pemerintah kota?

3. Bagaimana upaya resolusi konflik yang digunakan oleh warga bantaran Sungai Bengawan Solo, Surakarta, khususnya yang tinggal di wilayah Semanggi, dengan pemerintah kota untuk menyelesaikan permasalahan tersebut?

4. Bagaimana sebenarnya komunikasi terlibat pada penyebab dan eskalasi konflik tentang dana banjir tersebut pada warga Semanggi dan pemerintah kota?

5. Bagaimana upaya komunikasi yang dilakukan masyarakat Semanggi dan pemerintah kota, terkait untuk mengakhiri konflik tentang dana banjir tersebut?

C.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum memiliki tujuan untuk mengambarkan dan menjelaskan konflik yang terjadi antara warga bantaran Sungai Bengawan Solo dengan pemerintah kota Surakarta, yang dibagi menjadi beberapa rincian, yaitu: 1. Mendapatkan deskripsi detail tentang penyebab konflik serta aspek

komunikasinya yang terjadi antara warga bantaran di Sungai Bengawan Solo, khusunya di wilayah Semanggi, dengan pemerintah kota.

2. Memperoleh penjelasan yang komprehensif tentang eskalasi konflik dan komunikasi dalam eskalasi konflik yang terjadi antara warga bantaran Sungai Bengawan Solo, terutama di wilayah Semanggi, dengan pemerintah kota.

(22)

commit to user

4. Menjelaskan dan menggambarkan aspek komunikasi dalam penyebab konflik dan eskalasi konflik yang dilakukan warga bantaran Sungai Bengawan Solo, terutama di wilayah Semanggi, dengan pemerintah kota.

5. Mendapatkan penjelasan yang menyeluruh tentang upaya komunikasi yang dilakukan masyarakat bantaran Sungai Bengawan Solo, terutama yang tinggal di wilayah Semanggi, dengan pemerintah kota demi menuju resolusi konflik.

D.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa manfaat, sesuai dengan masalah-masalah dan harapan-harapan yang tertuang dalam tujuan penelitian. Berdasarkan hal itu, maka penelitian ini akan memberikan manfaat dalam beberapa aspek penting.

1. Berupaya memberikan sumbangan teoritis dalam pengembangan ilmu komunikasi yang berkaitan dengan konflik dan mungkin juga dalam proses resolusi konflik.

2. Memberikan landasan serta bantuan teoritis bagi penelitian-penelitian yang sejenis yang secara umum berguna untuk mengembangkan ilmu-ilmu sosial yang terkait, khususnya ilmu komunikasi.

3. Penelitian berusaha menjelaskan penyebab terjadinya konflik yang ada di masyarakat, serta hubungannya dengan aspek komunikasi.

(23)

commit to user

5. Sejatinya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan lebih dalam tentang konflik dan aspek komunikasi yang melingkupinya, sebagai sebuah upaya mendapatkan bentuk resolusi konflik yang tepat.

(24)

commit to user

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1.

Kajian Tentang Konflik Sosial

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa ilmu komunikasi bukanlah disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan bisa dilepaskan disiplin ilmu yang lain seperti yang terjadi pada ilmu-ilmu eksak. Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang berada di percabangan ilmu-ilmu sosial lain. Stephen W. Littlejohn, mengutip pendapat Thomas Steller dan David Sholle, menyatakan bahwa komunikasi merupakan cabang ilmu yang multidispliner (dalam Littlejohn dan Foss, 2005: 3). Karena itu komunikasi membutuhkan bantuan dari beragam ilmu lain, seperti sosiologi dan psikologi untuk dapat berkembang lebih jauh. Aspek multidisiplin ilmu komunikasi terlihat ketika membahas konflik sosial. Karena konflik merupakan bentuk interaksi sosial yang melibatkan aspek sosiolgis, psikologis dan komunikasi, maka tampaknya sudah menjadi keharusan jika pembahasan tentang konflik harus dikaji melalui paradigma ketiga ilmu tersebut. Namun demikian, penelitian ini lebih memfokuskan kajian komunikasi yang terjadi pada konflik, meskipun masih ada beberapa kajian dari ilmu sosiologi dan psikologi.

(25)

commit to user

memandang konflik dari kajian ilmu komunikasi, menemukan bahwa latarbelakang penyebab konflik sebenarnya berasal bentuk-bentuk kegagalan berkomunikasi yang dapat menyebabkan satu pihak merasa terintimidasi, tertekan, terancam, atau terpaksa (Raffel, 2008: 37). Sederhananya, Raffel hanya menjelaskan bahwa komunikasi yang salah dan bentuk-bentuk kegagalan komunikasi menjadi jiwa dari semua penyebab konflik dalam berbagai tingkatan. Dengan begitu, kita dapat memahami semua latarbelakang penyebab konflik.

Bentuk dan prinsip kegagalan komunikasi, yang dijelaskan Raffel dan pada umumnya berperan besar sebagai penyebab konflik, tampaknya masih berkitan dengan bentuk dan konsep komunikasi secara umum yang melibatkan bentuk-bentuk pertukaran pesan dari komunikator ke kemunikan. Proses pertukaran pesan tersebut pada prinsipnya merupakan proses sederhana ketika semua unsur penyusun komunikasinya tersedia, namun hal itu bisa menjadi proses rumit tatkala unsur penyusun komunikasi gagal menyampaikan pesan dan meneruskan pesan dengan baik. Sehingga apabila proses komunikasi tidak dapat berlangsung dengan baik, maka hal itu dapat dipandang sebagai salah satu bentuk kegagalan komunikasi.

(26)

commit to user

dan Donn Byrne bahwa kondisi psikologis tertentu dapat membuat individu berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang salah sehingga menyebabkan orang lain marah (Baron dan Byrne, 2005: 194). Kenyataan tersebut menjelaskan bagaimana keadaan psikologis mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan proses komunikasi.

Kondisi yang psikologis yang dijelaskan oleh Spitzberg-Cupach dan Baron-Byrne pada akhirnya berujung pada kenyataan bahwa semua kondisi psikologis tersebut akan menghasilkan bentuk tindakan fisik dalam bentuk konflik. Jika kondisi psikologis telah bergerak menjadi bentuk konflik, maka aksi tersebut tentu akan bertalian dengan bentuk interaksi sosial yang lebih luas. Secara sederhana, kondisi psikologis tertentu menghasilkan bentuk-bentuk kegagalan komunikasi yang pada akhirnya dapat memunculkan konflik sosial dalam masyarakat. Dari sini tampak hubungan yang relatif erat antara kegagalan komunikasi dengan konflik sosial.

(27)

commit to user

Bagi Berger (2003), komunikasi tampaknya memainkan peranan penting bagi semua aspek interaksi sosial, sehingga memunculkan suatu kenyataan bahwa komunikasi bisa menciptakan bentuk-bentuk pengalaman positif dan negatif. Hal itu secara tidak langsung menghasilkan perbedaan persepsi tentang masalah tertentu. Dengan demikian, tampak sebuah hubungan langsung antara komunikasi, konflik, dan interaksi sosial yang ada di dalamnya.

Bentuk interaksi antarkelompok dari pandangan psikologi sosial diberikan oleh Nick Hopkins dan Vared Kahani-Hopkins. Keduanya berpendapat bahwa konsep yang diberikan oleh psikologi sosial menitikberatkan pada bagaimana hubungan (contact) bisa mengembangkan bentuk-bentuk relasi antarkelompok (Hopkins dan Kahani-Hopkins, 2006: 245) Lebih detailnya, psikologi sosial juga mendukung semua bentuk perubahan yang mendorong semua bentuk kondisi untuk mencapai kesuksesan (Hopkins dan Kahani-Hopkins, 2006: 245). Kondisi yang dijelaskan oleh Hopkins dan Kahani-Hopkins, serta beberapa pakar lain, sejatinya menujukkan bahwa aspek psikologi sosial mendukung semua bentuk interaksi yang bertujuan mengembangkan semua bentuk hubungan dan relasional antarkelompok. Selain itu, kondisi tersebut menunjukkan bahwa komunikasi, sebagai sarana interaksi sosial, bisa digunakan sebagai cara untuk mendukung dan mengembangkan interaksi antarkelompok termasuk dalam konflik.

(28)

commit to user

sekitar tiga belas kata kerja dalam bahasa Inggris yang behubungan dengan konflik, seperti: abuse (kekerasan), antagonize (perlawanan), attack (serangan), belittle

(kebencian), blow off stream (menghancurkan), hingga stigmatize (melukai), dan

vilify (menundukkan) (De Matos, 2006: 160-161). Semua kata kerja tersebut secara garis besar menunjukkan konsep-konsep umum tentang perilaku yang biasanya dilakukan dalam konflik secara umum. Hal itu tampaknya menghubungkan antara komunikasi dan aktivitas dalam konflik sosial. Penjelasan De Matos (2006) rupanya dapat menjelaskan bagaimana bentuk aktivitas umum yang biasanya terjadi dalam konflik sekaligus memberikan pemahaman erat tentang hubungan komunikasi dengan konflik.

Pendapat dan penjelasan De Matos (2006) tentang bahasa dalam konflik menujukkan bahwa bentuk aktivitas sosial yang disertai penggunaan kata-kata tersebut atau tindakan-tindakan sosial yang dijelaskan dapat dijelaskan oleh kata-kata tersebut, dapat dimasukkan sebagai salah satu indikasi terjadinya konflik. Kenyataan seperti itu tampaknya menjadi semacam konsensus di masyarakat bahwa konflik, pertikaian, konfrontasi, dan perselisihan selalu melibatkan bentuk-bentuk kekerasan atau setidaknya semua bentuk perilaku yang mendukung hal itu. Selain itu, paparan pakar bahasa di atas tentang bahasa dan konsep bahasa mungkin dapat digunakan sebagai penjelasan tentang sesuatu yang terjadi di dalam konflik.

(29)

commit to user

terhadap sesuatu yang menguasai, atau mungkin juga disebabkan oleh bentuk perselisihan skala besar antara penguasa dan yang dikuasai. Kenyataan itu membuat penyebab konflik biasanya bersifat multifaset (Buckley-Ziestel, 2008: 13). Di sisi lain, Buckley-Ziestel sendiri tidak menampik kemungkinan bahwa semua konflik yang menjadi fokus perhatiannya juga disebabkan oleh bentuk-bentuk perselisihan, pertentangan yang mungkin dilatarbelakangi oleh sesuatu yang lain. Dalam bukunya yang berjudul ―Conflict Transformation and The Social Change in Uganda‖, Buckley-Ziestel tampaknya lebih banyak menjelaskan semua aspek konflik yang terjadi di Afrika melalui pendekatan politik. Secara sederhana, penjelasan Buckley-Ziestel mengindikasikan bahwa konflik merupakan salah satu bentuk interkasi sosial yang melibatkan berbagai macam kajian ilmu sosial, seperti komunikasi dan sosiologi.

Paparan lebih jauh tentang tindakan dalam konflik secara umum rupanya diberikan oleh Randall Collins, dari Universitas Pennsylvania, dalam sebuah jurnal ilmiah. Ia menuliskan dalam salah satu karyanya bahwa bentuk-bentuk penyerangan merupakan bentuk paling umum yang terjadi dalam konflik terbuka. Banyak bukti-bukti dan fakta di lapangan yang menujukkan bahwa beberapa kelompok terpecah dalam beberapa bagian kecil untuk melakukan penyerangan terhadap individu-individu yang terisolasi. Hal itu membuat bentuk-bentuk kekerasan dalam konflik ditujukan bagi pihak-pihak yang lemah dan tertekan (Collins, 2009: 11). Dari sini muncul indikasi yang relatif erat bahwa, bagi sebagian pihak, salah satu cara menghilangkan penghalang–dalam konflik–hanya dapat dilakukan dengan kekerasan dan tindakan fisik dari pihak yang kuat menuju pihak yang lemah.

(30)

commit to user

perhatikan fakta bahwa salah satu penyebab konflik ialah perbedaan kepentingan dan kegagalan komunikasi, maka bentuk-bentuk konflik yang terjadi tidak harus selalu menggunakan tindakan fisik. Dengan begitu, bentuk-bentuk interaksi menggunakan aspek komunikasi secara keras dengan tekanan psikologis yang tinggi, dan digunakan dengan cara emosional, juga menjadi indikasi bahwa konflik sedang berlangsung. Manuel Eisner percaya bahwa konflik berkaitan bentuk-bentuk kesinambungan pada ranah biologi, psikologi, dan sosial yang kenyataannya bisa menjadi indikasi terjadinya konflik itu sendiri (Eisner, 2009: 44). Penjabaran yang diberikan Eisner sebenarnya lebih banyak menyimpulkan bahwa konflik tidak dapat dilihat dari satu sisi saja, namun harus dilihat dari kerangka holistik atau lebih luas dan mendalam. Dengan demikian, konflik tidak hanya dapat menggunakan kekerasan fisik atau verbal, tapi jauh lebih luas dari itu.

Jika kita memasukkan pendapat Eisner untuk memahami konflik, maka semua bentuk pertentangan dalam jalur apapun dengan beragam tekanan–entah itu menggunakan kekerasan fisik atau psikologis–dapat dikategorikan sebagai konflik. Sebetulnya, penjelasan dan kepercayaan Eisner terhadap pengaruh dan kaitan konflik dengan ranah-ranah tertentu lebih banyak difokuskan untuk memahami penyebab penggunaan kekerasan terhadap individu lain dalam suatu konflik. Walaupun demikian, Eisner sendiri tidak menjelaskan bahwa konflik juga dapat terjadi tanpa kekerasan dan penggunaan kekuatan fisik.

(31)

commit to user

berhubungan mempengaruhi kondisi biologis, psikologi, dan keadaan sosial manusia. Karena itu, konflik mampu membawa perubahan besar dalam bidang-bidang tertentu, terutama dalam bidang sosial. Kebanyakan konflik bisa berlangsung menggunakan kekerasan fisik dan agresi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah, namun pada beberapa kasus, konflik juga dapat terjadi tanpa kekerasan.

Penjelasan umum tentang konflik yang diberikan oleh para pakar komunikasi dan sosiologi di atas membawa pada satu pemahaman yang menjelaskan konflik sebagai suatu aktivitas sosial yang tidak dapat lepas dari peranan dan pengaruh komunikasi. Hal itu juga menujukkan bahwa komunikasi menjadi suatu syarat mutlak bagi konflik untuk menujukkan eksitensinya dalam kehidupan dan semua bentuk aktivitas sosial. Selain itu, penjelasan dan tinjauan ilmu komunikasi tentang konflik memberikan suatu sudut pandang baru bahwa sebagai ilmu sosial, komunikasi turut menjelaskan konflik sebagai suatu interaksi sosial, sama seperti yang diberikan oleh disiplin ilmu yang lain. Di samping itu, proses komunikasi rupanya tidak dapat dipisahkan dari semua bentuk aktivitas sosial, termasuk dalam konflik.

a.

Penyebab Konflik dalam Perspektif Komunikasi

(32)

commit to user

Berdasarkan hal itu, bagian ini akan lebih difokuskan untuk menjelaskan bagian awal dari konflik dan menilik penyebab konflik melalui sudut pandang ilmu komunikasi.

Dari sudut pandang komunikasi, konflik merupakan hasil dari ketimpangan dan gangguan penyampaian proses komunikasi dari sumber pesan menuju penerima pesan. Linda L. Putnam, dari Universitas California di Santa Barbara, menyatakan bahwa konflik dapat muncul karena adanya kesalahpahaman, perbedaan cara dalam menanggapi suatu urusan, hingga bentuk-bentuk perbedaan tujuan yang hendak dicapai (Putnam, 2009: 211). Lebih lanjut, Putnam juga menjelaskan bahwa komunikasi membangun konflik melalui cara dan pola interaksi yang dikembangkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Keberadaan pola interaksi tersebut sebenarnya berkaitan dengan bentuk-bentuk pesan yang disampaikan oleh satu pihak untuk ditanggapi oleh pihak yang lain (Putnam, 2009: 212). Penjelasan Putnam memberikan titik terang bahwa konflik sejatinya dapat berhubungan dengan komunikasi. Perhatikan, peryataan yang menunjukkan bahwa pola interaksi dalam konflik masih berhubungan dengan bentuk-bentuk penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak yang lain. Dengan begitu, kesalahpahaman dalam menanggapi dan menafsirkan pesan dapat memunculkan konflik antara pihak-pihak yang terlibat.

(33)

commit to user

memperparah konflik akibat kesalahpahaman dalam menerima pesan. Hal itu menujukkan bahwa konflik dan gangguan komunikasi–dalam bentuk kesalahan penafsiran pesan–tampaknya memiliki hubungan yang relatif dekat.

Dalam ilmu komunikasi, kesalahan penafsiran dan penerimaan pesan dapat dikategorikan dalam bentuk-bentuk gangguan proses komunikasi, yang menghubungkan sumber pesan ke penerima pesan. Karena, gangguan komunikasi tampaknya memiliki peranan yang relatif besar dalam memunculkan konflik, maka secara sederhana konflik dalam sudut pandang komunikasi akan lebih banyak berhubungan dengan gangguan-gangguan seperti itu. Pandangan tentang gangguan komunikasi diberikan oleh Jurgen Ruesch (1972), Watzlawick, Beavin, dan Jackson (1967), sebagai para pakar psikologi klinis, memandang gangguan dalam komunikasi karena munculnya kesalahan dan gangguan mental (dalam Spitzberg dan Cupach, 2009: 455). Pendapat yang diajukan Ruesch memberikan pengertian bahwa gangguan psikologis berat akan menghalangi proses komunikasi yang terjadi antarindividu yang pada akhirnya akan menghasilkan kegagalan komunikasi pada tingkat lanjut. Meskipun situasi yang diberikan Ruesch lebih banyak terfokus pada gangguan komunikasi karena gangguan mental, namun penjelasan Ruesch (1972) dan koleganya membuka gambaran besar bahwa gangguan komunikasi–dalam situasi normal–juga berkaitan dengan gangguan penyampaian pesan dan semacamnya.

(34)

commit to user

persepsi dan pemikiran (mindset) pihak lain dengan pemikiran kita, sehingga kelak muncul kesulitan untuk menyamakan persepsi (Kimmel, 2006: 629). Kimmel rupanya memfokuskan pandangan tentang kegagalan dan kesalahan komunikasi karena perbedaan pemahaman dan pengertian yang ada dalam pikiran satu pihak dalam proses komunikasi.

Pendapat yang diberikan oleh Kimmel memang lebih berhubungan dengan situasi sosial budaya, namun sejatinya tidak ada perbedaan serius yang membedakan komunikasi sosial budaya dengan komunikasi secara umum, selain perbedaan sifat dan tingkatannya saja. Karena itu pendapat Kimmel tampaknya masih relevan untuk menjelaskan konflik dalam ranah apapun. Di pihak lain Lee Raffel juga mengajukan pendapat yang berbeda makna dan konteks dengan yang diajukan oleh Kimmel (2006). Raffel lebih cenderung mengatakan bahwa konflik sebenarnya dicetuskan oleh bentuk-bentuk kegagalan komunikasi untuk menyampaikan pesan tertentu sehingga membuat orang lain terancam, takut, atau terintimidasi (Raffel, 2008: 37).

(35)

commit to user

Meskipun pendapat tiga pakar itu memiliki perbedaan yang sangat fundamental, namun semua pakar tersebut tampaknya sependapat bahwa kenyataan tentang kegagalan komunikasi bisa dihasilkan akibat munculnya gangguan dalam proses komunikasi antarmanusia.

Dari sudut pandang komunikasi, konflik secara definitif tidak banyak berbeda dengan penjelasan yang diberikan oleh disiplin ilmu sosiologi, yaitu proses interaksi antarmanusia yang melibatkan pertentangan karena adanya kesalahpahaman, perbedaan cara dalam menanggapi suatu urusan, hingga bentuk-bentuk perbedaan tujuan (Putnam, 2009: 211). Penjelasan yang diberikan Putnam tersebut pada dasarnya menjelaskan bahwa ilmu komunikasi–secara garis besar– hanya memberikan satu penyebab konflik yaitu kegagalan komunikasi dalam interaksi antarmanusia. Penelitian dan penjelasan yang diberikan Kimmel (2006) dan Raffel (2008) tampaknya menguatkan gagasan kegagalan komunikasi sebagai penyebab konflik.

(36)

commit to user

Beberapa pakar ilmu sosial yang lain sebenarnya memberikan pendapat yang tidak jauh berbeda dengan yang diberikan Chríost (2003), atau setidaknya mendukung pernyataan kebanyakan ahli sosiologi tentang konflik. Larry A. Samovar, meskipun tidak secara langsung menjelaskan apa penyebab dari konflik antarbudaya, menjelaskan dalam bukunya bahwa dalam kebanyakan kebudayaan masyarakat dunia mulai dari masyarakat Timur Tengah, Japang, Latin–mengacu pada masyarakat Amerika Selatan, dan Eropa menganggap bahwa konflik antar budaya dipicu oleh penerimaan yang berbeda tentang suatu budaya yang ada di dalam masyarakat tersebut (Samovar, 2007: 349-350).

Penjelasan Samovar menujukkan bahwa adanya penerimaan dan persepsi yang berbeda tentang suatu budaya menjadi sebuah penyebab konflik yang relatif potensial. Peryataan Samovar (2007) secara langsung mendukung penjelasan Clifford Geertz, seorang ahli budaya terkemuka, yang menyatakan bahwa interperasi budaya terbagi menjadi dua macam bentuk besar, yaitu deskripsi tebal yang mendeskripsikan praktek budaya dari sudut pandang pelaku budaya sendiri. Sedangkan deskripsi tipis merupakan bentuk deskripsi yang hanya mendeskripsikan sedikit sifat dari pelaku budaya tersebut (Geertz dalam Littlejohn, 2005: 310). Sederhananya, Geertz berusaha menjelasakan bahwa perbedaan persepsi dan kesalahan penempatan sudut pandang suatu budaya terhadap budaya lain akan beresiko menimbulkan bentuk-bentuk konflik antarbudaya.

(37)

commit to user

bahwa konflik biasanya disebabkan oleh bentuk-bentuk kegagalan komunikasi, bentuk-bentuk salah pengertian, dan kekeliruan pemahaman. Sementara itu disiplin ilmu sosologi secara sederhana membagi penyebab konflik menjadi empat bagian besar. Soerjono Soekanto (2002: 99) rupanya menjelaskan empat penyebab konflik secara sosiologis dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit, yaitu: Perbedaan antarindividu, Perbedaan kebudayaan, Perbedaan kepentingan, Perubahan sosial. Pemahaman tentang awal mula dan penyebab konflik menjadi sebuah titik tolak untuk memahami konflik secara lebih dalam.

b.

Tipe dan Sifat Konflik dalam Ilmu Komunikasi

Apabila membicarakan konflik dengan segala implikasinya, maka tipe-tipe konflik atau jenis-jenis konflik juga harus dikaji sebagai bekal untuk mendalami dan memahami konflik secara menyeluruh. Disiplin ilmu komunikasi, sebagai bagian dari ilmu sosial, rupanya juga memberikan kajian khusus tentang bentuk-bentuk konflik dan sifat-sifat konflik yang biasanya melingkupi interaksi sosial tersebut. Banyak ahli komunikasi yang membeberkan tentang masalah tipe dan sifat konflik. Pemahaman yang baik tentang tipe dan sifat konflik menjadi suatu bagian yang tidak dapat dilepaskan ketika harus mengkaji konflik secara lebih dalam.

Secara khusus ilmu komunikasi juga mengklasifikasikan konflik dalam beberapa bentuk tertentu, walaupun sebenarnya klasifikasi yang digunakan dalam ilmu komunikasi tidak sedetail klasifikasi yang diberikan disiplin ilmu yang lain. Pembagian konflik paling sederhana diberikan oleh dua orang pakar komunikasi dari Amerika Serikat, Steven A. Beebe dan Susan J. Beebe (2001: 221-222) membagi konflik menjadi dua kategori besar yaitu, konflik konstruktif dan konflik destruktif.

(38)

commit to user

dalam membangun dan mengatasi perbedaan yang ada. Di lain pihak, konflik destruktif merupakan bentuk konflik yang memiliki sifat merusak dan memperbesar perbedaan yang ada, sehingga pada akhirnya cenderung tidak bisa diperbaiki. Klasifikasi konflik yang diberikan Beebe dan Beebe tampaknya lebih cenderung menggambarkan konflik dari pengaruhnya mengatasi perbedaan dan sifat yang melekat pada perselisihan tersebut. Hal itu tampaknya membuat penjelasan Beebe dan Beebe tampaknya sudah cukup mewakili pembagian konflik oleh ilmu komunikasi secara umum.

Selain itu, Judith N. Martin dan Thomas K. Nakayama, dua orang pakar komunikasi dari Universitas Arizona, ikut serta mengklasifikasikan konflik berdasarkan ilmu komunikasi. Meskipun secara umum klasifikasi dari Martin dan Nakayama berbeda dengan klasifikasi yang diberikan Beebe dan Beebe, namun pada hakekatnya tetap tidak memiliki perbedaan yang berarti. Martin dan Nakayama (2003: 381-382) membagi konflik menjadi lima kategori besar. Pertama, konflik afektif merupakan konflik yang terjadi tatkala individu menyadari bahwa emosi dan perasaannya menjadi tidak sesuai dengan milik orang lain. Kedua, konflik kepentingan merupakan bentuk konflik yang menggambarkan situasi orang yang sedang mengejar tujuan-tujuan yang sama dengan cara-cara yang sangat bertentangan, sehingga memunculkan ketegangan.

Ketiga, konflik nilai merupakan tipe konflik yang relatif serius karena melibatkan orang-orang yang berbeda secara ideologis terhadap isu-isu tertentu. Keempat, konflik kognitif menggambarkan situasi yang melibatkan dua orang yang memiliki persepsi dan proses yang tidak sebangun. Kelima, konflik tujuan

(39)

commit to user

relatif luas tentang bagaimana ilmu komunikasi membagi konflik dalam beberapa bagian tertentu berdasarkan tujuan dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Hal itu membuat ilmu komunikasi tampaknya setara dengan ilmu sosial yang lain dalam menjelaskan klasifikasi konflik.

Paparan lebih lanjut tentang tipe-tipe konflik muncul dari pendapat Steven A. Beebe dan John T. Masterson. Penjelasan Beebe dan Masterson rupanya didasarkan pada keterangan yang diberikan ilmuwan komunikasi lain, bernama Gerald Miller dan Mark Steinberg. Miller dan Steinberg membagi konflik menjadi tiga tipe utama, yaitu: konflik semu (pseudo-conflict), konflik sederhana (simple conflict), dan konflik ego (ego conflict). Ketiga konflik tersebut rupanya diidentifikasi pada bentuk-bentuk kelompok kecil (dalam Beebe dan Masterson, 2003: 260-264).

(40)

commit to user

Keadaan seperti ini berkaitan langsung dengan emosi dan rasa pertahanan dalam diri individu karena bentuk pertahanan orang lain.

Pendapat yang dikutip oleh Beebe dan Masterson (2003) tentang pembagian konflik merupakan bentuk klasifikasi yang secara garis besar bertumpu pada komunikasi yang melingkupi konflik tersebut. Perhatikan paparan Beebe dan Masterson tentang konflik semu, yang lebih banyak mengacu pada aspek komunikasi yang melingkupi konflik tersebut. Dengan demikian, Beebe dan Masterson (2003) lebih banyak melihat konflik melalui aspek komunikasi.

Penjelasan tentang klasifikasi jenis konflik atau pembagian konflik membawa sebuah implikasi tentang pokok kajian baru tentang sifat-sifat konflik yang masih berkaitan dengan pembagian jenis konflik. Ronald B. Adler dan George Rodman memberikan pandangan mereka tentang sifat-sifat konflik secara umum. Penjelasan dua pakar komunikasi tersebut rasanya cukup mewakili pandangan ilmu komunikasi dalam membahas sifat-sifat konflik. Adler dan Rodman (2006: 236-237) membagi sifat konflik menjadi empat sifat umum. Pertama, ekspresi perjuangan

merupakan bentuk ekspresi kebencian yang diberikan oleh seseorang karena orang lain melakukan sesuatu yang tidak sepantasnya. Kedua, merasakan ketidakcocokan tujuan merupakan sifat konflik yang muncul karena ada pihak-pihak tertentu yang merasakan munculnya ketidaksesuaian tujuan dengan bentuk tujuan pihak lain, sehingga pada beberapa kasus tidak ada bentuk penyelesaian yang tersedia. Ketiga,

merasakan hadiah yang sangat langka merupakan bentuk sifat konflik yang membuat pihak-pihak yang terlibat merasakan adanya hadiah yang akan mereka dapatkan jika memenangkan konflik tersebut. Keempat, saling ketergantungan

(41)

commit to user

dijelaskan Adler dan Rodman (2006) sebenarnya merupakan sifat umum yang biasanya ditemukan dalam hampir semua konflik di semua ranah sosial.

Perhatian tentang sifat dan karakteristik konflik juga diberikan oleh Miall. Karakteristik konflik yang diajukan oleh Miall digunakan oleh Celina Del Felice, dari Universitas Radboud, untuk mengamati dan menerangkan konflik yang terjadi di Argentina. Secara umum Miall (2004) membagi karaketeristik konflik menjadi tiga sifat yang spesifik (dalam Del Felice 2008: 76). Pertama, konflik biasanya bersifat asimetris terutama yang berhubungan dengan kekuatan dan status. Kedua, bentuk-bentuk konflik yang ada biasanya diperpanjang, sehingga digambarkan dalam bentuk-bentuk siklus atau lonceng. Ketiga, bentuk-bentuk konflik yang diperpanjang biasanya mengganggu sisi kemasyarakatan secara lokal dan global. Tiga karakteristik konflik yang dikembangkan oleh Miall dan dijabarkan oleh Del Felice (2008) seakan membuka kenyataan bahwa memang pada pada beberapa kasus ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mengulur-ulur waktu penyelesaian konflik dengan kepentingan tertentu. Selain itu, Miall rupanya juga mengajukan pendapat tentang karakteristik konflik yang agak serupa dengan pendapat Adler dan Rodman bahwa konflik memiliki sifat dasar yang berhubungan dengan ‗ketidaksesuaian‘.

(42)

commit to user

pandangan tentang konflik sebagai bentuk interaksi sosial dan komunikasi yang terjadi dalam masyarakat.

c.

Teori-teori yang Digunakan

Pembahasan tentang teori-teori konflik tampaknya tidak dapat dipisahkan dari semua kajian tentang konflik. Keberadaan teori-teori konflik pada bagian ini sebenarnya hanya digunakan layaknya sekop untuk menggali pemahaman dan alat untuk menganalisis fenomena tertentu, termasuk konflik. Karena itu, bagian pembahasan tentang teori konflik merupakan bagian yang relatif penting untuk memberikan gambaran, pandangan, dan analisis terhadap semua peritiwa yang ada. Karena itu pandangan tentang konflik kelompok atau konflik antarkelompok setidaknya harus dibahas melalui teori dari berbagai perspektif ilmu, seperti psikologi, komunikasi, dan mungkin juga sosiologi, agar mendapatkan pandangan yang lebih dalam dan komprehensif.

(43)

commit to user

pihak pertama. Kondisi tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya konflik.

Teori lain yang mungkin dapat digunakan untuk menjelaskan konflik yang terjadi antara warga bantaran dan pemerintah kota ialah Teori Ketergantungan (Interdependence Theory) yang dikembangkan oleh Thibaut dan Kelley (1959). Teori tersebut tampaknya bisa digunakan untuk menganalisis situasi eskalasi konflik tersebut. Secara umum Teori Ketergantungan menjelaskan bahwa individu bisa membuat penilaian terhadap suatu hubungan dengan individu lain berdasarkan dua kondisi tertentu. Pertama, ada derajat kepercayaan terentu yang seharusnya diberikan kepada yang berhak, dari seorang teman atau mitra dekatnya. Kedua, derajat kepercayaan yang diberikan oleh teman atau mitra dekat harus menghasilkan sesuatu yang melampaui semua hal yang dapat diberikan orang lain (Simpson, Fletcher, dan Campbell, 2003: 87). Jika kita masukkan semua fakta tentang konflik dan eskalasinya ke dalam Teori Ketergantungan maka akan dihasilkan suatu bentuk keterikatan antara semua fakta atau konstruk yang ada.

(44)

commit to user

dan kawan-kawan (2001) tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan yang dijelaskan dalam teori ketergantungan pada dasarnya memiliki kemampuan untuk terlibat dalam semua aspek interpersonal termasuk dalam konflik. Dengan demikian, penjelasan Rusbult dan koleganya (2001) tampaknya membenarkan semua asumsi dasar yang menyusun Teori Ketergantungan.

Selain Teori Ketergantungan yang dijelaskan di atas, Teori Hubungan Dialektik (Dialectics Theory of Relationship) mungkin dapat menjadi batu pijakan selanjutnya untuk membahas permasalahan tentang konflik kelompok dan konflik antarkelompok. Teori Hubungan Dialektik dikembangkan oleh tiga serangkai Leslie Baxter, Barbara Montgomery, dan Dawn Braithwaite. Secara umum teori teori ini terfokus pada bentuk-bentuk manajemen kerenggangan yang biasanya muncul pada hubungan antarmanusia sehari-hari. Dengan demikian teori ini berasumsi bahwa hubungan sebenarnya tidak bergerak dalam garis lurus semata namun bergerak berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang ada, sehingga membuat munculnya bentuk-bentuk kontradiksi yang mendasar pada bentuk hubungan tertentu, komunikasi berusaha mengurangi bentuk kontradiksi tersebut (Norwood dan Duck, 2009: 318; Littlejohn dan Foss, 2005).

(45)

commit to user

menyebutkan konflik, namun ia sendiri tidak memungkiri bahwa setiap hubungan antarmanusia yang bersifat dinamis berkembang selalu diiringi dengan bentuk-bentuk ketegangan. Sedangkan ketegangan dalam hubungan antarmanusia biasanya menjadi salah satu faktor pencetus konflik yang paling umum. Dengan demikian, Teori Hubungan Dialektik dapat diklasifikasikan sebagai teori yang, secara tidak langsung, membahas konflik dan penyelesaian konflik antarmanusia.

Ada suatu teori yang menjelaskan hubungan dan perilaku suatu kelompok yang setidaknya bisa digunakan untuk memehami karakteristik kelompok dalam suatu konflik, dikenal dengan nama Teori Identitas Sosial (Social Identity Theory—

SIT). SIT pertama kali dikembangkan oleh H. Tjafel dan J.C. Turner. Secara umum SIT berasumsi bahwa proses ketegoriasasi tidak bisa diambil alih secara semena-mena, tapi harus digunakan sebagai referensi diri, meningkatan persamaan dengan semua anggota kelompok serta menguatkan perbedaan antara diri sendiri dengan semua anggota di luar kelompok demi meningkatkan perberdaan (Gallois, et al. 2005: 233). Secara mudah SIT sebenarnya merupakan teori organisasional, dari disiplin ilmu psikologi sosial, yang membahas dan menjelaskan bahwa semua anggota dalam suatu organisasi selalu mencari persamaan diri sedangkan mereka selalu mencari perbedaan dengan anggota di luar kelompok mereka.

(46)

commit to user

menguatkan perbedaan yang biasanya menjadi penyebab utama konflik antarkelompok.

Selain semua teori di atas, ada teori yang dapat digunakan untuk membahas konflik, yang disumbangkan oleh disiplin ilmu sosiologi, yaitu Teori Ketegangan (Strain Theory). Teori Ketegangan, sebenarnya merupakan salah satu bentuk teori struktural yang disusun dari beberapa teori khusus namun bergerak secara sinergis. Teori tersebut tersusun oleh Teori Anomi (Anomie Theory) yang dikembangkan Robert K. Merton; Teori Subkultur Penyimpangan (Subculture Delinquent Theory) dari Albert K. Cohen; dan Teori Kesempatan (Opportunity Theory) yang diajukan oleh Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin (dalam Bartollas, 2007: 429). Meskipun tersusun dari tiga teori besar, Teori Ketegangan pada dasarnya tidak berbeda dengan teori-teori yang lain. Teori Ketegangan (Strain Theory) berasumsi bahwa ketegangan sosial muncul karena desakan dan tekanan lingkungan sekitar terhadap diri pihak tertentu sehingga memunculkan beragam bentuk penyimpangan demi mendapatkan tujuan tertentu atau sesuatu yang dianggap lebih baik. Merton (1957), Cohen (1955), Cloward dan Ohlin (1960), secara terpisah menemukan beragam bentuk tekanan pada satu kelas sosial yang dengan penyebab yang berbeda-beda namun dengan hasil akhir yang sama, yaitu ketegangan sosial yang dapat menyebabkan konflik dan penyimpangan perilaku individu (dalam Bartollas, 2007: 429).

(47)

commit to user

tampaknya masih relevan untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman tentang konflik secara struktural. Dengan demikian, Teori Ketegangan dapat bergerak secara sinergis dengan teori-teori lain atau setidaknya saling mendukung.

Pada akhirnya semua penjelasan dalam tinjauan pustaka ini memberikan suatu pemahaman bahwa konflik hanyalah suatu proses sosial yang membawa individu atau masyarakat menuju bentuk-bentuk perubahan dan transformasi. Konflik bukanlah sesuatu yang berlangsung selamanya tanpa penyelesaian, namun merupakan sebuah proses yang bisa diselesaikan, meskipun pada hakekatnya konflik selalu melekat dalam diri individu atau masyarakat. Komunikasi tampaknya menjadi bagian yang menghubungkan pihak-pihak tertentu dalam konflik sekaligus memungkinkan semua pihak dapat saling memahami, bertukar pikiran, dan saling memberikan pandangan masing-masing demi mencapai kesepakatan dan pemahaman bersama. Sederhananya, konflik tidak dapat dipisahkan dari komunikasi, karena konflik merupakan bentuk interaksi sosial yang menuntut adanya penyampaian ide, gagasan, dan pandangan semua pihak yang terlibat. Sehingga konflik dan penyelesaiannya tidak bisa dipisahkan dari peranan komunikasi.

2.

Kelompok Masyarakat, Komunikasi, dan Konflik

(48)

commit to user

komunikasi dalam masyarakat tampaknya harus melibatkan kajian tentang kelompok sosial dan aspek komunikasi kelompok yang ada di dalamnya.

Penjelasan paling awal tentang konsep kelompok sosial diberikan oleh J. Kevin Barge. Ia menjelaskan bahwa kelompok sosial diikat oleh aspek komunikasi antar anggota untuk menopang efektivitas hubungan dan kolaborasi antara anggota (Barge, 2009: 340). Paparan tersebut menujukkan bahwa komunikasi dalam kelompok dan forum menjadi bagian paling penting untuk menjaga keterikatan antaranggota. Dengan begitu, komunikasi yang baik antara anggota kelompok sosial bisa membuat kelompok sosial atau forum komunikasi menjadi semakin baik dan solid. Lebih lanjut Barge menjelaskan kelompok seharusnya bisa menciptakan pemahaman bersama dan persetujuan tentang tujuan kelompok dan semua hal yang akan dilakukan (Barge, 2009: 342). Bagi Barge, penciptaan keputusan bersama hanya bisa terjadi dan dilakukan apabila ada komunikasi yang baik dan hubungan yang baik antar anggota kelompok tersebut.

(49)

commit to user

Sementara itu pandangan tentang komunikasi kelompok dalam suatu forum sosial diberikan oleh M. Afzalur Rahim. Rahim menjelaskan bahwa komunikasi dalam kelompok, atau tepatnya komunikasi antarkelompok, biasanya dihambat oleh prosedur dan aturan yang berlaku (Rahim, 2001: 166). Pernyataan Rahim menunjukkan bahwa komunikasi antarkelompok sebenarnya memegang peranan penting bagi kelompok tersebut untuk mencapai tujuannya, namun keberadaan aturan dan prosedur di luar kelompok tersebut biasanya menghambat proses komunikasi antarkelompok tersebut. Dengan begitu, kemungkinan besar, konflik antarkelompok disebabkan oleh terhambatnya proses komunikasi antarkelompok tersebut.

Di sisi lain, Buzzanell dan Dohrman mengatakan komunikasi pada dasarnya bisa menguatkan hubungan sekaligus membangun hubungan dan masa depan organisasi, serta mengembangkan jaringan dan wilayah kerja (Buzzanell dan Dohrman, 2009: 338). Perhatikan penjelasan dua pakar tersebut yang mengatakan komunikasi bisa menguatkan hubungan dan masa depan organisasi. Hal itu menujukkan bahwa komunikasi memegang peranan besar bagi semua bentuk hubungan dalam organisasi atau kelompok masyarakat, atau mungkin juga forum masyarakat serta menjalin hubungan di luar organisasi.

(50)

commit to user

komunikasi di dalamnya. Buzzanell dan Dorhman (2009) pada dasarnya hanya menjelaskan sesuatu yang berkaitan dengan bentuk ketergantungan dan interaksi dalam organisasi seperti yang telah dijelaskan Rahim.

Hal itu membuat keberadaaan forum atau kelompok masyarakat secara langsung berhubungan dengan bentuk komunikasi yang berada di dalam kelompok tersebut hingga komunikasi ke luar kelompok tersebut. Ikatan komunikasi tersebut secara langsung mungkin bisa mengikat semua anggota kelompok atau forum tersebut untuk bersama-sama bergerak dan mewujudkan tujuan mereka. Dengan demikian, hambatan terhadap proses komunikasi intrakelompok dan proses komunikasi antarkelompok bisa menghasilkan bentuk-bentuk tekanan dan gesekan hingga mungkin menghasilkan bentuk-bentuk perselisihan tertentu. Gesekan dan tekanan dan beragam bentuk perselisihan antarkelompok pada dasarnya masih berkaitan dengan komunikasi kelompok tersebut dengan kelompok yang lain secara interpersonal.

(51)

commit to user

lingkungan sosialnya secara langsung. Keterangan Jessup dan Rogerson (2004) tersebut pada dasarnya mendukung penjelasan yang diberikan oleh Adler dan Rodman (2006).

Secara garis besar, Adler dan Rodman berpandangan bahwa komunikasi interpersonal bisa melibatkan banyak nilai-nilai sosial yang berhubungan dengan kualitas komunikasi interpersonal tersebut, atau lebih dikenal dengan komunikasi interpersonal kualitatif (Adler dan Rodman, 2006: 189). Lebih lanjut kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa komunikasi interpersonal kualitatif bersifat labil karena perubahan bentuk dan hubungan sosial yang terjadi secara konstan (Adler dan Rodman, 2006: 197). Keterangan tersebut pada dasarnya merupakan penegasan bahwa komunikasi interpersonal memang menghubungkan individu dengan lingkungan sosial yang dinamis, hingga mampu memberikan pengaruh terhadap bentuk dan kualitas komunikasi dan hubungan interpersonal pihak-pihak tertentu. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa konflik, dan mungkin juga konflik antar kelompok, masih berhubungan dengan bentuk-bentuk dinamika hubungan antara pihak-pihak tertentu.

(52)

commit to user

tersebut menjadi suatu bukti jelas bahwa komunikasi interpersonal menjadi dasar semua bentuk hubungan konflik yang dikenal secara umum.

Dengan demikian, secara umum suatu kelompok sosial atau forum masyarakat mengusung fungsi-fungsi tertentu, yaitu fungsi untuk memberikan kekuatan, penyelesaian masalah, dan fungsi memberikan kenyamanan. Fungsi-fungsi tersebut memang sebenarnya tidak terjadi begitu saja dan muncul secara tiba-tiba, namun ada semacam sesuatu yang berperan melahirkannya. Beberapa pakar, seperti Barge (2009), Keyton dan Stallworth (2003), secara tidak langsung menjelaskan bahwa komunikasi berada di belakang semua bentuk kelompok sosial, dan forum masyarakat. Hal itu juga membuktikan bahwa komunikasi berperan penting menjaga dan merawat semua bentuk keterikatan yang ada di semua kelompok sosial atau forum masyarakat. Fungsi-fungsi pada kelompok sosial atau forum masyarakat pada akhirnya memberikan petunjuk awal tentang komunikasi kelompok dan penyelesaian konflik.

a.

Komunikasi dan Konflik Antarkelompok

(53)

commit to user

komunikasi interpersonal (Littlejohn dan Foss, 2005: 11). Karena itu konsep komunikasi kelompok rupanya berimplikasi terhadap ketergantungan antarindividu yang menyusun kelompok tersebut.

Seperti yang dijelaskan oleh Keyton dan Stallworth (2003) bahwa komunikasi menjadi faktor pengikat paling penting dalam suatu kelompok. Hal itu menunjukkan bahwa komunikasi tidak hanya bertugas sebagai faktor pengikat semata, tapi juga berperan penting dalam interaksi sosial dalam konflik antarkelompok. Kenyataan tersebut didukung pandangan Ronald J. Fisher. Ia berpandangan bahwa konflik yang terjadi pada suatu kelompok tertentu tidak hanya bisa disebabkan oleh komunikasi dan interaksi yang terkait dengan hubungan antarkelompok, tapi juga berdasarkan perbedaan yang terjadi dalam hubungannya dengan kelompok lain, terutama berhubungan dengan kekuatan sosial hingga bentuk-bentuk ketidakcocokan (Fisher, 2006: 177). Secara sederhana, meskipun Fisher tidak menyebutkan bahwa komunikasi menjadi faktor utama penyebab ketegangan antar kelompok, namun ia sendiri tidak menampik bahwa komunikasi tetap memegang peranan dalam konflik kelompok.

(54)

commit to user

menjadi sifat-sifat bagaikan satu individu tunggal. Charles S. Berger menyatakan bahwa sebenarnya komunikasi dan beragam tujuannya berada dalam wilayah interaksi sosial yang terbentang dalam rutinitas yang unik, yang semakin besar sepanjang waktu. Sebagai bentuk interaksi sosial maka semua pihak yang terlibat di dalamnya dapat merasakan hubungan serta pengalaman yang positif dan negatif (Berger, 2003: 257).

Bentuk interaksi sosial yang dijelaskan Berger pada dasarnya dapat digunakan untuk menjelaskan bentuk komunikasi antarkelompok termasuk bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalamnya. Karena Berger memfokuskan pokok bahasannya pada sisi interaksi sosial, maka komunikasi yang menjadi perhatian Berger tentu terpusat pada aspek ‗bagaimana komunikasi berguna sebagai media interaksi sosial‘. hal itu juga membawa implikasi bahwa komunikasi dalam bentuk komunikasi kelompok dalam proses antarkelompok berfungsi juga sebagai sarana interaksi sosial seperti yang dijelaskan Berger. Perhatikan keterangan Berger bahwa komunikasi dalam interaksi sosial berfungsi membentuk pengalaman positif dan negatif. Secara sederhana paparan tentang pengalaman positif dan negatif, yang diberikan Berger, sedikit banyak pasti berkaitan dengan aspek konflik yang terjadi dalam hubungan antarkelompok.

(55)

commit to user

kelompok dan hubungannya dengan kelompok yang lain merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang penting bagi semua anggota yang tergabung dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut Gallois menjelaskan bahwa komunikasi antarkelompok kemungkinan besar pasti berkaitan dengan bentuk komunikasi antarbudaya, karena tiap kelompok memiliki bentuk budaya yang berbeda (Gallois et al, 2005: 239-240). Dengan demikian, pendapat yang diberikan Gallois dan koleganya lebih banyak memandang bahwa bentuk komunikasi kelompok, terutama dalam aspek komunikasi antarkelompok, lebih banyak berhubungan dengan interaksi antarbudaya.

Beragam pandangan yang diberikan oleh para ilmuwan komunikasi memberikan suatu indikasi bahwa komunikasi memegang peran penting dalam menghubungkan dan menjadi sarana utama dalam proses interaksi sosial. Selain itu pengaruh komunikasi yang demikian kuat dalam semua aspek interaksi sosial membuat hubungan antarkelompok tidak hanya sebatas interaksi sederhana, tapi juga menjadi bentuk interaksi antarbudaya yang berbeda. Kenyataan seperti itu menujukkan bahwa komunikasi tampaknya menjadi jiwa dalam semua bentuk interaksi sosial yang dilakukan suatu kelompok tertentu dengan kelompok lain.

(56)

commit to user

Pembuatan keputusan sebenarnya merupakan istilah yang lebih banyak menguatkan proses kesimpulan dari semua pilihan yang ada. Hal itu membuat pembuatan keputusan menjadi salah satu bagian dari proses diskusi dan musyawarah (Klumpp, 2009: 202). Pendapat yang diberikan Klumpp menujukkan bahwa pembuatan keputusan berhubungan dengan kelompok dan proses komunikasi yang terfokus pada satu tujuan tertentu. Karena itu pandangan yang diberikan Klumpp tentang pembuatan keputusan tampaknya men

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi tentang Persyaratan

Desain Eksperimen adalah suatu prosedur atau langkah-langkah lengkap yang perlu diambil sebelum eskperimen dilakukan agar data yang diperlukan dapat diperoleh, sehingga analisis

Biaya perolehan awal hak atas properti yang dikuasai dengan cara sewa dan diklasifikasikan sebagai properti investasi yang dicatat sebagai sewa pembiayaan seperti

Cairan hidrolik harus memiliki kekentalan yang cukup agar dapat Cairan hidrolik harus memiliki kekentalan yang cukup agar dapat memenuhi fungsinya sebagai

Panel juri independen Danamon Award 2008 terdiri dari para individu terkenal dengan latar belakang yang beragam, yaitu; Ade Suwargo Mulyo, Senior Project Manager

Alinea 4: Perjelas pertanyaan penilitian artikel ini: Pedoman/petunjuk manakah yg dapat diberi kepada jemaat masa kini untuk memilihara pergaulan dgn Tuhan melalui doa.. Alinea

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro berupaya untuk menjadikan Desa Duwel Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro sebagai sentra bawang merah, karena iklim dan letak geografis

Setelah dilakukan pengendalian secara mekanik terjadi penurunan populasi dan secara berangsur-angsur hama penggerek batang padi merah jambu musnah, sehingga