• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Persepsi terhadap Iklim Kelas 1.Persepsi

3. Persepsi terhadap iklim kelas

Persepsi adalah proses mengorganisasi dan menginterpretasikan informasi yang diterima dari dunia luar (Lahey,2007). Individu menangkap berbagai gejala dari luar diri melalui lima indra, yaitu indra penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, dan perasa. Proses penerimaan indra ini disebut dengan pengindraan (sensation), tetapi pengertian individu akan lingkungan atau dunia di sekitar individu bukan hasil pengindraan itu. Ada unsur interpretasi terhadap rangsang-rangsang yang diterima yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perhatian yang selektif, ciri-ciri rangsangan, nilai-nilai dan kebutuhan individu, dan pengalaman terdahulu. Rangsang-rangsangan yang diterima dari lingkungan inilah yang menyebabkan individu mempunyai suatu pengertian atau interpretasi terhadap lingkungan (Irwanto, 2002).

Lingkungan atau dunia luar disekitar individu yang dimaksud disini adalah lingkungan belajar, yang umumnya disebut kelas. Iklim kelas merupakan suasana yang terjadi dalam kelas meliputi interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas seperti ukuran kelas dan material pendukung belajar.

Creemers dan Reezigt (1994) mengemukakan mengenai faktor-faktor iklim kelas yaitu:

1. Lingkungan fisik kelas, sebagai contoh ukuran kelas dan lokasi kelas.

2. Sistem sosial, terdiri dari interaksi antar siswa dan interaksi antara siswa dan guru.

3. Kerapian lingkungan kelas, seperti susunan kelas, kenyamanan, dan keberfungsian.

4. Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa.

Murai (dalam Fraser, 1986) mengemukakan suatu konsep mengenai pengukuran lingkungan, yang disebut dengan alpha press dan beta press. Alpha press untuk menggambarkan lingkungan yang dinilai dengan metode observasi dan beta press untuk menggambarkan lingkungan yang dinilai melalui persepsi seseorang terhadap lingkungan.

Selanjutnya Rosenhine (dalam Fraser, 1986) mengemukakan konsep yang sama, yang disebut dengan low inference dan high inference. Low inference mengukur fenomena yang tampak, sedangkan high inference mengukur respon yang dibuat mengenai arti dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di kelas. Jika dibanding dengan pengukuran low inference, pengukuran menggunakan high inference lebih kepada psikologis siswa dan guru terhadap kelas.

Kelas merupakan sebuah “ruang psikologis” dan “ruang sosiokultural” yang

mengintegrasikan berbagai komponen penting yang antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Proses pendidikan yang terjadi di sebuah ruang kelas, sama halnya dengan ruang-ruang lain di luar kelas, di dalamnya terjadi berbagai bentuk dan kualitas relasi-relasi sosiokultural-psikologikal dari berbagai jenis dan karakter individu (Farisi, 2006).

Fraser dan Walberg (dalam Fraser, 1986) mengemukakan beberapa keuntungan mengukur iklim kelas menggunakan persepsi siswa dan guru dibanding dengan metode observasi, yaitu:

1. Lebih ekonomis, hanya memerlukan kertas dan pensil.

2. Pengukuran menggunakan persepsi lebih kepada pengalaman siswa dibanyak pelajaran, sedangkan observasi hanya bisa digunakan pada pelajaran tertentu. 3. Pengukuran menggunakan persepsi bisa mencakup seluruh pendapat siswa di

kelas.

4. Persepsi lebih penting dari perilaku yang ditampilkan.

5. Pengukuran persepsi mengenai lingkungan kelas lebih menentukan hasil belajar siswa dari pada variabel-variabel lain yang diobservasi.

Jadi, persepsi iklim kelas adalah suatu hasil dari proses organisasi dan interpretasi interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas, seperti ruangan fisik kelas dan material pendukung belajar.

B. Stres Akademik 3. Stres

d. Definisi stres

Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyatakan stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai membahayakan tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Selanjutnya Sarafino (2006) mendefinisikan stres sebagai keadaan yang membuat seseorang merasa adanya ketidakcocokan antara tuntutan psikologis dan fisiologis dari situasi dan sumber dari sistem biologis, psikologis, atau sosial dari orang tersebut. Agolla dan Ongori

(2009) juga mendifinisikan stres sebagai persepsi dari kesenjangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu untuk memenuhinya.

Berdasarkan pada beberapa definisi stres yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka dapat dipahami stres adalah suatu keadaan yang berasal dari tuntutan fisik dan lingkungan (stimulus) yang menimbulkan kesenjangan dalam diri individu karena individu tersebut tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut.

e. Stresor

Lazarus (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa stresor adalah stimulus atau kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres. Sarafino (2006) mengolongkan stimulus atau kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres ini, menjadi:

1. Stres yang bersumber dari individu tersebut, sebagai contoh sakit yang diderita individu.

2. Stres yang bersumber dari keluarga, sebagai contoh: penambahan anggota keluarga, perceraian, kematian, dan sebagainya.

3. Stres yang bersumber dari komunitas, meliputi lingkungan pekerjaan dan lingkungan sekitar.

Sarafino (2006) juga menyatakan stresor yang dialami individu tergantung pada dua faktor, yaitu:

1. Faktor personal, meliputi: intelektual, motivasi, dan karakterisik kepribadian. 2. Faktor situasi, meliputi: melewati satu kondisi atau fase kehidupan, peristiwa

diharapkan, kurangnya kejelasan dari suatu situasi, keadaan yang tidak menyenangkan, dan keadaan yang sulit dikontrol.

Jadi stresor adalah stimulus atau kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres, baik yang bersumber dari individu, keluarga, dan komunitas. c. Respon terhadap stres

Sarafino (2006) mengemukakan bahwa ada dua reaksi tubuh terhadap stres yaitu:

1. Aspek biologis

Canon (dalam Sarafino, 2006) menyajikan suatu uraian dasar mengenai bagaimana tubuh bereaksi terhadap keadaan yang darurat. Reaksi ini disebut dengan respon fight-or-flight, yaitu suatu pilihan untuk menyerang ancaman atau melarikan diri dari ancaman. Fight-or-flight respon dapat mengerahkan individu untuk merespon secara cepat terhadap bahaya, akan tetapi level ketegangan yang tinggi dapat berbahaya bagi kesehatan jika berkepanjangan. 2. Aspek psikologis

Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi: a. Kognitif

Stres dapat mempengaruhi fungsi dari cara berfikir seseorang, yaitu seringnya dengan cara mengganggu perhatian dan mengakibatkan sulit berkonsentrasi.

b. Emosi

Respon emosi yang muncul berupa ketakutan (phobia dan anxiety), perasaan sedih dan depresi.

c. Perilaku sosial

Stres dapat merubah tingkah laku seseorang berubah ke arah yang lain. Dalam suatu situasi yang penuh dengan stres seperti bencana alam, situasi darurat, ataupun situasi lainnya, banyak orang yang akan saling bekerja sama untuk menolong orang lain agar bisa bertahan. Namun dalam situasi stres lainnya, individu mungkin akan menjadi kurang bergaul atau kurang peduli dan lebih bermusuhan juga kurang sensitif terhadap individu lainnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, ada dua respon terhadap stres yaitu respon biologis dan psikologis.

Dokumen terkait