• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Persepsi terhadap Iklim Kelas 1.Persepsi

2. Stres akademik

e. Definisi stres akademik

Carveth dkk. (dalam Misra & McKean, 2000) mengemukakan stres akademik meliputi persepsi siswa terhadap banyaknya pengetahuan harus dikuasai dan persepsi terhadap ketidakcukupan waktu untuk mengembangkan itu. Stres akademik adalah stres yang berhubungan dengan aspek pembelajaran, khususnya pengalaman belajar (Nanwani, 2010).

Olejnik dan Holschuh (2007) mengambarkan stres akademik ialah terlalu banyaknya tugas yang harus dikerjakan siswa misalnya dalam minggu ini memiliki tugas ilmu politik, selanjutnya ada kuis kalkulus, selain itu juga harus membaca novel setebal 350 halaman sebagai literatur kelas.

Berdasarkan pada penjelasan tersebut, dapat disimpulkan stres akademik adalah suatu keadaan yang berasal dari tuntutan akademik (misalnya: pekerjaan rumah (PR), ujian, standar akademik yang tinggi) yang menimbulkan kesenjangan

dalam diri individu (siswa) karena individu (siswa) tersebut tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut.

f. Stresor akademik

Murphy dan Archer (dalam Gupchup dkk. 2004) mengemukakan beberapa stresor akademik, yaitu test, kompetisi kelas, tuntutan waktu, guru dan lingkungan kelas, karier, dan kesuksesan masa depan. Agolla dan Ongori (2009) juga mengidentifikasikan stresor akademik dengan banyaknya tugas, kompetisi dengan siswa lain, kegagalan, kekurangan uang, relasi yang kurang antara sesama siswa dan guru, lingkungan yang bising, sistem semester, dan kekurangan sumber belajar. Pendapat tersebut juga didukung dengan pendapat Abouserie dkk. (dalam Misra & McKean, 2000) bahwa siswa melaporkan pengalaman stres akademik diprediksi tiap semester dengan sumber yang lebih besar, dihasilkan dari belajar untuk ujian, kompetisi tingkat, dan harus memahami sejumlah materi dalam jumlah waktu singkat.

Olejnik dan Holschuh (2007) menyatakan beberapa sumber stres akademik atau stresor akademik yang umum:

1. Ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum

Beberapa siswa merasa stres sebelum ujian atau menulis sesuatu, mereka tidak bisa mengingat apa yang mereka pelajari. Telapak tangan mereka berkeringat, dan jantung mereka berdetak kencang. Mereka mengalami sakit kepala atau merasa kedinginan ketika mereka berada dalam situasi ujian. Biasanya siswa-siswa ini tidak melakukan dengan baik sebaik yang seharusnya mereka bisa, karena mereka terlalu cemas untuk merefleksikan apa yang mereka pelajari.

2. Penundaan

Beberapa guru berfikir bahwa siswa yang melakukan penundaan (procrastination), tidak peduli dengan pekerjaan mereka, tetapi ternyata banyak siswa yang peduli dan tidak dapat melakukan itu secara bersamaan. Siswa ini merasa sangat dan sangat stres terhadap perkembangan semester. 3. Standar akademik yang tinggi

Para siswa ingin menjadi yang terbaik, mungkin mereka merupakan siswa terbaik di sekolah mereka dahulu, dan guru memiliki harapan yang besar terhadap mereka. Hal ini tentu saja membuat siswa merasa tertekan untuk sukses di level yang lebih tinggi.

Oon (2007) mengemukakan bahwa stres akademik ini diakibatkan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal.

1. Faktor internal yang mengakibatkan stres akademik, yaitu: a. Pola pikir

Individu yang berfikir mereka tidak dapat mengendalikan situasi mereka cenderung mengalami stres lebih besar. Semakin besar kendali yang siswa pikir dapat ia lakukan, semakin kecil kemungkinan stres yang akan siswa alami.

b. Kepribadian

Kepribadian seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya terhadap stres. Tingkat stres siswa yang optimis biasanya lebih kecil dibandingkan siswa yang sifatnya pesimis.

c. Keyakinan

Penyebab internal selanjutnya yang turut menentukan tingkat stres siswa adalah keyakinan atau pemikiran terhadap diri. Keyakinan terhadap diri memainkan peranan penting dalam menginterpretasikan situasi-situasi disekitar individu. Penilaian yang diyakini siswa, dapat mengubah cara berfikirnya terhadap suatu hal bahkan dalam jangka panjang dapat membawa stres secara psikologis.

2. Faktor eksternal yang mengakibatkan stres akademik a. Pelajaran lebih padat

Kurikulum dalam sistem pendidikan telah ditambah bobotnya dengan standar lebih tinggi. Akibatnya persaingan semakin ketat, waktu belajar bertambah dan beban pelajar semakin berlipat. Walaupun beberapa alasan tersebut penting bagi perkembangan pendidikan dalam negara, tetapi tidak dapat menutup mata bahwa hal tersebut menjadikan tingkat stres yang dihadapi siswa meningkat pula.

b. Tekanan untuk berprestasi tinggi

Para siswa sangat ditekan untuk berprestasi dengan baik dalam ujian-uijan mereka. Tekanan ini terutama datang dari orang tua, keluarga guru, tetangga, teman sebaya, dan diri sendiri sehingga muncul ungkapkan “tidak dapat A kamu mati”, terdengar sangat dramatis tetapi itulah yang dirasakan

c. Dorongan meneliti tanggal sosial

Pendidikan selalu menjadi simbol status sosial. Orang-orang dengan kualifikasi akademik tinggi akan dihormati masyarakat dan yang tidak berpendidikan tinggi akan dipandang rendah. Siswa yang berhasil secara akademik sangat disukai, dikenal, dan dipuji oleh masyarakat, mereka menjadi kebanggan dan kebahagiaan orang tuanya. Karena itu, dapat dimengerti mengapa banyak orang tua yang ingin anak-anaknya mendapat pendidikan yang baik sehingga mencerminkan keberhasilan orang tua, sekaligus menentukan status bagi masyarakat. Sebaliknya, siswa yang tidak berprestasi di sekolah disebut lamban, malas atau sulit. Mereka dianggap sebagai pembuat masalah dan cendrung ditolak oleh guru, dimarahi orang tua, dan diabaikan teman-teman sebayanya. Siswa tersebut sulit diharapkan untuk berprestasi dan biasanya membuat mengalami kesulitan meningkatkan diri dalam pendidikan dan keterampilan.

d. Orang tua saling berlomba

Dikalangan orang tua yang lebih terdidik dan kaya informasi, persaingan untuk menghasilkan anak-anak yang memiliki kemampuan dalam berbagai aspek juga lebih keras. Seiring dengan menjamurnya pusat-pusat pendidikan informal, berbagai macam program tambahan, kelas seni rupa, musik, balet, dan drama yang juga menimbulkan persaingan siswa terpandai, terpintar dan serba bisa. Ditambah dengan tekanan dari teman sebaya siswa, kebanyakan orang tua mengabaikan perkembangan lain, yang sebenarnya tidak kalah

penting bagi perkembangan siswa, seperti nilai moral dan perilaku yang baik.

Dari penjelasan beberapa tokoh sebelumnya dapat disimpulkan bahwa stresor akademik terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pola fikir, kepribadian dan keyakinan, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan tuntutan dan kegiatan akademik itu sendiri yaitu test, kompetisi kelas, tuntutan waktu, pelajaran yang begitu padat, standar akademik yang tinggi, guru dan lingkungan kelas.

g. Respon terhadap stres akademik

Olejnik dan Holschuh (2007) mengemukakan reaksi terhadap stresor akademik yang terdiri dari:

1. Pemikiran

Respon yang muncul dari pemikiran, seperti: kehilangan rasa percaya diri, takut gagal, sulit berkonsentrasi, cemas akan masa depan, melupakan sesuatu, berfikir terus-menerus mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan.

2. Perilaku

Respon yang muncul dari perilaku, seperti menarik diri, menggunakan obat-obatan dan alkohol, tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, makan terlalu banyak atau terlalu sedikit, dan menangis tanpa alasan.

3. Reaksi tubuh

Respon yang muncul dari reaksi tubuh, seperti: telapak tangan berkeringat, kecepatan jantung meningkat, mulut kering, merasa lelah, sakit kepala, rentan sakit, mual, dan sakit perut.

4. Perasaan

Respon yang muncul dari perasaan, seperti: cemas, mudah marah, murung, dan merasa takut.

Dari penjelasan tersebut terdapat empat respon terhadap stresor akademik yaitu pemikiran, perasaan, reaksi tubuh, dan perilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat Sarafino (2006) yang menyatakan bahwa stres dapat mempengaruhi kondisi fisiologis (reaksi tubuh) dan psikologis (pemikiran, perasaan, dan perilaku) individu.

d. Penggolongan stres akademik

Olejnik dan Holschuh (2007) juga menjelaskan ada beberapa jenis stres akademik. Siswa mungkin merasa cemas ketika mengikuti ujian, memberikan pidato atau mengerjakan tugas, atau siswa merasa pada tingkat stres yang umum (general level of stres) sepanjang waktu karena siswa cemas berada di dalam kelas. Stres yang ringan merupakan hal yang baik untuk siswa. Jika siswa tidak merasa cemas ketika mengikuti ujian, siswa mungkin tidak mempersiapkan diri dengan baik. Tetapi stres yang berat dapat mempengaruhi penampilan akademik siswa, sebagai contoh siswa mengetahui setiap kata yang harus diberikan ketika sedang berpidato, tetapi siswa terlalu gugup untuk mengatakannya di dalam kelas, sehingga siswa lupa apa yang akan dikatakannya.

Untuk lebih jelasnya Olejnik dan Holschuh (2007), menggolongkannya menjadi dua, yaitu:

1. Stres yang buruk (bad stress)

Stres akan menjadi buruk apabila permintaan atau hasil yang harus dipenuhi melebihi apa yang bisa individu penuhi.

2. Stres yang baik (good stress)

Stres terkadang bisa membuat hidup menjadi lebih berharga, misalnya siswa merasa hal yang luar biasa atau merasa lebih berharga setelah berhasil melalui ujian.

Oon (2007) juga mengemukakan empat tipe stres, yaitu: 1. Stres reaktif

Disebabkan oleh tekanan dan tuntutan terhadap siswa yang melebihi kemampuannya. Contohnya: reaksi terhadap tes mendadak, terlambat menghadiri kegiatan penting di sekolah, atau dimarahi di depan kelas.

2. Stres kumulatif

Respon terhadap stres yang masih berlangsung dan gejalanya meningkat dari waktu ke waktu. Masalah-masalah tersebut sering menjadi penyebab siswa tidak produktif. Contohnya: siswa tidak mampu mengerti instruksi di kelas atau terus menerus diomeli atau dimarahi.

3. Stres insiden kritis

Reaksi terhadap tuntutan yang mendadak, diluardugaan, ancaman, dan insiden-insiden khusus. Stres jenis ini menyebabkan reaksi emosional yang kuat. Contohnya: diganggu secara fisik oleh kakak kelas di sekolah atau terlibat dalam kecemasan yang mengancam jiwa.

4. Stres postraumatis

Reaksi terhadap ingatan tentang suatu insiden traumatis yang berhubungan dengan stres. Ingatan ini bersifat menganggu menjadi pemicu reaksi stres. Stres ini juga sering disebut disfungsi kesadaran. Ini terjadi ketika pikiran selama kondisi sadar diisi oleh ingatan traumatis akibat insiden kritis, misalnya dibawah ancaman sebilah pisau.

Stres ini membutuhkan pengobatan dan pertolongan psikologis jangka panjang. Stres akademik biasanya hanya meliputi dua katagori stres yang pertama, yaitu stres reaktif dan kumulatif.

Dokumen terkait