• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS ATAS DI SD SUKA BAHAGIA KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS ATAS DI SD SUKA BAHAGIA KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS ATAS

DI SD “SUKA BAHAGIA” KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Angela Yoganda Iga Vasthi NIM: 121134015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus untuk segala limpahan berkat yang diberikan, skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Keluargaku, Bapak Fransiscus Asisi Prayoga, Ibu Christina Maria Idha Sri Lestari, dan Adik Laurensia Iga Calista untuk semua doa dan dukungannya. 2. Suamiku, Rafael Renier Yosendi yang selalu mendampingi setiap waktu. 3. Anak-anakku, Mikaela Verdandi Paramawijaya Renier dan Gabriel Vejovis

Paramawinaya Renier yang selalu membawa keceriaan.

4. Mama dan adik-adik ipar, Monica Lusiana Wiwiek Sumiyati, Verena Yosica Ronandha, dan Gabriela Sherly Martha Yosendha yang selalu memberi dukungan.

5. Almamater Universitas Sanata Dharma tempat mengenyam ilmu pendidikan dan menimba banyak ilmu.

(5)

v MOTTO

“Bahagia itu bukan soal kesempurnaan, melainkan

hadirnya tawa dan keceriaan”

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 22 Mei 2018 Peneliti

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Angela Yoganda Iga Vasthi

Nomor Mahasiswa : 121134015

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS ATAS DI SD “SUKA BAHAGIA” KABUPATEN SLEMAN”

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 22 Mei 2018 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS ATAS SD DI “SUKA BAHAGIA” KABUPATEN SLEMAN

Angela Yoganda Iga Vasthi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2018

Sekolah inklusi adalah satuan pendidikan yang juga memberikan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus guna memperoleh pendidikan yang layak seperti halnya anak yang normal. Sekolah inklusi yang ideal merupakan sekolah inklusi yang dapat memenuhi delapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan permasalahan prinsip sekolah inklusi kelas atas di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara. Subjek penelitian adalah Guru Kelas 4, Guru Kelas 5, Guru Kelas 6, dan Kepala Sekolah di SD “Suka Bahagia”. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian: (1) Sekolah tidak menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus. (2) Sekolah melakukan indentifikasi di awal penerimaan peserta didik baru. (3) Sekolah tidak melakukan adaptasi kurikulum yang fleksibel bagi ABK. (4) Guru tidak merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. (5) Guru melakukan pengelolaan tempat duduk untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar. (6) Sekolah dan guru tidak melakukan asesmen secara berkala untuk ABK. (7) Guru tidak menggunakan media pembelajaran adaptif untuk ABK. (8) Guru menggunakan standar penilaian dan evaluasi pembelajaran yang sama untuk ABK dan anak normal, tetapi dengan bobot yang berbeda.

(9)

ix

ABSTRACT

THE DIFFICULTIES OF THE UPPER CLASS OF AN INCLUSIVE ELEMENTARY SCHOOL AT SUKA BAHAGIA ELEMENTARY SCHOOL IN

SLEMAN REGENCY

Angela Yoganda Iga Vasthi Sanata Dharma University Yogyakarta

2018

Inclusive schools are education unit that provide educate for children with special needs so they can have proper education like normal children. Ideal inclusive schools expect to meet the eight aspects of organizing an inclusive school. The research intended to describe the principle problem of inclusive school in upper grade of “Suka Bahagia” Primary School, Sleman Regency.

The research applied the qualitative research with interview method. The research subjects were the teacher of 4th, 5th, 6th, and the school principal consecutively. The data obtained by interview, observation, and documentation. The obtained data being analyzed by data reduction, presentation, and conclusion.

Research result were: (1) The school do not accepted all types of children with special needs. (2) The school applied a preliminary identification to the new student candidates. (3) The school do not applied a flexible curriculum adjustment for the children with special needs. (4) The school do not designed a teaching material and friendly learning activity. (5) The teacher applied a seat position management to optimize the teaching and learning process. (7) The teacher do not apply an adaptive learning media for the children with special needs. (8) The teacher apply the same standard rating and learning evaluation between children with special needs and normal student, but with different quality.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas berkatNya, sehingga peneliti mampu menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi Kelas Atas di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman”. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, dengan segenap hati peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd, selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

5. Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

6. Kepala Sekolah SD “Suka Bahagia” yang telah mengijinkan peneliti untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

7. Guru SD “Suka Bahagia” yang sudah membantu dan bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.

8. Keluargaku, Bapak Fransisicus Asisi Prayoga, Ibu Christina Maria Idha Sri Lestari, dan Adik Laurensia Iga Calista untuk semua doa dan dukungannya.

(11)

xi

10. Anak-anakku, Mikaela Verdandi Paramawijaya Renier dan Gabriel Vejovis Paramawinaya Renier yang selalu membawa keceriaan.

11. Mama dan adik-adik ipar, Monica Lusiana Wiwiek Sumiyati, Verena Yosica Ronandha, dan Gabriela Sherly Martha Yosendha yang selalu memberi dukungan.

12. Teman-teman payung yang banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi

13. Desi Ratnasari yang dengan berbagai cara memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.

Yogyakarta, 22 Mei 2018 Peneliti

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR BAGAN…... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 4 E. Asumsi Penelitian... 4 F. Definisi Operasional... 5

BAB II LANDASAN TEORI…... 6

A. Kajian Teori…... 6

1. Sekolah Inklusi... 6

2. Permasalahan sekolah Inklusi... 7

B. Hasil Penelitian yang Relevan……... 15

C. Kerangka Berpikir... 18

BAB III METODE PENELITIAN... 20

A. Jenis Penelitian... 20

B. Setting Penelitian... 20

1. Tempat dan Waktu Penelitian... 20

2. Subjek Penelitian... 21

3. Objek Penelitian... 21

C. Desain Penelitian... 21

D. Teknik Pengumpulan Data... 23

1. Wawancara... 23

2. Observasi... 24

3. Dokumentasi……... 25

E. Instrumen Penelitian... 25

(13)

xiii 2. Pedoman Observasi... 28 3. Daftar Dokumentasi... 29 F. Kredibilitas…... 30 1. Uji Kredibilitas... 30 2. Pengujian Transferability... 30

G. Teknik dan Analisis Data……...…... 31

1. Data reduksi... 31

2. Penyajian data... 31

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 33

A. Deskripsi Penelitian... 33 B. Hasil Penelitian... 34 1. Hasil Wawancara... 35 2. Hasil Observasi... 47 3. Daftar Dokumen... 50 C. Pembahasan…... 51 BAB V KESIMPULAN... 57 A. Kesimpulan... 57 B. Keterbatasan Penelitian... 58 C. Saran... 58 DAFTAR PUSTAKA... 59 LAMPIRAN... 61 BIOGRAFI PENELITI... 107

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gejala-gejala yang Dapat Diamati dalam Identifikasi... 8

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara………... 26

Tabel 3.2 Pedoman Observasi………... 28

Tabel 3.3 Daftar Dokumen………... 29

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Observasi... 34

(15)

xv

DAFTAR BAGAN

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Surat Izin Penelitian……... 62

Lampiran 1.2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian…... 63

Lampiran 2.1 Hasil Observasi…………...….... 64

Lampiran 3.1 Reduksi Hasil Wawancara Guru Kelas 4……... 66

Lampiran 3.2 Reduksi Hasil Wawancara Guru Kelas 5... 81

Lampiran 3.3 Reduksi Hasil Wawancara Guru Kelas 6... 85

Lampiran 3.4 Reduksi Hasil Wawancara Kepala Sekolah... 92

Lampiran 4.1 Hasil Observasi... 98

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No. 20 Tahun 2003). Undang-undang tersebut mencantumkan bahwa pendidikan tidak hanya berkaitan dengan kecerdasan intelektual seorang saja tetapi juga termasuk didalamnya adalah kecerdasan spiritual, pengendalian diri dan sebagainya. Pendidikan jelas memiliki peran besar dalam membentuk pribadi seseorang melalui segala prosesnya.

Ilahi (2013: 17) menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan, termasuk warga negara yang memiliki kesulitan belajar, seperti kesulitan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), dan menghitung (diskalkulia), maupun penyandang ketunaan (tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras). Undang-Undang tersebut mengatur tentang kesempatan yang dimiliki seluruh warga negara dalam memperoleh pendidikan termasuk mereka yang memiliki kesulitan belajar dan menyandang ketunaan. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki kebutuhan khusus pun berhak mendapatkan pendidikan seperti anak yang lain.

(18)

Pendidikan inklusif merupakan konsep pendidikan yang mempresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara (Ilahi, 2013: 24). Pendidikan inkusif memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan yang merupakan hak dasar yang mereka miliki sebagi warga negara. Sehingga, dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif dibutuhkan suatu keterbukaan agar mampu memberikan pendidikan yang baik dan layak terutama bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus.

Kepala SD/MI harus memahami atau menguasai filosofi dan konsep pendidikan inklusi yang diyakininya dan harus berani menjamin dan bertanggung jawab tugas mulianya atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak ketika dalam pelaksanaannya ada tantangan atau permasalahan (Kustawan, 2013: 60). Kepala Sekolah yang menjabat di sekolah inklusi hendaknya memahami filosofi dan konsep pendidikan inklusi agar dapat bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah tersebut. Sekolah inklusi diharapkan memiliki tanggung jawab guna menyelenggarakan kegiatan pendidikan bagi seluruh siswa, baik yang berkebutuhan khusus atau tidak berkebutuhan khusus.

Sebuah berita yang berjudul “1.692 Penyandang Disabilitas Tidak Sekolah” menyebutkan Dinas Pendidikan, Pemudan, dan Olahraga (Disdikpora) DIJ mencatat sedikitnya 1.692 penyandang disabilitas tidak sekolah dan di jenjang sekolah dasar terdapat 554 anak. Kepala Disdikpora DIJ Kardamanta Baskara Aji menduga kondisi tersebut terjadi karena orang tua biasanya malu untuk menyekolahkan anaknya. Menurut Kabid Perlindungan dan Rehabilitas Sosial Pramujaya, adanya penyadang disabilitas yang tidak bersekolah bukan hanya soal rendahnya kesadaran orangtua saja tetapi juga karena ketidaktahuan orangtua tentang model pendidikan bagi difabel. Dari 554 anak penyandang disabilitas yang tidak bersekolah, beberapa di antaranya seharusnya dapat bersekolah di sekolah inklusi.

(19)

Tentu dalam melakukan penyelenggaraan sekolah inklusi terdapat berbagai kendala, seperti pada penelitan yang telah dilakukan oleh Nissa Tarnoto pada tahun (2016) dengan berjudul “Permasalahan-permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada Tingkat SD” yang berisi tentang permasalahan yang dihadapi sekolah inklusi. Hasil tersebut ditemukan bahwa guru, siswa, orangtua, sekolah, masyarakat, pemerintah dan sarana prasarana merupakan permasalahan yang sering muncul dan menjadi kendala dalam mewujudkan sekolah inklusi. Ristya Ferinda dalam penelitiannya yang berjudul “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman” menyatakan bahwa 22% sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Peneliti terdorong untuk melanjutkan penelitian tersebut dengan meneliti salah satu SD di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Berakar dari latar belakang yang disebutkan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi Kelas Atas di SD „Suka Bahagia‟ Kabupaten Sleman”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, rumusan masalah yang diperoleh sebagai berikut: Bagaimana permasalahan sekolah dasar inklusi kelas atas di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: Mendeskripsikan permasalahan sekolah dasar inklusi kelas atas di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman.

(20)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan referensi tentang permasalahan dalam menerapkan prinsip sekolah inklusi di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman.

2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman langsung untuk mengetahui masalah apa saja yang terjadi dalam penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman.

b. Bagi Guru

Guru mendapatkan informasi mengenai permasalahan yang terjadi berkaitan dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman.

c. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah mendapatkan data tentang permasalahan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman.

E. Asumsi Penelitian

Berdasarkan hasil survey penelitian terdahulu, hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa 22% sekolah inklusi di Kabupaten Sleman dari 9 sekolah inklusi yang menerapkan delapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi, diantaranya yaitu penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak, identifikasi, adaptasi kurikulum, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan evaluasi pembelajaran. Di antara SD inklusi di Kabupaten Sleman salah

(21)

satunya adalah SD “Suka Bahagia”, peneliti memilih SD “Suka Bahagia” karena SD ”Suka Bahagia” termasuk dalam sekolah yang paling sedikit dalam menerapkan delapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi. Asumsi penelitian ini adalah terdapat permasalahan sekolah inklusi dalam menerapkan delapan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi di SD “Suka Bahagia”.

F. Definisi Operasional

1. Sekolah inklusi adalah satuan pendidikan yang juga memberikan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus guna memperoleh pendidikan yang layak seperti halnya anak yang normal.

2. Permasalahan sekolah inklusi adalah kendala-kendala yang muncul dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah inklusi.

(22)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

A. Kajian Teori 1. Sekolah Inklusi

Stainback dan Stain back (dalam Ilahi, 2013: 83) mengemukakan bahwa sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung

semua usia di kelas yang sama. Dalam perjanjian Salamanca Statement and

Framework for Action (dalam Kustawan, 2013: 17) memaparkan bahwa

sekolah regular dengan orientasi inklusi merupakan cara yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan yang efektif sehingga menekan biaya untuk keseluruhan pendidikan.

Ilahi (2013: 87) menjelaskan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengakomodasikan dan mengintegrasikan anak tidak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan khusus dalam program yang sama.

Berdasarkan penjelasan mengenai sekolah inklusi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sekolah inklusi merupakan penyelenggara pendidikan yang menggabungkan anak tidak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan khusus dalam satu program yang sama. Jelas dikatakan bahnwa sekolah inklusi merupakan tempat di mana anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus belajar bersama, hal ini diharapkan mampu menumbuhkan rasa percaya diri pada anak berkebutuhan khusus agar mampu belajar dengan anak lain yang tidak berkebutuhan khusus.

(23)

2. Permasalahan sekolah inklusi

Permasalahan sekolah inklusi salah satunya dapat dilihat melalui pelaksanaan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi, berikut prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi:

a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasi Semua Anak

Tulkit RIP (dalan Kustawan, 2013: 90) menyebutkan bahwa sekolah yang ramah terhadap anak merupakan sekolah di mana semua anak memiliki hak untuk belajar mengembangkan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin dalam lingkungan yang nyaman dan terbuka. Menjadi “ramah” apabila keterlibatan dan partisipasi semua pihak dalam pembelajaran tercipta secara alami dengan baik.

Dalam peraturan perundang-undangan tentang pendidikan di Indonesia (dalam Kustawan 2013: 90) semua anak memiliki hak untuk memeperoleh pendidikan yang bermutu tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa atau kondisi lainya.

Kustawan (2013: 90) menyatakan bahwa penerimaan peserta didik baru di SD/MI pada setiap tahun pelajaran perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Sumber daya yang dimiliki sekolah antara lain: (1) sumber daya pendidik dan tenaga pendidikan, (2) sumber daya sarana dan prasarana, dan (3) sumber daya biaya.

Sekolah inklusi harus benar-benar memiliki landasan yang kuat dalam melakukan proses penerimaan peserta didik baru, tidak hanya menerima semua siswa (berkebutuhan khusus dan tidak berkebutuhan khusus) saja tetapi sekolah juga harus melihat sumber daya yang dimiliki. Tidak hanya menerima siswa sebanyak mungkin tetapi tidak didukung dengan sumber daya yang ada, hal ini akan mengakibatkan penyelenggaraan pendidikan menjadi terhambat. Sekolah harus benar-benar tahu seberapa besar kemampuan sekolah dalam menerima siswa baru dan berapa jumlah siswa yang mampu diterima.

(24)

b. Identifikasi

Kustawan (2013: 93) menjelaskan bahwa identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lain untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/ kelainan/ gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya.

Buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif (dalam Kustawan, 2013: 93) menyebutkan bahwa identifikasi dapat diartikan menemukenali. Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya menemukenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak berkelainan dengan berbagai gejala-gejala yang menyertainya.

Tabel 2.1 Gejala-gejala yang dapat Diamati dalam Identifikasi No. Hambatan Gejala yang Dapat Diamati

1. Fisik 1.1 Gangguan penglihatan 1.2 Gangguan pendengaran 1.3 Gangguan bicara/wicara 1.4 Gangguan fungsi gerak 1.5 Gangguan fisik

1.6 Dsb.

2. Perilaku 2.1 Emosi yang labil (Emosional/ Tempramental

2.2 Perilaku sosial yang tidak baik atau negatif (suka membolos, sering bertengkar, sering membolos, malas, dsb)

2.3 Perilaku sosial yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat 3. Hasil Belajar 3.1 Prestasi belajar anak yang rendah

(25)

3.3 Prestasi belajar yang tinggi (di atas rata-rata)

Lerner (dalam Kustawan, 2013: 95) menyebutkan bahwa identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan (screaning), pengalihtanganan (referral), klasifikasi (classification), perencanaan pembelajaran (instruction planning), dan pemantauan kemajuan belajar

(monitoring pupil progress).

Identifikasi sangat diperlukan agar guru benar-benar mengatahui peserta didiknya. Guru juga merupakan orang yang setiap hari mendampingi siswa sehingga guru dapat dengan mudah mengamati gejala-gejala yang dialami siswanya. Identifikasi dilakukan dengan tujuan guru mendapatkan data tentang siswanya, berdasarkan hasil yang telah diperoleh guru diharapkan mampu menyusun program pembelajaran yang sesuai untuk seluruh siswanya. Guru dapat menyusun instrumen sesuai kebutuhan kelas atau dapat juga menggunakan instrumen yang telah ada. c. Adaptasi Kurikulum (Kurukulum Fleksibel)

Kustawan (2013:107) menjelaskan bahwa kurikulum fleksibel merupakan cara yang digunakan untuk mengakomodasi anak dengan berbagai latar belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan akan lebih memperhatikan keragaman anak agar pembelajarannya yang diterima sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Sekolah reguler yang menyelenggarakan pendidikan inklusif ramah anak diharapkan mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan tingkat, perkembangan, dan karakteristik anak sehingga lulusan memiliki kompetensi untuk bekal hidup (life skill) di waktu yang akan datang.

Nasution (dalam Ilahi, 2013: 168) menjelaskan bahwa kurikulum merupakan salah satu komponen penting bagi lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan isi pengajaran,

(26)

mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Pendapat tersebut didukung oleh Arifin (dalam Ilahi, 2013: 169) yang menjelaskan bila dalam kurikulum tidak hanya menjabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan pendidik kepada anak didiknya, tetapi juga segala kegiatan yang menyangkut pedidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik, terutama pada tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang memiliki kepribadian luhur.

Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam keberhasilan penyelenggaraan pendidikan terutama di sekolah inklusi. Guru diharapkan mampu menyusun pembelajaran sesuai kurukulum yang fleksibel sehinga mampu mencukupi segala kebutuhan siswanya, baik yang berkebutuhan khusus atau pun tidak berkebutuhan husus. Kurikulum yang dibuat hendaknya juga lebih peka dan mempertimbangkan keberagaman peserta didik, karena kurikulum digunakan sebagai acuan guna menciptakan peserta didik yang memiliki kepribadian luhur.

d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) fleksibel atau ramah anak secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari anak berkebutuhan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan atau hambatan dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai (Kustawan, 2013: 111). Pendapat tersebut didukung oleh Ilahi (2013: 172-173) yang menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan.

Anderson dan Broderick (dalam Friend, 2015: 268) menjelaskan bahwa gagasan di balik pengajaran yang dibedakan terletak pada

(27)

pentingnya strategi belajar mengajar yang beragam untuk dapat memenuhi rentang luas kebutuhan yang muncul di setiap ruang kelas. Keragaman kebutuhan para siswa ini dipenuhi dengan cara membuat perbedaan melalui bidang studi yang tengah diajarkan, proses pengajarannya, serta cara siswa mempertunjukkan hal dan level pengetahuan yang telah mereka peroleh melalui beragam produk. Pernyataan tersebut didukung oleh Tomlinson (dalam Friend, 2015: 268) yang menjelaskan bahwa proses pembedaan dapat dicapai dengan menyediakan materi dan tugas pada tingkat kesulitan yang beragam, serta melalui berbagai tingkatan dukungan pengajar dengan pengatur kelompok ganda, pilihan siswa, dan beragam strategi evaluasi.

Bahan ajar atau materi ajar dalam sekolah inklusi diharapkan fleksibel sehingga mampu memenuhi segala kebutuhan siswa di kelas baik yang memiliki kebutuhan khusus atau tidak memiliki kebutuhan khusus. Bahan ajar terdiri dari topik dan sub topik yang mengandung suatu ide pokok. Proses pembelajaran juga perlu dibuat berbeda guna memenuhi kebutuhan siswa yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan materi dan tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda.

e. Penataan Kelas yang Ramah Anak

Kelas sebagai lingkungan pembelajaran tidak terbatas pada ruang kelas saja. Anak dapat belajar di dalam dan di luar kelas. Kelas harus dirancang agar menyenangkan, nyaman dan aman serta dapat menimbulkan gairah atau motivasi anak untuk giat belajar. Di dalam kelas dan di luar kelas anak dapat belajar sesuai dengan kebutuhan (Kustawan, 2013: 113-114).

Kerr dan Nelson (dalam Friend, 2015: 288) menyebutkan bahwa penataan unsur-unsur fisik dalam sebuah ruang kelas dapat berdampak pada proses pembelajaran dan perilaku siswa. Pendapat tersebut didukung oleh Friend (2015: 288) yang menjelaskan bahwa penataan unsur-unsur fisik suatu ruang kelas memengaruhi kondisi belajar bagi seluruh siswa

(28)

sekaligus aksesibilitas terhadap penyajian dan materi pembelajaran bagi siswa yang menyandang keterbatasan sensori dan kelainan fisik. Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai, serta ruang penyimpanan.

Kelas merupakan lingkungan belajar yang tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja tetapi juga semua tempat yang digunakan siswa untuk belajar. Penataan ruang kelas hendaknya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan semua siswa, terutama apabila di kelas terdapat siswa berkebutuhan khusus. Dalam melakukan penataan ruang kelas, guru harus memperhatikan beberapa hal, seperti salah satunya berkaitan dengan akses siswa dalam melakukan kerja kelompok, guru juga harus mampu bergerak bebas guna memantau setiap siswa dalam kelas. Ruang kelas dirancang agar siswa memiliki motivasi dalam belajar, karena penataan ruang kelas dapat berdampak pada proses pembelajaran dan dapat mempengaruhi perilaku siswa.

f. Asesmen

Overton (dalam Friend, 2015: 209) menyebutkan bahwa asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi guna memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan bila diperlukan. Pendapat tersebut didukung oleh Friend (2015: 209) yang menyebutkan bahwa beberapa upaya pengumpulan informasi yang paling umum adalah melalui tes terstandar yang telah diproduksi secara komersial, ujian pertanggungjawaban negara bagian dengan taruhan tinggi, dan berbagai tes informal yang diciptakan oleh guru yang bersangkutan. Selanjutnya, Friend (2015: 210-217) menjelaskan ada enam ranah penting dalam pengambilan keputusan, yaitu: screening, diagnosis, penempatan program, penempatan kurikulum, evaluasi pengajaran, dan evaluasi program. Berikut penjelasannya,

(29)

a) Screening

Screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses

kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas

b) Diagnosis

Keputusan besar yang berkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, yaitu keputusan apakah seorang siswa memenuhi syarat dalam pedoman federal untuk diklasifikasikan sebagai penyandang disabilitas.

c) Penempatan program

Bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja ruang di kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah. Tim perencana program pendidikan individual harus mengambil keputusan ini dengan hati-hati.

d) Penempatan kurikulum

Penempatan kurikulum meliputi keputusan menganai level mana yang akan dipilih untuk memenuhi pengajaran siswa. Bagi seorang guru sekolah dasar, keputusan yang demikian dapat berarti memilih buku bacaan atau buku matematika yang akan digunakan oleh siswa. Informasi menganai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukur bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum.

e) Evaluasi pengajaran

Keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah

(30)

diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat.

f) Evaluasi program

Keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa. Satu hal yang menjadi pertimbangan adalah menentukan jika siswa tersebut telah mengakses kurikulum pendidikan umum dengan cara melihat pencapaian suatu standar seperti tujuan atau level patokan pada asesmen.

g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif

Kustawan (2013: 117) menjelaskan bahwa media adaptif adalah media yang disesuaikan dengan hambatan yang dialami anak berkebutuhan khusus. Media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.

h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran

Kustawan (2013: 124) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang sistematis dari mengumpulkan, menganalisis, hingga menafsirkan data informasi yang diperoleh dibandingkan dengan tujuan yang ditetapkan. Adapun karakteristik evaluasi adalah: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, (2) memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan, (3) menyediakan informasi yang berguna (ilmiah, reliable, valid dan tepat waktu), (4) melaporkan penyimpangan/ kelemahan untuk memperoleh remidiasi dari yang dapat diukur saat itu juga.

(31)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu. Adapun penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Indonesia”. Penelitian tersebut ditulis oleh Indah Permata Darma dan Binahayati Rusyidi. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penyelenggaraan sekolah inklusi di Indonesia yang belum sesuai dengan konsep dan pedoman penyelenggaraan, baik dari segi siswa, kualifikasi guru, sarana dan prasarana, dukungan orang tua dan masyarakat. Data yang dikumpulkan merupakan kata-kata dan dokumen.

Kedua, penelitian yang berjudul “Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada Tingkat SD”, penelitian tersebut ditulis oleh Nissa Tarnoto. Penulis hendak menunjukkan ada berbagai permasalahan yang ditemui guru terkait kesiapan sekolah, kurangnya kompetensi, kurangnya kepedulian orangtua terhadap ABK, jumlah ABK, kurangnya kerjasama masyarakat, ahli professional, dan pemerintah. Metode yang digunakan penulis adalah kualitatif dan menggunakan analisis teknik koding. Subjek penelitian adalah guru yang mengajar di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi.

Ketiga, penelitian yang berjudul “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman”, yang ditulis oleh Ristya Ferinda. Tujuan penelitian tersebut adalah mengetahui besar presentase sekolah dasar inklusi yang sesuai dengan prinsip sekolah dasar inklusi dan mendeskripsikan penerapan prinsip-prinsip tersebut. Penelitian tersebut merupakan penelitian kualitatif non eksperimental dengan menggunakan metode survey cross sectional, menggunakan kuisioner dengan pertanyaan terbuka. Responden merupakan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman.

Ketiga penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian pertama memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan peneliti tentang tujuan dilakukannya penelitian, yaitu untuk

(32)

mendeskripsikan penyelenggaraan sekolah inklusi di yang belum sesuai dengan konsep dan pedoman penyelenggaraan. Penelitian kedua memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan peneliti tentang tujuan dan metode yang digunakan, yaitu menunjukkan masalah yang ditemui sekolah penyelenggara pendidikan inklusi tingkat SD dan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ketiga memiliki relevansi pada area tempat penelitian, yaitu di Kabupaten Sleman. Ketiga penelitian tersebut memberi relevansi kepada peneliti yang melakukan penelitian mengenai permasalahan SD inklusi. Penelitian ini juga melanjutkan dari penelitian terdahulu, yang berjudul “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabpaten Sleman”. Pada penelitian terdahulu, peneliti melakukan penelitian pada sembilan SD, tetapi pada penelitian ini dilakukan di satu SD yang sebelumnya telah diteliti dan menerapkan paling sedikit prinsip-prinsip yang ada. Penelitian terdahulu menggunakan metode angket untuk mendapatkan data, penelitian ini menggunakan metode wawancara agar data yang diperoleh lebih dalam lagi. Literature map yang relevan dapat dilihat pada bagan berikut:

(33)

Bagan 2.1 Bagan literature map Indah Permata Darma

dan Binahayati Rusyidi (2015) Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Indonesia mendeskripsikan penyelenggaraan sekolah inklusi di Indonesia yang belum sesuai dengan konsep dan pedoman

Angela Yoganda Iga Vasthi

Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi Kelas

Atas SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman Nissa Tarnoto (2016) Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada Tingkat SD Ristya Ferinda (2016) Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman penelitian dilaksanakan di wilayah Kabupaten Sleman menunjukkan berbagai permasalahan yang ditemui guru

(34)

C. Kerangka Berpikir

Pendidikan inklusif merupakan konsep pendidikan yang mempresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara (Ilahi, 2013: 24). Pendidikan inkusif memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan yang merupakan hak dasar yang mereka miliki sebagi warga negara. Sehingga, dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif dibutuhkan suatu keterbukaan agar mampu memberikan pendidikan yang baik dan layak terutama bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus.

Kepala SD/MI harus memahami atau menguasai filosofi dan konsep pendidikan inklusi yang diyakininya dan harus berani menjamin dan bertanggungjawab tugas mulianya atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak ketika dalam pelaksanaannya ada tantangan atau permasalahan (Kustawan, 2013: 60). Saat ini semua sekolah diharapkan mampu menjadi sekolah inklusi yang mau menerima semua siswa, baik siswa normal mau pun siswa berkebutuhan khusus. Tetapi pada praktikya banyak kendala yang dialami sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusi tersebut. Seperti kurangnya tenaga pendidik professional, serta kurangnya sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran.

Penelitian ini mengembangkan dan melanjutkan dari penelitian sebelumnya terkait survei pelaksanaan sekolah inklusi di wilayah Kabupaten Sleman. Penelitian terdahulu menjadi dasar pada penelitian ini terkait delapan aspek dalam penyelenggaraan sekolah inklusi yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi (Kustawan, 2013: 90-131). Dari delapan aspek tersebut peneliti akan melanjutkan penelitian berupa pemaparan dengan lebih jelas berkaitan bagaimana penerapan masing-masing aspek tersebut. Untuk itu, peneliti

(35)

mengambil judul penelitian “Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi Kelas Atas di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman” yang berjenis penelitian kualitatif dengan metode wawancara dan triangulasi data berupa observasi nonpartisipatif dan pengamatan dokumen. Berdasarkan semua data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis sehingga peneliti dapat mengetahui permasalahan apa yang muncul dalam proses penelenggaraan sekolah inklusi terkait dengan delapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.

(36)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian metode penelitian ini memaparkan jenis penelitian, setting penelitian, dasar penelitian, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, teknik pengujian instrument, teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian menggunakan pendekatan ini diharapkan dapat membantu menggali permasalahan dalam penyelenggaraan sekolah inklusi di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman. Bogdan dan Taylor (dalam Ahmadi, 2014: 15) menyatakan bahwa metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu ucapan atau tilisan dan perilaku yang dapat diamati dari subjek. Creswell (2014: 64) menegaskan bahwa penelitian kualitatif sangat cocok untuk memecahkan suatu masalah penelitian yang tidak diketahui variabel-variabel dan perlu dieksplorasi. Untuk itu, sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan maka penelitian ini mengumpulkan data yang berkaitan dengan permasalahan dalam penyelenggaraan sekolah inklusi berdasarkan 8 aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.

B. Setting Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu SD penyelenggara pendidikan inklusi di Kabupaten Sleman, yaitu SD “Suka Bahagia” (nama samara). Pemilihan sekolah dasar inklusi ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang mendapati bahwa

(37)

sekolah tersebut termasuk dalam sekolah yang paling sedikit menerapkan prinsip-prinsip sekolah inklusi.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2017 sampai dengan bulan Januari 2018. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah peneliti menentukan judul skripsi yang dilakukan pada awal bulan Maret 2017. Penyusunan instrument wawancara yang dilakukan dari bulan Mei 2017 hingga Juni 2017. Di bulan Juli 2017 peneliti melakukan penelitian di SD berkaitan tentang PPDB, bersamaan dengan penyusunan Bab I dan II. Kemudian pada bulan September 2017 melanjutkan pengerjaan Bab III. Pada awal bulan Novermber 2017 peneliti melakukan wawancara pada guru, observasi, dan mengambil beberapa dokumentasi di SD. Pada bulan Desember 2017 sampai bulan Februari 2018 peneliti melengkapi data-data yang dirasa masih kurang lengkap sambil mengerjakan Bab IV dan V.

2. Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru-guru kelas 4, kelas 5, kelas 6, dan Kepala Sekolah sekolah dasar inklusi di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman.

3. Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah permasalahan sekolah dasar inklusi di SD “Suka Bahagia” di Kabupaten Sleman.

C. Desain Penelitian

Bogdan dan Biklen (dalam Emzir 2012 2-4) menyebutkan terdapat lima ciri utama penelitian kualitatif yaitu, memiliki latar aktual sebagai sumber langsung data dan peneliti merupakan instrument kunci; data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata atau gambar daripada angka; lebih berkonsentrasi pada proses daripada hasil atau produk; cenderung

(38)

menganalisa data secara induktif; dan mempertimbangkan perspektif partisipan.

Emzir (2012: 14-17) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif menggunakan metode-metode ilmiah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian mereka, meskipun langkah-langkah yang digunakan lebih fleksibel dan cair dibandingkan penelitian kuantitatif. Secara umum tahap-tahap dalam penelitian kualitatif yaitu, mengidentifikasi sebuah topik atau fokus; melakukan tinjauan pustaka; mendefinisikan peran peneliti; mengelola jalan masuk lapangan dan menjaga hubungan baik di lapangan; memilih partisipan; menulis pertanyaan-pertanyaan bayangan; pengumpulan data; analisis data; dan intepretasi dan disseminasi hasil. Berdasarkan tahap-tahap penelitian yang telah dijelaskan, peneliti melakukan penyusunan rumusan masalah, mencari sumber-sumber teori yang digunakan, menyusus aspek-aspek penyelenggaraan sekolah inklusi, meminta ijin melakukan penelitian ke sekolah, menentukan nara sumber, menyusun pedoman pertanyaan wawancara, melakukan pengambilan data (wawancara, observasi, dan dokumentasi), menganalisis data, dan merangkum serta menjelaskan data hasil penelitian.

Peneliti melakukan penelitian dengan metode kualitatif deskriptif, di mana pengumpulan data menggunakan teknik wawancara semi terstruktur. Menurut Hardiansyah (2013: 31) wawancara adalah sebuah proses interaksi komunikasi yang dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas dasar ketersediaan dan dalam setting alamiah, di mana arah pembicaraan mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan mengedepankan trust sebagai landasan utama dalam proses memahami.

Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu wawancara semi terstruktur. Wawancara dipilih oleh peneliti untuk mengetahui lebih dalam dan jumlah responden yang tidak banyak. Bentuk wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara semi terstruktur. Hardiansyah (2010: 123-124) menyebutkan bahwa wawancara

(39)

semi-terstruktur lebih tepat jika dilakukan pada penelitian kualitatif daripada penelitian lainnya. Beberapa ciri dari wawancara semi-terstruktur yaitu, pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan; kecepatan wawancara dapat diprediksi; fleksibel, tetapi terkontrol (dalam hal pertanyaan atau jawaban); ada pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata; tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena

D. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2014: 62) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang strategis dalam suatu penelitian, karena penelitian bertujuan untuk mendapatkan data yang valid. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2014: 62). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara. Hardiansyah (2013: 31) menjelaskan wawancara adalah sebuah proses interaksi komunikasi yang dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas dasar ketersediaan dan dalam setting alamiah, di mana arah pembicaraan mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan mengedepankan trust sebagai landasan utama dalam proses memahami. Pendapat tersebut didukung oleh Moleong (dalam Hardiansyah, 2013: 29) yang menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Sedangkan Stewart dan Cash (dalam Hardiansyah, 2013:

(40)

30) menyebutkan bahwa wawancara merupakan suatu interaksi yang di dalamnya terdapat pertukaran / sharing aturan, tanggung jawab, perasaaan, kepercayaan, motif, dan informasi.

Wawancara semi terstruktur termasuk dalam kategori in-depth

interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan

dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara semi terstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diwawancarai dimintai endapat, dan ide-idenya (Sugiono, 2014: 20).

Bentuk wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara semi terstruktur. Hardiansyah (2010: 123-124) menjelaskan bahwa wawancara semi-terstruktur lebih tepat jika dilakukan pada penelitian kualitatif daripada penelitian lainnya. Berikut beberapa ciri dari wawancara semi-terstruktur, pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan; kecepatan wawancara dapat diprediksi; fleksibel, tetapi terkontrol (dalam hal pertanyaan atau jawaban); ada pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata; tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena.

2. Observasi

Bungin (2007: 118) menyebutkan bahwa observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utama selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulit dan kulit.

Djamal (2015: 66) menjelaskan bahwa pengamatan merupakan kegiatan untuk mendapatkan informasi melalui indera penglihatan. Pendapat ini didukung oleh Spradly dalam Djamal (2015: 67) bahwa setidaknya ada tiga hal yang menjadi objek pengamatan yaitu, tempat; pelaku; dan kegiatan. Ketiga objek tersebut dinamakan situasi sosial.

Creswell (2014: 232) menyebutkan bahwa tipe observasi nonpartisipan atau pengamat sebagai partisipan merupakan outsider dari

(41)

kelompok yang sedang diteliti, menyaksikan dan membuat catatan lapangan dari kejauhan. Peneliti dapat merekam data tanpa terlibat langsung dengan aktivitas yang silakukan.

3. Dokumentasi

Bungin (2007: 124) menyebutkan bahwa metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode documenter adalah metode yang digunakah untuk menelusuri historis.

Djamal (2015: 86) menjelaskan bahwa pada hakekatnya dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat digunakan sebagai instrument pengumpulan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif peneliti menjadi instrument utama penelitian, karena penelitilah yang menggali, membangun komunikasi, dan menjalin interaksi serta berpartisipasi dengan para subjek dalam konteks penelitian ilmiah. Selain itu, instrument yang digunakan adalah daftar kisi-kisi wawancara berisi pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan sekolah inklusi guna menjawab rumusan masalah. Peneliti juga menggunakan triangulasi data berupa dokumen dari sekolah dan melakukan observasi partisipatif sebagai intrumen pendukun. Berikut alat bantu yang digunakan dalam penelitian: 1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara disusun dengan tujuan agar proses wawancara tidak menyimpang dari fokus penelitian. Pedoman wawancara dibuat untuk guru kelas 4, guru kelas 5, guru kelas 6, dan kepala sekolah. Pedoman wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan permasalahan penyelenggaraan sekolah inklusi berdasarkan delapan aspek sekolah inklusi.

(42)

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara

No Aspek Sub Aspek Pertanyaan Pokok

1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan semua anak Menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus

Tipe anak berkebutuhan khusus seperti apa saja yang diterima di SD “Suka Bahagia”?

Apakah ada kategori tertentu dari anak berkebutuhan khusus tersebut? Mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah

Apakah sekolah miliki konselor/ psikolog/ GPK untuk mendampingi penerimaan peserta didik baru?

Mempersiapkan sarana dan prasarana

Apakah sekolah

menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan untuk menerima peserta didik baru?

Merencanakan sumber daya biaya

Bagaimana perencanaan sumber daya biaya yang dilakukan sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)?

2. Identifikasi Mengidentifikasi tipe anak

berkebutuhan khusus

Bagaimana cara sekolah mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus? 3. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel) Menyusun Kurikulum Bagaimana sekolah

merancang kurikulum yang dapat memenuhi kebutuhan siswa?

4. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak Menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa Bagaimana penyusunan perencanaan pembelajaran di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan siswa? Menentukan bahan

ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Bagaimana penentuan bahan ajar yang mengaitkan antara pengetahuan,

keterampilan, dan sikap di sekolah?

5. Penataan kelas yang ramah anak

Mengelola kelas untuk

mengoptimalkan

Bagaimana cara guru memanajemen kelas (untuk mengoptimalkan proses

(43)

proses belajar mengajar belajar mengajar)? Mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas

Bagaimana cara guru memposisikan siswa berkebutuhan khusus dan tidak berkebutuhan khusus di kelas? 6. Asessmen Upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan

Bagaimana cara guru untuk memantau kemajuan hasil belajar siswa?

Melakukan penyaringan atau

screening

Apakah sekolah, melakukan penyaringan atau screening secara berkala? Melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus

Bagaimana cara sekolah mendiagnosis kelayakan atas layanan pendidikan khusus?

Melakukan penempatan

program pada anak berkebutuhan khusus

Program apa yang diberikan sekolah pada anak

berkebutuhan khusus? Melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa Bagaimana guru menerapkan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa di kelas? Melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus

Bagaimana bentuk evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus? Melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus Bagaimana pelaksanaan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus? 7. Pengadaan dan pemanfaatan media Memahami pentingnya Media Apakah sekolah menggunakan media

(44)

pembelajaran adaptif Pembelajaran Adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran pembelajaran? 8. Penilaian dan evaluasi pembelajaran

Menentukan KKM Bagaimana sekolah/ guru menentukan KKM bagi anak berkebutuhan khusus dan anak tidak

berkebutuhan khusus? Menjelaskan

karakteristik evaluasi

Bagaimana bentuk evaluasi yang digunakan?

Menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi

Apa tujuan dari

dilakukannya kegiatan evaluasi bagi siswa?

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan peneliti sebagai panduan dalam proses observasi sehingga tidak menyimpang dari fokus penelitian. Pedoman observasi digunakan peneliti untuk mencatat hal penting saat melakukan observasi. Berikut adalah kisi-kisi pedoman observasi yang digunakan peneliti:

Tabel 3.2 Pedoman Observasi

No Aspek Catatan Anekdot

1 Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan semua anak 2 Identifikasi 3 Adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel) 4 Merancang bahan ajar dan

kegiatan pembelajaran yang ramah anak

5 Penataan kelas yang ramah anak

(45)

7 Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif 8 Penilaian dan evaluasi

pembelajaran

3. Dokumentasi

Pedoman dokumentasi digunakan peneliti untuk mempermudah penentuan mana saja dokumen yang akan diamati guna memperkuat hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti. Berikut lembar dokumentasi yang peneliti gunakan:

Tabel 3.3 Daftar Dokumen

No Aspek Daftar Dokumen Ya

() Tidak () Keterangan 1 Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan semua anak 2 Identifikas 3 Adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel) 4 Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak 5 Penataan kelas

yang ramah anak 6 Asessmen 7 Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif 8 Penilaian dan evaluasi pembelajaran

(46)

F. Kredibilitas dan Transferabilitas

Sugiyono (2011: 364) menyebutkan bahwa uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif diantaranya adalah uji: credibility (validitas internal) dan

transferability (validitas eksternal).

1. Uji Kredibilitas

Sugiyono (2011: 364) menyatakan bahwa uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi denga teman sejawat, analisis kasus negative, dan member check. Kredibilitas merupakan hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan dan diakui kebenarannya. Uji kredibilitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Sugiyono (2011: 273) menjelaskan bahwa triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berberapa sumber dengan berbagai cara dan waktu.

Triangulasi dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi data. Sugiyono (2011: 274) menyebutkan bahwa triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Triangulasi sumber dilakukan dengan melakukan wawancara dengan narasumber yang berbeda yaitu guru kelas 4, guru kelas 5, guru kelas 6, dan kepala sekolah. Triangulasi data dilakukan dengan cara membandingkan hasil wawancara dengan hasil observasi dan data dokumentasi. Apabila hasilnya terdapat perbedaan maka peneliti akan melakukan diskusi lebih lanjut kepada narasumber dan sumber data untuk memastikan kembali mana data yang paling benar. Sugiyono (2011: 274) menyebutkan bahwa triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

2. Pengujian Transferability

Sugiyono (2011: 373) menjelaskan bahwa transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian. Setelah data yang dianggap paling

(47)

benar diperoleh maka selanjutnya peneliti akan melakukan transferabilitas. Sugiyono (2011: 275) menyatakan bahwa transferabilitas merupakan proses generalisasi di dalam penelitian kualitatif. Dalam metode kualitatif, data yang didapatkan mendalam atau mengandung makna. Untuk itu, dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, akan tetapi lebih menekankan pada makna. Transferabilitas peneliti lakukan dengan menampilkan hasil data wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dari proses tersebut akan didapatkan makna atau data yang sebenarnya.

G. Teknik dan Analisis Data 1. Data reduksi

Sugiyono (2011: 337) menyebutkan bahwa reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keleluasaan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Pada tahap ini, peneliti melakukan pengambilan data melalui tiga teknik yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan beberapa narasumber yang berbeda. Data yang diperoleh peneliti dirangkum dengan memilih data yang penting dan berkaitan langsung dengan penelitian sehingga dapat menjawab rumusan masalah.

2. Penyajian data

Sugiyono (2011: 339) menyatakan bahwa setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Pada tahap penyajian data peneliti menyajikan data dalam bentuk naratif, peneliti akan menggabungkan hasil wawancara dan observasi dalam satu tabel. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam menarik kesimpulan dan memperkuat data yang diperoleh.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Miles dan Humberman (dalam Sugiyono, 2011: 343) menyatakan bahwa langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Tahap analisis data yang terakhir adalah

(48)

penarikan kesimpulan dan memverifikasi seluruh data yang telah diperoleh. Berdasarkan data yang telah diperoleh, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan datandan teori guna menjawab rumusan masalah.

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini, peneliti membahas hasil penelitian dan pembahasannya. Hasil penelitian akan berupa paparan tentang partisipan peneliti dan deskripsi partisipan peneliti. Pembahasan dalam bab ini merupakan kesimpulan dari kegiatan yang telah dilakukan peneliti selama penelitian dan hasil triangulasi data.

A. Deskripsi Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan jenis kualitatif yang mengguakan metode wawancara berjudul “Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi Kelas Atas di SD “Suka Bahagia” Kabupaten Sleman”. Teknik yang dipakai adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari hasil penelitian skripsi yang telah dilakukan terdahulu. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli 2017. Pertama peneliti melakukan identifikasi dari hasil penelitian terdahulu di mana sedikit sekolah inklusi di Kabupaten Sleman yang telah menerapkan 8 aspek penyelenggaraan sekolah inklusi. Sekolah dasar inklusi yang peneliti ambil disamarkan menjasi SD “Suka Bahagia”. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga privasi dan nama baik sekolah.

Peneliti melakukan pengambilan data dengan melakukan wawancara pada guru kelas 4 dan guru kelas 6 di hari yang sama, kemudian melakukan wawancara pada kepala sekolah pada pertemuan berikutnya, dan yang terakhir melakukan wwancara pada guru kelas 5. Peneliti melakukan wawancara dengan membawa lembar pedoman kisi-kisi wwancara, checklist dokumen, dan pedoman observasi. Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi dan menanyakan beberapa dokumen guna melengkapi data penelitian.

(50)

Penelitian dilaksanakan di salah satu sekolah inklusi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta yaitu di SD “Suka Bahagia”. Berdasarkan surat keterangan, SD “Suka Bahagia menjadi sekolah inklusi sejak tahun 2012. SD “Suka Bahagia” menjadi sekolah inklusi ditunjuk oleh dinas karena telah menerima beberapa ABK. SD “Suka Bahagia” berada di lingkungan pedesaan dan berada di tengah pemukiman penduduk. Tidak jauh dari SD “Suka Bahagia” terdapat beberapa SD sehingga sangat memungkinkan terjadi perebutan saat penerimaan peserta didik baru. Partisipan dalam penelitian ini adalah guru kelas 4, guru kelas 5, guru kelas 6, dan kepala sekolah. Ini disesuaikan dengan rumusan masalah yang mengacu pada kelas atas.

B. Hasil Penelitian

Hasil dalam penelitian ini didasarkan pada data yang diperoleh peneliti dari wawanxara dan observasi di SD “Suka Bahagia”. Dari data tersebut, peneliti dapat mengetahui permasalahan-permasalahan dalam proses penyelenggaraan sekolah inklusi kelas atas SD “Suka Bahagia”. Berikut jadwal pelaksanaan observasi dan wawancara serta hasil penelitian yang dilakukan.

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Observasi

No. Hari / Tanggal Waktu Keterangan

1. Senin, 3 Juli 2017 08.00-10.00 Observasi PPDB 2. Kamis, 23 November 2017 11.00-13.30 Observasi kelas 4

Observsi kelas 6 3. Senin, 12 Februari 2017 12.00-13.00 Observasi kelas 5

(51)

Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Wawancara

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi peneliti memperoleh hasil-hasil penelitian yang menjawab rumusan masalah di SD “Suka Bahagia” adalah sebagai berikut:

1. Hasil wawancara a. Kelas 4

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara kepada guru kelas 4. Hasil wawancara yang dilakukan didapatkan data bahwa di kelas terdapat dua ABK slow learner. Slow

learner aja mbak. Di kelas 4 sebenarnya slow learner ada dua, tapi yang termasuk dalam ABK yang tercatat di inklusi cuma satu

(WII.GK4.23112017.1-2). Salah satu orangtua siswa awalnya tidak menerima bila anaknya seorang ABK. Setelah diberi pengertian kemudian orangtua menerima bahwa anaknya adalah ABK dan dengan demikian anak tersebut dapat naik kelas. Orang tua mempertimbangkan apakah selanjutnya anak tersebut bersekolah di Sekolah Luar Biasa atau tidak, karena kebanyakan orangtua malu jika memiliki anak yang bersekolah di SLB.

Guru membuat bahan ajar yang sama untuk ABK dan siswa lainnya karena di kelas 4 terdapat ABK slow learner sehingga guru merasa tidak perlu memberi pelajaran khusus, tetapi dalam perlakuan di kelas saja yang dibedakan. Yaa, kalau untuk yang karena kita slow

No. Hari / Tanggal Waktu Keterangan

1. Kamis, 23 November 2017 11.00-13.30 Wawancara Guru Kelas 4 Wawancara Guru Kelas 6 2. Sabtu, 2 Desember 2017 10.00-12.00 Wawancara Kepala Sekolah 3. Senin, 12 Februari 2017 12.00-13.00 Wawancara Guru Kelas 5

(52)

learner jadi tidak ada kekhususan yang harus dibedakan itu kita bikin sama cuma perlakuan di kelasnya yang kita bedakan, kalau untuk RPPnya kita buat sama (WII.GK4.23112017.1-4). Sebelumnya sekolah

pernah menerima seorang ABK tuna daksa sehingga dulu guru kelas membuatkan RPP tersendiri untuk ABK tersebut. Kalau yang memang

ada kekhususan waktu itu ada kan mbak ada yang memang sudah tuna daksa agak-agak gimana jalannya gitu, IQnya juga rendah nah itu memang dibuatkan waktu itu tapi kan sekarang udah lulus. Dibuatkan waktu itu RPPnya ya ada untuk kegiatan pembelajarannya ada yang regular kemudian ada yang ABK (WII.GK4.23112017.4-9). Saat

melakukan evaluasi, guru memberikan soal latihan yang sama bagi ABK dan siswa lainnya. Sementara ini kalau slow learner itu memang sama

misalnya dengan ulangan harian ada sepuluh nomer dia dispesialkan kalau bisa mengerjakan enam itu sudah merupakan keberhasilan. Tapi kalau yang misalnya untuk soal-soal yang memerlukan seperti soal yang harus menceritakan seperti uraian gitu itu cukup dia diberi misalnya ada lima dua saja cukup untuk yang slow learner itu bisa dikatakan berhasil.

(WII.GK4.23112017.1-8).

Dalam memberikan soal evaluasi gurumemberi bobot yang berbeda, misalkan guru memberi 10 soal dan ABK mampu mengerjakan 6 soal akan mendapatkan skor yang berbeda dengan anak yang lain.

Sementara ini kalau slow learner itu memang sama misalnya dengan ulangan harian ada sepuluh nomer dia dispesialkan kalau bisa mengerjakan enam itu sudah merupakan keberhasilan. Tapi kalau yang misalnya untuk soal-soal yang memerlukan seperti soal yang harus menceritakan seperti uraian gitu itu cukup dia diberi misalnya ada lima dua saja cukup untuk yang slow learner itu bisa dikatakan berhasil

(WII.GK4.23112017.1-6). Untuk soal uraian atau soal yang memerlukan pemahaman, ABK diberikan soal dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan siswa tidak berkebutuhan khusus. Tetapi untuk

Gambar

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara
Tabel 3.2 Pedoman Observasi
Tabel 3.3 Daftar Dokumen
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Observasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Demi masa depan kita, marilah kita dengan disaksikan oleh banyak orang, untuk segera membuat pengakuan, pernahkah kalian membuat sedih orang tua kalian?, Pernahkah kalian membuat

Per tanyaan nomor 5 pada bagian pr oduk media pelajar an adalah untuk mengetahui pendapat sisw a mengenai bahasa pada media audio visual ber basis muatan lokal ini mudah

Peserta lelang yang diundang agar membawa dokumen asli atau dokumen yang dilegalisir oleh pihak yang berwenang dan copy 1 ( satu ) rangkap. Undangan

Berdasarkan hasil Polymerase Chain Reaction (PCR) dan sekuensing DNA terhadap tiga sediaan gummy yang diuji dapat disimpulkan bahwa sediaan gummy A mengandung DNA

Hasil pengujian menunjukkan terdapat pengaruh langsung yang secara signifikan good corporate governance terhadap kinerja realisasi kredit melalui subsidi bantuan

Sebagian besar hormon LH, FSH dan testosteron basal didapatkan kurang dari normal, mungkin dikarenakan sedikitnya subjek penelitian yang memiliki data hormonal

Memang, tidak bisa dipungkiri bahwasanya nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki sopir truk lebih telihat pada kemampuan mereka bertahan dalam berbagai kondisi.. Meskipun

[r]