• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

B. Hepatitis B

Hepatitis merupakan istilah yang secara umum menunjukkan adanya inflamasi pada hati (Anonim, 2002). Hepatitis secara klinis digolongkan menjadi Hepatitis A (VHA), Hepatitis B (VHB), delta Hepatitis (VHD), Hepatitis C (VHC), dan Hepatitis E (VHE). Virus hepatitis G juga telah diuraikan, walaupun perannya secara klinis masih belum jelas (DiPiro et al., 2005). Hepatitis B kronik adalah adanya persistensi virus hepatitis B lebih dari 6 bulan yang masih disertai dengan viremia (Soemoharjo, 2008).

2. Etiologi

Virus hepatitis B (VHB), merupakan hepadnavirus, yang berdiameter 42 nm yang sebagian merupakan virusdouble stranded, tersusun oleh inti nukleokapsid 27 nm (HBcAg), yang dilapisi oleh lapisan luar lipoprotein (yang disebutenvelope)

7

mengandung antigen permukaan (HBsAg) (Anonim, 2002). Dalam nukleokapsid didapatkan kode genetik virus hepatitis B yang terdiri dari DNA untai ganda dengan panjang 3200 nukleotida (Soemoharjo, 2008). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein dan menurut sifat imunologik proteinnya VHB dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geografik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari (Siregar, 2008).

Gambar 2. Virus Hepatitis B (Anonim, 2008 c) 3. Perjalanan alamiah penyakit

Infeksi hepatitis mempunyai manifestasi klinik yang berbeda tergantung usia pasien saat terinfeksi, status imun dan tingkat keparahan saat penyakit didiagnosis. Selama fase inkubasi (6 sampai 24 minggu), pasien akan merasakan sakit disertai gejala nausea, vomitus, diare, anoreksia dan sakit kepala. Sebagian

besar pasien dewasa dapat sembuh seutuhnya dari infeksi VHB, tetapi sekitar 5-10% tidak dapat sembuh dan berkembang menjadicarrier asimptomatik atau berkembang menjadi hepatitis kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis dan/atau kanker hati (Anonim, 2002). Ada 4 fase penting dalam perjalanan penyakit hepatitis B kronik, yaitu :

a. fase imunotoleransi (immune tolerance)

Ditandai dengan keberadaan HBeAg, kadar VHB DNA yang tinggi, kadar ALT yang normal dan gambaran histologi hati yang normal atau perubahan minimal.

b. fase imunoaktif /fase hepatitis kronik HBeAg positif (immune clearance) Ditandai dengan keberadaan HBeAg, kadar VHB DNA yang tinggi atau berfluktuasi, kadar ALT yang meningkat dan gambaran histologi jaringan hati yang menunjukkan peradangan yang aktif.Outcome dari fase ini adalah terjadinya serokonversi HBeAg menjadi anti HBeAg.

c. faseinactive carrier

Ditandai dengan HBeAg yang negatif, anti-HBe positif, kadar VHB DNA yang rendah atau tidak terdeteksi (<100.000 IU/mL), gambaran histologi hati menunjukkan fibrosis hati yang minimal atau hepatitis yang ringan. d. fase reaktivasi/fase hepatitis kronik HBeAg negatif

Ditandai dengan HBeAg negatif, anti-HBe positif, kadar VHB DNA yang positif atau dapat dideteksi, kadar ALT yang meningkat serta gambaran histologi hati menunjukkan proses nekroinflamasi yang aktif (Lesmana, 2006).

9

4. Epidemiologi

Virus Hepatitis B berjangkit di seluruh dunia. Tingkat carrier HBsAg tertinggi berada di negara berkembang yang masih primitif atau negara dengan fasilitas medis yang masih minim. Menurut tingginya prevalensi infeksi VHB, WHO membagi dunia menjadi 3 macam daerah yaitu :

a. daerah endemisitas tinggi

Penularan utama terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak. Batas terendah frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 10-15%. Daerah endemisitas tinggi meliputi Afrika, negara Asia sebelah timur India termasuk Cina, pulau-pulau di Lautan Pasifik, Lembah Amazon, daerah pesisir Artik, sebagian negara Timur Tengah, Asia Kecil dan Kepulauan Karibia serta Asia Tenggara termasuk Indonesia.

b. daerah endemisitas sedang

Didaerah endemisitas sedang penularan yang terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak jarang terjadi. Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 2-10%. Daerah endemisitas sedang meliputi Eropa Selatan, Eropa Timur, sebagian Rusia, sebagian negara Timur Tengah, Asia Barat, India, Jepang, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan

c. daerah endemisitas rendah

Penularan utama terjadi pada masa dewasa. Penularan pada masa perinatal dan kanak-kanak sangat jarang. Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar kurang 2%. Daerah endemisitas rendah meliputi Amerika Utara dan Eropa

Barat, sebagian Rusia, dan sebagian Afrika Selatan, Australia dan Selandia Baru (Soemoharjo, 2008).

Di Indonesia, tingkat endemisitas daerah Indonesia bagian Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia bagian Barat dimana subtipe yang banyak didapatkan adalah subtipeadw (Soemoharjo, 2008).

5. Cara penularan

Ada 2 jenis cara penularan infeksi VHB, yaitu penularan horisontal dan vertikal. a. Penularan horisontal

1) penularan melalui kulit

Terbagi menjadi 2 yaitu penularan melalui kulit melalui yang disebabkan tusukan yang jelas (penularan parenteral) misalnya melalui suntikan, transfusi darah atau pemberian produk yang berasal dari darah dan tato. Kelompok kedua adalah penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, misalnya masuknya bahan infektif melalui goresan atau abrasi kulit, dan radang kulit.

2) penularan melalui selaput lendir

Selaput lendir yang dapat menjadi tempat masuk infeksi VHB adalah selaput lendir mulut, mata hidung, saluran makanan bagian bawah dan selaput lendir genitalia.

b. Penularan vertikal

Penularan infeksi VHB dari ibu hamil kepada bayi yang dilahirkannya yang dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran (prenatal), selama persalinan (perinatal) dan setelah persalinan (postnatal) (Soemoharjo, 2008).

11

6. Patogenesis

Pada manusia, hati merupakan target organ bagi HVB. Virus Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru (Siregar, 2008). Jadi, sebenarnya virus yang ada di dalam tubuh penderita ini dibuat sendiri oleh hepatosit penderita yang bersangkutan dengan genom VHB yang pertama sebagai cetak biru (Soemoharjo, 2008).

Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi (Siregar, 2008). Pada kasus-kasus hepatitis B akut respon imun tersebut berhasil mengeliminasi sel hepar yang terkena infeksi VHB sehingga terjadi nekrosis sel-sel yang mengandung VHB dan terjadi gejala klinik yang diikuti dengan kesembuhan. Pada sebagian penderita respon imun tersebut tidak berhasil menghancurkan sel-sel yang terinfeksi sehingga VHB tersebut tetap mengalami replikasi (Soemoharjo, 2008).

Pada kasus-kasus dengan hepatitis B kronik, respon imun tersebut ada, tetapi tidak sempurna sehingga hanya terjadi nekrosis pada sebagian sel hati yang mengandung VHB dan masih tetap ada sel hati yang terinfeksi yang tidak mengalami

nekrosis sehingga infeksi VHB dapat menjalar ke sel lainnya. Pada pengidap HBsAg asimtomatik respon imun tersebut sama sekali tidak efektif sehingga tidak ada nekrosis sel hati yang terinfeksi dan virus tetap mengadakan replikasi tanpa adanya gejala klinik (Soemoharjo, 2008). Infeksi VHB dapat menjadi hepatitis kronis kemudian berkembang menjadi sirosis, dan akhirnya menjadi kanker hati, yang biasanya terjadi setelah jangka waktu 30 sampai 50 tahun (Anonim, 2002).

7. Penampakan klinis hepatitis B kronis a. Tanda dan gejala

1) mudah letih, ansietas, anoreksia, danmalaise

2) asites, jaundis, pendarahan variseal, dan ensefalopatik hepatik yang merupakan manifestasi dari sirosis dekompensasi

3) ensefalopati hepatik yang berhubungan dengan hipereksitabilitas, gangguan mental, bingung, obtudansi (kesadaran berkabut), yang pada akhirnya koma

4) muntah dan kejang b. Pemeriksaan fisik

1) sklera ikterik, kulit dan sekresi

2) menurunnya bowel sounds, meningkatnya lingkar abdominal dan terdeteksinya gelombang cairan

3) asterixis(gangguan motorik) 4) angiomata spider(vaskular spider) c. Pemeriksaan laboratorium

13

2) peningkatan intermitent transaminase hepatik (ALT dan AST) dan DNA VHB>105kopi/ml

3) biopsi hati untuk mengklasifikasikan menjadi hepatitis kronis persisten, hepatitis kronis aktif dan sirosis

Hepatitis B kronik dapat terjadi walaupun tanpa penampakan tanda dan gejala, serta pemeriksaan fisik seperti diatas (DiPiroet al., 2005).

8. Diagnosis

Diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui berdasarkan pemeriksaan laboratorium seperti dibawah ini:

a. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) yaitu suatu protein yang merupakan selubung luar partikel VHB. HBsAg yang positif menunjukkan bahwa pada saat itu yang bersangkutan mengidap infeksi VHB (Soemoharjo, 2008). Bila HBsAg menetap setelah lebih dari 6 bulan artinya hepatitis telah berkembang menjadi kronis (Sari, 2008).

b. Anti-HBs merupakan antibodi terhadap HBsAg. Anti-HBs yang positif menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan telah kebal terhadap infeksi VHB baik yang terjadi setelah suatu infeksi VHB alami ataupun setelah dilakukan imunisasi hepatitis B (Soemoharjo, 2008).

c. HBeAg merupakan suatu protein nonstruktural dari VHB yang disekresikan kedalam darah dan merupakan produk gen precore dan gen core (Soemoharjo, 2008). Bila positif berarti virus sedang replikasi dan infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif menetap sampai 10 minggu akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang positif HBeAg dalam

keadaan infeksius dapat menularkan penyakitnya baik terhadap orang lain, maupun ibu ke janinnya (Sari, 2008).

d. Anti-HBe (antibodi HBeAg) Positifnya anti-HBe menunjukkan bahwa VHB ada dalam fase nonreplikatif (Soemoharjo, 2008).

e. HBcAg (antigen corehepatitis B) merupakan antigen core (inti) VHB yang berupa protein dan dibuat dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HBcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB (Sari, 2008).

f. Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B). Antibodi ini ada 2 tipe yaitu IgM anti-HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti-HBc tinggi artinya infeksi akut, IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc yang negatif menunjukkan infeksi kronis atau pernah terinfeksi VHB (Sari, 2008).

Gambar 3. Grafik Petanda Serologi Hepatitis B Kronis (Anonim, 2008 f) 9. Pencegahan

a. Imunisasi pasif

Hepatitis B immune globulin (HBIg) dibuat dari plasma yang mengandung anti-HBs titer tinggi (>105 IU/ml) sehingga dapat memberikan proteksi

Dokumen terkait