• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji hipotesis dilakukan untuk memeriksa atau menguji apakah koefisen regresi yang di dapat signifikan (berbeda nyata) atau tidak. Maksud dari signifikan ini adalah suatu nilai koefisien regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Jika koefisien sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

Untuk itu, semua koefisien regresi harus diuji. Terdapat dua jenis uji hipotesis terhadap koefisien regresi yang dapat dilakukan, yang disebut dengan uji-F dan uji-t. Uji-F digunakan untuk menguji koefisien (slope) regresi secara bersama-sama, sedang Uji-t untuk menguji koefisien regresi, termasuk intercept secara individu.

4.6.1 Uji Statistik Model Penduga (Uji-F)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independent dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependent. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji F yaitu perbandingan nilai kritis F dengan nilai hasil F-hitung. Pengujian terhadap pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen dilakukan melalui pengujian terhadap besarnya perubahan variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independen. Analisis pengujian tersebut adalah sebagai berikut:

A. Perumusan Hipotesis Ho : β1 = β2 = β3 = βk = 0 H1 : β1, 2, 3....k≠ 0

B. Menghitung nilai Fhitung dan nilai Ftabel C. Penentuan penerimaan atau penolakan H0

D. Apabila keputusan yang diperoleh adalah nilai Fhitung > Ftabel dimana koefisien regresi berada di luar daerah penerimaan H0 maka tolak H0. Artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Jika Fhitung < Ftabel maka terima H0 artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya.

4.6.2 Uji Statistik untuk Masing-masing variabel (Uji-t)

Pengujian ini digunakan untuk menghitung koefisien regresi secara individu yaitu pengujian hipotesis dari koefisien regresi masing-masing variabel secara parsial atau terpisah. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas secara individu berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebasnya. Analisis pengujiannya sebagai berikut:

A. Perumusan Hipotesis Ho : βi = 0

H1 : βi ≠ 0 ; i = 0, 1, 2,..., k, k adalah koefisien slope

Dari hipotesis tersebut dapat dilihat arti dari pengujian yang dilakukan yaitu berdasarkan data yang tersedia, akan dilakukan pengujian terhadap βi (koefisien regresi populasi), apakah bernilai nol atau tidak. B. Penentuan nilai kritis

Dalam pengujian hipotesis, nilai kritis dapat ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi normal dan dengan memperhatikan tingkat signifikansi (α) dan banyaknya sampel (n) yang digunakan.

ttabel = t (α /2 ), (n-k-1)

C. Menghitung nilai t-hitung koefisien variabel independen thitung =

Dengan :

βi = Nilai koefisien regresi atau parameter variabel Se (βi) = Simpangan baku untuk βi

D. Penerimaan atau penolakan H0 Jika thitung > ttabel maka tolak H0 Jika thitung < ttabel maka terima H0

E. Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 maka koefisien βi tidak sama dengan nol yang menunjukkan bahwa βi nyata atau memiliki nilai yang dapat mempengaruhi nilai dari variabel dependen.

4.6.3 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (goodness of fit), yang dinotasikan dengan R2, adalah proporsi variasi dalam Y yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelasnya. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. R2 memiliki range antara 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 bernilai 1 maka garis regresi menjelaskan 100% variasi dalam Y. Sedangkan jika R2 bernilai 0 maka garis regresi tidak menjelaskan variasi dalam Y. Kecocokan

model dikatakan lebih baik apabila R2 semakin dekat dengan 1. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut:

RSS R2 =

TSS

Dimana:

RSS = Jumlah kuadrat regresi (Residual Sum Square) TSS = Jumlah Kuadrat Total (Total Sum Square)

4.7 Masalah Pengujian Model Regresi

Dalam perumusan model regresi, model yang diperoleh sebagai hasil akhir terkadang mengalami beberapa masalah yang membuat model tersebut tidak memenuhi syarat OLS, yang menyebabkan model yang dihasilkan tidak cukup baik berfungsi sebagai model penduga. Sehingga penting bagi kita untuk memperhatikan permasalahan yang dialami oleh model regresi tersebut. Beberapa permasalahan penting yang terdapat pada model regresi diuraikan dibawah ini.

4.7.1 Heteroskedastisitas

Dalam suatu model apabila terdapat masalah heteroskedastisitas maka model menjadi tidak efisien walaupun model tersebut menunjukkan tidak bias dan konsisten. Untuk mendeteksi terjadinya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas digunakan uji White Heteroscedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Data panel yang diolah dalam Eviews 4.1 dengan menggunakan General Least Square (Cross Section Weights) maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Residual Sum Square pada Weighted Statistic dengan Residual Sum Square pada Unweighted Statistic.

Apabila Residual Sum Square pada Weighted Statistic lebih kecil dibandingkan dengan Residual Sum Square pada Unweighted Statistic maka terdapat heteroskedastisitas pada model tersebut. Langkah untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan metode White Heteroscedasticity yang diestimasi dengan GLS ( Sembiring dalam Jayangsari, 2006).

4.7.2 Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah hubungan liniear yang kuat antara variabel- variabel independen dalam persamaan regresi berganda. Jika nilai R2 yang diperoleh tinggi (antara 0,7 dan 1) tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang nyata pada taraf uji tertentu dan tanda koefisien regresi dugaan tidak sesuai teori maka model yang digunakan berhubungan dengan masalah multikolineraitas (Gujarati dalam Napitupulu, 2007). Beberapa cara untuk menghilangkan masalah multikolineritas dalam model adalah:

1. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya,

2. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan-waktu, 3. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi,

4. Mentransformasikan data

5. Mendapatkan tambahan atau data baru.

Selain itu, data panel diolah dalam Eview 4.1 dengan menggunakan General Least Square (Cross Section Weights) untuk menghilangkan adanya multikolinearitas.

4.7.3 Autokolerasi

Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data deretan waktu) atau ruang ( data cross-sectional). Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada hubungan liniear antar error serangkaian observasi yang diurut berdasarkan waktu (time series). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, dapat dilakukan dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW) yang dapat dilihat pada hasil output estimasi data panel yang menggunakan software Eviews. Ada beberapa ketentuan untuk melihat ada tidaknya autokorelasi yaitu:

1. Apabila DW kurang dari 1,1 maka dapat disimpulkan ada autokorelasi. 2. Apabila DW antara 1,1 dan 1,54, maka tidak ada kesimpulan.

3. Apabila DW antara 1,55 dan 2,46, maka dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi.

4. Apabila DW antara 2,46 dan 2,90, maka tidak ada kesimpulan.

V.

H

ASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keragaan Perdagangan TPT intra-ASEAN 5.1.1 Brunei Darussalam

Brunei Darussalam merupakan salah satu negara yang cukup berkembang dalam sektor industri. Perkembangan disektor industri gas alam dan minyak bumi, menarik negara Brunei Darussalam juga untuk mengembangkan industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Sejak tahun 1976, pemerintah Brunei Darussalam sudah mulai menata perekonomiannya untuk meningkatkan nilai perdagangan Brunei terhadap ketiga komoditi unggulannya.

Pengembangan industri TPT di negara Brunei Darussalam dilakukan dengan upaya usaha kecil artinya pengolahannya dilakukan oleh masyarakat setempat. Usaha ini memberikan hasil yang baik dalam perdagangan TPT baik dalam maupun luar negeri. Pada tahun 2001-2002, industri TPT mengalami peningkatan produksi yaitu sebesar 4,32 persen. Meskipun, peningkatannya relatif kecil, tetapi angka ini menunjukkan bahwa peluang berkembangnya TPT Brunei di masa yang akan datang terbuka lebar.

Pada Gambar 8 ditunjukkan perkembangan ekspor dan impor TPT negara Brunei Darussalam. Dari gambar dapat diketahui bahwa peningkatan ekspor TPT Brunei pada tahun 2002-2004 diikuti dengan peningkatan impor TPT-nya. Selanjutnya pada tahun 2005 ekspor dan impor TPT mengalami penurunan secara bersamaan. Akan tetapi, pada tahun 2006, negara Brunei Darussalam berusaha meningkatkan ekspor maupun impornya. Peningkatan ekspor TPT Brunei pada tahun 2006 sebesar 1,17 juta USD yang berarti ekspor TPT Brunei meningkat

sebesar 0,66 persen dari total ekspornya. Meskipun peningkatan yang terjadi tidak terlalu drastis, akan tetapi negara Brunei Darussalam berusaha untuk memperbaiki kualitas industri TPT dalam negeri.

Peningkatan yang tidak signfikan juga terjadi pada nilai impor TPT pada tahun 2006 yaitu sebesar 1,05 persen dari total impor TPT-nya. Hal ini berarti bahwa pemerintah Brunei harus memenuhi permintaan TPT yang meningkat sepanjang tahun 2005-2006 sehingga kebijakan yang diambil adalah meningkatkan impor TPT.

Sumber: Data sekunder ASEAN Sekretariat

Gambar 8. Perkembangan Ekspor dan Impor TPT Negara Brunei Darussalam

5.1.2 Indonesia

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia masih tetap memegang peranan yang besar baik perekonomian dalam negeri maupun luar negeri. Pada tahun 2006, sektor industri TPT memberikan kontribusi sebesar 11,7 persen terhadap total ekspor nasional, 20,2 persen terhadap surplus perdagangan nasional dan 3,8 persen terhadap pembentukan GDP nasional. Saat ini,

perindustrian TPT Indonesia tidak terlepas dari berbagai masalah, yang disebabkan biaya energi yang mahal, infrastruktur pelabuhan yang belum kondusif, mesin-mesin pertekstilan yang sebagian besar sudah sangat tua, dan ramainya produk impor ilegal terutama dari China. Akan tetapi, dalam kondisi tersebut, produk TPT Indonesia masih memiliki daya saing di pasar luar negeri. Hal ini dibuktikan dengan besarnya kontribusi devisa yang dihasilkan dari sektor industri TPT Indonesia terhadap perdagangan TPT Internasional dibandingkan dengan negara-negara eksportir lainnya. Pada tahun 2006, devisa yang dihasilkan dari subsektor TPT mencapai US$ 9,5 milliar.

Selain itu, industri TPT Indonesia memiliki struktur industri yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir dan memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu industri dengan industri yang lainnya. Struktur yang terintegrasi inilah yang menempatkan Indonesia sebagai negara pemasok TPT keempat terbesar untuk pasar TPT AS dengan kontirbusi 4,18 persen (US$ 3,9 juta). Indonesia terus berusaha untuk mempertahankan prestasi tersebut yaitu dengan peningkatan kualitas dan jasa layanan teknologi industri TPT.

Sebagai negara industri yang baru bertumpu pada potensi nasional, Indonesia memiliki struktur industri yang kokoh dan seimbang, berdaya saing tinggi, bertumpu pada sumber daya manusia industrial yang berkualitas sehingga Indonesia mampu bersaing baik di pasar dalam maupun luar negeri.

Sumber: Data Sekunder ASEAN Sekretariat

Gambar 9. Perkembangan ekspor dan impor TPT Indonesia

Gambar 9 menunjukkan perkembangan ekspor dan impor TPT di negara Indonesia. Ekspor TPT Indonesia menunjukkan tren yang semakin meningkat dari tahun 2002-2005. Walaupun pada tahun 2006 nilai ekspor TPT mengalami penurunan yaitu sebesar 2,03 persen. Demikian halnya, impor TPT yang menunjukkan tren yang meningkat pula dari tahun 2002-2005 dan terjadi penurunan pada tahun 2006 sebesar 4,86 juta USD.

Sepanjang tahun 2002-2005 peningkatan jumlah impor diikuti dengan peningkatan jumlah ekspornya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan domestik maupun pasar dunia terhadap TPT Indonesia. Sehingga Indonesia harus memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap TPT dengan meningkatkan jumlah impornya dari negara lain.

5.1.3 Malaysia

Pengembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di negara Malaysia dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah TPT baik di dalam

maupun luar negeri. Industri TPT Malaysia mencakup kegiatan memintal, menenun hingga menyiapkan produk tekstil untuk di ekspor. Untuk mewujudkan nilai ekspor yang semakin meningkat, negara ini meningkatkan jumlah tenaga kerjanya sehingga output TPT yang dihasilkan dapat lebih maksimal.

Di samping harapan-harapan negara Malaysia dalam meningkatkan nilai ekspornya, ternyata negara ini menghadapi beberapa kendala di dalam negeri. Adanya biaya tenaga kerja yang semakin meningkat merupakan salah satu kendala untuk meningkatkan trade di Malaysia. Biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh dari pemasaran TPT di pasar dunia maupun dalam negeri. Kondisi ini mengakibatkan untuk beberapa waktu Malaysia harus mengimpor TPT untuk memenuhi permintaan TPT yang semakin meningkat di dalam maupun luar negeri.

Peningkatan biaya tenaga kerja di subsektor TPT Malaysia mengakibatkan jumlah ekspor TPT mengalami penurunan dari tahun 2003-2005. Sepanjang tahun yang sama, sisi impor juga mengalami penurunan yang signifikan dengan jumlah ekspornya. Hal ini terjadi karena investasi dalam negeri sepenuhnya diinvestasikan untuk membiayai keseluruhan biaya tenaga kerja. Kondisi tersebut dapat diinterpretasikan pada Gambar 10.

Sumber: Data Sekunder ASEAN Sekretariat

Gambar 10. Perkembangan ekspor dan impor TPT Negara Malaysia

Pada Gambar 10 ditunjukkan perkembangan ekspor dan impor TPT negara Malaysia. Gambar 10 menunjukkan peningkatan ekspor dari tahun 2002-2003 yaitu sebesar 9,09 juta USD. Sepanjang tahun yang sama nilai impor juga mengalami peningkatan sebesar 3,475 juta USD. Namun sepanjang tahun 2003- 2005 terjadi penurunan baik dari sisi ekspor maupun impor TPT negara Malaysia. Penurunan yang terjadi cukup signifikan sehingga perdagangan TPT sepanjang tahun yang sama juga mengalami penurunan.

Pada tahun 2006, terjadi peningkatan ekspor maupun impor TPT di negara Malaysia. Selain harus memenuhi kebutuhan dalam maupun luar negeri, negara Malaysia juga harus melakukan peremajaan terhadap mesin-mesin pengolahan tekstil. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap jumlah tenaga kerja, sehingga kualitas dan kuantitas TPT yang dihasilkan baik.

5.1.4 Singapura

Negara Singapura dikenal dengan negara surga belanja baik di negara ASEAN maupun luar ASEAN. Hal inilah yang mendukung kesuksesan iklim perekonomian negara Singapura di pasar bebas. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) memberikan kontribusi yang cukup besar dimana negara Singapura mampu mengekspor TPT sebesar 4,2 juta USD di pasar dunia.

Singapura mampu mempertahankan peningkatan ekspor TPT walaupun keuangan dalam negeri mengalami resesi pada tahun 2003. Hal ini dikarenakan negara Singapura didukung berbagai pihak swasta sebagai sponsor utama, sehingga perdagangan TPT Singapura tidak terhambat. Perdagangan TPT di negara Singapura juga banyak diminati oleh banyak negara khususnya negara- negara yang tergabung dalam kerjasama regional ASEAN.

Singapura merupakan negara yang memiliki posisi yang strategis pada pelabuhan laut, kondisi tersebut menempatkan Singapura sebagai negara yang ahli dalam perdagangan. Untuk itu, negara Singapura tidak memiliki keinginan untuk membangun industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dalam skala besar. Negara Singapura juga menawarkan infrastruktur perdagangan yang strategis untuk negara-negara lain, dimana Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang diimpor dijadikan sebagai bahan baku industri mode dan garmen yang kemudian dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor ke luar negeri. Selain itu, Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang diimpor tersebut, di labeling dengan brand TPT dalam negeri yang terkenal di pasar dunia.

Kondisi perkembangan ekspor dan impor Singapura dapat dilihat pada Gambar 11. Pada tahun 2004-2006 terjadi tren impor yang semakin meningkat di

negara Singapura sebesar 1,97 persen. Peningkatan impor TPT terjadi secara signifikan sepanjang tahun yang sama.

Sumber: Data Sekunder ASEAN Sekretariat

Gambar 11. Perkembangan Ekspor dan Impor TPT Negara Singapura

Pada Gambar 11 juga ditampilkan perkembangan ekspor TPT negara Singapura. Gambar menunjukkan terjadi peningkatan ekspor yang signifikan dari tahun 2002-2006. Hal ini mengindikasikan bahwa negara Singapura mampu mempertahankan brand produk TPT-nya baik di pasar domestik maupun internasional. Peningkatan yang mencolok terjadi pada tahun 2004-2005 yaitu sebesar 92,44 juta USD dimana peningkatan nilai tersebut hampir mencapai 22 persen dari total ekspornya.

5.1.5 Thailand

Pengembangan TPT negara Thailand dilakukan melalui pelaksanaan UKM (Usaha Kecil Menengah) khususnya yang berbasis pedesaan. Mekanisme pelaksanaan UKM TPT tersebut yaitu dengan membangun sentra-sentra industri TPT di pedesaan yang bekerjasama dengan masyarakat, LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat) dan Pemerintah Thailand. Selain itu, mekanisme yang dilakukan negara Thailand dalam pengembangan industri TPT disesuaikan dengan kebijakan CEPT-AFTA yaitu dengan penurunan tarif ekspor untuk produk tekstil. Melalui mekanisme tersebut negara Thailand mampu meningkatkan daya saing dan daya jual TPT baik dipasar domestik maupun internasional. Keberhasilan mekanisme yang diterapkan negara Thailand terbukti adanya peningkatan ekspor TPT pedesaan dari 6 juta USD pada tahun 2000 meningkat menjadi 1150 juta USD pada tahun 2005.

Sumber: Data Sekunder ASEAN Sekretariat

Gambar 12. Perkembangan Ekspor dan Impor TPT Negara Thailand

Perkembangan impor TPT negara Thailand ditunjukkan pada Gambar 12, dimana sepanjang tahun 2002-2005 terjadi tren yang semakin meningkat, walaupun pada tahun 2006 terjadi penurunan impor TPT sebesar 9,39 persen dari total impornya. Hal ini mengindikasikan bahwa negara Thailand berusaha memberdayakan sumberdaya lokal sehingga mampu mengurangi ketergantungan bahan baku dari negara lain.

Pada Gambar 12 juga disajikan perkembangan ekspor TPT negara Thailand. Sama halnya dengan nilai impor, ekspor TPT negara Thailand juga menunjukkan tren yang semakin meningkat sepanjang tahun yang sama, walaupun pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 2,28 persen yaitu dari 35,43 juta USD menjadi 31,89 juta USD. Kondisi ini mengakibatkan Thailand menetapkan kebijakan industri TPT yang berbasis pedesaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan adanya kebijakan tersebut negara Thailand mampu mempertahankan kualitas dan kuantitas ekspor TPT untuk tahun-tahun berikutnya.

5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan TPT intra- ASEAN

5.2.1 Hasil Estimasi Model

Penelitian ini dilakukan dengan mengestimasi koefisien-koefisien variabel dengan menggunakan program Eviews 4.1. Variabel-variabel dalam penelitian ini juga diestimasi dengan menggunakan model regresi gravity model. Data yang dianalisis menggunakan data panel yang merupakan gabungan dari data time series dan data cross section.

Metode yang tepat yang digunakan dalam gravity model untuk menganalisis aliran perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) intra-ASEAN adalah dengan metode pooled least square. Alasan pemilihan metode tersebut disebabkan jumlah variabel yang dianalisis lebih banyak dibandingkan jumlah cross sectionnya.

Hasil pengolahan data panel dengan menggunakan pooled least square dapat dilihat pada Lampiran 6 pada lampiran. Dari hasil estimasi model yang dapat dilihat pada Lampiran 6, dapat diketahui bahwa variabel independen yang yang berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) intra-ASEAN yang didasarkan pada nilai probabilitasnya yang diperoleh pada selang kepercayaan 95 persen (taraf nyata 5 persen) adalah GDP negara asal (GDPi), GDP negara tujuan (GDPj), populasi negara asal (POPi), populasi negara tujuan (POPj), jarak, nilai tukar negara asal (EXCi), tarif dan dummy kesamaan bahasa. Variabel independen yang tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen adalah nilai tukar negara tujuan terhadap USD Amerika (EXCj). Hasil estimasi tersebut diperoleh setelah diboboti dengan estimasi GLS dan white heteroscedasticity yang bertujuan untuk menghilangkan adanya multikolinearitas dan heteroskedastisitas.

Tabel 10. Hasil Regresi Gravity Model Aliran Perdagangan TPT intra- ASEAN dengan Data Panel menggunakan Pooled Least Square

Variabel Koefisien Standar Error t-statistic Probabilitas

GDP negara asal 2,938199 0,259955 11,30273 0,0000*

GDP negara tujuan 0,724313 0,237913 3,044449 0,0031*

Populasi negara asal -0,820363 0,142052 -5,775077 0,0000*

Populasi negara tujuan -0,092254 0,155858 -0,591910 0,5554

Jarak ekonomi -1,375001 0,244546 -5,622657 0,0000*

Exchange rate negara asal 0,002250 0,052407 0,042927 0,9659

Exchange rate negara tujuan -0,178340 0,054822 -3,253044 0,0016*

Tarif -0,085964 0,037177 -2,312311 0,0231*

Dummy Languages -0,134506 0,220866 -0,608991 0,5441

Weighted Statistics

R-squared 0,990618 Sum Squared Residual 68,79516

Prob (F-statistic) 0,000000 Durbin-Watson Stat 0,336052

Unweighted Statistics

R-squared 0,739009 Sum Squared Residual 94,06530

Durbin-Watson Stat 0,174816

Catatan: *Signifikan pada taraf nyata 5 persen Sumber: Data Sekunder (diolah)

Tabel 10 menunjukkan hasil regresi model aliran perdagangan TPT di intra-ASEAN. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dengan menggunakan metode pooled least square adalah sebesar 99,06 persen yang berarti 99,06 persen perubahan perdagangan TPT intra-ASEAN dapat diterangkan oleh variabel- variebel independen yang terdapat dalam model yaitu GDP negara asal (GDPi), GDP negara tujuan (GDPj), populasi negara asal (POPi), populasi negara tujuan (POPj), jarak, nilai tukar negara asal terhadap USD (EXCi), nilai tukar negara tujuan terhadap USD (EXCj), tarif, dan dummy kesamaan bahasa, sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Hasil uji tersebut juga diperkuat dengan tingginya nilai Fstatistik yang signifikan pada tingkat α 5 persen yaitu sebesar 0,0000 (Setiawati, 2007).

Model regresi yang mengandung lebih dari dua variabel bebas sering mengandung multikolinearitas akibat dugaan adanya korelasi antar sesama variabel bebas (Napitupulu, 2007). Multikolinearitas disebabkan nilai R2 yang tinggi, tetapi variabel independen banyak yang tidak signifikan. Dari hasil pengolahan data yang terlihat pada Tabel 9, nilai R2 yang diperoleh tinggi yaitu 99,06 persen, tetapi terdapat enam variabel dari sembilan variabel independen yang berpengaruh nyata (signifikan) pada taraf nyata 5 persen. Selain itu, masalah multikolinearitas telah diatasi dengan memberikan perlakuan GLS (cross section weights) dalam pengolahan data panel. Sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas pada model.

Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan membandingkan nilai Residual Sum Square pada Weighted Statistic (RSSW) dengan Residual Sum Square pada Unweighted Statistic (RSSU). Pada

pengolahan data panel, diperoleh RSSW < RSSU (68,79 < 94,06), maka hasil tersebut mengindikasikan terdapat masalah heteroskedastisitas pada model. Namun, dalam pengolahan data panel telah diboboti dengan white heteroscedasticity sehingga masalah heteroskedastisitas dapat diabaikan.

Ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada nilai Durbin-Watson Statistic (DW). Pada tabel hasil pengolahan gravity model aliran perdagangan TPT intra-ASEAN, diperoleh nilai DW sebesar 0,336. Nilai DW tersebut kurang dari 1,1 yang berarti terdapat autokorelasi pada model. Hal ini disebabkan data pada variabel dependen dan independen yang dianalisis mengandung pergerakan naik turun (fluktuatif) selama tahun analisis. Untuk mengatasi autokorelasi tersebut, maka dilakukan transformasi model ke dalam bentuk persamaan beda umum (generalized difference equation). Sehingga, dengan persamaan tersebut masalah autokolerasi dapat diatasi dan sudah memenuhi asumsi OLS.

Hasil estimasi persamaan beda umum (generalized difference equation) diperoleh seperti yang diperlihatkan pada Tabel 11. Seperti pengolahan data sebelumnya, hasil regresi model generalized difference equation tersebut juga diberikan perlakuan GLS (Cross Section Weights) dan White Heteroscedasticity untuk menghilangkan masalah multikolinearitas dan heteroskedastisitas. Dari hasil pengolahan data yang baru, diperoleh nilai Durbin-Watson Statistic yaitu 1,622 dimana nilai tersebut berkisar antara 1,55 dan 2,46 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat penyimpangan autokorelasi pada model.

Tabel 11. Hasil Regresi Model Generalized Difference Equation Aliran Perdagangan TPT intra-ASEAN menggunakan Pooled Least Square

Variabel Koefisien Standar Error t-statistic Probabilitas

GDP negara asal 3,215789 0,346767 9,273623 0,0000*

GDP negara tujuan 0,424427 0,229829 1,846710 0,0703**

Populasi negara asal -0,647372 0,168038 -3,852524 0,0003*

Populasi negara tujuan -0,208809 0,209180 -0,998225 0,3226

Jarak ekonomi -2,190658 0,273158 -8,019744 0,0000*

Exchange rate negara asal 0,030036 0,060848 0,493627 0,6236

Exchange rate negara tujuan 0,090554 0,088257 1,026031 0,3095

Tarif -0,226344 0,069328 -3,264835 0,0019*

Dummy Languages 0,834257 0,463107 1,801435 0,0772**

Weighted Statistics

R-squared 0.992857 Sum Squared Residual 108,1493

Prob (F-statistic) 0,000000 Durbin-Watson Stat 1,622102

Unweighted Statistics

R-squared 0,482563 Sum Squared Residual 138,2601

Dokumen terkait