• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran untuk penelitian selanjutnya adalah mencari waktu diluar jam mengajar GPK di sekolah penelitian. Peneliti dapat membuat janji dengan GPK diluar sekolah guna melakukan wawancara.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, R. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Bandur, A. 2014. Penelitian kualitatif: metodologi, desain, dan teknik analisis data

dengan NVivo 10. Jakarta: Mitra Wacana Media

Bungin, B. 2007. Penelitian kualitatif komunikasi, ekonomi, kebijakan publik, dan

ilmu sosial lainnya. Jakarta: Prenada Media Group.

Creswell, J. 2014. Penelitian Kualitatif & Desain Riset . Edisi ke 3. Diterjemahkan oleh: Ahmad Lintang Lazuardi. Yogyakarta: Pustaka Pe;ajar.

Darma, I. P. & Rusyidi, B. 2015. Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Indonesia. Prosdin, 2(2).

Djamal, M. 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada.

Ferinda, R. 2017. Survey Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. (skripsi: tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas

Sanata Dharma.

Friend, M. & Bursuck, W. D., 2015. Menuju pendidikan inklusi panduan praktis

untuk mengajar, Edisi ke 7. Diterjemahkan oleh: Annisa Nuriowandari.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hardiansyah, H. 2013. Wawancara, observasi, dan focus groups: sebagai instrument

penggalian data kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ilahi, M. T. 2013. Pendidikan Inklusi: konsep 7 aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Kustawan, D. & Hermawan, B. 2013. Model implementasi pendidikan inklusi ramah

anak. Jakarta: PT Luxima Metro Media.

Sugiyono. 2011. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi (mixed

methods). Bandung: Alfabeta.

Tarnoto, N. 2016. Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada Tingkat SD. Humanitas, 13(1)

61

Lampiran 2.1 Hasil Observasi

Hasil Dokumentasi

No. Aspek Daftar Dokumen Ya

() Tidak () Keterangan 1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan semua anak  Buku untuk mencatat data siswa baru  Formulir pendaftaran  

Buku berisis semua data siswa baru dari setiap tahun.

Formulir pendaftaran telah disediakan sekolah dan diisi oleh orang tua atau wali murid saat mendaftar. 2. Identifikas  Surat

keterangan dari psikolog

 Surat keterangan dari psikolog diserahkan kepada pihak sekolah saat pendaftaran siswa baru. 3. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel)  Sekolah menggunakan kurikulum umum, tidak melakukan adaptasi untuk ABK.

4. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak

 Guru tidak

mempersiapkan bahan ajar untuk kegiatan pembelajaran yang ramah anak, guru menggunakan bahan

ajar yang sama untuk ABK dan anak lain. 5. Penataan kelas

yang ramah anak

 Foto ruang kelas.

6. Asessmen  Guru tidak melakukan

asesmen secara berkala untuk ABK. 7. Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif  Guru menggunakan media pembelajaran yang sama bagi ABK dan anak lainnya. 8. Penilaian dan evaluasi pembelajaran  Daftar nilai  Soal latihan.  Guru menggunakan

standar penilaian yang sama bagi ABK dan anak lainnya, hanya dengan bobot yang berbeda.

Lampiran 3.1 Reduksi Hasil Wawancara Guru Kelas 4

REDUKSI HASIL WAWANCARA GURU KELAS 4

Hari/Tanggal : Kamis, 23 November 2017 Subjek penelitian : Guru Kelas 4

Tempat : Ruang Guru SDN “Bahagia” Kode wawancara : WII.GK4.23112017

No. Aspek yang ditanyakan

Jawaban Kesimpulan

Peneliti

1. Penerimaan Peserta Didik

Baru (PPDB) yang

mengakomodasikan semua anak.

Slow learner aja mbak. Di kelas 4 sebenarnya slow learner ada dua, tapi yang termasuk dalam ABK yang tercatat di inklusi cuma satu.

WII.GK4.23112017.1-3

Yang satu memang dari orang tua tadinya dia tidak mengakui kalau anaknya ABK karena pengertian orang tua ABK itu kan harus yang wah segalanya seperti SLB gitu lah. Tapi kemudian setelah diberi pengertian ya

Di kelas 4 terdapat dua siswa ABK

sudahlah kalau memang ini ABK saya naikkan karena ABK di sini kan harus naik sehingga nanti di kelas 6 baru mengikuti ujian nasional atau sekolah, terus kemudian setelah orang tua diajak diskusi bagaimana nanti ke depannya si anak apakah ini nanti si anak mau naik ke kelas selanjutnya tapi dengan catatan dia ABK atau mungkin kalau bapak ibu tidak menghendaki dia ABK tapi kemampuan dia sebagai anak yang regular itu belum mampu berarti kita belum naikkan, nah prinsip orang tua seperti itu. Ya udah lah bu ABK gak papa yang penting naik gitu to, terus tapi ini lho nanti kita kasih tahu gambaran bagaimana nanti tindak lanjutnya kalau setelah anak ini dinyatakan inklusi ABK berarti kelanjutannya nanti bapak ibu harus mau menerima bagaimana anak ini kelanjutan sekolahnya harus di mana, gimana harus yang sama-sama inklusi atau gak nanti justru masuk di tingkat SMP tapi nanti tempatnya di SLB kan gitu. Ya di sini kebanyakan mereka masuk di sini karena orang tua malu kalau anaknya sampai masuk ke SLB, ya seperti itu. 2. Identifikasi. Untuk anu ya untuk mengecek perkembangan anak. Di

inklusi kita ini setiap awal dari anak itu masuk di sini sudah teridentifikasi sama guru kemudian diasesmenkan ke psikolog dan selanjutnya hanya

penanganan-Identifikasi dilakukan di awal pendaftaran.

penanganan biasa, gak pernah yang anak-anak inlusi ini ada program tes untuk IQ opo anak ini udah keberhasilan apa pa, gak ada di sini.

WII.GK4.23112017.2-7

Jadi untuk fasilitas ke jenjang yang lebih ini gak ada di inklusi, karena makanya sebenarnya saya “Opo sih sebenarnya inklusi ditanamkan di sekolah?” sekolah yang artinya seperti ini. Ini artinya hanya kalau menurut penglihatan saya hanya untuk kadang-kadang pelarian bapak ibu yang malu mendapatkan anak yang seperti itu kan, dan akhirnya dia di inklusi. Sedangkan penanganannya hanya sekedar jadi ndak ada maksimal-maksimalnya. Ya sebenarnya kalau seandanya dipertanyakan seperti itu kita hanya kita jadikan satu di regular pas saat ulangan, untuk perkembangan-perkembangan keberhasilan pembelajarannya tu sama ya cuma kalau kekhususan yang seperti mbak tanyakan

sepertinya kita gak ada.

WII.GK4.23112017.19-20

kelas-kelas gitu.

WII.GK4.23112017.1-2

Pendampingan kebetulan kita juga minim sekali pendamping. Kita juga nyambi mendampingi untuk kelas enam. Terus kalau untuk inklusi yang sebenarnya itu mau saya tanyakan ke mana-mana yang inklusi itu ya hanya seperti itu. Tidak ada fasilitasi dari pemerintah Provinsi,

terus kalau ditanyakan di pemerintah Kabupaten bilangnya itu wewenang Provinsi, jadi saling lempar.

WII.GK4.23112017.7-9

Jadi kayaknya ya seperti mbak lihat di SD kita ini kan kayaknya juga gak kelihatan sekali inklusinya, seperti itu.

Guru pendamping juga tidak ada, karena dari provinsi kan hanya satu, itu pun cuma dua hari, kebetulan di sini dilakoni cuma sehari.

Terus kemudian kemarin ada monitoring ke sini menanyakan tentang GPK dari provinsi bagaimana. Di mana-mana hampir sama mbak cuma yang harus greget itu harusnya gurunya. Ada waktu itu ada sekolah itu gurunya masih muda dan inovatif sekali itu bisa menggiring anak tidak ke pengetahuan tapi keterampilan, itu kenapa karena bapak itu pinter TI. Karena dia tahu dia ABK tapi ngah-ngoh itu tapi “Pak aku pengen hapene bapak itu gimana to caranya, aku tahu lho, aku udah pernah lho”. Kan dia biasanya usianya sudah lebih, ya itu akhirnya ada yang pengen di TI diajari ternyata nyantol juga pinter. Terus dia dibuatkan program, dia diajak main langsung program dikuasai. Yang satu lagi diajari malah ndelik, ketemunya dibawah mobil cuma ngeliati terus apa mbak “Sebentar pak, itu rangka mesinnya kodenya tolong tulis pak”, njuk akhirnya dia ngomong sama bapak e di rumah “Pak aku tadi tidur di bawah mobil, itu kerangka mesinnya ini ini, itu kalau di Google bagus pak, bapak kalau mau beli mobil yang itu aja pak, nanti aku yang

pilihkan warnanya”. Terus akhirnya setelah lulus SD naik ke SLB, ternyata di sini juga banyak SMP masuk SLB. Karena di sana ya itu tadi yang khusus dia itu keterampilan, karena pengetahuannya kan kecil. Di sana ternyata setelah 3 bulan pinter nyanyi, terus akhirnya ada yang satunya lagi itu di rumah tangga, jadi dia bersih-bersih pinter nyapu masak semua pinter. Padahal di kelas ndak pernah mengikuti, nulis sekata pun ndak, nulis „A‟ ditinggal kedepan sudah ndlongop lagi. Tapi kalau ndak ada pendamping kan kalau ditinggal ke depan macet, lha nanti yang lain kan kasihan to mbak bubar nanti. Tapi nanti kalau sudah di SLB kan ndak harus pengetahuannya yang dikejar, tapi di sini kendala yang paling utama itu

fasilitas secara fisik, fasilitas guru, dan pendampingnya.

WII.GK4.23112017.45-46

Terus untuk kurikulum karena kan sebenarnya kurikulum inklusi harus dibedakan kan, tapi di sini belum bisa melaksanakan, karena kebetulan inklusi sekarang ini slow

yang syndrome gitu, sekarang ada syndrome tapi kelas 2 itu diberi terapi sama ibunya, untuk membentuk wajahnya, untuk supaya lebih konsentrasi walau pun belum terlalu berhasil ya. Tetap diem aja, ndak mengikuti, cuma wajahnya itu sudah agak normal kaya biasa. Beda sama awal masuk masih kelihatan banget.

3. Adaptasi Kurikulum (kurikulum fleksibel).

Kalau untuk yang slow learner di kelas 4 ini terutama untuk medianya saya bikin sama, misalnya media kita peta cuma di peta nanti kalau anak-anak itu sudah selesai sudah memahami baru saya panggil yang dua anak tadi.

WII.GK4.23112017.7-11

Tempat duduk di kelasnya karena kita inklusi itu tidak boleh menyendirikan kan atau tidak boleh membuat kelas sendiri itu kita baur cuma nanti kalau misalnya prinsip di kurtilas itu kita harus kelompok-kelompok dia harus dikelompokkan diikutkan di kelompok yang regular, di sana satu sana satu.

WII.GK4.23112017.1-6

Secara tidak langsung guru telah menerapkan kurikulum yang fleksibel dan dapat diikuti ABK.

4. Merancang bahan ajar

dan kegiatan

pembelajaran yang ramah anak.

Yaa, kalau untuk yang karena kita slow learner jadi tidak ada kekhususan yang harus dibedakan itu kita bikin sama cuma perlakuan di kelasnya yang kita bedakan, kalau untuk RPPnya kita buat sama.

WII.GK4.23112017.1-4

Kalau yang memang ada kekhususan waktu itu ada kan mbak ada yang memang sudah tuna daksa agak-agak gimana jalannya gitu, IQnya juga rendah nah itu memang dibuatkan waktu itu tapi kan sekarang udah lulus. Dibuatkan waktu itu RPPnya ya ada untuk kegiatan pembelajarannya ada yang regular kemudian ada yang ABK.

Guru tidak mempersiapkan RPP khusus untuk ABK.

5. Penataan kelas yang ramah anak.

Tempat duduk di kelasnya karena kita inklusi itu tidak boleh menyendirikan kan atau tidak boleh membuat kelas sendiri itu kita baur cuma nanti kalau misalnya prinsip di kurtilas itu kita harus kelompok-kelompok dia harus dikelompokkan diikutkan di kelompok yang regular, di sana satu sana satu.

WII.GK4.23112017.1-6

Guru menempatkan ABK

bercampur bersama anak normal dan ketika berkelompok ABK juga berbaur dengan anak lain.

Jadi tidak harus satu kelompok. Kemudian kalau untuk kelompok ini memang eee prinsip di kelompoknya jadi temen-temen yang bisa itu menjadi tutor sebaya gitu. Jadi gak harus guru yang ngandani harus guru yang ini, coba bantu temen kalian ini yang kesusahan tentang ini ini ni. Walaupun mungkin ya ada protes “Bu gak mudeng-mudeng e bu, gak dong-dong e bu”, udah kalau seperti itu suruh aja menulis hasil dari diskusi di kelompokmu, nulis aja habis nulis suruh baca itu juga nanti harus diulang ulang ulang untuk memahami opo to tadi yang saya diskusikan. Seperti itu kalau slow learner memang.

Kalau pas lagi gak diskusi atau mungkin tidak dengan kelompok itu justru untuk kedekatan dengan guru tentu diputer kalau saya kan. Kemudian untuk spesialis

memang dia itu dalam hal tertentu dia harus perlu bimbingan saya ajak ke pojok bacanya berdua, saya

sendirikan di situ terus kita dengan materi ini sama dengan yang lainnya cuma karena dia perlu bimbingan itu dia berdua harus di situ diulangi lagi dengan penjelasan dari awal, lebih pelan-pelan, lebih lama.

WII.GK4.23112017.3-5

Kalau yang lainnya kan kita klasikal sudah, kemudian dalam selanjutnya mengerjakan itu ya dia harus sendiri. Kalau sama temannya walaupun dia di depan itu juga gak akan jalan, harus dengan dibimbing lagi. Pokoknya dari awalnya harus ini lho ini maksudnya ini terus itu yang nomor satu, ini setelah ini to maksudnya ini ini ni, itu juga harus dibimbing terus sampai satu nomor itu dia bisa menyelesaikan. Coba yang untuk nomor dua kalau masih dengan apa urutan atau mungkin cara menjawabnya itu masih ngawur diulangi lagi untuk nomor dua. Begitu itu

slow learner mbak.

6. Asesmen. Kalau untuk program khusus kami ndak ada sih mbak. Dari tahun ke tahun di sini saya rasakan cuma biasa-biasa saja.

WII.GK4.23112017.1-3

Bahkan biasanya kalau ada ketunaan yang bener-bener itu menyangkut anak itu membutuhkan beberapa alat atau mungkin beberapa fasilitas yang sini gak ada. Dari awalnya malah saya anjurkan untuk jangan di sini. Karena

Guru tidak melakukan pemantauan secara berkala.

dari beberapa kali saya mengikuti yang namanya diklat tentang inklusi, inklusi kita ini kan yang menangani di Provinsi dan di Kabupaten itu tidak tahu menahu untuk segala macem yang namanya kegiatan yang ABK itu yang menangani Provinsi. Nah untuk saat ini ni juga ada guru di kelas 2, ini sekarang sedang mengikuti diklat inklusi di Hotel Cakra Kembang, Jl. Magelang selama seminggu. Ini juga menyangkut tentang kebutuhan-kebutuhan anak di sekolah inklusi, kemudian merencanakan program tentang RTL tentang keinklusian ini mbak. Itu juga bersangkutan dengan yang ada di PLB UNY. Di situ nanti kita memang harus membuat program-programnya atau rencana-rencana yang harus kita kembangkan di inklusi. Karena di sekolah inklusi ini memang, seperti kita di Godean kan memang kita hanya satu SD ya, itu fasilitas tidak dipenuhi artinya, kita dulu pernah mbak mendapatkan program bantuan untuk sekolahnya untuk fisik sekolahnya, karena kita kan dengan berbagai ketunaan tadi kita mendapat ini untuk membuat ram ini lho. Ram-ram di setiap pintu kelas, terus di setiap akses untuk turunnya gitu juga diberi ram, itu sekedar untuk membantu yang tuna daksa waktu itu banyak ada beberapa ada 3 ya. Itu akhirnya dibuatkan itu. Setelah itu ya cuma ada kemarin dapat bantuan untuk ABKnya untuk anaknya, diberi tunjangan ya kayak

beasiswa ABK gitu. Itu yang kemarin kita dapat sekitar sepuluh atau tujuh anak gitu.

7. Pengadaan dan

pemanfaatan media pembelajaran adaptif.

Kalau kelas atas ini karena kita kelas 4 ini cuma slow

learner ya mbak ya jadi kita tidak perlu terlalu kayak yang

di kelas 1 2 misalnya memang ada yang down syndrome, yang di kelas 2 ya ada syndrome memang itu memang untuk perhatiannya aja dia memang perlu khusus gitu ya itu mungkin dia perlu dengan ya media-media yang lebih untuk individu tidak klasikal gitu. Kalau untuk yang slow

learner di kelas 4 ini terutama untuk medianya saya bikin sama, misalnya media kita peta cuma di peta nanti kalau anak-anak itu sudah selesai sudah memahami baru saya panggil yang dua anak tadi.

WII.GK4.23112017.7-11

Coba tunjukkan ini di misalnya karena kita petanya peta kabupaten ini di daerah kita di Godean mana Godean ada tulisan Godean mana cari Godean, ini arahnya ke mana kan di sana ada petunjuknua utara. Arahnya dari Kota

Guru menggunakan media yang sama untuk anak normal dan ABK, hanya dalam pengunaannya

Jogjakarta di Godean ini di kabupatennya sebelah sana berarti Godean ini sebelah mananya Kabupaten Sleman, seperti itu secara individu berdua. Tapi kalau klasikal ya langsung, nanti kalau setelah seselsai klasikal mereka sudah tahu, kita beri tugas yang lain kan yang 2 disendirikan lagi, disuruh maju kalau yang di kelas saya begitukan. Jadi setelah seluruh kelas jelas yang 2 tadi

saya bikin ini sendiri, di situ di tempat kita ada ruang baca, apa pojok baca gitu kan nanti misalnya si anak ini kadang-kadang kan kalau mengerjakan tugas semuanya sudah bisa lancar di sini harus kita tunggu berdua, mana yang belum bisa ini ini ini ni yang dimaksud dengan ini.

WII.GK4.23112017.21-27 8. Penilaian dan evaluasi

pembelajaran.

Sementara ini kalau slow learner itu memang sama misalnya dengan ulangan harian ada sepuluh nomer dia dispesialkan kalau bisa mengerjakan enam itu sudah merupakan keberhasilan. Tapi kalau yang misalnya untuk soal-soal yang memerlukan seperti soal yang

Guru menggunakan soal yang sama guna mengetahui tingkat pemahaman siswa.

harus menceritakan seperti uraian gitu itu cukup dia diberi misalnya ada lima dua saja cukup untuk yang slow learner itu bisa dikatakan berhasil.

WII.GK4.23112017.1-8

Tapi kalau misalnya untuk perkalian apa ming memilih jawaban A B C D itu kita tuntut untuk semua bisa dijawab, karena untuk di kelas 4 ini kan kebetulan kita sudah mengikuti Kurtilas kan mbak, untuk Kurtilas itu kan dari pembelajarannya kita tematik tapi dalam evaluasinya muatan lokal eh muatan mapel dulu jadi maksudnya mapelnya lima atau malah justru kalau yang slow learner ini untuk pada evaluasi di Kurtilas ini lebih mencapai lah untuk bagian tematiknya, Cuma kalau yang bagian matematika menghitung mereka bener-bener ketinggalan.

Berbeda, ya jadi dari dinas waktu itu kan begini kalau misal KKMnya boleh lah dicatet sama misalnya 65 65 semua tapi 65nya keberhasilan si ABK dengan keberhasilan regular itu kan beda.

Guru menggunakan KKM yang sama tetapi dengan bobot yang berbeda.

WII.GK4.23112017.1-4

Jadi nanti kita guru kelas yang harus bisa mampu memberikan tersebut seandainya memang dia tu dengan lima soal bisa mengerjakan itu kan sudah nilai, mengerjakan sudah nilai, satu aja dia sudah nilai. Kemudian kalau perbandingannya dengan yang regular memang jauh, wong hampir setengah lebih lah.

Lampiran 3.2 Reduksi

REDUKSI HASIL WAWANCARA GURU KELAS 5

Hari/Tanggal : Sabtu, 2 Desember 2017 Subjek penelitian : Guru Kelas 5

Tempat : Ruang Kelas 5 SDN “Suka Bahagia” Kode wawancara : WIV.GK5.02122017

No. Aspek yang ditanyakan

Jawaban Kesimpulan

Peneliti 1.

1.

Penerimaan Peserta Didik

Baru (PPDB) yang

mengakomodasikan semua anak.

Ada 2, lambat belajar.

WIV.GK5.02122017.1

Di kelas 5 terdapat 2 ABK slow

learner.

2. Identifikasi. He’e, masuk sini itu udah IQnya dibawah 90 kok mbak, cuma paling 90 sama 80 berapa, ndak nyampe 90 anak itu.

WIV.GK5.02122017.1-2

Jadi kan memang udah itu. Hasilnya itu memang di bawah standar. Memang sejak masuk di sini sudah lambat belajar. Udah diteskan di psikolog ya memang gitu.

Identifikasi telah dilakukan sebelum siswa masuk SD, terdapat surat keterangan bahwa siswa tersebut merupakan ABK dengan IQ rendah.

3. Adaptasi Kurikulum (kurikulum fleksibel).

Misalnya aku indikator sama tujuannya saya bikin yang anu mbak, atau nanti KKMnya yang lain 7 ini jadi 6 gitu aja mbak.

WIV.GK5.02122017.1-2

Misalnya aku indikator sama tujuannya saya bikin yang anu mbak, atau nanti KKMnya yang lain 7 ini jadi 6 gitu aja mbak.

WIV.GK5.02122017.1-2

Guru tidak menggunakan kurikulum yang fleksibel, tetapi dalam praktiknya membedakan bobot pelajaran.

4. Merancang bahan ajar

dan kegiatan

pembelajaran yang ramah anak.

Misalnya aku indikator sama tujuannya saya bikin yang anu mbak, atau nanti KKMnya yang lain 7 ini jadi 6 gitu aja mbak.

WIV.GK5.02122017.1-2

Ya dilainkan mbak, misal PKn yang lain NKRI itu cuma kecamatan. Saya cuma takut ini anak nanti bisa ikut ujian ndak, kan sekarang semua sama mbak ndak ada yang khusus buat anak yang ini mbak. Saya juga kan kasian besok naik ndak, kasian kalau ndak naik tapi kalau naik besok ujiannya itu lho saya takut kan mbak. Ya besok paling saya ngomong sama orang tua ini mau gimana enaknya, ya saya ngomong. Anak gitu itu kan perkambangannya lambat mbak.

Guru tidak merancang bahan ajar khusus, hanya dalam pembelajaran disederhanakan untuk ABK.

5. Penataan kelas yang ramah anak.

Kadang saya letakkan di depan kadang saya letakkan di belakang. Soal e kalau di depan gede anaknya, nanti nutupi

Guru menempatkan ABK di depan atau belakang, sesuai

yang belakang to mbak. Tergantung nanti situasinya gimana, ya saya pindah-pindah tempat duduknya mbak.

WIV.GK5.02122017.1-4

Dokumen terkait