• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

M. High Performance Liquid Chromatography

HPLC merupakan kondisi kromatografi yang fase geraknya dialirkan menuju kolom secara cepat dengan bantuan tekanan dari pompa dan hasilnya dapat dideteksi dengan detektor (Hendayana, 2006). Tujuan dari HPLC adalah memperoleh hasil pemisahan yang baik dalam waktu relatif singkat (Mulja dan Suharman, 1995).

1. Kelebihan HPLC

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau High Pressure

Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan

fisikokimia. HPLC termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya (Done dkk, 1974; Snyder dan Kirkland, 1979; Hamilton dan Sewell, 1982; Johnson dan Stevenson, 1978). Metode HPLC memiliki kelebihan yaitu kolom HPLC dapat dipakai berkali-kali, resolusi yang didapatkan jauh lebih tinggi daripada metode lain (KLT, spektrofotometer), teknik yang dipakai tidak terlalu tergantung pada kemampuan operator dan derajat keterulangan yang didapatkan sesuai dengan kriteria USP, waktu analisisnya secara umum lebih singkat, dan preparasi dengan HPLC dapat dilakukan pada skala besar (Hamilton & Sewell, 1978). Selain itu HPLC juga dapat menganalisis senyawa yang tidak mudah menguap dan termolabil (Synder & Kirkland, 1979).

2. Komponen-komponen HPLC

HPLC merupakan teknis analisis yang paling sering digunakan dalam analisis farmasi untuk pemisahan, identifikasi, dan determinasi dalam campuran yang kompleks. Komponen-komponen penting dari HPLC dapat dilihat pada Gambar 8 Diagram Blok HPLC berikut ini :

Gambar 8. Diagram blok HPLC

a. Pompa (Pump). Fase gerak dalam HPLC adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas (Putra, 2004).

b. Injektor (injector). Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada dua

model umum yaitu stopped flow dan solvent flowing. Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan pertama stop-flow (aliran dihentikan) injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi. Kedua adalah septum dimana septum yang digunakan pada HPLC sama dengan yang digunakan pada Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. Dan yang ketiga adalah loop valve

dimana tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 μl dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel di isi kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom (Putra, 2004).

c. Kolom (Column). Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kolom analitik dengan diameter dalam 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50-100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm. Dan kolom preparatif yang umum memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya di operasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Pengepakan kolom tergantung pada model HPLC yang digunakan (Liquid Solid

Chromatography, LSC; Liquid Liquid Chromatography, LLC; Ion Exchange

Chromatography, IEC, Exclution Chromatography, EC).

d. Detektor (Detector). Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis kuantitatif). Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.

Detektor HPLC yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas, terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika dibandingkan dengan detektor UV. Detektor-detektor lainnya antara lain detektor Fluorometer-Detektor Spektrofotometer Massa, detektor lonisasi nyala-Detektor Refraksi lndeks, detektor Elektrokimia-Detektor Reaksi Kimia.

3. Kromatografi Partisi Fase Balik

Menurut Gritter et al. (1991), konsep pada pengembangan kromatografi cair partisi yaitu perlakuan sampel dalam kondisi cair-cair tergantung pada kelarutannya di dalam kedua cairan yang terlibat. Jika solut ditambahkan ke

dalam kondisi yang terdiri atas dua pelarut yang tidak bercampur dan keseluruhan kondisi di biarkan seimbang, solut akan tersebar antara kedua fase itu menurut persamaan :

K adalah koefesien distribusi, Cs adalah konsentrasi solut dalam fase diam dan Cm adalah konsentrasi solut dalam fase gerak (Skoog et al.,1994). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode kromatografi partisi fase balik adalah :

a. Kolom. Kolom yang digunakan pada jenis kromatografi ini ialah kemasan fase terikat. Fase diam yang biasa digunakan pada kromatografi partisi fase balik adalah oktadesilsilan (ODS). Selain ODS, dikenal pula silika dengan substitusi oktil (C8) (Munson,1991).

b. Fase gerak. Fase gerak pada HPLC sangat berpengaruh pada tambatan sampel dan pemisahan komponen dalam campuran. Pada fase balik, kandungan utama fase geraknya adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air seperti metanol, etanol, asetonitril, dan tetrahidrofuran ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak pada fase balik HPLC.

Dalam kasus ini, ukuran kolom sama, tetapi silika di modifikasi menjadi non polar melalui pelekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang pada permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Sebagai contoh, pelarut polar digunakan berupa campuran air dan alkohol seperti metanol. Dalam kasus ini, akan terdapat atraksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul

polar dalam campuran yang melalui kolom. Atraksi yang terjadi tidak akan sekuat atraksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fase diam) dan molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu, molekul-molekul polar dalam campuran akan menghabiskan waktunya untuk bergerak bersama dengan pelarut. Senyawa-senyawa non polar dalam campuran akan cenderung membentuk atraksi dengan gugus hidrokarbon karena adanya dispersi gaya van der Waals. Senyawa-senyawa ini juga akan kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan pemutusan ikatan hidrogen sebagaimana halnya senyawa-senyawa tersebut berada dalam molekul-molekul air atau metanol misalnya. Oleh karenanya, senyawa-senyawa ini akan menghabiskan waktu dalam larutan dan akan bergerak lambat dalam kolom. Ini berarti bahwa molekul-molekul polar akan bergerak lebih cepat melalui kolom. Fase balik HPLC adalah bentuk yang biasa digunakan dalam HPLC (Rod McIlwrick, 2007).

4.Injeksi sampel

Injeksi sampel seluruhnya otomatis, tidak akan dapat mengetahui apa yang terjadi pada tingkat dasar. Karena proses ini meliputi tekanan, tidak sama halnya dengan kromatografi gas (Rod McIlwrick, 2007).

5. Waktu retensi

Waktu yang dibutuhkan oleh senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor disebut sebagai waktu retensi. Waktu retensi diukur berdasarkan waktu dimana sampel diinjeksikan sampai sampel menunjukkan ketinggian puncak yang maksimum dari senyawa itu. Senyawa-senyawa yang berbeda memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk beberapa senyawa, waktu retensi akan sangat bervariasi dan bergantung pada tekanan yang digunakan (karena itu

akan berpengaruh pada laju alir dari pelarut), kondisi dari fase diam (tidak hanya terbuat dari material apa, tetapi juga pada ukuran partikel), komposisi yang tepat dari pelarut, dan temperatur pada kolom. Itu berarti bahwa kondisi harus dikontrol secara hati-hati jika menggunakan waktu retensi sebagai sarana untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa (Rod McIlwrick, 2007).

6. Profil puncak dan pelebaran puncak

Selama pemisahan kromatografi, solut secara individual akan membentuk profil konsentrasi yang simetri atau dikenal juga dengan profil Gaussian dalam arah aliran fase gerak. Profil, dikenal juga dengan puncak atau pita, secara perlahan-lahan akan melebar dan sering juga membentuk profil yang asimetrik karena solut-solut melanjutkan migrasinya ke fase diam. Penyebab terjadinya pelebaran puncak kromatografi, yaitu :

a. Penyebab pertama : Difusi Eddy. Kolom biasanya dikemas dengan partikel fase diam yang kecil. Fase gerak lalu melewatinya dan membawa molekul-molekul sampel yang ada di dalamnya. Beberapa molekul meninggalkan kolom terlebih dahulu dibanding molekul yang lainnya. Beberapa molekul ada yang meninggalkan kolom belakangan disebabkan karena mengalami beberapa pengalihan (diversi) selama perjalanannya. Keadaan ini dikenal dengan difusi Eddy (Rohman, 2009). Mekanisme difusi Eddy dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Difusi Eddy dalam kromatografi kolom

b. Penyebab kedua : Distribusi aliran. Fase gerak mengalir di antara partikel fase diam dalam suatu gerakan laminer (Gambar 10). Kecepatan alir fase gerak lebih cepat jika melalui pusat saluran (ditengah-tengah) daripada jika fase gerak melalui daerah di dekat partikel fase diam. Anak panah dalam gambar 10 menggambarkan vektor-vektor kecepatan fase gerak (semakin panjang anak panah, maka kecepatan alir lokal semakin besar). Difusi Eddy dan distribusi alir dapat dikurangi dengan mengemas kolom menggunakan partikel fase diam berukuran rata. Suatu kolom dikatakan bagus apabila kolom tersebut tersusun dari partikel-partikel fase diam dengan distribusi ukuran sesempit mungkin. Rasio antara diameter partikel terkecil dan yang terbesar tidak melebihi 2. Jika partikel terkecilnya berdiameter 1,5 μm dan yang paling besar 7,5 μm maka rasionya adalah 5. Berikut gambar distribusi aliran dalam kromatografi (Rohman, 2009).

Gambar 10. Difusi distribusi aliran dalam kromatografi

c. Penyebab ketiga : Difusi molekul sampel dalam fase gerak. Molekul-molekul sampel menyebar di dalam pelarut tanpa adanya pengaruh luar apapun (perhatikan bagaimana suatu gula melarut dalam air secara perlahan-lahan bahkan tanpa diaduk). Hal ini merupakan difusi longitudinal (gambar 11). Difusi ini mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan pada tinggi puncak jika partikel-partikel fase diamnya kecil, kecepatan alir fase gerak terlalu rendah (dihubungkan dengan diameter partikel), koefisien difusi sampel relatif besar.

Kecepatan alir fase gerak harus dipilih sedemikian rupa sehingga difusi longitudinal tidak mempunyai efek yang merugikan. Pada gambar 11, pelebaran pita oleh difusi longitudinal. Kiri : daerah sampel sesaat setelah diinjeksikan. Sampel akan menyebar dalam ruangan ke 3 arah (arah anak panah). Kanan : daerah sampel setelah beberapa saat. Daerah sampel saat ini lebih luas disebabkan oleh difusi. Sampel ini juga akan pindah oleh aliran fase gerak (Rohman, 2009).

d.Penyebab keempat : perpindahan massa antara fase gerak, fase gerak yang stagnan, dan fase diam. Gambar 12 menunjukkan struktur partikel fase diam. Salurannya ada yang sempit dan ada yang luas. Pori-pori itu terisi oleh fase gerak yang tidak bergerak (stagnan). Suatu molekul sampel yang masuk ke dalam pori akan berhenti untuk dipindahkan dengan aliran fase gerak dan posisinya berubah hanya dengan difusi. Meskipun demikian, ada dua kemungkinan yang terjadi yang pertama molekul sampel berdifusi balik ke aliran fase gerak. Keadaan ini, yang mana molekul sampel keluar bersama aliran fase gerak, membutuhkan waktu. Yang kedua molekul berinteraksi dengan fase diam dan akan teradsorbsi. Untuk sementara waktu, molekul sampel tetap menempel pada fase diam. Sekali lagi, perpindahan massa ini membutuhkan waktu yang cukup lama (gambar 13). Fase diam mempunyai pusat adsorbsi C (dalam kerapatan yang luas) yang akan menarik molekul-molekul di sekitarnya.

Dalam kedua kasus di atas, pelebaran puncak meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan alir fase gerak (Rohman, 2009).

Gambar 13. Perpindahan massa antara fase diam dan fase gerak 7. Persamaan Van Deemter

Tinggi lempeng teoritis (H), yang merupakan ukuran efisiensi kolom, dapat diekspresikan sebagai fungsi kecepatan alir fase gerak u (Gambar.14). Kurva H/u juga disebut dengan kurva Van Deemter. Kecepatan alir optimum (Uopt) tergantung pada sifat-sifat analit. Dalam kurva Van Deemter no.1 adalah difusi Eddy, no.2 adalah difusi longitudinal, no.3 komponen perpindahan massa, no.4 resultan atau hasil kurva Van Deemter (Rohman, 2009).

Gambar 14. Kurva Van Deemter

Persamaan yang terkait dengan kurva di atas disebut dengan persamaan Van Deemter. Dalam kromatografi cair, persamaan Van Deemter dirumuskan sebagai berikut :

Di mana :

H adalah ukuran efisiensi kolom; semakin kecil nilai H, maka kolom akan semakin efisien.

u merupakan kecepatan alir fase gerak A adalah difusi Eddy

B adalah difusi longitudinal. Dalam kromatografi cair, difusi longitudinal ini kontribusinya sangat kecil. Sumbangan difusi longitudinal ini dalam pelebaran pita akan menurun. Jika kecepatan alir meningkat, dan hanya akan bermakna jika kecepatan alir fase gerak sangat rendah.

Cs merupakan resistensi terhadap perpindahan atau transfer massa molekul dalam fase diam, dan nilainya tergantung pada koefisien difusinya (Ds) dalam fase diam dan tergantung pula pada ketebalan fase diam (d)

Cs =

Cm merupakan resistensi terhadap transfer massa yang disebabkan oleh diameter dan bentuk partikel fase diam (d) dan kecepatan difusi molekul dalam fase gerak.

Semakin teratur partikel-partikel fase diam, maka kontribusinya terhadap pelebaran pita semakin kecil (Rohman, 2009).

7. Faktor-faktor yang digunakan untuk evaluasi kinerja kolom

Kualitas pemisahan dengan kromatografi kolom dapat dikontrol dengan melakukan serangkaian uji kesesuaian sistem di antaranya adalah efisiensi kolom dan simetrisitas puncak.

a. Efisiensi kolom. Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling penting adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis (N). Ukuran efisiensi kolom adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi. Jumlah lempeng (N) dihitung dengan :

Nilai N juga dapat dihitung dengan :

Yang mana :

tR = waktu retensi solut

σt = simpangan baku lebar puncak Wh/2 = lebar setengah tinggi puncak Wb = lebar dasar puncak

Gambar 15 menjelaskan bagaimana cara menghitung tR, σt, Wh/2, Wb suatu puncak kromatogram.

Gambar 15. Cara mengukur tR, σt, Wh/2, Wb suatu puncak kromatogram.

Persamaan berikut digunakan untuk menggambarkan hubungan antara panjang kolom (L) dengan efisiensi kolom (H):

Bilangan lempeng (N) yang tinggi disyaratkan untuk pemisahan yang baik yang nilainya sebanding dengan semakin panjangnya kolom (L) dan semakin kecilnya nilai (H). Istilah H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP (High Eqivalent Theoritical Plate), yang mana merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi dan karenannya kolom yang baik mempunyai nilai H yang rendah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin tinggi bilangan lempeng teoritis. Kondisi optimum diperoleh dengan melihat hubungan antara tinggi lempeng teoritis dan kecepatan alir (kurva Van Deemter). dalam sistem kromatografi, diharapkan untuk mempunyai bilangan lempeng (N) yang tinggi. Bilangan lempeng (N) akan meningkat dengan adanya beberapa faktor yaitu : kolom yang dikemas dengan baik, kolom yang lebih panjang, partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang lebih rendah dan

suhu yang lebih tinggi, molekul-molekul sampel yang lebih kecil, pengaruh di luar kolom yang minimal (Rohman, 2009).

b. Faktor asimetri (Faktor pengekoran). Suatu situasi yang menunjukkan kinerja kromatografi yang kurang baik adalah ketika ditemukan suatu puncak yang mengalami pengekoran (tailing) sehingga menyebabkan puncak tidak simetri. Jika puncak yang akan dikuantifikasi adalah asimetri, maka suatu perhitungan asimetrisitas merupakan cara yang paling berguna untuk mengontrol atau mengkarakterisasi sistem kromatografi. Puncak asimetri muncul karena bebagai faktor. Peningkatan puncak yang asimetri akan menyebabkan penurunan resolusi, batas deteksi, dan presisi. Gambar 16 menunjukkan bagaimana menghitung nilai faktor pengekoran (tailing factor, TF). Kromatogram yang memberikan harga TF=1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Harga TF >1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar harga TF maka kolom yang dipakai semakin kurang efisien. Dengan demikian harga TF dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatogram (Rohman, 2009).

Dokumen terkait