• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Peptida Bioaktif

2.5.1. Hidrolisis Enzimatik

a. Bromelin

Bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease yang mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau polipeptida menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino. Bromelin banyak digunakan dalam bidang industri pangan maupun nonpangan seperti industri daging kalengan, minuman bir dan lain-lain (Wiseman, 1986).

Bromelin dapat diperoleh dari tanaman nanas baik dari tangkai, kulit, daun, buah maupun batang dalam jumlah yang berbeda.

Dilaporkan bahwa kandungan enzim bromelin lebih banyak tedapat pada batang yang selama ini kurang dimanfaatkan. Distribusi bromelin pada batang nanas tidak merata dan tergantung pada umur tanaman.

Kandungan bromelin pada jaringan yang umurnya belum tua terutama yang belum bergetah sangat sedikit sekali bahkan terkadang tidak ada sama sekali. Sedangkan bagian tengah batang mengandung bromelin lebih banyak dibandingkan dengan bagian tepinya (Hartadi, 1980).

13 Bromelin dari bonggol nanas memiliki sifat karakteristik (Anonim, 2000) sebagai berikut :

a. Berat molekul : 33,5 kDa b. Titik isoelektrik : pH 9,55

c. Derajat keasaman (pH) optimum : 6-8 d. Suhu optimum : 50oC

e. Aktivitas spesifik : 5-10 U/mg protein

f. Warna : putih sampai kekuning-kuningan dengan bau khas.

Bromelin tergolong ke dalam enzim protease tiol yang merupakan endopeptidase yang mempunyai residu sistein pada sisi aktifnya (Fersht (1985) dalam Puspitasari et al., 2009).

b. Pankreatin

Pankreatin merupakan kombinasi dari enzim pencernaan yang disekresikan oleh pankreas. Pankreatin mengandung amilase, tripsin, lipase, protease, dan aktivitas ribonuklease, meskipun hanya amilase, protease dan aktivitas lipase yang ditetapkan dalam National Formulary (NF) dan US Pharmacopeia (USP). Bobot molekul protease, amilase, dan lipase dalam pankreatin adalah masing-masing 23,8 kDa, 45 kDa, dan 38 kDa (Rhui Shen et.al., 2013). Pankreatin mengandung masing-masing dalam mg, tidak lebih dari 25 unit USP (United States Pharmacopeia) aktivitas amylase dan tidak lebih dari 2,0 unit USP aktivitas lipase.

14 c. Pepsin

Pepsin pertama kali ditemukan oleh seorang peneliti bernama Theodor Schwann pada 1836. Zat tersebut dinamai pepsin karena terinspirasi oleh bahasa Yunani, pepsis, yang berarti pencernaan.

Selanjutnya, pada 1929, pepsin menjadi enzim pertama yang berhasil dikristalkan. Tokoh yang berjasa dalam proses kristalisasi ini adalah John H. Northrop (Ahira, 2011).

Pepsin merupakan enzim yang dikeluarkan dalam bentuk prekursor enzim berupa pepsinogen. Pepsin mampu mendegradasi protein makanan menjadi ikatan-ikatan peptida. Pepsin merupakan salah satu enzim yang sangat efektif untuk mendegradasi protein di dalam sistem pencernaan makanan. Dua enzim lainnya adalah kimotripsin dan tripsin (Ahira, 2011).

Pepsin yang termasuk ke dalam protease karboksil, mempunyai berat molekul 34 KDa dengan 327 residu asam amino dan dapat mengakomodasi 4, 5, atau 7 residu asam amino dari substrat. Protease karboksil mempunyai berat molekul kira-kira 35 KDa dan semua spesifik untuk menghidrolisis ikatan peptida yang terletak antara residu hidrofobik. Protease karboksil mempunyai dua residu aspartat pada sisi aktifnya (Fersht (1985) dalam Puspitasari et al., 2009). Enzim dari kelas ini dikenal juga sebagai protease asam karena umumnya enzim ini aktif pada pH asam (Creighton (1993) dalam Puspitasari et al., 2009).

15 Pepsin merupakan enzim paling efisien dalam memecah ikatan antara peptida hidrofobik dan asam amino aromatik, seperti fenilalanin, triptofan, dan tirosin. Pepsin diekspresikan sebagai pepsinogen (bentuk prozimogen) yang struktur kimia utamanya memiliki 44 asam amino tambahan. Di dalam perut, setelah mengeluarkan pepsinogen, zat tersebut diaktifkan oleh HCl yang dilepas oleh dinding lambung. HCl menciptakan lingkungan yang asam. Hal ini memungkinkan struktur pepsinogen tersingkap dan terbelah dengan sendirinya sehingga menghasilkan pepsin (bentuk aktif). Pepsin menampilkan fungsi terbaiknya ketika kondisi lingkungan sekitar sangat asam, dengan pH antara 1,5 hingga 2. Pepsin akan mengalami denaturasi jika pH lebih dari 5,0. Pepsin dapat bekerja dengan optimal pada suhu 37-40°C dalam tubuh manusia. Pepsin memilki kemungkinan dihambat oleh inhibitor peptida lain, yaitu pepstatin (Ahira, 2011).

Setelah diisolasi pepsin harus disimpan pada suhu ruangan yang sangat dingin, antara -20°C sampai -80°C untuk mencegah struktur pepsin mengalami denaturasi autolisis atau pembelahan secara otomatis (self cleaveage). Peristiwa autolisis ini sebenarnya dapat dihindari dengan menyimpan pepsin pada pH 11. Ketika pH dikembalikan pada tingkat keasaman 4, pepsin akan bekerja seperti sedia kala (Ahira, 2011).

16 2.6. Elektroforesis SDS-PAGE ( Sodium Dodesil Solfat Polyacrylamide Gel )

Elektroforesis adalah suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi suatu zat berdasarkan migrasi partikel bermuatan atau ion-ion makromolekul dibawah pengaruh medan listrik. Migrasi partikel bermuatan tersebut dapat terjadi karena perbedaan muatan total, ukuran dan bentuk (Pomranz dan Meloan, 1994).

Sedangkan menurut Rybicky dan Purves (1996) tingkat migrasi partikel tergantung pada muatan total, ukuran, bentuk dan juga kekuatan ionik, viskositas, dan suhu medium.

Beberapa kegunaan elektroforesis antara lain adalah untuk menentukan berat molekul, mendeteksi terjadinya kerusakan bahan seperti protein dalam pengolahan dan penyimpanan, memisahkan spesies molekul yang berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif serta menentukkan titik isoelektrik (Nur dan Adijuwana, 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan dengan elektroforesis adalah muatan penyangga, sistem buffer, suhu, waktu dan besar arus. Semakin tinggi arus maka pemisahan akan semakin cepat, namun suhu akan bertambah ( Bintang 2010 ).

Gambar 5. Skematik elektroforesis SDS-PAGE (Widyastuti & Nurcholis, 2012)

17 Gel poliakrilamid dibentuk dari polimerisasi akrilamid dengan sejumlah kecil metilen bisakrilamid sebagai cross-linking agent yang diinisiasi oleh TEMED (tetrametilen-etilendiamin) dan APS (amonium persulfat) (Wilson &

Warker, 2000). Radikal-radikal bebas dari amonium persulfat akan bereaksi dengan akrilamid sehingga terbentuk akrilamid aktif. Akrilamid ini aktif dapat bereaksi dengan cara yang sama dengan molekul akrilamid yang lain sehingga dihasilkan suatu rantai polimer yang panjang. Larutan yang mengandung rantai polimer yang panjang ini tidak membentuk gel. Untuk membentuk gel diperlukan N,N’-metilen-bis-akrilamid yang bertindak sebagai cross-linking agent.

Polimerisasi menyebabkan terbentuknya “jala” dari rantai akrilamid. Ukuran pori dari jala tersebut ditentukan oleh jumlah akrilamid yang dipergunakan per unit volume medium reaksi dan derajat ikatan silangnya (Nur & Adijuwana, 1989).

2.7. Kalsium

Kalsium Merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5-2 % dari berat badan orang dewasa. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium dalam plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l (9-10,4 mg/100ml). Di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumapalan darah dan menjaga permebilitas membran sel, kalsium juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier, 2004),

18 2.7.1 Proses Metabolisme Kalsium

Proses absorbsi kalsium, yang terutama terjadi di dalam bagian atas usus halus, ditingkatkan oleh 1,25- dehidroks ikolekalsiferol (dan metabolit aktif lain dari vitamin D) disertai kerja hormon paratiroid yang sinergis . Adanya metabolit aktif di dalam sirkulsai umum dan bukan di dalam lumen usus dapat meningkatkan sintesa protein pengikat kalsium dalam enterosit. Absorbsi kalsium dapat dikurangi dengan memberikan filtrat per oral ataupun asam lemak atau fosfat berlebihan. (DN. Baron, 1995).

Kalsium di dalam feses terkandung dari diet yang tak diabsorbsi, juga kalsium yang keluar dari plasma ke dalam usus. Dari masukan sehari-hari 25 mmol (1 kg) kalsium, 2,5-7,5 (0,1-0,3 g) diekskresikan ke dalam urin dan sisanya ditemukan di dalam feses. Hampir semua kalsium yang difiltrasi akan diabsorbsi kembali. Kalsium berlaku sebagai zat ambang dan bila kadar kalsium turun maka eksresinya ke dalam urin berhenti. Pada fungsi ginjal yang normal jumlah kalsium yang diekskresikan ke dalam urin meningkat karena kadar kalsium serum meningkat. Sekitar 2.5 mmol (0,1 g) kalsium hilang setiap hari pada kulit dan keringat. (DN. Baron, 1995).

Dokumen terkait