• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

2. Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan pemahaman dan penguasaan peserta didik atas materi pembelajaran agar dapat berpikir secara kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), mampu memecahkan masalah (problem solving), serta mampu membuat keputusan (making

decision) dalam setiap situasi.24 Menurut Lewis dan Smith, berpikir tingkat tinggi dapat terjadi ketika seseorang menyimpan informasi dalam memori, menerima informasi baru, dan kemudian menghubungkan/mengatur serta mengembangkan informasi baru tersebut untuk mencapai suatu tujuan atau memperoleh jawaban serta solusi yang mungkin dalam situasi yang membingungkan.25

Menurut John Dewey, keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir sebagai rantai produktif yang bergerak dari refleksi ke inquiry, kemudian proses berpikir kritis, yang pada akhirnya mengarahkan pada penarikan sebuah kesimpulan yang diperkuat oleh keyakinan orang yang berpikir. Tomei berpendapat bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi transformasi dan ide-ide. Transformasi terjadi ketika peserta didik menganalisis, mensintesis fakta dan ide, menggeneralisasi, menjelaskan, dan menarik kesimpulan atau interpretasi.26

Harus dipahami dengan cermat bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) berbeda dengan berpikir tingkat tinggi (HOT). Mengacu pada taksonomi Bloom yang belum disempurnakan, berpikir tingkat tinggi (HOT) berkaitan dengan kemampuan kognitif dalam hal menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi. Sedangkan pada

24 Hatta Saputra. Pengembangan Mutu Pendidikan Menuju Era Global Penguatan Mutu Pembelajaran dengan Penerapan Berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills). Bandung: CV SMILE’s Indonesia Institute, hlm. 92.

25 Ibid., hlm. 2.

26 Ibid..

keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan permasalahan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Secara umum, keahlian dalam analisis kompleks dan analisis sistem merupakan bagian dari pemecahan masalah (Problem solving) dan oleh karena itu tidak dicantumkan secara terpisah dalam elemen HOTS. Kemampuan berpikir logis dan mengevaluasi merupakan bagian dari berpikir kritis, sehingga menyederhanakan elemen utama HOTS.27

Jika ditilik kembali, keterampilan tingkat tinggi (HOTS) mencakup kemampuan berpikir tingkat tinggi. Misalnya dalam menyelesaikan suatu permasalahan, peserta didik diharuskan mampu menganalisis permasalahan yang ada, memikirkan berbagai solusi alternatif, mengimplementasikan rencana penyelesaian masalah, dan mengevaluasi metode dan solusi yang diimplementasikan. Berikut ini merupakan tabel yang memuat perbedaan antara HOT dengan HOTS.28 Tabel 1. Perbedaan HOT dengan HOTS

HOT HOTS

Analisa Berpikir Kritis

Evaluasi Berpikir Kreatif

Kreasi Problem Solving

Membuat Keputusan

Pada pemaparan sebelumnya telah dijelaskan mengenai di dalam komponen HOTS terdapat komponen HOT. Sebagai contoh dalam menyelesaikan sebuah permasalahan peserta didik harus melakukan

27 Ibid., hlm. 3.

28 Ibid., hlm. 4.

analisis terlebih dahulu sehingga mampu memberikan evaluasi. Hal yang sama terjadi pada kemampuan berpikir kritis atau membuat keputusan, peserta didik berusaha untuk menalar, mempertimbangkan, menganalisis, dan melakukan evaluasi.

Dalam hal ini, para peneliti membuat persamaan untuk membandingkan berbagai taksonomi dan istilah yang berbeda terkait dengan HOTS dan HOT. Tabel berikut menunjukkan kesetaraan antara istilah yang digunakan oleh Haladyna, Webb, Gagne, dan Bloom setelah disempurnakan oleh Anderson dan Krathwohl.

Tabel 2. Kesetaraan Istilah Terkait HOTS dan HOT

Haladyna Webb Gagne Bloom (Sesudah

Revisi)

Fakta Mengingat Informasi Mengingat

Konsep Tidak ada

kesetaraan Konsep Memahami

Prinsip,

Berpikir Kritis Berpikir strategis Kreativitas Berpikir lanjut Tidak ada

kesetaraan Berkreasi

Haladyna menyampaikan kompleksitas berpikir dan dimensi belajar dalam empat tatanan proses mental yang terdiri dari, memahami, menyelesaikan masalah, berpikir kritis, dan kreativitas yang dapat diimplementasikan pada jenis empat konten yaitu, fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Sedangkan pada taksonomi Webb, berpikir strategis berkaitan dengan kemampuan peserta didik menggunakan pemikiran

yang logis dan mengambangkan tahap-tahapan proses yang kompleks.

Berpikir lanjut berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam melakukan pengumpulan informasi yang memerlukan waktu untuk berpikir dan memproses suatu permasalahan atau tugas ganda.29

Berpikir kritis adalah pola pikir konvergen, sedangkan berpikir kreatif adalah pola pikir divergen. Pola pikir konvergen merupakan sebuah proses dalam mengelola suatu informasi tertentu yang dilihat dari berbagai sudut pandang untuk memperoleh kesimpulan. Pola pikir divergen merupakan hasil pengembangan pemikiran dari suatu informasi menjadi beberapa gagasan/ide. Seorang yang mampu berpikir kreatif dapat menghasilkan sebuah ide, konsep, maupun produk baru yang berbeda dengan ide, konsep, atau produk yang telah ada sebelumnya.

Maka kemampuan kritis dan kreatif ini dibutuhkan oleh setiap orang untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang kompleks.30

Dalam pembelajaran di kelas guru biasanya memberikan permasalahan maupun soal yang dapat memicu keterampilan tingkat tinggi (HOTS) pada peserta didik. Penyelesaian permasalahan yang kompleks tidak dapat diselesaikan melalui ingatan sederhana tetapi, dibutuhkan implementasi strategi dan proses tertentu. Misalnya dalam pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).

Permasalahan yang ada adalah permasalahan yang autentik tidak

29 Ibid., hlm. 5.

30 Ibid.

terstruktur dengan baik sehingga beberapa informasi perlu dicari tahu agar dapat menyelesaikan permasalahan.31

Selain tes untuk mengukur kreativitas, keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) dapat diukur melalui tes pilihan ganda. Sugrue mengumpulkan informasi terkait dari beberapa penelitian dalam pembelajaran model Problem Based Learning, tiga format yang digunakan untuk mengukur keterampilan tingkat tinggi (HOTS) yaitu:32

(1) Memilih jawaban (soal pilihan ganda, soal menjodohkan).

(2) Membangkitkan (soal dengan jawaban singkat, uraian, unjuk kerja).

(3) Menjelaskan (memberikan alasan untuk sebuah pilihan atau jawaban).

Dalam pembelajaran Higher Order Thinking Skills (HOTS) aktivitas belajar ditandai dengan siswa aktif dalam berpikir, memformulasikan masalah, mengkaji permasalahan kompleks, berpikir divergen dan mengembangkan ide, mencari informasi dari berbagai sumber, berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah secara kreatif, dan berpikir analitik, evaluatif, serta membuat keputusan.33

Higher Order Thinking Skills (HOTS) dikembangakan dari penyempurnaan taksonomi Bloom oleh Anderson dan Krathwohl.

Taksonomi Bloom meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

31 Ibid.

32 Ibid., hlm. 6.

33 Ibid., hlm. 62-70.

Ketiga ranah ini harus diterapkan dalam pembelajaran sebab ketiganya saling berkaitan, jika salah satu ranah tidak diterapkan, maka akan membuat siswa sulit mengembangkan potensi yang dimiliki. Taksonomi Bloom berguna untuk mengembangkan komunikasi yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran. Taksonomi Bloom digunakan untuk mengolah definisi yang tepat dan klasifikasi untuk berbagi hal yang sama, yaitu berpikir dan memecahkan masalah.34 Higher Order Thinking Skills (HOTS) dipicu oleh empat kondisi, yaitu:35

1) Pada situasi belajar tertentu memerlukan suatu strategi pembelajaran yang khusus.

2) Kecerdasan tidak lagi dilihat sebagai suatu keterampilan yang tidak dapat diubah, tetapi sebagai suatu pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu lingkungan belajar, strategi, dan kesadaran belajar.

3) Pemahaman visi yang bergeser ke arah unidimensi, linier, hierarkis atau spiral untuk memahami visi multidimensi dan interaktif.

4) Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran logis, keterampilan analitis, pemecahan masalah, dan berpikir kritis dan kreatif.

Resnick dalam Zamroni, mengungkapkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir kompleks yang digunakan

34 Ibid., hlm. 94.

35 Zamroni dkk., Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi Pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi, Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018, hlm. 5.

untuk menjelaskan materi, menarik kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, serta membangun hubungan yang melibatkan aktivitas mental yang paling dasar.36 Keterampilan ini digunakan untuk menyoroti berbagai proses tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom.

Bloom membagi keterampilan ke dalam dua bagian yaitu, keterampilan tingkat rendah dan keterampilan tingkat tinggi.

Dalam keterampilan tingkat rendah, hal penting dalam suatu proses pembelajaran meliputi kemampuan mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan (applying). Sedangkan keterampilan tingkat tinggi meliputi kemampuan menganalisis (analysing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating). Pada pemaparan di atas sudah dijelaskan bahwa Taksonomi Bloom mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang memiliki keterkaitan dengan Higher Order Thinking Skill (HOTS) sebagai berikut:

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif meliputi kemampuan peserta didik untuk mengulang atau memformulasikan kembali konsep/prinsip yang dipelajari dari proses pembelajaran sebelumnya.37 Ranah kognitif pada dasarnya terbagi dalam berbagai tingkatan, yang menjadi dasar taksonomi Bloom, seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut ini:38

36 Ibid., hlm. 5.

37 Ibid., hlm. 6.

38 Ibid.

Tabel 3. Proses Kognitif Sesuai Level Kognitif Bloom

Mengingat Mengambil pengetahuan yang relevan dari ingatan.

C

2 Memahami Membanguan arti dari proses pembelajaran, komunikasi lisan, tertulis, dan gambar.

C

3 Menerapkan Melakukan/menggunakan prosedur di dalam situasi yang tidak biasa.

C

Mengklasifikasikan materi dan menentukan bagaimana bagian-bagian itu terhubungkan antar bagian dan ke struktur/tujuan.

C

5 Mengevaluasi Membuat pertimbangan berdasarkan kriteria/standar.

C

6 Mencipta

Menempatkan unsur-unsur secara bersama- sama membentuk keseluruhan secara koheren/fungsional, menyusun kembali unsur-unsur ke dalam pola/struktur baru.

Taksonomi Bloom yang telah disempurnakan oleh Anderson dan Krathwohl menambahkan dimensi pengetahuan sebagai berikut:39

1) Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual berisi komponen fundamental yang harus diketahui peserta didik ketika memecahkan suatu masalah. Komponen ini dapat berupa simbol-simbol yang berhubungan dengan beberapa referensi tertentu yang menyampaikan informasi penting. Sebagian pengetahuan faktual muncul pada tingkatan abstraksi yang relatif rendah.

Dua bagian jenis pengetahuan faktual, yaitu: (1) Pengetahuan

39 Ibid., hlm. 7.

tentang terminologi meliputi nama, simbol verbal dan nonverbal tertentu seperti kata, angka, tanda, dan gambar, (2) Pengetahuan rinci dan elemen spesifik mengacu pada pengetahuan tentang peristiwa, tempat, orang, tangga, sumber informasi, dan sejenisnya.

2) Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual mencakup skema, model mental, atau teori eksplisit dan implisit dalam berbagai jenis psikologi kognitif. Pengetahuan konseptual meliputi tiga jenis, yaitu: (1) Klasifikasi dan kategori mencakup kelas, pembagian, dan pengaturan khusus dalam pokok bahasan yang berbeda, (2) Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu bidang ilmiah dan digunakan untuk mempelajari fenomena serta memecahkan masalah dalam bidang ilmiah, (3) Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur termasuk pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, serta hubungan di antara mereka yang menyajikan visi yang sistematis, jelas, dan terpadu dari fenomena, masalah, atau pokok bahasan yang kompleks.

3) Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural adalah terkait melakukan sesuatu. Hal ini berkisar dari melakukan latihan rutin hingga memecahkan masalah baru. Pengetahuan

prosedural sering kali berbentuk serangkaian langkah yang harus diikuti, termasuk pengetahuan tentang keterampilan, algoritma, teknik, dan metode yang secara kolektif dikenal sebagai prosedur.

4) Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi umum dan kognisi individu. Hal ini berfokus pada peserta didik agar mereka lebih sadar dan bertanggung jawab atas pengetahuan dan pemikiran mereka. Peserta didik akan menjadi lebih mengenal pemikirannya sendiri dan umumnya akan berusaha untuk belaajr lebih baik ketika bertindak dengan persepsi ini.

Menurut Flavell metakognitif merupakan persepsi individu tentang cara belajar, kemampuan untuk menilai kompleksitas suatu masalah, kemampuan mengamati tingkat pemahaman dirinya sendiri, kemampuan menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan, serta kemampuan mengevaluasi kemajuan belajarnya sendiri. Kegiatan metakognitif mendorong peserta didik untuk berpikir tentang apa yang mereka ketahui, apa yang penting bagi mereka, dan apa yang mereka bisa lakukan selain sebatas menolong peserta didik dalam membangun

kesadaran dirinya, melainkan memberi informasi yang bernilai bagi guru40.

2) Ranah Afektif

Krathwohl dan Bloom tidak hanya menjelaskan ranah kognitif saja, melainkan juga dengan ranah afektif yang berkaitan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi dan derajat penerimaaan/penolakan suatu objek dalam kegiatan pembelajaran. Ranah afektif dibagi menjadi lima kategori, seperti yang ditunjukkan tabel berikut:41

Tabel 4. Ranah Afektif

Proses Aktif Definisi A

1 Penerimaan

Semacam kepekaan dalam menerima stimulus dari luar yang datang pada diri peserta didik.

A

2 Menanggapi

Suatu sikap yang menunjukan adanya partisipasi aktif untuk mengikutsertakan dirinya dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.

A

3 Penilaian

Memberikan nilai, penghargaan serta kepercayaan terhadap suatu gejala/stimulus tertentu.

A

4 Mengelola

Konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki.

A

5 Karakterisasi

Keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dengan tingkah lakunya.

40 Endang Indriani dkk., Pengetahuan Metakognitif Untuk Pendidik dan Peserta Didik, Satya Wadya, Vol. 29, No. 1., hlm. 41.

41 Ibid., hlm. 10-11.

3) Ranah Psikomotor

Psikomotor adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan tertentu yang melibatkan bagian tubuh yang terkait. Gerak fisik (motorik) merupakan bagian dari gerak refleks, keterampilan gerak dasar, persepsi, presisi, kompleks, ekspresif, dan interpretatif.

Keterampilan psikomotor dapat dilihat pada tabel di bawah ini:42 Tabel 5. Ranah Psikomotor

Proses Psikomotor Definisi

P1 Imitasi Imitasi berarti meniru tindakan yang dilakukan oleh seseorang.

P2 Manipulasi

Manipulasi merupakan tindakan

menghasilkan produk dengan cara mengikuti petunjuk umum, bukan berdasarkan

observasi.

P3 Presisi

Presisi artinya melakukan keterampilan maupun menghasilkan sebuah produk dengan akurasi, proporsi, serta ketepatan secara independen.

P4 Artikulasi Artikulasi artinya mengubah keterampilan dan produk yang tepat untuk situasi baru.

P5 Naturalisasi

Naturalisasi suatu keterampilan untuk

menyelesaikan satu atau lebih keterampilan dengan mudah dan membuat keterampilan tersebut dengan tenaga fisik maupun mental.

42 Ibid., hlm. 11-12.

Kata kerja yang digunakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan ranah kognitif Bloom yang telah disempurnakan, ranah psikomotor, ranah afektif, dicantumkan pada halaman berikut:43

Tabel 6. KKO Ranah Kognitif

Mengingat

Mengingat

Tabel 7. KKO Ranah Afektif

Menerima

(A1) Merespon (A2) Menghargai (A3)

Menampilkan

Tabel 8. KKO Ranah Psikomotor

Imitasi (P1) Memanipulasi

(P2) Presisi (P3) Artikulasi (P4)

Kala (abad 21) ini, banyak peserta didik maupun guru yang memiliki persepsi bahwa soal HOTS merupakan soal yang sulit. Padahal soal yang sulit belum tentu termasuk dalam kategori soal HOTS, demikian pula sebaliknya bahwa soal HOTS belum tentu itu sulit. Faktanya, soal LOTS, MOTS, maupun HOTS semuanya memiliki rentang kesulitan yang sama, dari mudah, sedang, hingga sukar/sulit. Dengan demikian soal yang berbasis LOTS hingga HOTS tersebut bisa memiliki tingkat kesukaran soal dari mudah hingga sukar. Kesalahpahaman interpretasi

mengenai soal LOTS itu mudah dan soal HOTS itu sulit dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Konsekuensi dari miskonsepsi ini adalah guru menjadi enggan untuk memberikan atau membiasakan peserta didik untuk menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi karena peserta didik belum siap dan cenderung menerapkan pembelajaran LOTS-MOTS dan tugas yang bersifat drill saja.44

Berikut ini adalah beberapa contoh soal pilihan ganda sejarah berbasis HOTS45 :

Gambar I Soal HOTS

44 Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Modul Penyusunan Soal Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking Skills) Sejarah, Jakarta, hlm. 10.

45 Hilman Luthfi, “Panduan Belajar Soal HOTS Sejarah”, diakses dari

https://www.zenius.net/blog/21626/soal-hots-sejarah, pada tanggal 20 April 2020 pukul 22.43.

Gambar II Soal HOTS

c. Peran Soal HOTS

Peranan soal HOTS dalam menilai hasil belajar peserta didik memfokuskan pada aspek pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan KD pada KI 3 dan KI 4. Soal HOTS bertujuan untuk menilai kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Saat mengevaluasi hasil belajar, guru menggunakan butir soal HOTS secara proporsional.

Berikut peran soal HOTS dalam penilaian hasil belajar:46 1) Mempersiapkan kompetensi siswa pada abad 21.

2) Menumbuhkan rasa cinta dan minat terhadap pembangunan daerah (local genius).

3) Meningkatkan motivasi belajar siswa.

4) Meningkatkan mutu dan dan akuntabilitas penilaian hasil belajar.

46 Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, loc. cit.

Gambar III Soal HOTS

d. Langkah-Langkah Penyusunan Soal HOTS

Berikut merupakan langkah-langkah dalam penyusunan soal HOTS:47

1) Menganalisis KD yang dapat dibuat menjadi soal HOTS

Pertama, guru atau penulis soal memilih KD yang hendak dibuat menjadi soal HOTS. Hal ini dikarenakan tidak semua KD dapat dibuat menjadi soal HOTS. Dalam memilih KD, guru atau penulis soal harus memilih KD yang memuat KKO pada ranah C4, C5, dan C6. Guru maupun penulis soal dapat melakukan analisis KD secara mandiri atau melalui forum MGMP yang dapat dibuat menjadi soal HOTS.

2) Menyusun kisi-kisi soal

Kisi-kisi penulisan soal HOTS dibuat untuk memudahkan guru dalam menuliskan detail soal HOTS. Kisi-kisi diperlukan untuk membantu guru dalam menetapkan kemampuan minimal tuntutan KD yang dapat disusun menjadi soal HOTS, memilih materi pokok yang terkait dengan KD yang akan diuji, merumuskan indikator soal, dan menentukan level kognitif.

3) Merumuskan stimulus yang menarik dan kontekstual

Stimulus yang digunakan harus menarik, dengan kata lain peserta didik harus dapat terangsang untuk membaca stimulus.

Stimulus yang menarik biasanya baru, belum pernah dibaca, dan

47 Ibid., hlm.11-12.

terkait isu-isu yang sedang muncul. Sedangkan stimulus kontekstual berarti stimulus yang sesuai dengan keadaan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat mendorong peserta didik untuk membaca.

4) Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal

Penulisan butir soal ditulis berdasarkan aturan penulisan soal HOTS. Pada dasarnya, aturan penulisan soal HOTS hampir sama dengan aturan penulisan soal pada umumnya. Perbedaanya hanya terletak pada aspek materi, yang di mana pada aspek tersebut materi harus disesuaikan dengan karakteristik soal HOTS yang berkaitan, sedangkan pada dua aspek lainnya (konstruksi dan bahasa) relatif sama.

5) Membuat pedoman penilaian dan kunci jawaban

Setiap butir soal HOTS harus disertai dengan panduan atau pedoman penskoran dan kunci jawaban. Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal deskriptif (uraian). Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda dan isian singkat.

Dokumen terkait