• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hikmah Yang Terkandung Dari Hari Kebangkitan

Di dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang mengandung hikmah dari kejadian hari kebangkitan para makhluk dari kuburnya, semua ini yang akan menjadi motivator manusia untuk selalu berbuat yang terbaik dan semaksimal mungkin menjauhkan perbuatan buruk.

Hikmah pertama, tanpa ada hari kebangkitan maka Allah telah menciptakan manusia di alam ini dengan sia-sia. Akan tetapi Allah menciptakan manusia dan alam ini tidak dengan sia-sia. Sebagaimana firman-Nya :

ﻥﻭﻌﺠﺭﺘ

ﺎﻨﻴﻟﺇ

ﻡﻜﻨﺃﻭ

ﹰﺎﺜﺒﻋ

ﻡﻜﺎﻨﻘﻠﺨ

ﺎﻤﻨﺃ

ﻡﺘﺒﺴﺤﻓﺃ

.

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main ( saja ), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? ( QS. al-Mu’minûn { 23 } : 115 )

Maksud ayat di atas, apakah kalian menduga bahwa seluruh makhluk diciptakan secara sia-sia tanpa maksud, hikmah dan kebangkitan atau Kami menciptakan kalian dengan main-main seperti Kami menciptakan binatang tanpa balasan dan hukuman untuknya. Sesungguhnya Kami menciptakan kalian untuk ibadah dan menjalankan perintah-perintah Allah Swt.33

Dan di ayat lain dikatakan :

ﻥﻴﺒﻋﻻ

ﺎﻤﻬﻨﻴﺒ

ﺎﻤﻭ

ﺽﺭﻷﺍﻭ

ﺕﺍﻭﺎﻤﺴﻟﺍ

ﺎﻨﻘﻠﺨ

ﺎﻤﻭ

.

ﻥﻜﻟﻭ

ﻕﺤﻟﺎﺒ

ﻻﺇ

ﺎﻤﻫﺎﻨﻘﻠﺨ

ﺎﻤ

ﻥﻭﻤﻠﻌﻴ

ﻡﻫﺭﺜﻜﺃ

.

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di

antara keduanya dengan main-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. ( QS. al-Dukhân { 44 } : 38-39 )

Atau di ayat lain :

ﺔﻴﺘﻵ

ﺔﻋﺎﺴﻟﺍ

ﻥﺇﻭ

ﻕﺤﻟﺎﺒ

ﻻﺇ

ﺎﻤﻬﻨﻴﺒ

ﺎﻤﻭ

ﺽﺭﻷﺍﻭ

ﺕﺍﻭﺎﻤﺴﻟﺍ

ﺎﻨﻘﻠﺨ

ﺎﻤﻭ

لﻴﻤﺠﻟﺍ

ﺢﻔﺼﻟﺎﺤﻔﺼﺎﻓ

.

Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat ( kiamat ) itu pasti akan datang, maka maafkanlah ( mereka ) dengan cara yang baik. ( QS. al-Hijr { 15 } : 85 )

Semua ayat di atas, menunjukan bukti-bukti yang kuat bahwa penciptaan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya tidak terlepas dari hikmah dan tujuan, dan sesungguhnya Allah Maha Suci dan Sempurna dari perbuatan sia-sia, Allah tidak akan melepaskan orang yang berbuat buruk dan jahat di antara makhluk-Nya tanpa proses perhitungan dan pembalasan yang setimpal. Dan apa yang diduga orang-orang Kafir dan materialisme itu tidak ada bukti yang kuat atas apa yang mereka duga, dan dugaan semacan itu hanya dugaan kira-kira atau dugaan warisan dari nenek moyang mereka.

Tegasnya, Allah menciptakan manusia mempunyai tujuan dan hikmah selain ibadah kepada Allah, ada beberapa ibadah yang diwajibkan kepada

manusia, dari ibadah wajib itu dapat dibedakan antara hamba Allah yang taat dan maksiat, kemudian manusia akan dikembalikan kepada Allah melalui kebangkitan, perhitungan dan pembalasan, maka setiap yang mempunyai hak akan diberikan haknya dan orang yang dizalimi mendapatkan keadilan dari orang yang berbuat zalim.

Hikmah kedua dari kebangkitan yaitu perhitungan dan pembalasan atas amal perbuatan manusia di dunia atau setiap manusia di muka bumi akan diminta pertanggungjawabannya atas apa yang mereka lakukan, hingga manusia mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang mereka kerjakan. sebagaimana firman-Nya :

ﻥﻴﺫﻟﺍ

ﻱﺯﺠﻴﻟ

ﻩﺩﻴﻌﻴ

ﻡﺜ

ﻕﻠﺨﻟﺍ

ﺃﺩﺒﻴ

ﻪﻨﺇ

ﹰﺎﻘﺤ

ﷲﺍ

ﺩﻋﻭ

ﹰﺎﻌﻴﻤﺠ

ﻡﻜﻌﺠﺭﻤ

ﻪﻴﻟﺇ

ﻡﻴﻤﺤ

ﻥﻤ

ﺏﺍﺭﺸ

ﻡﻬﻟ

ﺍﻭﺭﻔﻜ

ﻥﻴﺫﻟﺍﻭ

ﻁﺴﻘﻟﺎﺒ

ﺕﺎﺤﻟﺎﺼﻟﺍ

ﺍﻭﻠﻤﻋﻭ

ﺍﻭﻨﻤﺁ

ﻥﻭﺭﻔﻜﻴ

ﺍﻭﻨﺎﻜ

ﺎﻤﺒ

ﻡﻴﻟﺃ

ﺏﺍﺫﻋﻭ

.

Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan dikembalikan; sebagai janji yang benar daripada Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaanya kemudian mengulanginya ( menghidupkannya ) kembali ( sesudah berbangkit ), agar Dia memberikan pembalasan kepada orang-orang beriman dan mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafirannya mereka ( QS. Yûnus { 10 } : 4 ) Bahwasanya dihidupkannya kembali manusia hanya untuk memberikan balasan kepada mereka yang beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad dan apa yang diturunkan kepadanya, dan mereka semua akan diberi balasan

dengan seadil-adilnya, maka setiap yang berbuat akan mendapatkan hak dari pahala tidak ada yang dicurangi atau dizalimi sedikitpun. Dan orang-orang yang kafir kepada Allah dan mengingkari hari kebangkitan maka mereka akan mendapatkan balasan setelah hari kebangkitan minuman yang panas yang membakar perut mereka dan mereka mendapatkan siksaan yang pedih akibat kekafirannya.34

Dan masih banyak ayat al-Qur’an yang di dalamnya menguak perhitungan dan pembalasan sebagai hikmah di balik dari hari kebangkitan.35

Hikmah ketiga, dari kebangkitan yaitu dibutuhkan keadilan Tuhan untuk tidak menyamakan antara mukmin dan kafir. Tidak diragukan bahwa hidup di dunia bermacam-macam keadaanya ; Muslim, Kafir, Munafik, taat, maksiat, orang yang zalim dan orang yang dizalimi.

Orang yang berbuat jahat, dosa dan zalim keadaannya sangat senang dan nasibnya lebih beruntung di dunia dari pada orang Mukmin yang taat, ikhlas dan yang dizalimi, orang Kafir dan jahat sangat menikmati kenikmatan yang ada di dunia dan selalu berbuat permusuhan, pertengkaran dan kekacauan, kalau itu disamakan nasibnya dengan orang Mukmin, taat, ikhlas dan selalu

34 Muhammad Mahmûd Hijâzî, al-Tafsîr al-Wâdlih , jil. II, hal. 41

35 QS. Thaha { 20 } : 14, QS. Saba’ { 34 } : 3-4, 37-38, QS. al-Jatsiyah { 45 } : 22, QS. al- Mulk {

berusaha untuk berbuat baik, semua itu bertentangan dengan hikmah dan keadilan Allah. inilah salah satu hikmah kebangkitan yang menghapus persamaan antara mukmin dan kafir. Sebagaimana firman Allah:

ﻥﻭﻭﺘﺴﻴ

ﺎﻘﺴﺎﻓ

ﻥﺎﻜ

ﻥﻤﻜ

ﺎﻨﻤﺅﻤ

ﻥﺎﻜ

ﻥﻤﻓﺃ

.

ﺍﻭﻠﻤﻋﻭ

ﺍﻭﻨﻤﺁ

ﻥﻴﺫﻟﺍ

ﺎﻤﺃ

ﻥﻭﻠﻤﻌﻴ

ﺍﻭﻨﺎﻜ

ﺎﻤﺒ

ﻻﺯﻨ

ﻯﻭﺄﻤﻟﺍ

ﺕﺎﻨﺠ

ﻡﻬﻠﻓ

ﺕﺎﺤﻟﺎﺼﻟﺍ

.

ﺍﻭﻘﺴﻓ

ﻥﻴﺫﻟﺍ

ﺎﻤﺃﻭ

ﺍﻭﻗﻭﺫ

ﻡﻬﻟ

لﻴﻗﻭ

ﺎﻬﻴﻓ

ﺍﻭﺩﻴﻋﺃ

ﺎﻬﻨﻤ

ﺍﻭﺠﺭﺨﻴ

ﻥﺃ

ﺍﻭﺩﺍﺭﺃ

ﺎﻤﻠﻜ

ﺭﺎﻨﻟﺍ

ﻡﻫﺍﻭﺄﻤﻓ

ﻥﻭﺒﺫﻜﺘ

ﻪﺒ

ﻡﺘﻨﻜ

ﻱﺫﻟﺍ

ﺭﺎﻨﻟﺍ

ﺏﺍﺫﻋ

.

ﻰﻨﺩﻷﺍ

ﺏﺍﺫﻌﻟﺍ

ﻥﻤ

ﻡﻬﻨﻘﻴﺫﻨﻟﻭ

ﻥﻭﺩ

ﻥﻭﻌﺠﺭﻴ

ﻡﻬﻠﻌﻟ

ﺭﺒﻜﻷﺍ

ﺏﺍﺫﻌﻟﺍ

.

Maka apakah orang yang beriaman seperti orang yang fasik ( kafir )? Mereka tidak sama. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, maka bagi mereka surga-surga tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Dan adapun orang-orang fasik ( kafir ), maka tempat mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak ke luar daripadanya, mereka dikembalikan ( lagi ) kedalamnya dan dikatakan kepada mereka : “ Rasakan siksa neraka yang dahulu kamu menustakannya. Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat ( di dunia ) sebelum azab yang lebih besar ( di akherat ); mudah- mudahan mereka kembali ( ke jalan yang benar ) ( QS. al-Sajadah { 32 } : 18-21 )

Ayat ini sangat jelas, prinsip keadilan yang Allah tegakkan terhadap hambanya dengan tidak menyamakan antara Mukmin yang berbuat amal saleh dengan Kafir yang fasik, yang masing-masing keduannya akan menerima balasan sesuai dengan perbuatannya di dunia. Orang Mukmin dan mengerjakan amal saleh akan menempati surga yang penuh dengan kenikmatan dan kebahagian, dan orang Kafir yang fasik akan menempati

neraka yang penuh kesengsaraan dan kepedihan. Seperti dikemukakan dalam al-Qur’an :

ﺍﻭﻠﻤﻋﻭ

ﺍﻭﻨﻤﺁ

ﻥﻴﺫﻟﺎﻜ

ﻡﻬﻠﻌﺠﻨ

ﻥﺃ

ﺕﺎﺌﻴﺴﻟﺍ

ﺍﻭﺤﺭﺘﺠﺍ

ﻥﻴﺫﻟﺍ

ﺏﺴﺤ

ﻡﺃ

ﻥﻭﻤﻜﺤﻴ

ﺎﻤ

ﺀﺎﺴ

ﻡﻬﺘﺎﻤﻤﻭ

ﻡﻫﺎﻴﺤﻤ

ﺀﺍﻭﺴ

ﺕﺎﺤﻟﺎﺼﻟﺍ

.

Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal soleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu. ( QS. al- Jatsiyah { 45 } : 21 )

Firman Allah di akhir ayat

ﻥﻭﻤﻜﺤﻴ

ﺎﻤ

ﺀﺎﺴ

menunjukan bahwa hukum persamaan antara Mukmin dan Kafir itu sesungguhnya bersumber dari dugaan orang-orang Kafir. Sangat buruk apa yang mereka duga bahwa Allah akan memberi persamaan antara orang-orang yang berbakti dan orang-orang yang durhaka di akherat nanti.36 di ayat selanjutnya Allah menegaskan

bahwa setiap hamba akan dibalas sesuai dengan apa yang dikerjakannya sekaligus menafikan persamaan hukum antara Mukmin dan Kafir. Allah berfirman :

ﻡﻫﻭ

ﺕﺒﺴﻜ

ﺎﻤﺒ

ﺱﻔﻨ

لﻜ

ﻯﺯﺠﺘﻟﻭ

ﻕﺤﻟﺎﺒ

ﺽﺭﻷﺍﻭ

ﺕﺍﻭﺎﻤﺴﻟﺍ

ﷲﺍ

ﻕﻠﺨﻭ

ﻥﻭﻤﻠﻅﻴ

.

Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan ( QS. al-Jatsiyah { 45 } : 22 )

Jadi sangat jelas, bahwa hikmah kebangkitan untuk memberikan balasan terhadap manusia atas apa yang mereka kerjakan di dunia dan bukan untuk mempersamakan hukuman dan nasib antara Mukmin dan Kafir, seperti yang dikataka orang-orang Kafir, sebab itu semuanya bertentangan dengan keadilan Allah Swt.

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa argumen al-Qur’an tentang hari kebangkitan, dapat dilihat sebagai berikut :

1) argumen melalui alam dari dapat dibagai sebagai berikut : a) alam bumi atau tanah yaitu menghidupkan bumi yang telah mati dengan air hujan. b) alam manusia yaitu proses kejadian atau penciptaan manusia. c) alam hewan yaitu proses kejadiannya seperti dari telur menjadi ayam atau burung. d) dan alam tumbuhan seperti dari biji menjadi tumbuhan atau pepohonan.

2) Argumen melalui sejarah, seperti : a) kisah seseorang yang melewati suatu negeri sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an pada surat al- baqarah ayat 259, Allah menceritakan sesorang yang berjalan menunggang keledai melewati suatu negeri lalu ia berpikir bagaimana Allah menghidupkan negeri yang telah hancur, selanjutnya Allah mematikannya selama seratus tahun, lalu dia dibangkitkan kembali untuk menunjukkan tanda kekuasaan Allah. b) kisah Nabi Ibrahim As. yang disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 260, Allah menceritakan kembali tentang

bagaimana Dia menghidupkan makhluk yang telah mati. Ketika Nabi Ibrahim memohon kepada Allah untuk diperlihatkan cara Allah menghidupkan orang yang telah mati. c) kisah hidup kembali yang terjadi pada Banî ‘Isrâ’îl ketika di dunia sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 55-56, 72-73, 243 dan surat ‘Al΄imran ayat 49.

3) Argumen melalui analogi, seperti : a) analogi melalui awal penciptaan manusia dari ketiadaan menjadi ada. b) analogi melalui ciptaan Allah yang lebih besar dari manusia. c) analogi melalui akal.

DAFTAR PUSTAKA

΄Abd Al-Bâqî, Muhammad Fu’âd, al-Lu’lu’ Wa al-MarJân, Kairo : Dâr al-

Hadîts, 2001

΄Abd al-Lathîf, Muhammad ΄Abd al-Wahâb, Muwsû΄at al-‘Amsyâl al-

Qur’niyyah, Kairo : Maktabat al-‘Adâb, 1993, cet. I

΄Abd al-Qadîr,Jum΄at ΄Alî, Jalâl al-Fikr Fi al-Tafsîr al-Mawdlu΄ Li ‘Âyât min al-

Dzikr, Kairo : Maktabah Ushûl al-Dîn, 2001

‘Abû Dâwud, Sunan Abû Dâwud, Beirut : Dâr al-Kutub al-΄Alamiyyah, 1996

‘Abû al-Sa΄âdât, ‘Ahmad, Min al-΄Aqîdat al-’Islamiyyah, ( Kairo: Maktabah

Ushûl al-Dîn, 1998

‘Amîn, Husayn ‘Ahmad, ( ed. ), Alf Hikâyah Wa Hikâyah Min al-‘Adab al-΄Arabî

al-Qadîm, Dâr al-Syurûq

Asy΄arie, Musa, Filsafat Islam, Sunnah Nabi Dalam Berfikir, Yogyakarta : LESFI,

2002

΄Âsyûr, Hassan al-Sayyid al-Sayyid, Tafsîr Sûrat al-Hajj, Kairo : Maktabah

‘Ushûl al-Dîn

Al-΄Asqalânî, ‘Ibn Hajar, Fath al-Bârî, ( Beirut : Dâr al-Fikr, 1995 ), jil. XIV, hal.

612- 613

___________, Taqrîb al-Tahzîb, Dâr al-Fikr, 1995, cet. I

Al-‘Azharî, ‘Abû ΄Umar Nâdî Ibn Mahmûd Hassan, al-Manqûl ‘Asbâb al- Nuzûl, Mesir : Mathba΄at al-‘Amânah, 1997, cet. I

Badawî, ΄Abd al-Rahmân, Mawsûâat al-Falsafah, al-Mu’asasat al-΄Arabiyyah

Lildirâsât Wa al-Nasyr, 1983

Bahreisj, Hussein Khalid, Kiamat,Surga dan Neraka, Surabaya : CV. Amin Surabaya

Al-Baydlâwî, ‘Anwâr al-Tanzîl Wa ‘Asrâr al-Ta’wîl, Beirut : Dâr al-Kutub al- ’Alamiyyah, 1999

Al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî. Beirut : al-Maktabah al-΄Ashriyyah, 1997

Al-Dzahabî, Muhammad Husayn, al-Tafsîr Wa al-Mufassirûn, Beirut : Dâr al- Qalam

Echols, John M., dan Shadily, Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : P.T. Gramedia, 1996, cet. XXII

Farmawî, ΄Abd al-Hayy, al-Bidâyah Fi al-Tafsîr al-Mawdlû’î, Kairo : al-

Hadlârah al-΄Arabiyyah, 1977

Farghalî, ΄Alî Mu΄îd, Lamahât Fi Nasy’at al-Fikr Wa Tathawwurih ΄Ind al-΄Arab

Wa al-Mashriyyîn Wa al-Hunûd, Kairo : Dâr al-Kitâb al-Jâmi΄î, 1989,

cet. I

Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, Bandung: Penerbit Putaka, 1996, cet. II Hajâj, Muhammad Fawqî, al-Tashawwuf al-Islâmî Wa al-Akhlâq, Kairo :

Mathba΄at al-Fajr al-Hadîd, 1995 jil. I

Halîl, ΄Abduh ‘Ahmad Dan Khidlr,΄Abd al-΄Azîz Hassan, Mabâhits Fi ΄Ilm al-

Ma΄ânî Wa al-Bayân, Dâr al-‘Ittihâd Lilthabâ΄ah

Hâsyim, ‘Ahmad ΄Umar, “Dalâ’il al-Qudrat al-‘Ilahiyyah” , Majalah al-‘Azhar,

thn. ke-75, juz I,( al-Muharram, 1423 H. ), hal. 38

___________, Qawâ΄id ‘Ushul al-Hadîts, Kairo: Dâr al-Syabâb Lilthabâ΄ah

Hijâzî, Muhammad Mahmûd, al-Tafsîr al-Wâdlih, al- Zaqâzîq : Dâr al-Tafsîr, 1992, jil. III

Hijâzî, ΄Awadlullah, Jâd Dirâsât Fî al-΄Aqîdat al-‘Islâmiyyah, Dâr al-Thabâ΄at al-

Muhamadiyyah, 1996, cet. II

‘Ibn ‘Ahmad, Muhammad, al-‘Ayât al-Muhakamât Fî al-Tawhîd Wa al-΄Ibâdât

‘Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, ( Beirut : Dâr al-Kutub al-΄Alamiyyah,

1998 ), jil. I, hal. 76

___________, Qishash al-Qur’an, al-Manshurah : Maktabah al-‘Īmân, cet. I

‘Ibn Mâjah, Sunan ‘Ibn Mâjah, Beirut : Dâr al-Kutub al-΄Alamiyyah, 2000

‘Ibn Manzhûr, Lisân al-΄Arab, Mesir : al-Dâr al-Mashriyyah

‘Ismâ΄îl, Muhammad Bakr, Qishash al-Qur’ân, Dâr al-Manâr

al-Jayûsyî, Muhammad ‘Ibrahîm, Dirâsât Qur’aniyyah, Mesir: Dâr al-Kutub Wa al-‘Atsâ’iq al-Qawmiyyah, 1991

al-Jazâ’irî, ‘Abû Bakr Jâbir, ‘Aysar al-Tafâsîr, Madina Munawara : Maktabat al-

΄Ulûm Wa al-Hikam, 1995

___________,΄Aqîdat al-Mu’min, Kairo : al-Maktabat al-Tawfiqiyyah

Khudlayr, Thaha ΄Abd al-Salâm, ΄Aqidat al-Mu’minîn Fi Dliyâ’ al-Kitâb al-

Mubîn, Kairo: Wizârat al-‘Awqâf, 2001

Muhsi, Djauhari, Kuliah Iman Yang Qur’ani, Bandung : Penerbit Pustaka, 1987 Munawwir, Achmad Warson, Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta : Pustaka

Progressif, 1984

Al-Mundzirî, al-Targhîb Wa al-Tarhîb, al-Halabî, 1373 H. Muslim, Shahîh Muslim, Beirut : Dâr Ibn Hazm, 1995 al-Nawawî, al-‘Adzkâr, Mesir : Dâr al-Taqwâ, cet. I

___________, Syarh al-Nawawî, Kairo : Mu’assasat al-Mukhtâr, 2001

Al-Qardlawî, Yûsuf, al-‘Imân Wa al-Hayâh, Kairo : Maktabah Wahbah, 1996 Al-Qurthubî, ‘Abû ΄Abdullah Muhammad ‘Ibn ‘Ahmad, al-Jâmi’ Li ‘Ahkâm al-

Al-Râzî, Fakhr al-Dîn, al-Masâ’il al-Khamsûn Fi ‘Ushûl al-Dîn, Beirut : Dâr al- Jayl, 1990, cet. II

Al-Râzî, Muhammad ‘Ibn ‘Abû Bakr Ibn ΄Abd al-Qâdir, Mukhtar al-Shahâh, (

Beirut : Dâr ‘Ihyâ’ al-Turâts al-΄Arabî, 1999

Ridlâ, Muhammad Rasyîd, Tafsir al-Manâr, Beirut : Dâr al-Kutub al- Alamiyyah, 1999

Al-Shâbûnî, Muhammad ΄Alî, Shafwat al-Tafâsîr, Kairo : Dâr al-Shâbûnî, 1997

Shihab, M. Quraish, Menyingkap Tabir Ilahi, Lentera Hati, 1998 ___________, Tafsir al-Mishbâh, Penerbit Lentera Hati, 2002 ___________, Wawasan al-Qur’an, Penerbit Mizan, 1998, cet. VIII

Syureich, H. M., Pengadilan Di Padang Mahsyar, Jakarta: Offset Sistimatis, 1987 Al-Thabarî, ‘Abû Ja΄far Muhammad Ibn Jarîr,Tafsîr al-Thabarî, Beirut : Dâr al-

Kutub al-΄Alamiyyah, 1999, cet. III

al-Thabâthabâ’î, Muhammad Husayn, al-Mîzân Fi Tafsîr al-Qur’an, Beirut : Mu’asasat al-‘΄Alamî Lil Mathbûât, 1973

Thuhmâz,΄Abd al-Hamîd Mahmûd, Yâ Banî ‘Isrâ’îl, Damascus : Dâr al-Qalam,

1998, cet. I

Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmizî, Beirut : Dâr al-Kutub al-Alamiyyah, 2000 al-Tsa΄labî, Qishash al-Qur’ân, Beirut : al-Maktabat al-Tsaqâfiyah

al-Wâhidî, ‘Abî al-Hassan ΄Alî ‘Ibn ‘Ahmad, ‘Asbâb al-Nuzûl, Dâr al-Fikr, 1998

cet. I

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : Penerbit PT. Hidakarya Agung, 1989

Dokumen terkait