• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Pola Gerakan Islam Terhadap Perjuangan Jilbab

C.1. Himpunan Mahasiswa Islam

Organisasi himpunan mahasiswa Islam yang merupakan organsasi yang diperuntukan bagi kalangan mahasiswa. HMI Berkembang Begitu Pesat Karena HMI Lebih Mencirikan Islam Modrenis yang menjadi jembatan di antara kelompok–kelompok Islam lainnya. Dan selain itu sebagai mahasiswa yang merupakan golongan terpelajar yang dipandang sebagai agen perubahan oleh

masyarakat, sehingga memerlukan sebuah wadah yaitu organisasi untuk menampung aspirasi masyarakat. Pada saat itu didalam tubuh HMI adanya perpecahan antara HMI yang setuju dengan asas tunggal dan HMI yang tidak setuju dengan pemberlakuan asas tunggal, tetapi walaupun ada konflik internal ini, tidak membuat gerakan HMI terhenti, tetapi lebih gencar lagi terutama dengan adanya isu dari pelarangan Jilbab sebagai pembangkit semangat keislaman yang semakin memudar.189

189

Dengan adanya asas tunggal membuat HMI terpecah menjadi HMI DIPO dan HMI MPO serta membuat semangat pergerakan menjadi menurun, tetapi dengan adanya Isu pelarangannya jibab, menjadikan ghirah pergerakan HMI di medan muncul kembali.

Pelarangan Jilbab tidak haya dirasakan oleh siswi-siswi di Bandung ataupun di Jakarta, ternyata di daerah Medan juga terdapat beberapa kasus pelarangan Jilbab sehingga untuk mengantisipasi itu maka, HMI USU membuat sebuah strategi untuk menumbuhkan semangat penggunaan Jilbab di kalangan mahasiswa melalui berbagai cara yang tentunya juga dengan berbagai rintangan yang dihadapi. Adapun Pola-pola yang dilakukan oleh HMI adalah:

Penanaman dan pemahaman mengenai Jilbab

Mm

Bagan.3.1: Pola HMI dalam memperjuangakan Jilbab Himpunan

Mahasiswa Islam

Materi kajian tentang Jilbab dan adanya

kewajiban bagi mahasiswa untuk menggunakan Jilbab saat

mengikuti program ini.

Internal Eksternal Training-training Kurikulum Mata Kuliah Agama Koprs HMI Wati Rektor USU Pengajian Ahad Pagi (PAP) Training-training (Pesantren Kilat)

Dari bagan yang terlihat di atas, dapat di jelaskan bahwa Pola gerakan HMI dalam memperjuangkan Jilbab ini terdiri dari 2 strategi yaitu strategi yang dilakukan di Internal HMI dan strategi yang dilakukan diluar HMI (Eksternal). Strategi yang dilakukan di Internal HMI di lakukan pada bidang Koprs HMI Wati (KOHATI), dimana kegiatan HMI wati dikelola oleh departemen keputrian yang merupakan salah satu bidang dalam struktur organisasi HMI. Hal ini diperjelas dari hasil wawancara bersama Bapak Ahmad Taufan mengatakan:

“strategi yang awalnya di mulai dari internal dengan membuat satu wacana untuk Kohati itu jadi diwajibkan pakai kerudung padahal dulunya tidak, tokoh-tokoh HMI tahun70-an itu tidak pakai Jilbab. Tapi tahun 80-an ketika HMI mendorong Jilbalisasi dibangun keadaan situasi internal, merasa berasalah dan merasah terusir sehingga terdesak untuk pakai songkok....”190

Anak HMI bikin pengajian ke luar, salah satunya buat pengajian ke SMA-SMA bikin training-training salah satunya itu pesantren kilat”.

HMI Wati yang awalnya belum ada yang menggunakan Jilbab, dengan adanya sedikit penekanan di dalam organisasi HMI terhadap kader-kadernya untuk menggunakan Jilbabdengan adanya situasi yang merasa terdesak jika tidak menggunakan kerudung pada saat itu. Startegi ini berhasil untuk mensyiarkan penggunaan Jilbab terbukti dari hasil wawancara dengan pak taufan, dimana pada tahun 1980-an HMI Wati telah banyak menggunakan kerudung.Pada bagan terlihat arah anak panah ke kiri ini memperlihatkan bagaimana strategi eksternal yang dilakukan oleh HMI melalui training-training.Training-training ini dilakukan ke sekolah-sekolah negri dalam bentuk pesantren kilat, sebagaimana wawancara bersama Bapak Ahmad Taufan yang mengatakan:,

191

Sedangkan di perguruan tinggi juga di adakan training-training atau pesantren kilat selama tiga hari. Kalau dari USU sendiri Program-program training ini, di usahakan oleh Masri Sitanggang selaku kader HMI bersama Bapak Yaqub yang merupakan Dosen Agama Fisip USU untuk melakukanlobbying

190

Hasil wawancara bersama Bapak Ahmad Taufan. 191

kepada Rektor USU pada bagan di perlihatkan oleh anak panah kebawah dari kolom HMI menjuju Rektor yang menandakan terjadinya komunikasi antara HMI dengan Rektor USU. Hal ini diperjelas dalam pernyataan yang disampaikan oeh Bapak Masri sitanggang yang mengatakan:

Kita bekerja sama dengan Dosen agama, dan saya pada saat itu merupakan asisten doesen agama, itulah kita rancang kegiatan ini. Jadi prinsipnya kalau dulu matakuliah lainnya ada laboraturiumnya, kenapa matakuliah agama tidak? Jadi inilah yang menjadi laboraturium....”192

Pak A.P. Parlindungan religius tetapi dia tidak suka organisasi yang Islam, Sama seperti disini, pak Adam Nasituin dari keluarga yang religuis tapi dia tidak suka dengan kegiatan-kegiatan Islam.

Rektor USU yang menjabat pada tahun 1984 adalah Dr. A. P. Parlindungan, S.H. Pada awalnya Bapak A. P. Parlindungan bersikap apatis dengan kajian-kajian Islam.Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Ahamd Taufan:,

193

DI USU ada Bina mahasiswa Mesjid Dakwah USU, yang melakukan pengkaderan dengah nama Studi Islam Intensif,...., setiap mahasiswa yang mengambil mata kuliah agama di USU wajib masuk pelatihan 3 hari 3 malam. Habis training oleh pak A.P. Parlindungan memberikan Jilbab. Sehingga dulu, saya yang termasuk memberikan pelatihan sama mereka....”

Semangat serta komunikasi yang dibangun intensif antara Rektor dengan Masri sitanggang bersama Bapak Yaqub Hasibuan, menghasilkan sebuah kebijakan memasukan training-training kedalam mata kuliah Agama, sehingga terjadilah kesepakatan untuk mengadakan kajian-kajian tiap minggunya di Mesjid Dakwah USU.Hal ini diperjelas dengan hasil wawancara bersama Bapak Masri Sitanggang yang mengatakan:,

194

Pada bagan terlihat kolom “Kurikulum Matakuliah Agama Islam” terbagi dua anak panah yaitu training-training dalam bentuk pesantren kilat dan adanya

192

Masri Sitanggang pada hari Rabu, 01 Maret 2017 pukul 17.00-17.45WIB di Kantor Majelis Ulama Indonesia Sumatra Utara

193

Hasil wawancara bersama Bapak Ahmad Taufan. 194

Pengajian Ahad Pagi (PAP). Kedua program harus diikuti oleh Mahasiswa USU yang mengambil Matakuliah Agama di karenakan kewajiban yang harus dilakukan oleh Mahasiswa dan terdapat daftar kehadiran serta ada nilainnya. Didalam kurikulum mata kuliah Agama Islam, tidak hanya proses belajar mengajar yang dilakukan didalam kelas saja, tetapi juga adanya pertemuan di luar kelas. Di USU sendiri, pertemuan yang dilakukan di mesjid Dakwah dalam Program training-training. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Masri Sitanggang, yang mengatakan:

“Di USU menjadi pusat pelatihan, dulunya itu ada namanya training-training tiga hari tiga malam setiap mahasiswa yang mengambil mata kuliah agama wajib mengikuti ini nanti dikasi nilai Kalau gak ikut gak ada nilainya, untuk kelulusan”195

Ada dua kewajiban mahasiswa yang mengambil matakuliah agama yaitu training dinamakan pesantren kilat dan harus ikut PAP (Pengajian Ahad Pagi) ada absennya, itu

Program Training-training dikenal dengan Studi Islam Intensif, yang diadopsi dari program yang terdapat di Mesjid Salman ITB. Dimana pada tahap pertama diberikan pelatihan kepada calon instruktur yang nantinya menjadi Instruktur. Setelah itu Instruktur mengundang ustadz-ustadz untuk melakukan training di Mesjid Dakwah dengan memberikan materi-materi terkait keislaman. Peserta yang mendatangi tarining atau kajian ini 90% berasal dari kader-kader HMI. Pada saat itu yang menjadi Pusat kajian Islam adalah Mesjid Salman ITB, IPB dan UGM. Untuk USU yang menjadi pedomannya adalah kajian Islam dari Mesjid Salman ITB.

Pada kedua Program Training dan PAP yang diikuti oleh mahasiswi harus menggunakan Jilbab dan adanya materi mengenai Jilbab, dengan begitu ini merupakan cara penanaman pemahaman mengenai kewajiban serta hukum menggunakan Jilbab kepada Mahasiswi. Serta kegiatan-kegiatan ini menjadi sarana yang masif dalam perjuangan Jilbab, hal ini dipejelas dalam wawancara bersama Bapak Ahmad Taufan yang mengataakan:

195

menjadi saran yang masif untuk gerakan Jilbab. Ditraining dia harus menggunakan Jilbab beberapa hari itu, kemudian di PAP dia juga menggunakan Jilbab. Jadi lama-lama banyak yang menggunakan Jilbab”.196

“....karna ada pesantren kilat dan kami di pesantren di campkan dengan menginap, yang menyampaikan juga menggugah hati kita, jadinya mengena, di sampaikan malam-malam. Saya masih ingat yang ngasih materi namanya zahrumzem yang memberikan ceramah”.

Kegiatan training-training dalam bentuk pesantren kilat dikelola oleh HMI selama tiga hari di mesjid Dakwah terkadang di adakan di alam bebas dengan kegiatan Camp dengan tujuan agar Pesantren Kilat yang diadakan jauh dari kebisingan. Kegiatan ini mendapat respon yang sangat baik dari Retor USU bapak A.P. Parlindungan terlihat kegiatan membagikan-bagikan Jilbab setelah kegiatan training yang dilakukan oleh Bapak A.P.Parlindungan.Kegiatan yang diadakan selama pesantren kilat juga terdapat materi mengenai Jilbab. Hal ini diperjelas dalam wawancara Ibu Masdalifah yang mengatakan:

197

Ada satu sesi di bai’ah untuk menggunakan Jilbab. Kami di panggil satu satu. “ masdalifah bersediakah kamu meggunakan Jilbab?”. Pada saat itu saya jawab tidak. Tetapi setelah itu saya belajar serta berdiskusi dengan orang tua, awalnya memang berat....”

Pesantren kilat menjadi sarana yang masif dilakukan HMI dalam menyampaikan Syiar Jilbab, serta ada satu sesi dalam pesantren kilat yang mempertanyakan kesediaan mahasiswi dalam menggunakan Jilbab. Hal ini di perjelas dalam pernyataan Ibu Masdalifah :

198

“...setelah pulang dari kegiatan pesantren kilat itu, kita melakukan pengamatan dan mendukung bila ada yang menggunakan Jilbab. Bahkan pada saat itu, hasil dari

Strategi HMI tidak hanya berhenti di pesantren Kilat tetapi setelah dari kegiatan Pesantren kilat melakukan pendekatan personal dengan mahasiswi-Mahasiswi. Hal sama juga diperjelas dalam wawancara bersama Pak taufan yang mengatakan:

196

Hasil wawancara bersama Bapak Ahmad Taufan. 197

Hasil wawancara bersama Ibu Masdalifah. 198

pemantuan kita, ada Mahasiswi yang menggunakan Jilbab tetapi tidak beberapa lama melepaskan, sehingga saya dan teman-teman melakukan diskusi mengenai mahasiswi tersebut, kenapa dia melepaskan Jilbab...”199

Tapi kalau misalnya jika ada 100 orang yang ikut training yang pakai Jilbab 20 orang berhasil menggunakan Jilbab setelah tarining bahkan kurang. Tapikan setiap tahunnya dengan penambahan 20 orang lalu tahun depan 20 orang lagi dan seterusnya. Akhirnya ini menjadikan kampus biasa dengan Jilbab. Sehingga semakin lama semakin banyak menggunakan Jilbab. Dengan semakin banyak yang pakai Jilbab maka perempuan yang lainnya akan menggapanggan untuk mulai memakai Jilbab. Karna tidak ada lagi yang memberikan julukan, ninja, ninja...”

Bapak Ahmad Taufan dan teman-teman akhirnya mengetahui ternyata restu orang tua yang menghambatnya menggunakan Jilbab. Sehingga Bapak Taufan bersama teman-teman mendatangi rumah mahasiswi yang mengunakan Jilbab yang tidak mendapat dukungan dari orang tua, HMI berusaha untuk meyakini orang tua mahasiswi, akhirnya disetujui orang tua mahasiswi tersebut untuk menggunakan Jilbab.

Strategi HMI berhasil memberikan pemahaman kepada Mahasiswa akan hukum menggunakan Jilbab. Keberhasilan dari strategi yang dibuat oleh HMI dirasakan Ibu Masdalifah, setelah mengikuti pesantren kilat menjadi mengetahui hukum dari berjilbab bagi wanita Islam. Setelah dari kegiatan pesantren kilat, Ibu Masdalifah mencari buku-buku serta dalil mengenai Jilbab. Akhirnya pada Awal tahun 1985 Ibu Masdalifah memantapkan hatinya untuk menggunakan Jilbab. Sebelum Ibu Masdalifah ada 3 mahasiswi yang telah menggunakan Jilbab yaitu Ibu Lusi, Ibu Lina Sudarwati dan Rosmala Dewi. Pernyataan mengenai keberhasilan HMI dalam memperjuangkan Jilbab diperjelas melalui wawancara bersama Bapak Ahmad Taufan yang mengatkan:

200

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh HMI sangat berpengaruh dalam perjuangan Jilbab, dikarenakan Mahasiswi yang merupakan kalangan terpelajar sudah menggunakan Jilbab. Tentunya masyarakat melihat dan menilai dengan

.

199

Hasil wawancara bersama Bapak Ahmad Taufan. 200

bertambah banyaknya penggunaan Jilbab dari kalangan terpelajar menjadikan sesuatu patokan atau pedoman bagi masyarakat. Mahasiswa menjadi Agen perubahan dalam mengubah stigma atau pandangan masyarakat terhadap wanita yang menggunakan Jilbab.

C.2. Tarbiyah

Gerakan tarbiyah merupakan gerakan yang baru muncul pada tahun 1980 an dibandingan dengan dua gerakan lainnya HMI dan PII, gerakan tarbiyah belum menampakan jati dirinya. Hubungan komunikasi belum terjalin antara gerakan tarbiyah dengan pemerintah Orde Baru. Gerakan tarbiyah muncul dikarenakan reaksi dari sifat represi yang dilakukan oleh pemerintah kepada umat Islam. Terutama dengan adanya SK 052 yang mengatur bentuk dan penggunaan seragam sekolah di Sekolah-sekolah Negri Gerakan yang memperjuangkan Jilbab pada masa Orde Baru salah satunya adalah gerakan Tarbiyah.201

Banyak dari pelaku dan korban pelarangan Jilbab ketika itu dari kalangan tarbiyah. Itu setidaknya yang saya dapati selama penlitian dan juga melalui pengamatan pribadi. Dakwah aktivis tarbiyah termasuk yang muncul dan berkembang di sekolah-sekolah negri ketika itu. Mereka memahami Jilbab hal yang wajib....”

Perjuangan Gerakan Tarbiyah dalam memperjuangakan Jilbab, dikarenakan banyak dari mereka menjadi korban-korban pelarangan Jilbab. Pernyataan ini diperjelas melalui wawancara bersama Bapak Alwi Alatas mengatakan yang mengatakan:

202

201

Gerakan yang memperjuangkan Jilbab pada saat itu adalah PII Jakarta, masjid Salman ITB (Imaduddin Abdulrahim) dan juga gerakan tarbuyah (cika bakal PKS)

202

Hasil wawancara bersama Bapak Alwi Alatas.

Berbagai macam bentuk dari hukuman bagi siswi-siswi yang menggunakan Jilbab, tetapi tentunya tidak ekstrim dari pelarangan Jilbab di Ibu kota Negara. Ada sebagian siswi yang harus mengalah dengan keputusan sekolah untuk membuka Jilbab dan ada pula yang tetap istiqamah untuk menggunakan Jilbab. Dengan hambatan-hambatan yang dirasakan oleh pelajar membuat gerakan Tarbiyah melakukan berbagai kegiatan memperjuangkan Jilbab anatara lain

Bagan.3.2 : Pola Tarbiyah dalam Memperjuangkan Jilbab Da’wah Fardiyah TARBIYAH Kepala Sekolah Guru Agama Mutarrabbi (Adek Binaan) Kajian Aqidah, Muslimah (Jilbab) Pemberian materi melalui potocopian dari majalah dan lainnya Pembentukan Kelompok Halaqah Kajian Keputrian Pemateri Kajian Keputrian dari Kader Tarbiyah

Pola gerakan yang dilakukan oleh Tarbiyah dengan Internal malalui Dakwah

Fardiyah.203

Adek-adek yang dari sekolah-sekolah yang mau mengikuti halaqah-halaqah, nah dalam halaqah ini kita pahamkan lagi mengenai Jilbab itu”

Dengancara pendekatan secara personal terhadap obyek dakwah. Pada saat itu yang menjadi objek dakwah adalah Siswi-siswi SMA. Seperti halnya yang dilakukan oleh Ibu Siti Aminah melakukan pendekatan personal terhadap Aisyah, Susisanti, dan Yanti yang merupakan Siswi SMA N2 Tebing Tinggi dengan memperlihatkan sikap yang ramah, sopan, karena menjadi seorang kader dakwah dengan tingkah lakunya orang dapat menirunya sehingga secara tidaklangsung kader dakwah sudah menjalankan amanah dakwahnya, sehingga tidak jarang Ibu Siti Aminah membawa buku atau majalah untuk menjadi bacaan mereka. Dari pendekatan personal diantara mereka maka terbinanya kelompok Halaqah yang awalnya terdiri dari tiga siswi ini. Melalui Halaqah-halaqah walaupun dengan cara bersembunyi-sembunyi.Murabbi memberikan materi mengenai Jilbab kepada MutarabbinyaKegiatan halaqah ini memberikan pemahaman kedalam hati mereka akan kewajiban menggunakan Jilbab. Sehingga semakin bertambah siswi-siswi yang menggunakan Jilbab. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu Wilda:,

204

“.... adek-adek yang sudah ikut halaqah, mereka mendatangi guru agama agar membuat kajian setiap jumat pada waktu shalat jumat. Guru agama inilah

.

Strategi yang dibangun setelah dari pembentukan Halaqah-halaqah juga melalui kegiatan Rohani Islam yang ada di sekolah-sekolah Umum maupun Agama. Pada Kegiatan Rohis adanya kajian keputrian yang dilakukan setiap hari Jumat, pada waktu shalat Jumat. Pembentukan Kajian keputrian datang dari inisiatif dari mutarabbi yang dibina oleh Ibu Siti Aminah. Mutarabbi mendekati guru agama untuk melakukan pengajian-pengajian khusus putri, hal ini diperjelas melalui wawancara dengan Ibu Siti Aminah yang mengatakan:

203

Dakwah fardiyah adalah dakwah antar personal yang lebih terfokus terhadap satu persatu pribadi.

204

yangmemperbincangkan dengan kepala sekolah, dan akhirnya di bentuklah kajian keputrian. Nah yang menjadi pemateri itu dari kader-kader Tarbiyah.”205

Kader-kader Tarbiyah menjadi pemateri dalam kegiatan Keputrian, didalam kegiatan keputrian ini membahas mengenai Aqidah, Al-quran dan keakhwatan diantaranya yang berkaitan dengan kewajiban menggunakan Jilbab. Pada awalnya kajian ini membuat risau guru agama, tetapi karna melihat penyampaian dari kegiatan ini tidak hanya materi, tetapi juga belajar Tahsin206

Kegiatan keputrian juga dilakukan oleh Ibu Wilda Adriani pada saat itu menjadi Pemateri di Madrasah Tsanawiyah Gupi Tebing Tinggi dan Madrasah Aliyah Al Wahliyah Tebing Tinggi yang memberikan materi-materi mengenai . Kegiatan keputrian secara tidak langsung telah membantu guru agama Islam dalam memberi materi di Kelas. Ibu Siti Aminah yang menjadi pemateri di SMA N2 Tebing Tinggi mengisi kajian keputrian pada setiap satu bulannya dengan agenda tahsin yang diadakan 3 kali dan satu kalinya diisi dengan materi-materi muslimah seperti Mandi wajib dan tentunya tentang Jilbab.

Hal yang sama juga terjadi pada daerah Pematang Siantar, dimana kegiatan Rohis baru muncul setelah adanya kasus pelarangan Jilbab yang dialami oleh Ibu Suryah Nisa. Dengan dizinkan Ibu Surya Nisa menggunakan Jilbab, maka bersama teman-teman Halaqah yang terdiri dari Ibu Surya Nisa, Sri widayana, Fauziah dan lainnya, membuat suatu kajian yang setiap hari Jumat bagi siswi-siswi yang dikenal sebagai kegiatan keputrian. Kajian ini biasanya di isi oleh Murabbi dari Ibu Surya Nisa yang bernama Erni Febrianti yang merupakan Mahasiswi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara. Sehingga tidak mengherankan setelah kegiatan, SMAE N1 Pematang Siantar semakin banyak siswi-siswi yang menggunakan Jilbab, padahal sebelumnya tidak ada yang berani untuk menggunakan Jilbab.

205

Hasil wawancara bersama Ibu Siti Aminah. 206

Tahsin dalam Islam mengandung makna bahwa tuntutan dalam membaca al-quran harus benar dan sesuai dengan contohnya demi terjaganya orisinalitas parktik tikawah dengan sunnah Rasulullah.

kajian keislaman serta materi tentang Jilbab. Kegiatan Rohis sebenarnya telah dilakukan di daerah Jakarta yang diadakan oleh kader-kader Tarbiyah. Dari kegiatan inilah menjadi cikal bakal semakin banyaknya kegiatan-kegiatan Rohis serta semakin banyak yang menggunakan Jilbab. Hal ini diperjelas dalam wawancara bersama Bapak Alwi Alatas yang mengatakan,

Gerakan aktivis tarbiyah termasuk yang muncul dan berkembang disekolah-sekolah Negri pada saat itu. Kader-kader yang masuk didalam gerakan tarbiyah memahami bahwa penggunaan Jilbab merupakan suatu hal yang diwajibkan oleh Allah, sehingga mereka mensyiarkan tentang Jilbab kepada siswi-siswi di sekolah Negri. Sehingga pelajar muslimah yang bersentuhan dengan dakwah ini akhirnya memakai Jilbab ke sekolah walaupun harus mananggung resiko dipanggil pihak sekolah dan bahkan dikeluarkan”.207

Strategi yang dilakukan Trabiyah akhirnya membuahkan hasil dengan semakin banyaknya siswi-siswi yang menggunakan Jilbab tidak hanya di Pulau Jawa tetapi juga didaerah Sumatra Utara seperti Jamur yang tumbuh di musim hujan. Keberhasilan ini mendapat hambatan dari peraturan dan pihak sekolah yang belum mengizinkan menggunakan Jilbab, seperti halnya Riris yang merupakan Siswi SMA N1 Tebing Tinggi yang medapat hambatan dan berbagai pertanyaan dari Guru Agama Islam. Guru agama mempertanyakan niat dari siswi ini menggunakan Jilbab, apakah niatnya dari hati atau karena masuk gerakan tertentu. Sampai akhir Orang tua dari Riris mendatangi sekolah serta mengatakan niat dari putrinya menggunakan Jilbab untuk menegakkan syariat Allah. Rasa cintanya ke pada Allah serta dukungan dari Murabbi dan orang tuanya menjadikan Riris kuat untuk menghadapi hambatan ini. Akhirnya Hubungan yang terjalin baik pada saat itu serta guru Agama melihat niat dari Riris merupakan niat untuk menjalankan kewajibannya seorang muslimah. Sehingga diperbolehkan untuk menggunakan Jilbab berwana hitam. 208

207

Hasil wawancara dengan Bapak Alwi Alatas pada tanggal 27 Januari 2017 208

Pada saat itu Riris diharuskan menggukan Jilbab warna hitam supaya saat berbaris sama dengan warna rambut hitam, agar tidak terlihat perbedaan diantara lainnya.

Dari hasil wawancara bersama Ibu Siti Aminah mengatakan:

“...keluarganya ikut mendukung Riris menggunakan Jilbab. Pada saat itu Ibu dari Riris yang datang ke sekolah dan menegaskannya bahwa anaknya menggunakan Jilbab untuk menegakan syartiat Islam. Saya memberi dukungan untuk Riris dan orang tua dari luar, nanti malahan heran orang kalau saya datang kesana ”209

“Saya masuk SMA 68 di salemba, Jakarta Pusat pada tahun 1990. hanya sekitar 6 bulan sebelum Jilbab diijinkan disekolah. Senior-senior yang mengurusi siswi-siswi muslimah yang terkena kasus Jilbab adalah dari kalangan tarbiyah. Sebagaimana rohis-rohis yang berkembang di sekolah-sekolah negri ketika itu juga umumnya dari kalangan tarbiyah”

Kader-kader Tarbiyah yang lainnya melakukan hak yang sama di saat adanya pelarangan Jilbab, mereka berusaha untuk melakukan berbagai cara untuk menyelesaikan permasalah seperti halnya di daerah Jakarta. Dimana kader-kader membantu mengurusi permasalahan siswi-siswi muslimah yang terkena kasus pelarangan Jilbab. Hal ini dapat terlihat dalam hasil wawancara bersama Bapak Alwi Alatas yang mengatakan;

210

Pada awal tahun1990-an sikap Orde Baru terhadap Islam mulai berubah dan lebih ramah dengan Umat Islam. Tahun 1991 akhirnya dikeluarkan peraturan baru

Dokumen terkait