• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

1. Hasil Wawancara

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi peneliti memperoleh hasil-hasil penelitian yang menjawab rumusan masalah di SD “Suka Bahagia” adalah sebagai berikut:

1. Hasil wawancara a. Kelas 4

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara kepada guru kelas 4. Hasil wawancara yang dilakukan didapatkan data bahwa di kelas terdapat dua ABK slow learner. Slow

learner aja mbak. Di kelas 4 sebenarnya slow learner ada dua, tapi yang termasuk dalam ABK yang tercatat di inklusi cuma satu

(WII.GK4.23112017.1-2). Salah satu orangtua siswa awalnya tidak menerima bila anaknya seorang ABK. Setelah diberi pengertian kemudian orangtua menerima bahwa anaknya adalah ABK dan dengan demikian anak tersebut dapat naik kelas. Orang tua mempertimbangkan apakah selanjutnya anak tersebut bersekolah di Sekolah Luar Biasa atau tidak, karena kebanyakan orangtua malu jika memiliki anak yang bersekolah di SLB.

Guru membuat bahan ajar yang sama untuk ABK dan siswa lainnya karena di kelas 4 terdapat ABK slow learner sehingga guru merasa tidak perlu memberi pelajaran khusus, tetapi dalam perlakuan di kelas saja yang dibedakan. Yaa, kalau untuk yang karena kita slow

No. Hari / Tanggal Waktu Keterangan

1. Kamis, 23 November 2017 11.00-13.30 Wawancara Guru Kelas 4 Wawancara Guru Kelas 6 2. Sabtu, 2 Desember 2017 10.00-12.00 Wawancara Kepala Sekolah 3. Senin, 12 Februari 2017 12.00-13.00 Wawancara Guru Kelas 5

learner jadi tidak ada kekhususan yang harus dibedakan itu kita bikin sama cuma perlakuan di kelasnya yang kita bedakan, kalau untuk RPPnya kita buat sama (WII.GK4.23112017.1-4). Sebelumnya sekolah

pernah menerima seorang ABK tuna daksa sehingga dulu guru kelas membuatkan RPP tersendiri untuk ABK tersebut. Kalau yang memang

ada kekhususan waktu itu ada kan mbak ada yang memang sudah tuna daksa agak-agak gimana jalannya gitu, IQnya juga rendah nah itu memang dibuatkan waktu itu tapi kan sekarang udah lulus. Dibuatkan waktu itu RPPnya ya ada untuk kegiatan pembelajarannya ada yang regular kemudian ada yang ABK (WII.GK4.23112017.4-9). Saat

melakukan evaluasi, guru memberikan soal latihan yang sama bagi ABK dan siswa lainnya. Sementara ini kalau slow learner itu memang sama

misalnya dengan ulangan harian ada sepuluh nomer dia dispesialkan kalau bisa mengerjakan enam itu sudah merupakan keberhasilan. Tapi kalau yang misalnya untuk soal-soal yang memerlukan seperti soal yang harus menceritakan seperti uraian gitu itu cukup dia diberi misalnya ada lima dua saja cukup untuk yang slow learner itu bisa dikatakan berhasil.

(WII.GK4.23112017.1-8).

Dalam memberikan soal evaluasi gurumemberi bobot yang berbeda, misalkan guru memberi 10 soal dan ABK mampu mengerjakan 6 soal akan mendapatkan skor yang berbeda dengan anak yang lain.

Sementara ini kalau slow learner itu memang sama misalnya dengan ulangan harian ada sepuluh nomer dia dispesialkan kalau bisa mengerjakan enam itu sudah merupakan keberhasilan. Tapi kalau yang misalnya untuk soal-soal yang memerlukan seperti soal yang harus menceritakan seperti uraian gitu itu cukup dia diberi misalnya ada lima dua saja cukup untuk yang slow learner itu bisa dikatakan berhasil

(WII.GK4.23112017.1-6). Untuk soal uraian atau soal yang memerlukan pemahaman, ABK diberikan soal dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan siswa tidak berkebutuhan khusus. Tetapi untuk

jenis soal pilihan ganda, ABK diharapkan mampu mengerjakan dengan jumlah soal yang sama.

Guru menggunakan KKM yang sama untuk ABK dan siswa lainnya tetapi dengan bobot yang berbeda. Berbeda, ya jadi dari dinas

waktu itu kan begini kalau misal KKMnya boleh lah dicatet sama misalnya 65 65 semua tapi 65nya keberhasilan si ABK dengan keberhasilan regular itu kan beda (WII.GK4.23112017.1-3). Walaupun

tertulis sama 65 tetapi bobot nilai untuk ABK berbeda dengan siswa lainnya. Guru memantau kemampuan ABK dalam menyelesaikan soal, jika ABK mampu menyelesaikan setengah dari keseluruhan soal merupakan suatu pencapaian tersendiri bagi ABK tersebut.

Guru menggunakan media yang sama bagi ABK dan siswa lainnya, hanya dalam menggunakannya dibedakan, misalnya dengan media yang sama yaitu peta hanya saja untuk ABK dilakukan pengulangan kembali bila anak belum paham. Kalau untuk yang slow

learner di kelas 4 ini terutama untuk medianya saya bikin sama, misalnya media kita peta cuma di peta nanti kalau anak-anak itu sudah selesai sudah memahami baru saya panggil yang dua anak tadi

(WII.GK4.23112017.7-11). Penggunaan media untuk ABK lebih disederhanakan, misalnya dalam pemberian pertanyaan tidak sekompleks siswa yang bukan ABK. Untuk ABK bila belum selesai mengerjakan soal latihan dapat mengerjakan di pojok baca yang terletak di bagian pojok belakang ruang kelas dengan pendampingan guru. Untuk menghitung ABK slow learner di kelas 4 masih mengelami kesulitan. Dua-duanya

menghitung itu kesulitan, karena mereka belum menguasai perkalian, karena di kelas 4 itu kan hafal perkalian minimal 1 sampai 10 itu kan udah hafal mereka belum. Jadi untuk ee menyelesaikan dengan kalau kita istilahnya porogapit itu dia masih bingung. Karena kan dia kita harus sudah hafal perkalian dari sini ke sini dari 1 ke 10 itu udah harus hafal dia belum gitu (WII.GK4.23112017.30-36).

ABK duduk bersama berbaur dengan teman yang lain. Dalam berkelompok, ABK juga berbaur dengan siswa lain di mana siswa lain menjadi tutor sebaya untuk ABK, tetapi walau bagaimanapun juga banyak siswa yang kurang sabar dalam mendampingi ABK. ABK tetap diberi tugas dalam kelompok, walaupun hanya menulis hasil diskusi. Apabila guru merasa ABK membutuhkan pendampingan tersendiri maka guru mengajak ABK tersebut ke pojok baca. GPK dari dinas yang bertugas di SD “Suka Bahagia” hadir seminggu sekali, sehingga untuk dapat mendampingi dari kelas 1-6 dirasa tidak memungkinkan Guru

pendamping juga tidak ada, karena dari provinsi kan hanya satu, itu pun cuma dua hari, kebetulan di sini dilakoni cuma sehari

(WII.GK4.23112017.12-14). Dulu sekolah sempat mendatangkan GPK dari luar tetapi sekolah merasa biaya yang dikeluarkan cukup malah sehingga sekolah memutuskan untuk tidak memanggil GPK dari luar lagi. Guru menggunakan grup WA untuk komunikasi dengan orangtua siswa, sedangkan untuk orangtua ABK guru selalu berkomunikasi misalnya berkaitan dengan pekerjaan rumah. Ya WA, tapi kalau untuk

anak-anak ABK ya WAnya ndak di grup tapi saya langsung ke japri gitu to (WII.GK4.23112017.2-4).

Identifikasi dilaksanakan pada awal tahun pembelajaran saat PPDB. Apabila anak belum teridentifikasi tetapi guru melihat gejala maka sekolah akan melakukan pengecekan kepada psikolog yang ada di puskesmas. Di inklusi kita ini setiap awal dari anak itu masuk di sini

sudah teridentifikasi sama guru kemudian diasesmenkan ke psikolog dan selanjutnya hanya penanganan-penanganan biasa, gak pernah yang anak-anak inlusi ini ada program tes untuk IQ opo anak ini udah keberhasilan apa pa, gak ada di sini (WII.GK4.23112017.2-7). Guru

merasa bahwa fasilitas yang diberikan pemerintah kurang memenuhi kebutuhan sekolah. Tidak ada fasilitasi dari pemerintah Provinsi, terus

Provinsi, jadi saling lempar. (WII.GK4.23112017.7-9) dan tapi di sini kendala yang paling utama itu fasilitas secara fisik, fasilitas guru, dan pendampingnya. (WII.GK4.23112017.38-40).

b. Kelas 5

Di kelas 5 terdapat dua ABK slow learner dengan IQ di bawah 90. Ada 2, lambat belajar. (WIV.GK5.02122017.1) dan He’e, masuk sini

itu udah IQnya di bawah 90 kok mbak, cuma paling 90 sama 80 berapa, ndak nyampe 90 anak itu. (WIV.GK5.02122017.1-2). Salah satu siswa

ABK yang terdapat di kelas 5 mengalami kesulitan berbicara sehingga dalam berbicara dan membaca belum terlalu lancar, siswa tersebut juga tidak pernah mengerjakan tugas yang diberikan guru. Siswa tersebut tidak mau berbicara dan menulis, hanya diam saja dan tidak mengerjakan soal sama sekali. Untuk kegiatan di luar kelas seperti olah raga sepak bola dan kasti, siswa tersebut mau mengikuti dengan baik siswa ABK tersebut sering dianggap nakal karena usil terhadap teman sekelasnya. Siswa ABK tersebut berkomunikasi dengan teman sekelas dia mampu berbicara dengan baik. Orang tua hanya menitipkan pendidikan anak kepada sekolah, orang tua sepenuhnya menyerahkan pendidikan anak kepada pihak sekolah. Kalau PR tulisannya bagus mbak, paling

dikerjakan ibu atau mbaknya, padahal gimana ya mbak. Ya tapi kalau PR kan dapat nilai, LKS gitu to. Tapi kan kalau dikerjakan orang lain guru kan ya tau to mbak, wong tulisannya beda. Di sekolah tulisannya ndak bisa dibaca kok ini tulisannya bagus, ya saya tau tapi mau bagaimana lagi ya (WIV.GK5.02122017.3-8). Guru sering mendapati

PR siswa tersebut ditulis dengan rapi, sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa PR tersebut dikerjakan oleh ibu atau kakak ABK tersebut.

Untuk pembelajaran bagi ABK tersebut, guru membuat KKM tersendiri, dibuat lebih rendah dibandingkan siswa lainnya. Misalnya aku

indikator sama tujuannya saya bikin yang anu mbak, atau nanti KKMnya yang lain 7 ini jadi 6 gitu aja mbak (WIV.GK5.02122017.1-2). Untuk

materi pembelajaran, guru memberikan materi yang lebih sederhana karena perkembangan ABK di kelas 5 dinilai lebih lambat dibandingkan siswa yang lain. ABK diberikan tempat duduk di bagian depan atau belakang sesuai dengan situasi kelas dan kebutuhan siswa tersebut

Kadang saya letakkan di depan kadang saya letakkan di belakang. Soal e kalau di depan gede anaknya, nanti nutupi yang belakang to mbak. Tergantung nanti situasinya gimana, ya saya pindah-pindah tempat duduknya mbak (WIV.GK5.02122017.1-4).

Guru dan sekolah tidak melakukan asesmen berkala untuk ABK. Kalau dari sekolah itu ndak, (WIV.GK5.02122017.1). Beberapa waktu sebelumnya pernah diadakan asesmen oleh seorang mahasiswa S2 dari sebuah universitas untuk kepentingan penelitiannya. Ya pokoknya

kalau ada beasiswa itu mbak. Ini yo belum dapat lagi, kemarin tu mengajukan 15 opo 16 gitu tapi cuma dapat 10. Dapet 5 juta to sekolah masing-masing anak jadi 500, buat tes itu terus dibelikan peralatan seragam, buku, pewarna, sepatu pokoknya kebutuhan anak itu mbak. Orang tua ya gak nyadar kalau ndak diteskan sekolah kalau suruh tes sendiri, jadi ya nunggu beasiswa itu aja sih mbak

(WIV.GK5.02122017.1-7). Sekolah sekali waktu mengajukan permohonan untuk beasiswa ABK kepada dinas, tetapi tidak semua permohonan dipenuhi. Dana dari hasil beasiswa yang didapat digunakan sekolah untuk melalukan pengecekan ke puskesmas dan sisanya digunakan untuk membeli perlengkapan sekolah.

Guru menggunakan media yang sama untuk ABK dan siswa lainnya tetapi dengan penjelasan yang lebih sederhana. Paling misal

anak-anak ini ya medianya cuma itu tapi paling tak kasih yang sederhana gitu. Ya misalnya peta, kalau anak-anak semua kalau mereka paling Pulau Jawa yang besar-besar gitu. Pokoknya alat peraganya sama tapi pertanyaannya direndahkan gitu (WIV.GK5.02122017.1-4).

KKM yang digunakan berbeda antara ABK dan siswa yang lainnya, guru menggunakan selisih satu angka lebih rendah untuk ABK.

Beda, kalau anak-anak 7 ya dia 6. Paling selisih satu atau setengah

(WIV.GK5.02122017.1-2).

c. Kelas 6

Di kelas 6 terdapat dua ABK slow learner. Sama kok mbak, anak

itu lho apa ya lambat belajar (WIII.GK6.23112017.1). Salah satu ABK

memiliki kesulitan lebih dibandingkan ABK yang lain. ABK yang berada di kelas 6 telah memiliki surat keterangan tetapi surat tersebut dibawa ABK bukan guru kelas Itu kan bukan guru kelas yang membawa, itu

nanti Kepala Sekolah dan Bu K (WIII.GK6.23112017.1).

Guru kelas 6 tidak mempersiapkan bahan ajar khusus untuk ABK. Hal ini dilakukan karena guru tidak memiliki waktu lebih untuk membuat RPP khusus ABK dan guru harus mempersiapkan ABK untuk mengikuti ujian sehingga pembelajaran yang disampaikan dibuat sama Tidak bisa

mbak, tidak ada waktu untuk membuatnya, tetap sama

(WIII.GK6.23112017.1). ABK yang mengalami kesulitan lebih memiliki hambatan dalam pemecahan masalah saat mengerjakan soal latihan tetapi dalam membaca sudah lancar. Untuk menghitung masih sangat kesulitan, bahkan perkalian kelas bawah masih belum menguasai. Siswa tersebut sering beralasan pusing untuk tidak menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, dia juga sering meminta ijin ke UKS, bila permintaannya tersebut tidak dituruti maka ia akan tiduran di mejanya.

Kelamaan itu udah bilang “Pusing Bu” gitu. Lha terus gimana, ke UKS, kalau dulu kelas 5 itu setiap Senin tidak masuk atau masuk terus nanti pulang. Itu katanya pusing, pokoknya gitu mbak, itu A tapi sekarang sudah tidak di kelas 6 ini sudah mengikuti terus. Tapi kalau membacanya bagus lancar, tapi memahami soalnya yang sulit dia. Kemarin perkalian itu saya lisan 2 kali 2 sama dengan 4, terus 1 kali 2 sama dengan 2,

kalau 2 kali 3 belum bisa, ya sudah besok untuk PR. besoknya 2 kali 3 bisa mbak, terus 2 kali 4 bingung mbak dia nggak bisa. Jadi pemikirannya untuk nalar itu lama dia. Padalah itu rendah sekali to mbak kalau perkalian di bawah begitu, itu kan seharusnya sudah di kelas dua atau tiga jadi di kelas 6 sudah ketinggalan banyak sekali. Ya tapi kalau membaca bisa, tapi kalau membaca angka yang banyak juga nggak bisa, jadi ya gitu itu mbak (WIII.GK6.23112017.5-19).

ABK memiliki tempat duduk di deretan belakang kelas, hal ini dilakukan dengan pertimbangan apabila ABK tersebut membutuhkan pendampingan akan menghalangi siswa di belakangnya. Berdasarkan hasil observasi, GPK melakukan pendampingan bagi ABK di pojok baca. Guru kelas 6 dibantu Guru Bahasa Inggris dalam mendampingi ABK sehari-hari Penempatan duduk yang pertama itu saya dudukkan di depan,

tetapi kan kasihan yang belakang kalau didamping. Yang belakang itu Bu D kan agak tinggi jadi kalau saya nulis itu kan terhalang, makanya sekarang saya letakkan di belakang Bu D juga paham

(WIII.GK6.23112017.1-4). KKM untuk ABK dan siswa lainnya disamakan, tetapi apabila dirasa KKM yang digunakan dirasa terlalu tinggi dapat diturunkan Ya jadinya sama mbak, memang seharusnya beda

ya ya tapi gimana repot e mbak. Yang saya pertimbangkan itu mereka nanti ujian, ujian kan soalnya itu sama to mbak (WIII.GK6.23112017.1)

dan Sama juga mbak, karena itu lho mbak mau menuju ke ujian itu lho

mbak, kalau kelas 6 kan itu. Jadi kalau nanti dibedakan kan kalau ujian nanti ndak bisa mbak, ketinggalan jauh nanti jadinya

(WIII.GK6.23112017.4-5).

Guru tidak mempersiapkan media khusus untuk ABK, karena telah ada GPK yang mendampingi sehingga guru dirasa tidak perlu membuat media tersendiri Tidak bisa mbak, tidak ada waktu untuk

membuatnya, tetap sama (WIII.GK6.23112017.1-2). Guru menggunakan

untuk mempersiapkan ABK menghadapi ujian, karena saat ujian ABK dan siswa normal mendapatkan soal yang sama tidak dibedakan Ya

jadinya sama mbak, memang seharusnya beda ya ya tapi gimana repot e mbak. Yang saya pertimbangkan itu mereka nanti ujian, ujian kan soalnya itu sama to mbak (WIII.GK6.23112017.1-3). Saat ini tidak

dilakukan asesmen secara berkala untuk ABK karena GPK yang ada hanya datang satu minggu satu kali Sekarang tidak ada, kalau dulu itu

dulu memang ada dibuatkan dari GPK, tapi kan sekarang GPKnya itu cuma sehari kesini (WIII.GK6.23112017.1-2).

d. Kepala Sekolah

Kepala sekolah SD “Suka Bahagia” yang sekarang menjabat merupakan kepala sekolah baru karena belum lama menjabat kurang lebih satu tahun. Kepala sekolah sebelumnya menjadi kepala sekolah di sekolah yang bukan inklusi. Pasti ya mbak, dukanya itu ya mbak gimana

ya biasanya biasanya kalo kepala sekolah baru itukan ditempatkan di sekolah yang ya katakanlah dengan sekolah yang saya dulu itu ya di bawahnya ya (WV.KS.02122017.1-4). Kepala sekolah beranggapan

untuk menjadikan suatu sekolah yang baik diperlukan dukungan dari semua pihak. Karena apa karena kalo sekolah yang katakana lah

sekolahnya lebih bagus kan didukung bermacam-macam to tidak hanya gurunya saja kan, ya komite terus siswanya juga orangtuanya juga, terus kalo apa kalo negeri semua warga sekolah (WV.KS.02122017.15-18).

Kepala sekolah menyadari bahwa output dari sekolah inklusi belum bisa sebaik sekolah yang tidak inklusi, karena di sekolah inklus terdapat ABK yang di antaranya mengalamikesulitan belajar. Terus kalo di sini

namanya saja kan sudah sekolah inklusi nah kalo masalah itu keadaan siswa kan jauh lebih nganu itu to mbak. Lebih sukar to untuk menangani dan sebagainya itu to. Ya kita itu di sini ya apa boleh buat di sini kan ya banyak sekali ya tidak banyak sekali ya hampir 50 persen yang tingkat kecerdasannya itu di bawah rata-rata. Jadi misalkan nanti dalam akhir

outputnya itukan biasanya di ranking kecamatan, yaa karena di sini karena itu tadi yang ABK itukan nanti bisa mempengaruhi sekali ya mbak. Iya biarpun nanti yang bisa-biasa itu misalkan nilainya sudah ya baik, tapi nanti kalo ABKnya mendapat satu, dua kan bisa mempengaruhi yang lain (WV.KS.02122017.29-37). Kepala sekolah

yang saat ini menjabat belum memiliki pengetahuan berkaitan dengan sekolah inklusi. Saya pas itukan bulan Juli haduh saya gak tau bener e

bagaimana kurilkulum sekolah inklusi itu gimana. Terus yang namanya inklusi itu terus apa, guru, ABKnya gimana-gimana. Saya tu belum tau bener mbak bingung (WV.KS.02122017.3-6).

SD “Suka Bahagia” saat ini menggunakan kurikulum 2013 untuk kelas 1 dan 4, sedangkan sisanya menggunakan KTSP. Sekolah belum menggunakan kurikulum yang berbeda untuk ABK, kurikulum yang digunakan masih sama. Ya kurikulum di sini ya yaa karena yang tahun

ini ya kelas 1 dan kelas 4 sudah kurtilas jadi kurikulum itu di apa ya dalam satu buku dalam satu dokumen satu untuk kurtilas satu untuk kurikulum 2006. Terus untuk yang ABK ini kemarin sudah diprikso nggih sama bapak pengawas ini nggak ditulisi kurikulum sekolah SD sekolah inklusi itu ga usah aja. Pokoknya dibuat sama seperti sekolah biasa umum, begitu mbak. Tapi nanti itu dipelaksanaannya saja yang dibedakan. Soalnya itu mbak lha nanti kalo kurikulumnya, memang seharusnya kurikulmnya itu dua kurikulum yang untuk ABK sendiri yang umum sendiri, tapi untuk kurikulum ABK sendiri saya kan belum pernah diklat jadi nggak tau. Pak kepala ee pak pengawas juga seperti itu. Ya udah pokonya yang penting ada kurikulumnya. Kalo misalnya nggak ada ya ee inklusinya pun saya maklumi hahaha ngote niku

(WV.KS.02122017.1-14).

Sekolah masih menggunakan kurikulum yang sama bagi ABK dan siswa lainnya, karena kepala sekolah belum memiliki bekal dan belum mendapatkan diklat berkaitan dengan kurikulum fleksibel untuk

sekolah inklusi. Wah nek kurikulum belum pernah diklat tetang

kurikulum yang khususnya tentang ini ya sekolah inklusi ya. Ya menurut pengalaman yang sudah diklat kurikulumnya ya terpadu, terpadu artinya satu dokumen itu nanti sudah mencakup antara yang inklusi dengan yang umum (WV.KS.02122017.1-5) dan Hehehe itu yang menjadi masalah saya belum itu to mbak belum nganu apa ya belum mendapat diklat yang kayak gitu, jadi aku tu masih bingung maunya itu gimana to ini kurikulumnnya itu hlo. Kalo misalnya yang biasa itu kurikulumnya ya jelas gini gini gini ada. Tapi yang untuk ABKnya saya tu sampe sekarang itu belum tau yang jelas itu belum (WV.KS.02122017.1-6).

SD “Suka Bahagia” dalam memenuhi segala keperluan menggunakan dana BOS, karena dinas tidak memperbolehkan melakukan pemungutan liar. Dari bos, kan dari dinas sudah menetapkan tidak boleh

ada pungutan dari wali murid. Jadi ya kan kita menggunakan eh menetapkan semuanya dari biaya BOS mbak (WV.KS.02122017.1-3).

Pihak sekolah tidak melakukan identifikasi awal saat PPDB, sekolah hanya berbekal catatan yang dimiliki semasa bersekolah di jenjang sebelumnya. Kemudian guru mulai melakukan observasi selama proses pembelajaran, apabila guru menemukan karakteristik siswa cenderung ABK maka pihak sekolah akan melakukan pengecekan di puskesmas. Lha itu juga nggak beda dengan sistem penerimaan siswa

baru sekolah lain, artinya sekolah yang bukan inklusi. Karena apa karena juknis dalam PPDB dari dinas itu kan gak ada, ini khusus PPDB sekolah inklusi itu gak ada. Jadi penerimaan peserta didik baru di sini sesuai dengan yang umum tadi to, tapi masalah anak itu ABK atau tidak nantikan orangtuanya misalnya orangtuanya sudah punya seperti catatan (WV.KS.02122017.3-9) dan Nah kalo sudah gitu ada kesulitan dalam penerimaan pelajaran atau yang lain, nah nanti to dalam pembelajaram di kelas 2 kan guru sudah bisa dari laporan guru terus

sekolah menindaklanjuti terus dibawa ke psikolog atau puskesmas untuk memeriksa si anak itu tadi to (WV.KS.02122017.17-21).

SD “Suka Bahagia” saat ini belum menerima semua tipe ABK, karena menurut kepala sekolah ABK yang memiliki ketunaan lebih sulit ditangani saat proses pembelajaran. Sekolah juga memiliki kuota tersendiri, yaitu menerima maksimal tiga ABK dalam satu kelas. Tidak

mbak, soalnya kalo misalnya ada ABK lebih dari 3 satu kelas nantikan

Dokumen terkait