• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penilaian Per Indikator Pada Domain Teknis Penangkapan Ikan

Gambaran mengenai indikator-indikator yang termasuk dalam domain teknis penangkapan ikan berdasarkan hasil analisis EAFM ditampilkan dalam Tabel di bawah ini.

Tabel 8. Analisis Komposit Domain Teknis Penangkapan Ikan

INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULA

N KRITERIA SKOR

BOBOT (%) NILAI

1. Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal

Penggunaan alat dan metode

penangkapan yang merusak dan atau tidak sesuai peraturan yang berlaku. Laporan hasil pengawas perikanan, survey 1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun ;

2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun ;

3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun

1 30 30

2. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan.

Penggunaan alat tangkap dan alat bantu yang menimbulkan dampak negatif terhadap SDI Sampling ukuruan ikan target/ikan dominan.

1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm ;

2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm

3 = <25% ukuran target spesies < Lm 3 25 75 3. Fishing capacity dan Effort Besarnya kapasitas dan aktivitas penangkapan Interview, survey, logbook 1 = R kecil dari 1; 2 = R sama dengan 1; 3 = R besar dari 1 1 15 15 4. Selektivitas

penangkapan Aktivitas penangkapan yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragaman hasil tangkapan Statistik Perikanan Tangkap, logbook, survey 1 = rendah (> 75%) ; 2 = sedang (50-75%) ; 3 = tinggi (kurang dari 50%) penggunaan alat tangkap yang tidak selektif)

3 15 45

5. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal

penangkapan ikan dengan dokumen legal

Sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal Survey/monito ring fungsi, ukuran dan jumlah kapal.

1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal);

3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal

1 10 10 6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Kualifikasi kecakapan awak kapal perikanan. Sampling kepemilikan sertifikat 1 = Kepemilikan sertifikat <50%; 2 = Kepemilikan sertifikat 50-75%; 3 = Kepemilikan sertifikat >75% 1 5 5 Agregat 180

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 41

4.1.3.1 Indikator Metode Penangkapan Ikan yang bersifat destruktif dan/atau ilegal

Indikator metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan/atau illegal dengan bobot terbesar dalam domain teknik penangkapan. Hal ini dikarenakan penangkapan ikan yang merusak dan atau ilegal merupakan ancaman yang paling besar bagi kelestarian

ekosistem pesisir dan laut di Indonesia, terutama ekosistem terumbu karang. Dampak dari praktek-praktek penangkapan ikan yang destruktif dan atau ilegal tersebut, kini mulai dirasakan oleh masyarakat nelayan, khususnya untuk nelayan perikanan karang,

yang semakin sulit untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan.

Secara definisi metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif atau merusak adalah cara menangkap ikan yang dapat menimbulkan kerusakan secara langsung, baik terhadap habitat (tempat hidup dan berkembang biak) ikan maupun terhadap sumber daya ikan itu sendiri. Sementara, yang dimaksud dengan metode penangkapan ikan yang ilegal adalah cara menangkap ikan yang melanggar atau bertentangan dengan ketentuan peraturan yang berlaku, baik ditingkat lokal, nasional, regional maupun internasional (Modul EAFM, 2012).

Kriteria penilaian baik atau buruknya indikator metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem di suatu perairan, adalah dengan melihat jumlah kasus pelanggaran yang terjadi dalam penggunaan metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal tersebut. Dengan demikian, unit yang digunakan untuk indikator ini adalah jumlah kasus pelanggaran.

Berdasarkan pengumpulan data terhadap responden dan logbook penangkapan ikan didesa Lamakera, teknik penangkapan dengan cara merusak terjadi pelanggaran kasus > 10 kasus pertahun, dan hal ini terjadi sejak tahun 1996

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 42 hingga saat ini. Analisa data penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata 20-30 kasus per tahun untuk aktivitas pemanfaatan yang merusak lingkungan, dimana 62,35% responden menyebut bom ikan sebagai penyebab terbesar dengan lokasi: Lamantaun, Pulau Mas, Pulau Meko, Arang, Watotena, perairan Laut Sawu, perairan Desa Boleng, Solor, Tanjung Bunga, Waimana, perairan Lamakera, Laut Flores, Selat Solor, dan perairan Pantai Selatan, 1,18% akibat potasium, dan 4,71% pengambilan karang. Kondisi kesehatan karang yang sudah teridentifikasi pada indikator sebelumnya, berada pada kondisi buruk-sedang (< 50%), dengan rata-rata 21% yang tersisa masih dalam kondisi sehat, jika hal ini terus dibiarkan perikanan demersal kedepannya akan collapse, dan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap perikanan pelagis.

Menurut hasil

wawancara pada Survey Percetion Monitoring di 44 desa pesisir pada tahun 2010 oleh DKP Kabupaten Flores Timur bersama WWF 90,47% atau 1073 responden menyatakan sudah memahami dan tidak

mengijinkan adanya aktivitas penangkapan yang merusak. Namun upaya dalam meminimalisir aktivitas merusak masih belum efisien. Adanya dukungan pasar yang selalu membeli produk hasil bom pada perikanan demersal dan pelagis turut memicu keberadaan aktivitas merusak ini.

Perlu adanya upaya bersama dari berbagai pihak untuk bersama meminimalisir aktivitas penangkapan merusak ini. Salah satu media sosialisasi yang efektif diketahui adalah melalui media tv (televisi) yang setiap hari lebih dominan diminati dibandingkan dengan membaca majalah/koran dan mendengar radio setiap harinya. Televisi sebagai media informasi yang ditonton setiap hari diminati responden sebanyak 53.29% (632 orang). Kegemaran responden dalam membaca majalah/koran dan mendengar radio setiap harinya berturut-turut sebanyak 7.25% (86 orang) dan 13.91% (165 orang) (WWF, 2012).

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 43 Pengawasan dan jalur informasi yang efektif perlu dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari masyarakat, pengusaha, pemerintah hingga aparat penegak hukum. Pencabutan izin usaha bagi pengusaha yang membeli produk tidak ramah lingkungan, pembinaan terhadap papaplele atau pembeli ditingkat pasar dapat dilakukan sebagai salah satu solusi megurangi permintaan pasar terhadap produk yang tidak ramah lingkungan.

4.1.3.2 Indikator Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan

Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan didefinisikan sebagai penggunaan alat tangkap dan dan alat bantu yang tidak sesuai dengan peraturan yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sumber daya ikan. Penentuan indikator ini dilakukan karena modifikasi alat tangkap dan alat bantu yang tidak sesuai dengan peraturan akan memberikan dampak langsung terhadap kelestarian sumber daya ikan. Umumnya alat tangkap yang dimodifikasi tanpa memperhatikan peraturan atau panduan yang telah ditetapkan pemerintah akan berpotensi mengancam kelestarian sumber daya ikan. Sebagai contoh: penggunaan rumpon yang berlebihan dengan jarak yang sangat berdekatan. Hal tersebut, tentu akan mengganggu pola ruaya atau migrasi ikan, sehingga siklus hidup sumber daya ikan akan terhalangi atau terpotong, yang pada akhirnya menyebabkan sumber daya ikan akan menipis (depletion) dan bahkan bisa habis atau punah

Berdasarkan pengumpulan data dikabupaten Flores Timur diindentifikasi modifikasi alat tangkap diberikan status baik. Hal ini ditunjukan dengan < 25% alat tangkap yang dimodifikasi mendapatkan hasil tangkapan dibawah ukuran dewasa. Data ukuran ikan target yang dominan tertangkap rata-rata berukuran layak tangkap, hanya dalam jumlah sedikit ikan pelagis besar (tongkol dan tuna) yang sering tertangkap dengan ukuran dibawah normal (belum matang gonad). Untuk jenis alat tangkap dan alat bantu yang dimodifikasi, data penelitian menunjukkan bahwa hanya 2,35% nelayan yang melakukan modifikasi alat tangkap jarring insang yang dibuat semakin besar.

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 44 Adapun berdasarkan alat tangkap yang digunakan responden yang mencakup perikanan demersal dan pelagis di kabupaten Flores Timur, secara keseluruhan terdapat 40 jenis ikan yang umum ditangkap yaitu Banyar, Bawo, Beduk, Biji Nangka, Cakalang, Gergahing, Hiu, Kakap kuning, Kakap Merah, Keburak, Kembung, Kemera, Kerapu sosis, Kerapu bebek, Kerapu Capan, Kerapu Karet Merah, Kerapu Macan, Kerapu Malabar, Kerapu Sue-sue, Kerapu Sunu, Lamada, Layang, Layar, Mana, Marlin, Matekena, Melus, Pahada, Pari, Selar, Sembe/Lember, Simba, Sura/Motong, Tembang, Teri/Gele, Tongkol, Tuda, Tuna Mata Besar, Tuna Sirip Kuning dan Gurita.

4.1.3.3 Indikator Fishing Capacity

Fishing capacity didefinisikan sebagai jumlah hasil tangkapan ikan

maksimum yang dapat dihasilkan pada periode waktu tertentu (tahun) oleh satu kapal atau armada bila

dioperasikan secara penuh, dimana upaya dan tangkapan tersebut tidak dihalangi oleh berbagai tindakan pengelolaan perikanan yang menghambatnya. Satuan unit yang digunakan untuk fishing capacity adalah ton/tahun.

Fishing capacity menjadi input control dalam manajemen perikanan

tangkap. Input perikanan yang berlebih berpotensi menimbulkan kapasitas yang berlebih (over capacity). Overcapacity yang berlangsung terus menerus akan menyebabkan overfishing, sehingga hal ini tentu saja akan dapat menghambat terwujudnya perikanan yang berkelanjutan dan lestari (Modul EAFM, 2012).

Tujuan penggunaan indikator ini adalah untuk mengetahui tingkat intensitas penangkapan ikan dan perkiraan dampaknya terhadap kelestarian sumber daya ikan di suatu wilayah perairan tertentu. Berdasarkan hasil analisa survey, indikator fishing capacity dan effort diberikan status buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tangkapan per unit usaha (CPUE) mengalami penurunan dalam 4 tahun terakhir, dan berdasarkan interview didapatkan 67,73%

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 45 responden yang menyatakan telah terjadi penurunan hasil tangkapan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2008 - 2012), Sedangkan dari ukuran ikan dalam 5 tahun terakhir 87,64% responden (baik untuk nelayan ikan pelagis kecil/besar dan demersal) yang menyatakan berukuran relatif sama, sementara trip penangkapan cukup besar dengan rata-rata trip per alat tangkap yaitu: jaring insang hanyut/dasar 6-8 jam, pancing 8 jam, purse seine 6-7 jam, long line 10 jam, pole and line 6-7 jam, bagan apung 8 jam, dan lampara 8 jam.

Hal ini menunjukan bahwa aktifitas penangkapan yang dilakukan oleh nelayan demersal dan pelagis cenderung meningkat dengan menambahkan effort dalam penangkapannya, baik melalui lamanya waktu melaut dan frekuensi trip. Penilaian keberhasilan implementasi pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan dapat diindikasikan dengan meningkat atau menurunnya kecenderungan fishing capacity dan effort. Bila kecenderungannya relatif tetap, apalagi menurun, maka pengelolaan perikanannya dapat dianggap berhasil dalam mengendalikan input perikanan, namun sebaliknya, pengelolaan perikanan dianggap belum berhasil, bila kecenderungannya selalu terus meningkat. Oleh karena itu berlebihnya input perikanan (armada penangkapan ikan) berpotensi menimbulkan degradasi sumber daya ikan.

4.1.3.4 Indikator Selektivitas Penangkapan Ikan

Selektivitas penangkapan didefinisikan sebagai aktivitas penangkapan ikan yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragaman hasil tangkapan.Pemilihan indikator ini dilakukan karena selektivitas penangkapan yang rendah akan

memberikan dampak langsung terhadap kelestarian sumber daya ikan. Kriteria penilaian baik atau buruknya indikator selektivitas penangkapan dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem di suatu perairan, adalah dengan menghitung prosentase

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 46 penggunaan alat tangkap yang tergolong tidak atau kurang selektif terhadap jumlah total alat tangkap yang ada di suatu perairan tertentu.

Alat tangkap yang tergolong memiliki selektivitas tinggi antara lain : Pancing; jaring insang; alat pengumpul kerang; jaring angkat (bagan perahu, bagan tancap), pukat cincin (purse seine), perangkap (Sero, Bubu). Sedangkan yang tergolong selektivitas rendah antara lain : Pukat hela (pukat udang, pukat ikan); pukat kantong (lampara, pukat pantai);dan muroami (Modul EAFM, 2012). Indikator selektivitas penangkapan diberikan status baik yaitu alat tangkap yang kurang selektif berada < 50% berdasarkan proporsi alat tangkap yang digunakan oleh responden yang diwawancarai. Analisa prosentase penggunaan alat penangkapan ikan yang tergolong tidak atau kurang selektif (PS') mendapatkan nilai= 18,75%, karena dari total 16 jenis alat tangkap yang digunakan (bagan apung, bubu, jaring insang dasar, jaring insang hanyut, kelong, lampara, long line, panah, pancing dasar, pancing hanyut, pancing tonda, pole and line, pukat hiu, pukat kombong, purse seine, dan tombak) terdapat 3 alat tangkap yang berselektivitas rendah yaitu: lampara, pukat hiu, dan pukat kombong, sedangkan jika menggunakan data statistik perikanan tangkap provinsi NTT tahun 2010. Nilai selektifitas alat tangkap di kabupaten Flores Timur sebesar 17,2% yang juga digolongkan pada kriteria baik.

4.1.3.5 Indikator Kesesuaian Fungsi dan Ukuran Kapal Penangkapan Ikan dengan Dokumen Legal

Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal didefinisikan sebagai perbandingan antara dokumen surat legal yang dimiliki dengan aktivitas nyata dari fungsi dan dimensi ukuran kapal dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Pemilihan indikator ini dilakukan, karena bila antara surat ijin yang dikeluarkan berbeda dengan aktivitas kenyataan yang ada, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai tindakan melanggar aturan atau illegal fishing, dan secara tidak langsung tentunya akan berpotensi mengancam kelestarian sumber daya ikan. Akibat selanjutnya tentu akan sulit atau bahkan tidak akan mungkin mewujudkan perikanan tangkap yang bertanggungjawab (responsible

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 47 Indikator kesesuaian

fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal diberikan status buruk (nilai 10) dengan kriteria >50% responden tidak memiliki kesesuaian fungsi dan ukuran

kapal. Berdasarkan hasil interview 83,8% responden tidak memliki izin, hanya 16,2% saja armada yang memiliki izin. Armada yang memiliki dokumen kesesuai ukuran kapal adalah armada diatas 5GT, sedangkan mayoritas responden merupakan armada dibawah 5 GT, sehingga penilaian indikator ini menjadi rendah. Pemerintah Daerah sebaiknya melakukan pendataan dan pendaftaran setiap armada kecil (<5GT) yang ada dikabupaten Flores Timur, sehingga selain mempermudah analisa kesesuain fungsi dan ukuran kapal, informasi ini dapat digunakan dalam analisa indikator fishing capacity.

4.1.3.6 Indikator Sertifikasi Awak Kapal Perikanan Sesuai dengan Peraturan

Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan dapat didefinisikan sebagai awak kapal perikanan yang telah memenuhi syarat kecakapan tertentu untuk bekerja diatas kapal. Sertifikasi awak kapal dilakukan dengan manfaat untuk penerapan kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab oleh awak kapal perikanan. Tujuan penggunaan indikator ini adalah untuk mengestimasi tingkat prosentase sampel kapal penangkapan ikan yang dioperasikan oleh awak kapal yang bersertifikat sesuai dengan peraturan dan perkiraan penerapan kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab di suatu wilayah perairan tertentu (Modul EAFM, 2012).

Tantangan analisa indikator sertifikasi awak kapal perikanan di kabupaten Flores Timur adalah responden didominasi oleh kapal perikanan dibawah 5 GT dan terdidentifikasi bahwa tidak memiliki sertifikasi awak kapal. karena tidak bisa terukur secara formal, hanya berdasarkan pengalaman saja. Oleh karena itu indikator ini diberikan status buruk. Sebaiknya indikator ini perlu disesuaikan kembali dengan mempertimbangkan armada kecil yang berada diperairan

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 48 kabupaten Flores Timur. Faktor keselamatan pada aktivitas penangkapan (Sea

Safety) di daerah dengan dominasi armada kecil menjadi salah satu indikator yang

perlu dipertimbangkan dalam domain ini.

Gambar 6. Agregat Domain Teknis Penangkapan Ikan

Secara keseluruhan domain teknis penangkapan ikan di Kabupaten Flores Timur diberikan status sedang atau kuning dengan nilai komposit 180 dari nilai total nilai komposit 300. 6 indikator yang diuji/dianalisis terdapat 2 indikator yang berstatus baik yaitu modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan dan selektivitas penangkapan), sedangkan 4 indikator lainnya berstatus buruk.

Tingginya frekuensi destructive fishing merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap rendahnya status domain Teknik penangkapan ikan dan juga berpengaruh negatif terhadap domain lainnya terutama pada domain habitat dan ekosistem. Begitu pula dengan indikator Fishing capacity, berlebihnya kapasitas input perikanan, yakni armada penangkapan ikan yang digunakan untuk menghasilkan hasil tangkapan ikan cenderung meningkat namun tidak diiringi dengan peningkatan hasil tangkapan yang signifikan. Oleh karena itu perlunya kebijakan yang menganut prinsip kehati-hatian dalam upaya penambahan unit armada pada perikanan tertentu baik untuk perikanan demersal maupun pelagis.

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 49

Dokumen terkait