• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Manajemen risiko merupakan bagian penting dalam manajemen rantai pasok. Tujuan penelitian ini adalah analisis jenis dan tingkat keparahan risiko pada rantai pasok ayam ras pedaging dan merumuskan alternatif mitigasi risiko tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah analisis manajemen risiko dengan tahapan identifikasi, pengukuran risiko, pengkajian risiko, penilaian risiko rantai pasok. Teknik ME-MCDM digunakan untuk menentukan derajat keparahan risiko. Penanganan risiko selanjutnya dikaji dengan menggunakan metode ISM, dengan penekanan pada elemen kebutuhan, tujuan, dan kendala pada pembentukan kelembagaan melalui manajemen rantai pasok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko fluktuasi harga pada tingkat peternak, dampak lingkungan, cemaran dan kualitas karkas, serta risiko penjualan pada tingkat RPA adalah risiko yang bersifat catastrophic. Untuk memitigasi risiko-risiko tersebut disarankan struktur kelembagaan rantai pasoknya.

Kata kunci: agroindustri daging ayam, ME-MCDM, rantai pasok, risiko Pendahuluan

Kajian manajemen risiko sudah menjadi topik yang berkembang pada ranah manajemen rantai pasok saat ini. Meningkatnya persaingan dan turbulensi industri menyebabkan industri harus mengelola risiko yang ada sepanjang rantai pasoknya. Berbagai gangguan baik dari luar maupun di dalam rantai pasok dapat menyebabkan gangguan pencapaian tujuan rantai pasok.

Risiko rantai pasok adalah potensi terjadinya gangguan atau kegagalan untuk merebut peluang yang menyebabkan terjadinya kerugian finansial (Zsidisin dan Ritchi 2009). Dimensi risiko dapat dikelompokkan menjadi empat kategori (Zsidisin dan Ritchi 2009). Banyak penelitian tentang manajemen risiko rantai pasok yang sudah dilakukan oleh berbagai peneliti dengan berbagai pendekatan yang telah digunakan.

Manajemen risiko rantai pasok pertanian berbeda dengan manajemen risiko rantai pasok manufaktur, hal ini disebabkan karakteristik agroindustri pertanian yang spesifik. Austin (1992) dan Brown (1994) menyatakan bahwa karakteristik khusus komoditas pertanian diantaranya adalah: (1) produk pertanian mudah rusak; (2) proses penanaman, pertumbuhan, pemanenan sangat dipengaruhi iklim; (3) hasil panen yang bervariasi dalam hal bentuk dan ukuran dan (4) bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani. Dengan demikian manajemen risiko rantai pasok pertanian memerlukan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik komoditas pertanian tersebut.

Banyak penelitian yang telah dilakukan terkait dengan manajemen risiko rantai pasok diantaranya adalah Chopra dan Shodi (2004), namun penelitian manajemen risiko rantai pasok pertanian masih terbatas, diantaranya adalah yang

51 dilakukan oleh Suharjito (2011), Sriwana et al. (2014). Dalam manajemen risiko rantai pasok dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Marimin et al. (2010) menyatakan pendekatan kualitatif dalam manajemen rantai pasok dilakukan dengan akusisi pendapat pakar.

Agroindustri ayam ras pedaging saat ini merupakan industri yang berkembang pesat. Hal ini didukung oleh meningkatnya permintaan terhadap bahan pangan hewani yang berkualitas tinggi. Namun agroindustri ini juga dihadapkan pada berbagai potensi risiko seperti risiko produksi, risiko pasar dan risiko lingkungan yang dapat mengancam keberlanjutannya. Pada tahun 2014 diperkirakan total kerugian agroindustri ayam ras pedaging diperkirakan sebesar Rp. 7.4 Trilyun yang disebabkan berbagai faktor (Poultry Indonesia 2015). Manajemen risiko menjadi penting pada agroindustri ayam ras pedaging agar dapat berkelanjutan. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan beberapa peneliti menunjukkan bahwa penanganan risiko yang tepat dapat berdampak secara signifikan terhadap keuntungan perusahaan (Cousins et al. 2004); Hendricks dan Singhal 2005). Beberapa penelitian telah membahas tentang risiko pada agroindustri ayam ras pedaging, namun hanya membatasi risiko pada peternakan atau mutu. Penelitian risiko tentang agroindustri ayam ras pedaging dari sisi rantai pasok masih terbatas saat ini.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis jenis dan tingkat keparahan risiko pada rantai pasok ayam ras pedaging dan merumuskan alternatif mitigasi risiko tersebut.

Tinjauan Pustaka Manajemen Risiko Rantai Pasok

Manajemen risiko didefinisikan sebagai gangguan terhadap pencapaian tujuan rantai pasok. Menurut Zsidisin dan Ritchie (2009) ada empat bentuk gangguan terhadap rantai pasok, yaitu:

a. Gangguan terhadap pasokan barang dan jasa termasuk kualitas yang buruk yang menyebabkan downtime dan kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.

b. Volatilitas harga yang menyebabkan kesulitan mengantisipasi perubahan harga ditingkat konsumen dan berpotensi menyebabkan kerugian

c. Mutu dan jasa pelayanan produk yang buruk, dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan dengan konsekuensi terhadap pendapatan pelanggan dimasa mendatang dan kemungkinan klaim kompensasi finansial.

d. Reputasi perusahaan, disebabkan oleh isu yang tidak terkait langsung dengan rantai pasok sehingga dapat menimbulkan risiko.

Banyak pendekatan yang dilakukan oleh peneliti dalam pengelolaan risiko rantai pasok. Namun secara umum manajemen risiko rantai pasok terdiri atas tahapan sebagai berikut; identifikasi risiko, analisis risiko dan mitigasi risiko. Identifikasi risiko adalah tahapan yang fundamental dalam proses manajemen risiko (Hallikas et al. 2004; Norrman dan Lindorth 2004; Suharjito 2011). Berbagai potensi risiko yang dihadapi oleh rantai pasok, karenanya harus diidentifikasi dengan baik, risiko yang tidak teridentifikasi dapat menyebabkan kesalahan manajemen risiko dan menimbulkan kerugian yang lebih besar.

52

Tummala and Schoenherr (2011) membagi penyebab timbulnya risiko menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Selanjutnya risiko juga dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu; risiko permintaan, risiko kerusakan, risiko persediaan, risiko breakdown process, risiko kapasitas fisik pabrik, risiko pasokan, risiko sistem, risiko kekuasaan dan risiko transportasi.

Suharjito (2011) mengkategorikan risiko rantai pasok pertanian menjadi; (1) risiko lingkungan adalah risiko yang diakibatkan oleh bencana alam, hama, penyakit, kebijakan pemerintah, keamanan, kondisi sosial budaya dan politik serta produk pesaing; (2) risiko teknologi adalah risiko yang disebabkan rendahnya penguasaan teknologi, perkembangan teknologi baru, penggunaan teknologi dan ketersediaan teknologi baru; (3) risiko harga adalah risiko yang diakibatkan oleh adanya inflasi, nilai tukar dan bunga bank, fluktuasi harga dan distorsi informasi harga dan pasokan; (4) risiko pasokan yang berasal dari keberagaman mutu pasokan, loyalitas pemasok, ketidakpastian pasokan dan ketersediaan pasokan;(5) risiko transportasi yang diakibatkan oleh pemilihan mode transportasi, ketidakpastian waktu transportasi, keamanan dijalan dan kerusakan jalan mengurangi mutu produk; (6) risiko pasar yang bersumber dari struktur pasar, fluktuasi harga, penolakan konsumen dan standarisasi mutu di pasar; (7) risiko produksi yang diakibatkan oleh kapasitas produksi, proses produksi, penggunaan teknologi produksi dan mutu bahan baku; (8) risiko informasi adalah risiko yang berasal dari penggunaan metode peramalan, ketersediaan informasi, distorsi informasi dan transfer informasi; (9 ) risiko kualitas adalah risiko yang disebabkan oleh musim dan cuaca, metode penyimpanan, variasi mutu dan pasokan, dan mutu pasokan bahan baku; dan (10) risiko kemitraan yang bersumber dari pemilihan mitra, putusnya jaringan komunikasi, putusnya jaringan transportasi.

Failure Mode Efect Analysis

Failure Mode Efect Analysis atau FMEA adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk memeriksa cacat atau kegagalan yang terjadi selama proses produksi. Menurut Yeh dan Hsieh (2007) pendekatan ini telah digunakan secara luas pada industri manufaktur untuk peningkatan mutu dan penilaian risiko. Pendekatan ini menggabungan pengetahuan manusia dan pengalaman untuk pengidentifikasi potensi kegagalan (mode); mengevaluasi kegagalan suatu produk dan efeknya; membantu perekayasa untuk melakukan tindakan perbaikan atau tindakan preventif dan menghilangkan atau mengurangi kemungkinan kegagalan yang akan terjadi.

Terdapat tiga parameter yang digunakan untuk menggambarkan setiap mode kegagalan yaitu keparahan (severity), kejadian (occurrence) dan deteksi (detection), masing-masing menggunakan skala 1-10. Tingkat keparahan adalah keseriusan efek kegagalan komponen berikutnya, subsistem, sistem atau pelanggan. Tingkat kejadian adalah kemungkinan atau frekuensi kegagalan terjadi dengan skala 1 untuk kesempatan yang paling tidak ada kejadian dan 10 untuk yang ada kejadian tertinggi. Tingkat deteksi adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi kegagalan atau probabilitas dari kegagalan tidak terdeteksi sebelum dampak efek terwujud. Penilaian FMEA dilakukan dengan menggunakan nomor prioritas risiko (RPN). RPN merupakan hasil perkalian dari peringkat keparahan (S), kejadian (O) dan deteksi (D). Mode kegagalan dengan nilai RPN yang lebih

53 tinggi diasumsikan lebih penting dan diberi prioritas lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki RPN yang lebih rendah.

Metodologi Kerangka Pemikiran

Risiko rantai pasok adalah potensi terjadinya gangguan atau kegagalan untuk merebut peluang yang menyebabkan terjadinya kerugian finansial (Zsidisin dan Ritchi 2009). Setiap risiko yang telah teridentifikasi selanjutnya akan dilakukan pengkajian, meliputi pengukuran risiko. Pengukuran risiko dapat dilakukan secara kualitatif dan pengukuran secara statistik. Pengukuran risiko secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan pendapat pakar (Marimin dan Maghfiroh 2010). Tahapan penelitian ini mengikuti tahapan analisis risiko dan alternatif mitigasi yang diadopsi dari Tummala dan Schoenherr 2011 seperti yang disajikan pada Gambar 6.

Dalam penelitian ini pendapat pakar diminta untuk menilai derajat keparahan yang disebabkan suatu risiko. Derajat keparahan dilihat dampaknya terhadap dua aspek yaitu aspek ekonomi dan aspek lingkungan dan untuk menilai hubungan kontekstual antara masing-masing sub elem dalam elemen kunci untuk pengembangan kelembagaan. Pakar untuk penilaian derajat keparahan risiko terdiri dari tiga orang pakar yang memiliki kualifikasi pengalaman lebih dari 15 tahun dalam agroindustri ayam ras pedaging Sedangkan pakar untuk menilai keterkaitan antar sub elemen dalam elemen kunci terdiri dari praktisi dan manajemen puncak dalam agroindustri ayam ras pedaging, peneliti dan akademisi agroindustri ayam ras pedaging dan dari pemerintahan, dimana semua berjumlah delapan orang pakar.

Data dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan model manajemen risiko rantai pasok yang dikembangkan oleh Tummala dan Schoenherr (2011). Tahapan pertama adalah proses identifikasi, pengukuran risiko dan pengkajian risiko; tahap kedua adalah evaluasi risiko, sedangkan pengendalian dan pengawasan risiko tidak dimasukkan dalam analisis ini.

Proses identifikasi risiko dilakukan sepanjang aktivitas rantai pasok agroindustri ayam ras pedaging. Aktivitas pada tingkat peternak dimulai dari bibit ayam (DOC) data dari pembibitan ke lokasi kandang, dipelihara selama periode tertentu dan siap untuk dijual. Setiap aktivitas yang terjadi diamati dan dicatat risiko yang pernah terjadi dan juga berpotensi terjadi.

Identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan worksheet FMEA. Teknik ini telah digunakan dan berhasil untuk mengidentifikasi berbagai kegagalan atau risiko (Yeh dan Hsieh 2007). Identifikasi risiko (risk identification) adalah proses yang komprehensif dan terstruktur dalam menentukan risiko terkait dalam rantai pasok. Memahami risiko dan menentukan kategorinya. Kategori risiko yang diacu dalam penelitian ini adalah kategori risiko yang diusulkan oleh Rajamani (2008) dan diadopsi dan dikembangkan oleh Suharjito (2011) untuk pengelolaan risiko rantai pasok produk-produk pertanian.

54

Pengukuran risiko (risk measurement) adalah tahapan selanjutnya setelah proses identifikasi risiko. Proses ini adalah proses menentukan konsekuensi risiko dan magnitude risiko yang telah teridentifikasi. Pengkajian risiko (risk assessement) adalah proses menentukan tingkat kemungkinan terjadinya setiap faktor risiko. Pada proses ini, setiap faktor risiko yang telah teridentifikasi akan dinilai seberapa besar nilai paparannya (exposure value). Nilai paparan dari setiap faktor risiko ditentukan dengan mengalikan nilai tingkat konsekuensi keparahan (consequency severity level) dengan nilai probabilitas masing-masing faktor risiko.

Data yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan lapangan dan akuisisi pengetahuan dari pakar. Sedangkan data sekunder adalah data-data yang dapat memperkuat penelitian dan diperoleh melalui penelusuran literature, data-data statistik yang relevan dari berbagai institusi terkait.

Pengamatan kegiatan rantai pasok dilakukan pada 20 peternakan yang terintegrasi dengan rumah pemotongan ayam dan agroindustri ayam olahan. Sedangkan pakar yang dijadikan narasumber ahli dalam penelitian ini berjumlah tiga orang yang telah memenuhi kualifikasi keahlian dan pengalaman dalam agroindustri ayam ras pedaging dan bersedia dimintai pendapatnya dalam penelitian

Analisis data

Beberapa analisis data yang digunakan untuk model manajemen risiko rantai pasok pada agroindustri ayam ras pedaging adalah sebagai berikut:

1. FMEA (Failure Mode Efect Analysis) adalah suatu teknik analisis untuk menganalisa kegagalan yang terjadi dalam proses produksi, mengevaluasi prioritas dan membantu menentukan tindakan yang tepat untuk menghindari masalah yang diidentifikasikan. Menurut Yeh dan Hsieh (2007) FMEA digunakan secara luas dalam peningkatan mutu dan alat penilaian risiko di industri manufaktur.

2. Analisis data untuk penilaian risiko menggunakan pendekatan kualitatif yang dikembangkan oleh US Military Standard 882 C (Bertolini et al. 2006; Tummala dan Scoenherr 2011). Terdapat empat kategori derajat keparahan risiko yang digunakan yaitu: catatstrophic, critical, marginal dan negliglible. Sedangkan probabilitas risiko dapat dikembangkan menjadi empat kemungkinan yaitu often probable.

3. Untuk menghitung pendapat pakar dari masing-masing kriteria digunakan pendekatan Non-numeric Multi expert-multi criteria dicision making (Non- numeric ME-MCDM). Metode ini terdiri dari 2 macam agregasi yaitu agregasi kriteria dan agregasi pakar. (Rukmayadi dan Marimin 2000; Nurhasanah 2006). Agregasi kriteria (Vij) adalah nilai minimum dari operasi maksimum ( ) antara penilaian kriteria i oleh pakar j dalam alternative k (Vij(ak)). Persamaan agregasi kriteria diformulasikan seperti pada Persamaan 2.

ij min eg ak ij ak (2)

4. Agregasi pakar (Vi) adalah operasi maksimum dari operasi minimum ( ) antara bobot pakar (Qj) dan alternative yang sudah diurutkan dari urutan

55 tertinggi hingga terendah (bj). Oleh karena itu persamaan agregasi pakar diformulasikan seperti pada Persamaan 3.

i i( ak a j bj (3)

5. ISM (interpretative structural modeling). Metoda ini dibangun untuk melihat diagram struktur aktivitas yang dibutuhkan untuk penanganan risiko rantai pasok ayam ras pedaging.

Pada metode ISM, pendapat ahli dinyatakan dalam bentuk hubungan kontekstual dinyatakan dalam bentuk V, A, X dan O. dimana:

V : sub-elemen ke-i mempunyai hubungan dengan sub-elemen ke-j dan sub-elemen ke-j tidak mempunyai hubungan dengan sub elemen ke-i.

A : sub-elemen ke-j mempunyai hubungan dengan sub-elemen ke-i dan sub-elemen ke-i tidak mempunyai hubungan dengan sub elemen ke-j.

X : sub-elemen ke-i mempunyai hubungan timbal balik dengan sub-elemen ke-j. O : sub-elemen ke-i tidak mempunyai hubungan timbal balik dengan sub-elemen

ke-j.

Atas dasar pertimbangan hubungan kontekstual kemudian disusun Structural Self-Interaction Matrix (SSIM) dengan menggunakan VAXO. Setelah SSIM terbentuk, selanjutnya dibuat tabel Reachability Matrik (RM) dengan mengganti V,A,X, dan O menjadi bilangan 1 dan 0. Selanjutnya dilakukan perhitungan menurut aturan Transivity dengan membuat koleksi terhadap SSIM hingga terbentuk matrik tertutup yang kemudian diproses lebih lanjut. Revisi dilakukan jika belum memenuhi aturan transivity. Pengolahan lebih lanjut dari tabel RM yang telah memenuhi aturan transivity adalah penetapan pilihan berjenjang (level partition).

Hasil dan Pembahasan Rantai Pasok Agroindustri Ayam Ras Pedaging

Industri unggas di Indonesia menyuplai 52% produk daging dengan melibatkan 2.5 juta pekerja. Industri ini melibatkan banyak aktivitas seiring dengan meningkatnya permintaan akan daging unggas. Struktur rantai pasok agroindustri ayam ras pedaging dapat dilihat pada Gambar 12.

Pembibitan Pakan ternak Industri lainnya: Peralatan peternakan Industri farmasi, dll Pembibitan Pasar tradisional Slaughterhouse

Gambar 12 Struktur rantai pasok agroindustri ayam ras pedaging Tahap I. Identifikasi, Pengukuran dan Kajian Risiko

56

Identifikasi risiko dilakukan pada rantai pasok ayam ras pedaging yang terdiri dari peternak, RPA dan agroindustri ayam olahan. Dari hasil pengamatan lapang dan wawancara dengan pakar yang terkait di bidangnya, diperoleh kejadian risiko pada rantai pasok ayam ras pedaging pada setiap tingkatan. Identifikasi risiko pada peternakan ayam ras pedaging terdapat dua aktivitas dalam tahapan I pada SCMR, yaitu identifikasi risiko dan pengukuran risiko.

Identifikasi risiko adalah langkah pertama dalam proses manajemen risiko. Pada tahapan ini dilakukan pendataan semua faktor potensi risiko yang ada dalam rantai pasok ayam ras pedaging. Tahapan ini merupakan salah satu tahapan kritis dalam manajemen risiko, karena kesalahan pengenalan risiko dapat berakibat pada kesalahan penanganan risiko yang akan dilakukan.

Identifikasi risiko rantai pasok agroindustri ayam ras pedaging pada tingkat peternak

Dari hasil penelitian di lapang diketahui terdapat beberapa risiko yang terjadi pada tingkat peternak dalam rantai pasok agroindustri ayam ras pedaging adalah risiko tingginya tingkat kematian, FCR tinggi, fluktuasi harga, wabah penyakit dan risiko nilai tukar. Hasil analisis FMEA risiko pada tingkat peternak disajikan di Tabel 17.

57 Tabel 17 Hasil identifikasi risiko pada rantai pasok agroindustri ayam ras

pedaging No Risiko Kategori Risiko Penyebab Akibat 1 Tingkat kematian tinggi Risiko lingkungan Penyakit, predator, Iklim, kondisi kandang

yang buruk Produksi turun, kapasitas tidak optimal 2 FCR tinggi Risiko produksi Pertumbuhan bibit buruk, cuaca, stress

lingkungan

Biaya produksi meningkat 3 Fluktuasi

harga

Risiko pasar Pasokan berlebih dipasar. Kerugian 4 Wabah penyakit Risiko lingkungan

Biosekuiti buruk, cuaca Proses produksi terhenti. Biaya produksi tinggi 5 Nilai tukar Risiko harga Faktor ekonomi Biaya produksi tinggi Identifikasi risiko pada pelaku rantai pasok Rumah Pemotongan Ayam (RPA)

Dari proses identifikasi risiko pada pelaku rantai pasok RPA diperoleh 3 risiko yang dominan ditampilkan pada Tabel 18.

Tabel 18 Jenis risiko yang teridentifikasi pada RPA

No Jenis risiko Kategori Penyebab Akibat

1. Dampak lingkungan Risiko lingkungan Pengelolaan yang tidak hiegenis Dampak bagi lingkungan sekitar 2. Cemaran dan penurunan kualitas karkas Risiko lingkungan Sistem pemasaran rantai hangat Karkas tercemar dan membahayakan kesehatan 3 Risiko penjualan Risiko

keuangan

Penjualan tidak sesuai harapan

kerugian finansial Dampak lingkungan merupakan risiko yang dihadapi oleh RPA. Proses pemotongan ayam di RPA semestinya mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh dirjen Kesmavet. Dampak lingkungan ditimbulkan dari limbah biologi seperti darah, bulu dan air limbah pencucian. Hal ini juga akan mencemari karkas yang dihasilkan oleh RPA. Risiko ini dinilai tinggi oleh pakar karena sebagian besar RPA belum memenuhi standar pelaksanaan pemotongan dan tidak memiliki fasilitas pengolahan limbah.

Risiko penjualan didefinisikan sebagai risiko karena kegagalan penjualan, risiko ini dinilai memiliki dampak tinggi karena karkas bersifat mudah rusak dan dan pada umumnya RPA tidak memiliki penyimpanan yang memadai. Proses pemasaran yang belum mengikuti standar rantai dingin dapat menyebabkan

58

penurunan karkas dan juga kontaminasi oleh berbagai bakteri terutama Camphylobacter sp. dan Salmonella sp..

Identifikasi risiko pada agroindustri pengolahan

Dari identifkasi risiko yang dilakukan pada pelaku rantai pasok agroindustri pengolahan, diperoleh 3 risiko yang berpengaruh dominan, seperti yang disajikan pada Tabel 19. Risiko kesulitan bahan baku didefinisikan sebagai sulitnya mendapatkan bahan baku yang sesuai standar kebutuhan pengolahan. Untuk pengolahan diperlukan karkas dengan kriteria tertentu, yaitu berat karkas 1,2-1.5 kg. Pada saat penelitian, karena faktor risiko peternakan ayam ras pedaging, menyebabkan sulitnya mendapatkan ayam dengan standar yang telah ditetapkan.

Kualitas karkas menjadi risiko yang dihadapi oleh agroindustri olahan. Terjadinya memar pada karkas menyebabkan karkas tidak memenuhi standar untuk pengolahan.Memar terjadi disebabkan beberapa faktor, diantaranya proses dalam pemeliharan, penanganan saat panen dan proses transportasi ayam ras pedaging dari kandang ke RPA.

Tabel 19 Identifikasi risiko pada agroindustri pengolahan

No Risiko Kategori risiko Penyebab Akibat

1 Kesulitan bahan baku Risiko produksi Ukuran karkas beragam

Kebutuhan bahan baku terganggu 2 Kualitas beragam Risiko pasokan Gangguan

karkas

Kebutuhan bahan baku 3 Harga bahan baku Risiko pasokan Fluktuasi harga Kenaikan

biaya produksi 4 Saingan produk impor Risiko pasar Harga produk

impor lebih murah

Penurunan pangsa pasar

Pengukuran Risiko (Risk Measurement)

Pada tahapan ini dilakukan penilaian terhadap risiko rantai pasok yang telah teridentifikasi pada tahapan sebelumnya. Penilaian risiko rantai pasok bertujuan untuk menentukan konsekuensi risiko rantai pasok dan juga magnitude dampaknya. Pada penelitian ini pengukuran konsekuensi risiko rantai pasok dilakukan dengan mengukur derajat keparahan suatu risiko pada rantai pasok secara kualitatif dengan menggunakan kerangka US Military Standard 882C.

Hasil pengukuran risiko rantai pasok terhadap risiko yang telah teridentifikasi pada tingkat peternak. Penilaian derajat keparahan risiko ditentukan berdasarkan empat kriteria, sebagaimana tertera pada Tabel 20. Penilaian tingkat keparahan risiko dalam rantai pasok dilakukan berdasarkan pendapat pakar terpilih. Derajat keparahan risiko diukur berdasarkan dampaknya dari aspek biaya dan aspek lingkungan, terdapat 4 derajat keparahan suatu risiko yaitu catastrophic, critical, marginal dan negligible. Penilaian dilakukan oleh tiga orang pakar, untuk menghitung pendapat pakar diolah dengan menggunakan teknik multi expert- multi criteria decicion making. Untuk memudahkan, nilai paparan risiko akan

59 dinotasikan menjadi catastrophic (ST), critical (T), marginal (R) dan negligible (SR).

Tabel 20 Konsekuensi derajat keparahan risiko pada rantai pasok

Konsekuensi tingkat keparahannya Deskripsi Indeks konsekuensi risiko

Catastrophic Kejadian risiko yang dapat menggagalkan proses produksi

4 Critical Kejadian risiko yang menyebabkan kerugian

yang besar tapi tidak menggagalkan proses produksi secara keseluruhan

3

Marginal Kejadian risiko yang menurunkan produksi tapi tidak menyebabkan kerugian secara signifikan

2

Negligible Kejadian risiko yangmenyebabkan kerugian tapi masih bisa diabaikan

1

Sumber: US Military Standar 882C dalam Tummala dan Schoenherr (2011)

1. Tingkat Peternak

Derajat keparahan menunjukkan dampak risiko yang harus ditanggung oleh rantai pasok. Ada dua kriteria dampak yang dinilai yaitu dampak dari sisi ekonomi dan lingkungan. Hasil penilaian pendapat pakar terhadap derajat keparahan risiko pada tingkat peternak dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Hasil akusisi pendapat pakar dalam penilaian tingkat paparan risiko pada peternak

Pakar Faktor risiko Kriteria dampak

Ekonomi Lingkungan

1 Tingkat kematian tinggi T T

FCR tinggi ST T

Wabah penyakit ST T

Harga fluktuatif ST R

Perubahan nilai tukar T R

2 Tingkat kematian tinggi T T

FCR tinggi ST T

Wabah penyakit T T

Harga fluktuatif ST R

Perubahan nilai tukar T R

3 Tingkat kematian tinggi T T

FCR tinggi ST R

Wabah penyakit T T

Harga fluktuatif ST R

Perubahan nilai tukar T T

2. Tingkat Rumah Pemotongan Ayam

Penilaian pendapat pakar terhadap derajat keparahan risiko pada tingkat Rumah Pemotongan Ayam dapat dilihat pada Tabel 22.

60

Tabel 22 Akusisi pendapat pakar untuk menilai derajat keparahan risiko pada

Dokumen terkait