• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penilaian Per Indikator Pada Domain Sosial

Gambaran mengenai indikator-indikator yang termasuk dalam domain sosial berdasarkan hasil analisis EAFM ditampilkan dalam Tabel di bawah ini.

Tabel 9. Analisis Komposit Domain Sosial

INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT (%) NILAI

1. Partisipasi pemangku kepentingan Keterlibatan pemangku kepentingan Recording partisipasi dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari record ini dilakukan setiap tahap dan siklus pengelolaan. 1 = kurang dari 50%; 2 = 50-100%; 3 = 100 % 1 40 40 2. Konflik

perikanan Resources conflict, policy conflict, fishing gear conflict,

konflik antar sector.

Arahan pengumpulan data konflik adalah setiap semester (2 kali setahun) atau sesuai musim (asumsi level of competition berbeda by musim) 1 = lebih dari 5 kali/tahun; 2 = 2-5 kali/tahun; 3 = kurang dari 2 kali/tahun 1 35 35 3. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge) Pemanfaatan pengetahuan lokal yang terkait dengan pengelolaan perikanan

Recording pemanfaatan TEK dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari record ini dilakukan setiap siklus pengelolaan dan dilakukan secara partisipatif

1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak efektif;

3 = ada dan efektif digunakan

1 25 25

Agregat 100

4.1.4.1 Indikator Partisipasi Pemangku Kepentingan

Partisipasi pemangku kepentingan merupakan frekuensi keiikutsertaan pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Jumlah kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang diikuti oleh pemangku kepentingan dihitung kemudian dibandingkan dengan seluruh kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang pernah dilakukan di lokasi yang diteliti. Pengukuran partisipasi pemangku kepentingan ini bertujuan untuk melihat keaktifan pemangku kepentingan dalam seluruh kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Tingkat keaktifan pemangku kepentingan sangat menentukan keberhasilan kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, semakin aktif pemangku

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 50 kepentingan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan, semakin tinggi tingkat keberhasilan pengelolaan sumberdaya ikan (Modul EAFM, 2012).

Data penelitian menunjukkan bahwa hanya 3% responden yang menyatakan adanya keterlibatan dan kesepakatan dalam aktivitas pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, kegiatan dan kesepakatan tersebut antara lain: tetap menjaga kelestarian sumberdaya laut, tukar pikiran sesama nelayan, dan sosialisasi terhadap masyarakat tentang habitat dan lingkungan laut. Status buruk diberikan untuk indikator ini karena dari 100 responden, 97% responden tidak berpartisipasi dan tidak aktif dalam kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kabupaten Flores Timur. Pelibatan masyarakat dalam setiap proses pembangunan mulai dari pembuatan perencanaan, implementasi, pemantauan hingga evaluasi dalam perlu dilakukan, diketahui bahwa salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan adalah melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) baik ditingkat desa hingga kabupaten.

4.1.4.2 Indikator Konflik Perikanan

Konflik perikanan merupakan pertentangan yang terjadi antar nelayan akibat perebutan fishing ground (resources conflict) dan benturan alat tangkap (fishing gear conflict). Konflik perikanan juga dapat terjadi akibat pertentangan kebijakan (policy conflict) pada kawasan yang sama atau pertentangan kegiatan antar sektor. Konflik diukur dengan frekuensi terjadinya konflik sebagai unit indikator. Indikator ini bertujuan untuk melihat potensi kontra produktif dan tumpang

tindih pengelolaan yang berakibat pada kegagalan implementasi

kebijakan pengelolaan

sumberdaya ikan. Semakin tinggi frekuensi konflik perikanan, semakin sulit pengelolaan sumberdaya perikanan. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 51 frekuensi terjadinya konflik diharapkan semakin mudah implementasi pengelolaan sumberdaya perikanan (Modul EAFM, 2012).

Hasil analisis data primer (wawancara nelayan) menyatakan bahwa, konflik wilayah penangkapan terkategori rendah, karena 92% responden menyatakan tidak terjadi konflik perebutan wilayah penangkapan dan hanya 8% menyatakan adanya konflik karena perebutan kepemilikan rumpon dan penggunaan bom ikan. Untuk konflik kategori antar alat tangkap 93% responden menyatakan tidak terjadi konflik yang dimaksud, sementara kategori konflik antar kebijakan atau aturan hanya 6% responden yang menyatakan adanya konflik dikarenakan adanya perebutan lahan penangkapan, dan dari ketiga bentuk konflik tersebut rata-rata frekuensi kurang dari 2 kali dalam setahun. Namun berdasarkan hasil pencatatan tangkapan tuna (logbook) teridentifikasi aktivitas pemboman yang terjadi lebih besar dari 5 kasus per tahun pada musim tuna dan didukung juga dengan informasi dari nelayan Balauring, Kabupaten Lembata yang telah dikumpulkan sebelumnya di lapangan terjadi konflik pemanfaatan sumberdaya ikan di rumpon perairan Balauring antara kapal Pole and Line asal Kabupaten Flores Timur dengan nelayan tuna didesa ini. Oleh karena itu status konflik pada indikator tergolong tinggi atau dalam status buruk.

Konflik perikanan terkait wilayah tangkap antara nelayan Pole and Line pada rumpon nelayan Lembata dan wilayah tangkap perikanan demersal diwilayah Kabupaten Lembata seperti Loang, Tanjung Naga dan Batu Lobang. Tantangan pada perikanan dikabupaten kepulauan terutama pada perikanan pelagis adalah wilayah penangkapan jenis ikan migrasi tidak terpaut dengan wilayah administrasi kabupaten. Oleh karena perlu adanya kesepakatan bersama yang mendukung pengelolaan perikanan dengan kabupaten tetangga. Baik mengatur mengenai pengaturan nelayan, rumpon, pendaratan ikan, investasi sarana pendukung pasca tangkapan, hingga pencatatan hasil tangkapan.

4.1.4.3 Indikator Pemanfaatan Pengetahuan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan

Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan merupakan ukuran dari keberadaan serta keefektifan pengetahuan lokal dalam

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 52 kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Ada tidaknya pengetahuan lokal dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang diikuti oleh efektif tidaknya penerapan pengetahuan lokal dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang pernah dilakukan di lokasi yang diteliti. Tingkat keefektifan penerapan pengetahuan lokal sangat menentukan keberhasilan kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, semakin efektif penerapan pengetahuan lokal dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan, semakin tinggi tingkat keberhasilan pengelolaan sumberdaya ikan

Indikator pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan diberikan status rendah (nilai 25), hal ini dikarenakan dari 98 responden yang diwawancarai 70% responden menyatakan tidak adanya pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan dan 30% responden tidak memberikan jawaban. Kearifan lokal yang telah teridentifkasi adalah adanya prosesi adat dalam perburuan pari manta di desa Motonwutun dan Watobuku, namun kearifan lokal tersebut tidak secara spesifik mengatur penangkapan ikan target. Kajian lebih mendetail di setiap desa pesisir perlu diidentifikasi lebih lanjut, dikarenakan kearifan lokal yang ada pun masih bisa didorongkan untuk mendukung pengeloaan perikanan yang lebih selektif dan tetap mengakomodir nilai-nilai budaya setempat.

Gambar 7. Agregat Domain Sosial

Secara keseluruhan domain sosial di Kabupaten Flores Timur diberikan status buruk dengan nilai komposit 100 dari nilai total komposit 300, karena dari 3 indikator yang diuji/dianalisis semuanya berstatus buruk. Pentingnya meningkatkan pemahaman dan mengefisiensikan pelibatan masyarakat dalam

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 53 setiap pembangunan terutama dalam pengelolaan wilayah laut sangat dibutuhkan, adanya kerjasama diantara Pemerintah Daerah kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Lembata dalam pemanfaatan sumberdaya ikan perlu diperjelas, karena tantangan pada kabupaten kepulauan adalah pemanfaatan perikanan yang sulit dibatasi dalam wilayah administrasi. Perlunya mengidentifikasi kembali kearifan lokal diwilayah pesisir dan mendorong hak ulayat terhadap pemanfaatan wilayah laut yang berkelanjutan perlu menjadi agenda dalam peningkatan perencanaa pemberdayaan masyarakat kedepannya.

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 54

Dokumen terkait