BAB II. TELAAH PUSTAKA
J. Hipotesis Penelitian
Menurut Sekaran (2006) hipotesis merupakan hubungan yang diperkirakan
secara logis antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk
pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan
jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk
studi penelitian. Dalam menguji hipotesis dapat menegaskan perkiraan
hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah
yang dihadapi. Maka, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan hasil seperti
kepercayaan bawahan pada pemimpin telah diteliti sebelumnya. Meskipun
pengembangan teori dan penelitian tentang kepemimpinan transformasional telah
mengkaji pengaruh langsung tersebut, namun ada keterbatasan data yang
membahas
dalam
situasi
seperti
hubungan
antara
kepemimpinan
transformasional dengan hasil pengikutnya kuat atau lemah. Oleh karena itu,
penelitian ini akan mereplikasi penelitian Hughes dan Avey (2008) mengenai
penggunaan humor oleh seorang pemimpin, perilaku transformasional, dan hasil
pengikut. Hipotesis dalam penelitian dirumuskan berdasarkan bukti yang
ditetapkan dalam penelitian yang ada, sehingga memberikan landasan bagi
penelitian ini tentang pengaruh interaktif dari kepemimpinan transformasional
dan humor.
51
Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional akan
memberikan dampak positif terhadap kepercayaan bawahan pada pemimpin,
(Hughes dan Avey, 2008). Jika para pengikut tidak percaya terhadap pemimpin
mereka, meraka tidak akan responsif terhadap upaya pemimpin. Saat ini para
pemimpin harus membangun kepercayaan sebelum bawahan berperilaku secara
transcendental. Oleh karena itu penting bagi seorang pemimpin untuk dipercayai
oleh para bawahannya.
Menurut Robbins (2007) kepercayaan adalah pengharapan positif bahwa
pengikut tidak akan bertindak secara oportunistik, dua unsur yang paling utama
dalam kepercayaan adalah keakraban dan resiko. Dimensi yang melandasi
konsep kepercayaan diidentifikasikan dalam dimensi integritas, kompetensi,
konsistensi, loyalitas dan keterbukaan. Jika pengikut menganggap bahwa
pemimpin tidak memperhatikan kesejahteraan, kekurangan integritas, atau tidak
kompeten, maka bawahan tidak akan mempercayai pemimpin, dan akibatnya
bawahan tidak akan merasa puas dan tidak termotivasi dalam bekerjanya
(Bartram dan Casimir, 2006).
Kepemimpinan Transformasional memfasilitasi pengembangan kepercayaan
pemimpin karena kepemimpinan tersebut melibatkan dan menunjukkan
kepedulian terhadap kebutuhan individu pengikut (Bass, dalam Bartram dan
Casimir, 2006). Kepemimpinan transformasional membutuhkan kepercayaan
pada pemimpin karena ketidak pastian dalam mengubah status. Selain itu
52
pengikut perlu kepercayaan pemimpin jika mereka ingin bekerja sama dan
berkomitmen sepenuhnya untuk mencapai tujuan yang sama ( Bartram dan
Casimir, 2006). Maka dari itu, para pemimpin yang membangun kesepakatan,
mempengaruhi dan berkonsultasi dengan bawahanya dapat meningkatkan
persepsi karyawan tentang pengambilan keputusan yang efektif dan komunikasi,
yang dikatakan membangun kepercayaan dalam hubungan antara pemimpin
dengan bawahan. Berdasarkan paparan di atas, hipotesis 1a dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H1a. Kepemimpinan transformasional berpengaruh pada kepercayaan bawahan
terhadap pemimpin
.Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) identifikasi personal adalah
karakteristik fisik dan mental yang stabil, bertanggung jawab pada identitas diri,
ciri fisik dan mental yang stabil, yang memberi identitas pada individu. Pengaruh
utama pemimpin terjadi ketika bawahan mengenali pemimpin. Para pemimpin
memotivasi sikap yang diharapkan ketika hal itu tampak luar biasa di mata
bawahan dan ketika bawahan memperlihatkan perilaku transformasional yang
mengungkapkan bahwa mereka memiliki dan menunjukkan charisma (Bass,
dalam Avolio et al, 2004). Pemimpin transformasional mempengaruhi para
bawahan mereka melalui proses pengenalan (identifikasi) dan internalisasi.
Identifikasi tampak jelas ketika keyakinan bawahan tentang pemimpin mereka
menjadi dirinya sendiri. Internalisasi terjadi ketika bawahan menganut ide-ide,
53
nilai-nilai, dan keyakinan seorang pemimpin yang mengarahkan perilaku mereka
(Bass, dalam Avolio et al, 2004).
Menirukan seorang pemimpin saja tidak cukup. Penting agar bawahan
menirukan sikap dan keyakinan pemimpin mereka tentang strategi tujuan yang
diinginkan dan efektif. Pengaruh yang mandiri dan motivasi dari seorang
pemimpin transformasional dapat mempengaruhi bawahan untuk mengidentifikasi
dan menginternalisasi sikap dan keyakinan (Hughes dan Avey, 2008).
Pemimpin
transformasional
memberdayakan
pengikutnya
melalui
identifikasi, yang meliputi komponen kognitif dan afektif (Bass, dalam Hughes
dan avey, 2008). Menurut Shamir et al (1993) bahwa pengenalan melalui
identifikasi pribadi dengan pemimpin merupakan mekanisme pokok bagi
pemimpin transformasional untuk membangkitkan motivasi bawahan. Pemimpin
transformasional mengartikulasikan pandangan-pandangan tentang masa depan,
menunjukkan keyakinan bawahan dan melakukan pengorbanan demi mencapai
tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan transformational juga menyelaraskan
tujuan bawahan dengan tujuan pemimpin dan organisasi (Walumbwa et al,
2008). Berdasarkan paparan diatas hipotesis 1b dapat dirumuskan sebagai
berikut:
H1b. Kepemimpinan transformasional berpengaruh pada identifikasi personal
bawahan.
54
Salah satu usaha untuk mencapai tujuan organisasi adalah adanya partisipasi
seluruh karyawan yang diwujudkan dalam suatu bentuk yang disebut komitmen
organisasi. Komitmen organisasi merupakan usaha untuk mengidentifikasikan
diri dan melibatkan diri dalam organisasi dan berharap menjadi anggota
organisasi (Robbins, 2007). Komitmen organisasi memiliki tiga komponen, yaitu
affective, continuance, dan normative (
Mowday et al, dalam Hughes dan Avey, 2008).Salah satu komponen komitmen organisasi adalah komitmen afektif, dimana
komitmen afektif menunjukan keinginan diri para karyawan untuk melibatkan
diri dan mengidentifikasi diri dengan organisasi karena adanya kesesuaian nilai-
nilai dalam organisasi, (Allen dan Mayer, 1990). Komitmen afektif menunjukan
hubungan positif yang kuat pada kepemimpinan transformasional, karena
komitmen afektif memberikan perasaan yang kuat dan dukungan yang
mendorong karyawan untuk tetap berada di organisasi (Bass, dalam Avolio et al,
2004). Pemimpin transformasional mempengaruhi para bawahan melalui
peningkatan komitmen. Komitmen yang tinggi ditandai dengan adanya orang-
orang yang bersedia untuk berusaha demi kepentingan organisasi, loyal dan
terlibat secara penuh dalam upaya mencapai tujuan dan kelangsungan organisasi
(Avolio et al, 2004). Menurut Hughes dan Avey (2008) bahwa dengan
mengunakan humor, pemimpin transformasional dapat mempengaruhi komitmen
afektif bawahan terhadap organisasi.
55
Berdasarkan beberapa penelitian di atas para pemimpin transformasional,
melalui perilaku dapat berpengaruh pada motivasi inspirasi, mampu mendukung
komitmen bawahan dan penyelarasan tujuan terhadap organisasi. Berdasarkan
paparan di atas, dapat dirumuskan hipotesis 1c sebagai berikut:
H1c. Kepemimpinan transformasional berpengaruh pada komitmen afektif
Menurut Robins (2007) kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang
pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristik-
karakteristiknya. Karyawan yang memiliki kepuasan kerja ditunjukkan oleh sikap
yang tidak pernah absen, datang tepat waktu, bersemangat dan memiliki motivasi
yang tinggi (Robins, 2007).
Sebagai salah satu faktor penentu kinerja organisasi, kepuasan kerja
merupakan faktor yang sangat kompleks karena kepuasan kerja dipengaruhi
berbagai faktor, di antaranya adalah gaya kepemimpinan. Semakin tinggi
keefektifan pemimpin, kepuasan bawahan dengan pemimpinnya, dan
kemampuan
pemimpin
menimbulkan
komitmen
bawahan
dalam
kepemimpinanya, akan meningkatkan kinerja organisasi yang dipimpinnya
(Robins, 2007).
Perilaku seorang pemimpin sangat mendukung adanya perkembangan yang
signifikan dan memiliki hubungan yang kuat dengan kepuasan kerja (Rafferty
dan Griffin, 2006). Perilaku para pemimpin transformasional diketahui memiliki
56
sebuah pengaruh positif terhadap kepuasan kerja para bawahan.
Kepemimpinan transformasional juga terkait secara positif dengan kepuasan kerja dalam sampel pekerja yang mengalami akusisi (Nemanich dan Keller, 2007)
.Menurut Hughes dan Avey (2008) kepemimpinan transformasional terkait
erat dengan kepuasan kerja bawahan. Ketika pemimpin berperilaku dengan cara
yang relasional dan mendukung perkembangan maka ikatan emosional bawahan
dengan pekerjaannya dapat terpuaskan. Berdasarkan paparan di atas, dapat
dirumuskan hipotesis 1d sebagai berikut:
H1d. Kepemimpinan transformasional berpengaruh pada kepuasan kerja
bawahan
Banyak ahli yang telah mengungkapkan bahwa humor yang secara efektif
diterapkan akan memiliki efek pemoderasi terhadap prilaku kepemimpinan
transformasional (Avolio et al, dalam Hughes, 2009). Salah satu yang paling
umum adalah penggunaan humor sebagai pemoderasi dalam mengurangi dampak
dari stress terhadap kinerja seseorang (Davis and Kleiner, dalam Hughes dan
Avey, 2008). Thorson et al, (1997) mengungkapkan hubungan antara bagaimana
individu mengalami kejadian-kejadian negatif dan gangguan suasana hati dengan
keyakinan harga diri.
Dalam kajian tentang manajemen, (Malone, dalam Hughes dan Avey, 2008)
mengungkapkan bahwa humor yang digunakan secara tepat dapat memperbesar
57
proses dan kinerja manajerial. Salah satu humor yang paling umum disebutkan
dalam penelitian kepemimpinan dan menawarkan bukti substantif tentang efek
pemoderasi adalah penelitian menurut Avolio et al, (2004) tentang bagaimana
humor memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan yang lengkap terhadap kinerja
individu.
Pemimpin transformasional membantu bawahan memberikan pandangan
tentang masa depan (rangsangan intelektual). Para pemimpin menggunakan
humor untuk melakukan berbagai hal, yang meliputi pengurangan stress,
peningkatan komunikasi, dan motivasi bawahan (Davis dan Kleiner, dalam
Hughes dan Avey, 2008) yang mengungkapkan bahwa gaya humor seorang
pemimpin sangat terkait erat dengan efektivitas pemimpin.
Hughes dan Avey (2008) menyatakan bahwa humor dapat berperan sebagai
pemoderasi dalam hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan
kepercayaan bawahan terhadap pemimpin, identifikasi personal bawahan,
komitmen afektif dan kepuasan kerja. Pemimpin tranformasional yang
mengunakan humor, memiliki beberapa implikasi yang dapat berpengaruh pada
hasil pengikut. Penggunaan humor pada kepemimpin transformasional juga dapat
meningkatkan proses identifikasi personal, komitmen organisasi, dan kepuasan
kerja.
58
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut bahwa humor adalah pemoderasi
hasil pemimpin dengan bawahan, maka dapat di rumuskan hipotesis sebabgai
berikut:
H2a. Penggunaan
humor
memoderasi
pengaruh
kepemimpinan
transformasional pada kepercayaan bawahan terhadap pemimpin.
H2b. Penggunaan
humor
memoderasi
pengaruh
kepemimpinan
transformasional pada identifikasi personal bawahan.
H2c. Penggunaan
humor
memoderasi
pengaruh
kepemimpinan
transformasional pada komitmen afektif.
H2d. Penggunaan
humor
memoderasi
pengaruh
kepemimpinan
transformasional pada kepuasan kerja.
59