• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

C. Analisis Data

3. Hasil perhitungan korelasi

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik, maka hasil pengujian statistik yang telah dilakukan dengan menggunakan uji Pearson Corelation dan dengan bantuan komputer program SPSS 17,00 for windows, didapat koefisien korelasi (r)=-0,595 sebesar dan ρ=0,00. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan

antara persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik. Perhitungan koefisien korelasi di atas dapat dilihat pada tabel 18 dan pada tabel 19 menunjukan hasil regresi.

Tabel 18. Korelasi Antara Persepsi terhadap Iklim Kelas dan Stres Akademik

Persepsi terhadap

iklim kelas Stres akademik

Persepsi terhadap iklim kelas Pearson Correlation 1 -.595**

Sig. (2-tailed) .000

N 106 106

Stres akademik Pearson Correlation -.595** 1

Sig. (2-tailed) .000

Tabel 19. Hasil Model Summary pada Analisis Regresi

Variabel R R 2 Ρ Keterangan

Persepsi terhadap iklim kelas *stres akademik

.595a .354 0,000 20.372

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pengaruh antara variabel persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik adalah 35,4%.

4. Katagorisasi

Analisis data penelitian dapat dilakukan dengan pengelompokkan yang mengacu pada kriteria katagorisasi. Katagorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor populasi terdistribusi normal. Data penelitian tentang katagorisasi persepsi terhadap iklim kelas seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 20. Deskriptip Data Penelitian Persepsi terhadap Iklim Kelas

Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD persepsi

terhadap iklim kelas

87 172 136,68 16,915 37 185 111 24,667

Berdasarkan tabel diperoleh mean empirik untuk skala persepsi terhadap iklim kelas sebesar 136,68 dengan SD 16,915, sedangkan untuk mean hipotetiknya sebesar 111 dengan SD 24,667. Hasil perbandingan mean empirik dan mean hipotetik menunjukan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik (136,68>111). Hal ini menunjukkan secara umum persepsi terhadap

iklim kelas yang telah diteliti lebih positif dibandingkan dengan populasi yang diasumsikan.

Rangkuman data penelitian tersebut, selanjutnya digunakan untuk mengkatagorisasikan persepsi terhadap iklim kelas pada siswa kelas 1 di kelas internasional SMPN1 Medan dalam tingkatan-tingkatan yang disusun menurut norma tertentu. Subjek dikatagorisasikan menjadi dua katagori yaitu positif dan negatif dengan mempertimbangkan standart eror of measurement untuk mengatasi resiko pembagian persepsi siswa terhadap iklim kelas. Standart eror of measurement akan memberikan kecermatan hasil pengukuran.

Rumusan Standart eror dalam pengukuran persepsi terhadap iklim kelas yaitu: Se=Sx (1-Rxx’)

Keterangan:

Se = standar eror Sx = standar deviasi Rxx` =koefisien reliabilitas

Berdasarkan pengolahan data persepsi terhadap iklim kelas pada siswa kelas 1 di kelas internasional SMPN 1 Medan, dengan bantuan SPSS 17,0 for windows diperoleh Rxx=0,918 dan Sx= 16,915 sehingga standar eror dalam pengukuran ini adalah:

Se=16,915 (1-0,918) =16,915 0,082 = 16,915x0,288 =4,87

Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% berarti sama dengan taraf signifikan 5% atau α = 0,05 sehingga α/2= 0,025, maka diperoleh nilai Z = 1,96

(bersadarkan tabel distribusi normal) dengan begitu fluktuasi skor persepsi terhadap iklim kelas sebesar:

X+( 1,96)(4,87) X+9,5452 X+10 (dibulatkan) maka: - X +10= 137+10=147 - X-10=137-10= 127

Dari perhitungan di atas maka katagorisasi terhadap persepsi iklim kelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 21.Katagorisasi Data Persepsi terhadap Iklim Kelas Variabel Rentang nilai Katagori Frekuensi Persentasi Persepsi terhadap Iklim Kelas X>147 Positif 31 29,25 147<X<127 Tidak terklasifikasi 46 43,39 X<127 Negatif 29 27,36

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 29,25% (31 siswa) subjek penelitian mempunyai persepsi terhadap iklim kelas yang positif. Sebanyak 43,39 (46 siswa) subjek penelitian mempunyai persepsi terhadap iklim kelas yang tidak terklasifikasikan. Sebanyak 27,36% (29 siswa) subjek penelitian mempunyai persepsi terhadap iklim kelas yang negatif.

Selanjutnya data penelitian tentang katagori stres akademik siswa kelas 1 di kelas internasional tertera pada tabel berikut:

Tabel 22.Deskriptip Data Penelitian Stres Akademik

Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD Stres

Akademik

55 192 124,66 25,225 46 230 138 30,667

Berdasarkan tabel diperoleh mean empirik untuk skala stres akademik sebesar 124,66 dengan SD 25,225, sedangkan untuk mean hipotetiknya sebesar 138 dengan SD 30,667. Hasil perbandingan mean empirik dan mean hipotetik menunjukan bahwa mean empirik lebih kecil daripada mean hipotetik (124,66<138). Hal ini menunjukkan secara umum stres akademik yang telah diteliti lebih baik dibandingkan dengan populasi yang diasumsikan.

Rangkuman data penelitian tersebut, selanjutnya digunakan untuk mengkatagorisasikan stres akademik pada siswa kelas 1 di kelas internasional SMPN1 Medan dalam tingkatan-tingkatan yang disusun menurut norma tertentu. Subjek dikatagorisasikan menjadi dua katagori yaitu buruk dan baik dengan mempertimbangkan standart eror of measurement untuk mengatasi resiko pembagian stres akademik. Standart eror of measurement akan memberikan kecermatan hasil pengukuran.

Rumusan Standart eror dalam pengukuran stres akademik yaitu: Se=Sx (1-Rxx’)

Keterangan:

Se = standar eror Sx = standar deviasi Rxx` =koefisien reliabilitas

Berdasarkan pengolahan data stres akademik pada siswa kelas 1 di kelas internasional SMPN 1 Medan, dengan bantuan SPSS 17,0 for windows diperoleh Rxx=0,950 dan Sx= 25,225 sehingga standar eror dalam pengukuran ini adalah:

Se=25,225. (1-0,950) =25,225. 0,05 =25,225.0,223 =5,63

Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% berarti sama dengan taraf signifikan 5% atau α = 0,05 sehingga α/2= 0,025, maka diperoleh nilai Z = 1,96

(bersadarkan tabel distribusi normal) dengan begitu fluktuasi skor persepsi terhadap iklim kelas sebesar:

X+( 1,96)(5,63) X+11,03 X+11 (dibulatkan) maka: - X +11=125+11=136 - X-11=125-11= 114

Dari perhitungan di atas maka katagorisasi terhadap stres akademik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 23. Katagorisasi Data stres akademik

Variabel Rentang nilai Katagori Frekuensi Persentase stres akademik X>136 Buruk 40 37,74% 136<X<114 Tidak terklasifikasi 33 31,13% X<114 Baik 33 31,13%

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 37,74% (40 siswa) subjek penelitian mengalami stres buruk. Sebanyak 31,13% (33 siswa) subjek penelitian mengalami stres yang tidak terklasifikasikan. Sebanyak 31,13% (33 siswa) subjek penelitian mengalami stres buruk.

D. Pembahasan

Koefisien korelasi selalu bergerak antara 0,000 dan +1,000. Koefisien korelasi yang bergerak dari 0,000 sampai +1menunjukkan korelasi yang positif. Korelasi sama dengan +1 artinya kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus) positif. Korelasi sempurna seperti ini mempunyai makna jika nilai X naik, maka Y naik. Koefisien korelasi yang bergerak dari 0,000 sampai -1 menunjukkan korelasi yang negatif. Korelasi sama dengan -1 artinya kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus) negatif. Korelasi sempurna seperti ini mempunyai makna jika nilai X naik, maka Y turun dan jika X turun maka Y naik.

Hasil pengujian korelasi antara persepsi terhadap iklim kelas dan stres akademik menunjukkan bahwa r=-0,595 dengan p= 0,000. Harga p=0,000 memberi arti bahwa H0 ditolak, dan H1 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara stres akademik dengan iklim kelas. Tanda minus pada r menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif. Jika persepsi terhadap iklim kelas positif maka stres akademik yang dialami siswa baik (skor

stres rendah). Sebaliknya jika persepsi terhadap iklim kelas negatif maka stres akademik yang dialami siswa buruk (skor stres tinggi).

Berdasarkan nilai intrepretasi korelasi yang dikemukakan oleh Hadi (2000) maka korelasi 0, 595 menunjukkan korelasi yang agak rendah. Nilai hubungan yang agak rendah ini bukan berarti menyatakan tidak ada hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik. Seperti yang telah dikemukakan di BAB II stres akademik lebih ditekankan pada terlalu banyaknya tugas yang harus dikerjakan siswa, ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum, penundaan, dan standar akademik yang tinggi (Olejnik dan Holschuh (2007). Abouserie dkk. (dalam Misra & McKean, 2000) bahwa siswa melaporkan pengalaman stres akademik diprediksi tiap semester dengan sumber yang lebih besar, dihasilkan dari belajar untuk ujian, kompetisi tingkat, dan harus memahami sejumlah materi dalam jumlah waktu singkat.

Mengacu pada faktor-faktor iklim kelas yang dikemukakan oleh Creemers dan Reezigt (1994), iklim kelas terdiri dari empat faktor yaitu :lingkungan fisik kelas, sistem sosial, kerapian lingkungan kelas, dan harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa. Dua faktor dari iklim kelas tersebut jika dikaitkan dengan definisi stres akademik di atas yang berhubungan dengan stres akademik adalah sistem sosial dan harapan guru. Dua faktor lainnya, lingkungan fisik kelas dan kerapian lingkungan kelas tidak begitu berkaitan.

Sistem sosial yang terjadi di dalam kelas merupakan hasil interaksi antar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Interaksi yang terjadi antar siswa bisa mengakibatkan stres akademik karena adanya kompetisi yang terjadi diantara

siswa, misalnya ranking kelas, pemilihan siswa terbaik dan lain-lain. Interaksi yang terjadi antara siswa dan guru juga mengakibatkan stres bagi siswa, contohnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa.

Harapan guru kepada siswa juga dapat mengakibatkan stres akademik, misalnya guru memberikan PR yang terlalu banyak kepada siswa, guru berpendapat dengan memberikan PR maka siswa akan lebih paham dengan pelajaran, karena dengan adanya PR siswa akan belajar kembali di rumah.

Adanya hubungan antara stress akademik dengan lingkungan belajar diungkapkan oleh Kohn dan Frazer (dalam Harun, 2005) bahwa sumber stres akademik meliputi pekerjaan yang bertumpuk, tugas yang tidak jelas, dan ruang belajar yang tidak nyaman. Agolla dan Ongori (2009) juga mengidentifikasikan stresor akademik dengan banyaknya tugas, kompetisi dengan siswa lain, kegagalan, kekurangan uang, relasi yang kurang antara sesama siswa dan guru, lingkungan yang bising, sistem semester, dan kekurangan sumber belajar.

Stresor akademik yang dikemukakan oleh Agolla dan Ongori (2009) sesuai dengan elemen kelas yang dikemukakan Parson dkk. (2001) yaitu lingkungan fisik kelas (meliputi bangunan sekolah, kelas, serta perlengkapan belajar), lingkungan sosial (meliputi proses interaksi yang terjadi di dalam kelas, baik antara guru dan murid maupun antara siswa dan siswa), dan personal.

Nilai koefisien determinasi (r2) yang diperoleh sebesar 0,354 menunjukkan sumbangan yang diberikan variabel persepsi terhadap iklim kelas untuk menurunkan stres akademik pada siswa, yaitu 35,4%. Sedangkan 64,6% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dikontrol dalam penelitian ini.

Seperti yang dikemukakan oleh Oon (2007) stres akademik diakibatkan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal yang mengakibatkan stres akademik, yaitu pola pikir, kepribadian, dan keyakinan. Faktor eksternal yang mengakibatkan stres akademik, yaitu pelajaran lebih padat, tekanan untuk berprestasi tinggi, dorongan meneliti tanggal sosial, dan orang tua saling tua saling berlomba.

Hasil perbandingan mean empirik dan mean hipotetik persepsi terhadap iklim kelas menunjukan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik (136,68>111). Hal ini menunjukkan secara umum persepsi terhadap iklim kelas yang telah diteliti lebih positif dibandingkan dengan populasi yang diasumsikan. Hasil ini, bertolak belakang dengan fenomena yang ada dilapangan, dimana pada wawancara awal didapat gambaran bahwa siswa-siswi SMPN1 Medan memiliki persepsi negatif terhadap iklim kelasnya, hasil komunikasi personal diawal penelitian mengambarkan guru yang tidak peduli terhadap siswa, adanya kesulitan komunikasi antara siswa dan guru karena penggunaan bahasanya, dan lingkungan fisik kelas yang kurang baik, seperti dinding yang retak dan papan tulis yang sudah rusak.

Akan tetapi jika mengacu kepada bagaimana iklim kelas yang kondusif yang dikemukakan oleh Parson dkk. (2001) yaitu:

1. Lingkungan fisik kelas, harus memenuhi hal-hal berikut:

- visibility, yaitu pengaturan lingkungan fisik kelas sehingga individu-individu (guru dan murid) yang ada di kelas dapat saling melihat aktivitas belajar yang terjadi. Di SMPN 1 Medan guru dan murid dapat melihat

semua aktivitas belajar yang terjadi di dalam kelas. Hal ini karena pengaturan tata letak dan ukuran pelengkapan belajar yang digunakan di dalam kelas sesuai dengan daya pandang siswa dan guru.

- accessibility, yaitu akses yang mudah untuk mencapai semua material belajar. Material-material belajar memiliki tempat-tempatnya masing-masing, sehingga mudah ditemukan. Material pendukung belajar diletakkan di bagian depan kelas, dengan demikian siswa dan guru mudah menggunakannya. Perlengkapan pribadi siswa (seperti loker, dispenser, rak sepatu) terletak di belakang kelas, sehingga apabila siswa memerlukan sesuatu mereka dengan mudah bergerak ke bagian belakang kelas tanpa harus menganggu aktifitas belajar.

- Bebas dari gangguan, penggunaan gorden di dalam kelas internasional SMPN 1 Medan disamping untuk menghindari pencahayan yang dapat menganggu kekontrasan layar OHP, juga dapat berfungsi untuk menghindari stimulus-stimulus dari lingkungan luar yang dapat mempengaruhi perhatian siswa.

2. Lingkungan sosial kelas harus mampu menimbulkan perasaan:

- entitavity adalah persepsi anggota kelompok yang mempersepsikan kelompoknya merupakan suatu yang unik. Penamaan kelas dengan menggunakan nama tokoh memunculkan sikap entitavity pada diri siswa di kelas internasional SMPN 1 Medan

- kepaduan (cohesiveness), yaitu dimana anggota yang ada di dalam kelas melihat diri mereka sebagai satu kesatuan.

Sedangkan hasil perbandingan mean empirik dan mean hipotetik menunjukan stres akademik menunjukkan bahwa mean empirik lebih kecil daripada mean hipotetik (124,66<138). Hal ini menunjukkan secara umum stres akademik yang telah diteliti lebih rendah dibandingkan dengan populasi yang diasumsikan. Hal ini tentunya bertolak belakang fenomena di lapangan, dimana pada wawancara awal ditemukan siswa kelas 1 di kelas internasional SMPN 1 Medan mengalami stres akademik karena tuntutan yang mereka hadapi seperti bahasa pengantar yang menggunakan bahasa Inggris, kompetisi di dalam kelas, beban pelajaran yang terlalu banyak dalam sehari, dan tugas yang menumpuk.

Adanya perbedaan ini karena adanya perbedaan jangka waktu antara wawancara awal dengan pengambilan data penelitian. Dalam jangka waktu yang berbeda memungkinkan siswa melakukan penyesuaian diri dengan tuntutan akademik. Ross, Niebling, dan Heckert (1999) mengemukakan siswa kelas satu merupakan siswa yang mudah sekali terkena stres dibanding siswa kelas dua, dan tiga, karena siswa kelas satu memerlukan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru, terjadi perubahan level akademik, dan penyesuain terhadap lingkungan sosial.

Dalam penelitian ini diketahui siswa yang memiliki persepsi terhadap iklim kelas yang positif adalah 29,25% (31 siswa), yang memiliki persepsi terhadap iklim kelas tidak terklasifikasi adalah 43,39 % (46 siswa), dan yang memiliki persepsi terhadap iklim kelas yang negatif adalah 27,36% (29 siswa). Adanya perbedaan persepsi terhadap iklim kelas ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi. Menurut Irwanto (2002) mengemukakan beberapa faktor

yang mempengaruhi persepsi, yaitu: perhatian yang selektif, ciri-ciri rangsangan, nilai-nilai dan kebutuhan individu, dan pengalaman terdahulu. Psikologi kontemporer (dalam Chaplin, 2006) juga mengemukakan persepsi bergantung pada faktor-faktor perangsang, cara belajar, perangkat, keadaan jiwa atau suasana hati, dan faktor-faktor motivasional. Jadi, arti suatu objek atau suatu kejadian objektif ditentukan baik oleh kondisi perangsang maupun oleh faktor-faktor individu.

Selanjutnya diketahui bahwa Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 37,74% (40 siswa) subjek penelitian mengalami stres buruk. Sebanyak 31,13% (33 siswa) subjek penelitian mengalami stres yang tidak terklasifikasikan. Sebanyak 31,13% (33 siswa) subjek penelitian mengalami stres baik. Perbedaan ini terjadi karena adanya faktor internal yang mempengaruhi individu untuk menghadapi stres. Oon (2007) faktor internal yang mengakibatkan stres akademik, yaitu:

- Pola pikir

Individu yang berfikir mereka tidak dapat mengendalikan situasi mereka cenderung mengalami stres lebih besar. Semakin besar kendali yang siswa pikir dapat ia lakukan, semakin kecil kemungkinan stres yang akan siswa alami.

- Kepribadian

Kepribadian seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya terhadap stres. Tingkat stres siswa yang optimis biasanya lebih kecil dibandingkan siswa yang sifatnya pesimis.

- Keyakinan

Keyakinan terhadap diri memainkan peranan penting dalam menginterpretasikan situasi-situasi disekitar individu. Penilaian yang diyakini siswa, dapat mengubah cara berfikirnya terhadap suatu hal bahkan dalam jangka panjang dapat membawa stres secara psikologis.

Sarafino mengistilahkan faktor internal ini dengan faktor personal, meliputi: intelektual, motivasi, dan karakterisik kepribadian.

BAB V

Dokumen terkait