• Tidak ada hasil yang ditemukan

di Hilir Anis Nurul Ngadziman

Dalam dokumen Buku Menyelam atkan Bahasa Indonesia.pdf (Halaman 147-155)

nya dengan baik? Ternyata tidak seindah itu. Bahasa, khususnya sastra Indonesia dan Jawa kurang mendapatkan tempat di hati masyarakat. Masyarakat cenderung memilih untuk belajar dan memahami lebih jauh tentang ilmu yang akan mereka capai setelah pendidikan formal. Masyarakat tidak lagi memilih jurusan karena harga diri bangsa, ataupun upaya melestarikan budaya. Mereka cenderung berpikir pada realita dan logika pendek untuk lebih mementingkan jurusan yang lebih menjanjikan di era globalisasi ini, yang tidak lain ialah bahasa asing.

Faktanya, jika kita lihat passing grade pada jurusan sastra Inggris/asing jauh lebih besar dari pada sastra Indonesia maupun sastra nusantara. Hal ini dapat dilihat hampir di seluruh uni- versitas-universitas besar di Indonesia. Sebagai contoh UGM, passing grade jurusan Sastra Inggris dan Jepang mencapai angka lebih dari 41%. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan Sastra Indonesia yang mencapai 40.90% dan Sastra Nusantara yang hanya mencapai 39.62% (Sutisna, 2017).

Hal tersebut jelas mengartikan bahwa minat masyarakat untuk mempelajari dan menguasai bahasa asing jauh lebih besar dari pada mahasiswa yang mempelajari bahasa daerah atau nasio- nal. Jika ditanya, tentu mereka akan menjawab dengan alasan jurusan tersebut lebih menjanjikan dalam dunia kerja dan globali- sasi saat ini. Kebanyakan, lulusan sastra daerah maupun nasional memiliki kesempatan kerja lebih sempit daripada jurusan bahasa asing. Pertanyaan yang muncul ialah, apakah bahasa Indonesia bisa mendapatkan posisi yang baik dan benar dalam pengguna- annya? Faktanya tidak, penggunaan bahasa Indonesia yang ada tidak lagi memperhatikan ketentuan yang baik dan benar.

Kini, bahasa Indonesia sudah tidak lagi berwibawa, lihat saja remaja-remaja maupun masyarakat pada umumnya. Mereka lebih berbangga diri dan merasa terpelajar ketika menggunakan bahasa asing (Inggris) dalam kehidupan sehari-hari daripada

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Misal- nya, remaja lebih suka menggunakan istilah upload, babysitter, snack, production house, dan airport, daripada menggunakan istilah mengunggah, pramusiwi, kudapan, rumah produksi, dan bandar udara. Oleh karena itu, anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan nyata dari penuturnya (Sawali, 2007). Tidak dapat dipungkiri, bahasa asing (bahasa Inggris misal- nya) telah menjadi bahasa internasional yang menjadi salah satu bahasa yang diutamakan dalam perputaran arus globalisasi. Penguasaan bahasa asing memang diperlukan sebagai jembatan dalam proses pemahaman ilmu teknologi, pengetahuan yang tentunya sebagian besar berasal dari Barat. Tuntutan penguasaan bahasa asing juga sangat diutamakan dalam dunia kerja. Hal ini dikarenakan semakin luas unsur dalam bisnis atau suatu usaha, semakin luas pula komunikasi yang tentunya menjadi upaya penguasaan bahasa, khususnya bahasa asing.

Namun, yang memprihatinkan bukan tentang banyaknya orang yang belajar bahasa Inggris, bukan tentang seberapa terkenalnya bahasa asing tersebut, tetapi tentang penggunaan bahasa asing yang semakin mendesak bahasa nasional/daerah dalam fungsi sebenarnya. Bahkan, banyak ditemui penggunaan bahasa yang salah kaprah. Semakin lama, penggunaan bahasa daerah maupun nasional terhambat, bahkan terhenti oleh penga- ruh-pengaruh bahasa asing yang cenderung negatif. Posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sudah mulai tergeser oleh bahasa asing khususnya bahasa Inggris.

Penggunaan bahasa daerah, nasional, dan asing akan jauh lebih baik apabila digunakan sesuai kondisi, waktu, maupun tem- pat. Sebagai masyarakat Indonesia, sudah seharusnya meng- utamakan bahasa daerah yang diharapkan menjadi bahasa ibu, kemudian bahasa nasional sebagai penunjang kegiatan ber-

masyarakat secara lebih luas. Setelah menguasai kedua bahasa tersebut, barulah kita dapat mempelajari lebih dalam tentang bahasa asing, sehingga keseimbangan antara 3 bahasa dalam suatu negara tersebut dapat tercapai. Namun, terkadang saat ini yang menjadi urutan pertama sebagai bahasa ibu justru bahasa asing.

Hakikatnya, bahasa daerah digunakan dalam komunikasi keluarga/masyarakat lokal sebagai wujud kebersamaan dalam melestarikan unsur budaya yang ada. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus memegang posisi tertinggi dalam suatu negara sebagai alat komunikasi nasional, di mana setiap daerah tidak dapat mengikuti bahasa daerah masing-masing. Hal kong- kretnya dalam kehidupan kerja atau suatu perusahaan yang me- miliki karyawan dari berbagai daerah, budaya, dan bahasa, peran bahasa Indonesialah yang dapat menjaga komunikasi dalam kehidupan mereka. Posisi bahasa asing, memang, tidak kalah pen- ting, yaitu sebagai salah satu alat dalam penguasaan ilmu penge- tahuan dari Barat demi kemajuan teknologi maupun pengetahu- an suatu bangsa.

Namun, justru kondisi yang terjadi tidak sesuai dengan harapan. Terdapat kondisi antara dua bahasa yang dalam peng- gunaan dan situasinya berbeda. Sering kita temui, di lingkungan keluarga Jawa khususnya, perkembangan anak justru diimbangi dengan ajaran bahasa Indonesia. Akibatnya, banyak anak-anak yang tidak mengerti tentang bahasa Jawa yang menjadi bahasa daerah asal mereka. Sebaliknya, dalam lingkungan kantor mau- pun sekolah, banyak ditemukan penggunaan bahasa Jawa. Pada- hal, dalam kondisi tersebut seharusnya bahasa Indonesia dapat menjalankan fungsinya sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional. Situasi tersebut dapat dikatakan dengan diglosia1 yang sekarang juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

1Situasi kebahasaan dengan pembagian fungsional atas variasi bahasa atau bahasa

Sekiranya pada 2007, Badan PBB dalam bidang kebudayaan, UNESCO memperkirakan bahwa separuh dari 6 ribu bahasa yang ada di dunia saat ini keberadaannya terancam punah. Diketahui 700 lebih berada dan dipakai di Indonesia. UNESCO juga mem- perkirakan hanya sekitar 10% penduduk Indonesia yang memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu. Realita yang ada saat ini, berdasarkan jumlah tersebut telah ada 10 bahasa yang punah. Sembilan di antaranya ada di Papua, yaitu bahasa Bapu, bahasa Darde, dan bahasa Wares di Kabupaten Sarmi. Sedangkan di Kabupaten Jayapura terdapat bahasa Taworta dan bahasa Waritai. Bahasa Murkim dan bahasa Walak di Kabupaten Jayawijaya, bahasa Meoswar di Kabupaten Manukwari, bahasa Loegenyem di Kabupaten Rajaampat dan bahasa ibu di Provinsi Maluku Utara pun saat ini sudah tidak lagi digunakan (Tempo, 2007).

Berdasarkan hal tersebut, jelas fenomena kepunahan bahasa ini bukanlah hal yang mustahil. Kepunahan bahasa tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di negara-negara maju atau berkem- bang yang ada di dunia. Beberapa sumber menyatakan bahwa kepunahan bahasa yang diawali dengan pergeseran bahasa daerah ini tidak hanya terjadi pada bahasa daerah dengan jumlah pemakai yang minim. Pergeseran bahasa juga terjadi pada bahasa dengan jumlah pemakai yang besar, misalnya bahasa Jawa dengan jumlah pemakainya sekitar 80 juta orang di dunia. Sudah seharus- nya pelestarian bahasa daerah maupun nasional ini dilakukan. Bahasa sebagai salah satu identitas suatu budaya dalam daerah tentunya memiliki pengaruh penting dalan budaya itu sendiri.

Hilangnya fungsi bahasa dalam hakikatnya juga diikuti de- ngan punahnya budaya yang diikat oleh bahasa tersebut. Kare- na selain menjadi alat komunikasi suatu kelompok atau etnis, bahasa daerah juga sebagai pengikat adanya budaya dalam suatu daerah. Dengan begitu, jika kita berupaya untuk mengembalikan fungsi bahasa sesungguhnya, kita juga harus turut serta memper-

tahankan budaya yang ada dalam suatu daerah maupun negara tersebut. Jika tidak, identitas bahkan wibawa suatu negara dapat bergantung dengan bahasa dan budaya negara itu sendiri.

Lunturnya penggunaan bahasa daerah dan nasional juga dapat kita lihat dari munculnya sekolah-sekolah bertaraf inter- nasioanl yang hakikatnya mereka menerapkan penggunaaan bahasa asing yang lebih dominan. Bahkan, banyak dijumpai se- kolah-sekolah baik formal maupun nonformal yang mewajib- kan penggunaan bahasa asing selama dalam lingkungan sekolah. Selain itu, penggunaan bahasa asing semakin marak sebagai nama-nama popular suatu perusahaan, rumah makan, hotel, nama usaha, dan sebagainya. Hampir semua papan iklan yang ada, terutama di perkotaan, menggunakan bahasa asing. Tidak- lah heran jika bahasa asing semakin merajai nusantara. Hal ini dikarenakan mudahnya komunikasi dan informasi yang keluar masuk suatu negara sehingga membuat bahasa dan budaya se- makin mengakar pada kebiasaan masyarakat.

Pemerintah dapat melakukan berbagai upaya peningkatan penggunaan bahasa nasional maupun daerah dengan baik dan benar secara luas. Adanya berbagai kampanye politik, seharus- nya, pemerintah dapat melakukan hal yang sama dalam upaya peningkatan penggunaan bahasa tersebut. Dengan begitu, masya- rakat dapat memperbaiki kesadaran berkomunikasi menggunakan bahasa nasional atau daerah. Upaya dalam meminimalisir kepu- nahan bahasa tersebut juga dapat dilakukan dengan berbagai cara dan media. Semakin berkembangnya teknologi baik media cetak maupun elektronik juga sangat berpengaruh pada upaya pelestarian bahasa dan budaya. Media massa dan elektronik tersebut ikut andil dalam menyebarluaskan informasi berupa bahasa dan budaya. Revitalisasi2 dalam bidang pendidikan,

2Proses, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali: berbagai kegiatan

bahasa, dan budaya sangat perlu dalam upaya tersebut. Melalui pembelajaran bahasa daerah maupun bahasa Indonesia, minimal, sekolah sudah ikut andil dalam memperbaiki penggunaan bahasa nasional atau bahasa daerah dengan baik dan sesuai.

Berdasarkan polemik bahasa yang ada tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tergesernya bahasa suatu negara berpengaruh besar pada budaya dan adat suatu negara. Peristiwa alih fungsi bahasa nasional yang perlahan mulai tergeser oleh bahasa asing tersebut tidak dapat dikatakan sepele. Bukanlah sebuah kesalah- an jika seseorang menggunakan bahasa asing dengan baik, karena dengan bahasa asing pintu pengetahuan dapat digenggam oleh suatu negara. Namun, alangkah lebih baik jika bahasa daerah, nasional, dan asing diterapkan sesuai fungsi dan situasi secara seimbang dan selaras. Pemahaman terhadap pentingnya peng- gunaan bahasa daerah dan nasional dengan baik dan benar sangat perlu dilakukan oleh masyarakat suatu bangsa. Dengan adanya kesadaran dalam penggunaan bahasa, Indonesia bisa dan mampu mengembalikan bahasa sebagai salah satu indentitas dan ke- wibawaan bangsa.

Daftar Pustaka

Budiwiyanto, A. (t.thn.). Pendokumentasian Bahasa dalam Upaya Revitalisasi Bahasa Daerah yang Terancam Punah di Indonesia. Dipetik Mei 10, 2017, dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/ lamanbahasa/artikel/1823

Sawali. (2007, Juli 14). Revitalisasi Pembalajaran Bahasa. Dipetik Mei 8, 2017, dari Pelangi Pendidikan: http://pelangi- p e n d i d i k a n . b l o g s p o t . c o . i d / 2 0 0 7 / 0 7 / r e v i t a l i s a s i - pembalajaran-bahasa.html

Sutisna, A. (2017). Passing Grade SBMPTN UGM Terbaru 2016 / 2017. Dipetik Mei 8, 2017, dari Masuk Universitas: https://

www.masukuniversitas.com/passing-grade-sbmptn-ugm- terbaru/

Tempo. (2007, Februari 21). Unesco: Separuh Bahasa Dunia Nyaris Punah. Dipetik Mei 8, 2017, dari Tempo.co: https:// m.tempo.co/read/news/2007/02/21/05593824/unesco- separuh-bahasa-dunia-nyaris-punah

Dewasa ini, kehidupan manusia seakan-akan tidak dapat lepas dari teknologi. Dunia teknologi semakin berkembang pesat seiring berjalannya waktu. Hal ini dibuktikan dengan munculnya teknologi berupa telepon genggam. Saat ini, di Indonesia, telepon genggam tidak hanya dimiliki oleh masyarakat kalangan atas, tetapi juga telah menyentuh berbagai lapisan masyarakat, terma- suk masyarakat kalangan menengah ke bawah. Melalui web ugm.ac.id, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring, menyatakan jumlah pengguna ponsel di Indonesia adalah sebanyak 270.000.000 orang, sedangkan rasio kepemilikan ponsel paling banyak berada di DKI Jakarta dengan total 1,8% per orang.

Dunia, semula, berawal dari kesederhanaan. Kesederhanaan tersebut kemudian berkembang menjadi kemajuan yang me- lahirkan beragam kemudahan. Ada banyak manfaat yang dapat kita peroleh ketika teknologi mulai muncul lalu berkembang dengan pesat, baik kemudahan dalam komunikasi, mencari infor- masi, maupun sebagai hiburan. Semakin banyak produk telepon genggam muncul di pasaran dan menawarkan berbagai fitur menarik. Para produsen telepon genggam berlomba-lomba me- nguasai pasar. Mereka berusaha menyempurnakan produknya agar orang tertarik. Bahkan, tidak sedikit orang yang rela mero-

Terperangkap dalam Dunia

Dalam dokumen Buku Menyelam atkan Bahasa Indonesia.pdf (Halaman 147-155)