• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil analisis sebelumnya menunjukkan strategi diversifikasi terpilih sebagai strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang yang paling tepat di DKI Jakarta. Untuk lebih jauh mengetahui keunggulan strategi diversifikasi dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, maka perlu dilakukan analisis sensitivitas. Hasil analisis sensitivitas juga memberi petunjuk tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan, terutama terkait kriteria pengembangan yang ada, sehingga strategi diversifikasi tersebut tetap bertahan sebagai strategi terbaik untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Tabel 12 menyajikan hasil analisis sensitivitas strategi diversifikasi (strategi terpilih).

Tabel 12 Hasil analisis sensitivitas strategi diversifikasi

No.

Kriteria Pengembangan Rasio Kepentingan (RK) Awal Sensitivitas Range RK Stabil Range RK Sensitif

1 Pertumbuhan (growth) 0,288 0 – 1 Tidak Ada

2 Kesinambungan (sustainable)

0,207 0 – 1 Tidak Ada

3 Peningkatan daya saing produk

0,330 0 – 1 Tidak Ada

4 Peningkatan profit 0,175 0 – 1 Tidak Ada

Sumber : AHP

Berdasarkan Tabel 12 tersebut, intervensi kepentingan ditunjukkan oleh tuntutan pemenuhan terhadap berbagai kriteria pengembangan yang ada. Hal ini cukup wajar karena kriteria-kritera tersebut merupakan penentu atau ukuran keberhasilan dari suatu kegiatan pengembangan produk olahan hasil perikanan termasuk dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Pada Tabel 4.4, strategi diversifikasi stabil terhadap intervensi atau dinamika perubahan yang terjadi terkait kriteria

pertumbuhan (growth), kesinambungan (sustainable), peningkatan daya saing produk dan peningkatan profit. Hal ini ditunjukkan oleh rasio kepentingan (RK) stabil strategi diversifikasi ini yang berada pada range 0–1, yang berarti juga tidak ada RK sensitif untuk strategi diversifikasi ini. Terkait dengan ini, maka pada kondisi terburuk, strategi diversifikasi tetap menjadi strategi terbaik untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Kondisi terburuk yang dimaksudnya, misalnya tingkat pertumbuhan (growth) usaha pengolahan 0 (nol), kesinambungan bahan baku (ikan segar) terancam, produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang tidak dapat bersaing di pasar, dan sebagainya.

Oleh karena sifatnya yang stabil terhadap perubahan/intervensi apapun yang terjadi dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta ini, maka strategi diversifikasi ini dapat menjadi pilihan dalam mengembangkan usaha pengolahan dan pemasaran produk olahan dari jenis ikan asin dan pindang. Usaha ikan japuh asin, ikan pari asin, ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang dan ikan etem pindang yang telah dinyatakan layak secara finansial di DKI Jakarta, dapat mengembangkan produknya dengan memberi perhatian utama pada diversifikasi produk olahan yang dihasilkan, baik terkait dengan variasi rasa dan ukuran produk, variasi kemasan, maupun variasi cara penyajian produk mulai dari konsumen pertama (pedagang perantara) hingga ke konsumen terakhir (masyarakat umum). Menurut Chaffee (1985), strategi pengembangan harus diarahkan pada pencapaian maksimal berbagai kebutuhan pelanggan, baik yang disampaikan secara eksplisit maupun secara implisit. Kemampuan membaca apa yang diinginkan pasar (pelanggan), akan menjamin keberlanjutan produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di pasaran.

5.1 Kesimpulan

1. Pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang saat ini di DKI Jakarta berada dalam kondisi pertumbuhan yang stabil (kuadran V pada matriks IE-SWOT). Total skor faktor internal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang (2,58), dan total skor faktor eksternalnya sekitar 2,54 (masuk kisaran 2 – 3, menengah), sehingga prospek pengembangannya ke depan termasuk kategori “cukup baik”.

2. Usaha ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang dan ikan etem pindang termasuk layak dikembangkan lanjut di sentra perikanan DKI Jakarta, karena mempunyai nilai NPV > 0, IRR > 14 % (suku bunga kurs), ROI > 1, dan B/C ratio >1. Sedangkan usaha ikan teri dan ikan layang pindang tidak layak dikembangkan lanjut karena mempunyai nilai IRR dan B/C ratio yang lebih rendah dari standar yang dipersyaratkan. Nilai IRR usaha ikan teri dan ikan layang pindang di sentra perikanan DKI Jakarta masing-masing 4,22 % dan 9,13 %, dan nilai B/C ratio-nya masing-masing 1,00.

3. Strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta berturut-turut berdasarkan prioritasnya strategi diversifikasi (RK = 0,267), strategi ekspansi (RK = 0,220), strategi kombinasi (RK = 0,191), strategi stabilitas (RK = 0,174) dan strategi penciutan (RK = 0,146). Urutan prioritas tersebut mempunyai inconsistency 0,06 sehingga dapat dipercaya. Sebagai strategi prioritas, strategi diversifikasi stabil terhadap berbagai perubahan/intervensi positif maupun negatif terkait pertumbuhan, kesinambungan, daya saing dan profit produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang.

5.2 Saran

1. Pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang ke depan dapat diarahkan ke kuadran I, dimana terjadi

pertumbuhan pesat dalam pemasaran produk produk olahan tersebut dengan dukungan maksimal semua faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh positif.

2. Diversifikasi pengembangan produk olahan ini dapat dilakukan dalam perbaikan variasi rasa dan ukuran produk, variasi kemasan, maupun variasi cara penyajian produk olahan ikan asin dan pindang.

3. Implementasi strategi diversifikasi hendaknya hanya dilakukan pada usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang yang dinyatakan layak pengusahaaannya, seperti usaha ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, dan ikan etem pindang.

4. Kegiatan pengusahaan ikan teri dan ikan layang pindang sebaiknya dialihkan secara bertahap pada usaha pengolahan dan pemasaran yang lebih menguntungkan. Untuk mendukung hal ini, maka dukungan pembinaan dari stakeholders terkait terutama PEMDA, LSM dan pergurunan tinggi sangat diharapkan. Pembinaan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk bimbingan teknis pengolahan, pengelolaan keuangan usaha, dan membaca peluang pasar.