i
HUMOR SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL PADA KEPERCAYAAN BAWAHAN TERHADAP
PEMIMPIN, IDENTIFIKASI PERSONAL BAWAHAN, KOMITMEN
AFEKTIF DAN KEPUASAN KERJA.
( Studi pada Tenaga Administrasi PT. Jaya Asri Garmindo, Karanganyar
)SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta
OLEH:
NITA DEWI NH
F1209050
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
ii
ABSTRAKS
Nita Dewi NH
F1209050
HUMOR SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL PADA KEPERCAYAAN BAWAHAN TERHADAP PEMIMPIN
,
IDENTIFIKASI PERSONAL BAWAHAN
,
KOMITMEN AFEKTIF DAN KEPUASAN KERJA(Studi pada Tenaga Adminstrasi PT. Jaya Asri Garmindo, Karanganyar)
Penelitian ini membahas tentang pengaruh kepemimpinan transformasional
pada kepercayaan terhadap pemimpinan, identifikasi personal bawahan, komitmen
afektif, dan kepuasan kerja yang dimoderasi oleh humor. Penelitian dilakukan pada
PT. Jaya Asri Garmindo, Karanganyar. Sehubungan dengan masalah yang hendak
diteliti tersebut, diajukan hipotesis sebagai berikut : (1a). Kepemimpinan
transformasional berpengaruh pada kepercayaan bawahan terhadap pemimpin, (1b).
Kepemimpinan transformasional berpengaruh pada identifikasi personal bawahan
(1c). Kepemimpinan transformasional berpengaruh pada komitmen afektif, (1d).
Kepemimpinan transformasional berpengaruh pada kepuasan kerja, (2a). Penggunaan
humor memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional pada kepercayaan
bawahan terhadap pemimpin, (2b)
.
Penggunaan humor memoderasi pengaruh
kepemimpinan transformasional pada identifikasi personal bawahan, (2c).
Penggunaan humor memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional pada
komitmen afektif, (2d). Penggunaan humor memoderasi pengaruh kepemimpinan
transformasional pada kepuasan kerja.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Jaya Asri
Garmindo, Karanganyar. Teknik pengambilan sampel digunakan teknik sampling
purposive
dari 800 karyawan, berdasarkan saran dari manajer HRD sebaiknya sampel
diambil sebesar 110 karyawan tenaga administrasi saja, karena untuk sampel bagian
produksi tidak memungkinkan untuk mengisi kuisioner karena banyaknya kegiatan
produksi yang dilakukan. Alat pengumpul data yang utama adalah kuesioner.
Analisis data meliputi analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis
deskriptif digunakan untuk menganalisis profil responden terhadap setiap item
kuesioner. Analisis inferensial meliputi uji validitas, uji reliabilitas, dan uji hipotesis
dengan metode SEM yang digunakan untuk mengetahui seberapa cermat dan
konsisten alat ukur yang digunakan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional pada kepercayaan bawahan terhadap pemimpin, identifikasi
personal bawahan, komitmrn afektif, dan kepuasan kerja.
Dari hasil analisis data terlihat bahwa factor-faktor kepemimpinan
transformasional dengan di moderasi oleh humor.
Kesimpulan
yang
diperoleh
adalah
ada
pengaruh
kepemimpinan
transformasional pada kepercayaan bawahan terhadap pemimpin pada kelompok
iii
humor tinggi, ada pengaruh kepemimpinan transformasional pada identifikasi
personal bawahan pada kelompok humor tinggi, ada pengaruh kepemimpinan
transformasional pada komitmen afektif pada kelompok humor rendah dan ada
pengaruh kepemimpinan transformasional pada kepuasan kerja pada kelompok
humor tinggi.
Kata kunci:
Kepemimpinan transformasional, kepercayaan bawahan terhadap
pemimpin, identifikasi personal bawahan, komitmen afektif, kepuasan kerja, dan
humor.
iv
ABSTRACT
Nita Dewi NH F1209050
HUMOR AS A MODERATING VARIABLE FOR THE EFFECT OF
TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP ON SUBORDINATE’S TRUST IN
LEADER, SUBORDINATE PERSONAL IDENTIFICATION, AFFECTIVE
COMMITMENT AND JOB SATISFACTION (A Study on Clerks of PT. Jaya Asri Garmindo, Karanganyar)
This research discusses the effect of transformational leadership on the trust in leader, subordinate personal identification, affective commitment and job satisfaction moderated by humor. This study was taken place in PT. Jaya Asri Garmindo, Karanganyar. In line with the problem to be studied, the following hypotheses were proposed: (1a) Transformational leadership affects the subordinate’s trust in leader, (1b) Transformational leadership affects the subordinate’s personal identification, (1c) Transformational leadership affects affective commitment, (1d) Transformational leadership affects job satisfaction, (2a) The use of humor moderates the effect of transformational leadership on the subordinate’s trust in leader, (2b) The use of humor moderates the effect of transformational leadership on the subordinate’s personal identification, (2c) The use of humor moderates the effect of transformational leadership on the affective commitment, and (2d) The use of humor moderates the effect of transformational leadership on job satisfaction.
The population of research was all employees of PT. Jaya Asri Garmindo, Karanganyar. The sample taken using the purposive sampling technique consisted of 800 employees, and based on the HRD manager’s recommendation, only 110 clerks were taken as the sample because the production division was disabled to complete the questionnaire due to considerable activities they should do. The instrument of collecting primary data used was questionnaire.
The data analysis included descriptive and inferential analyses. The descriptive analysis was used to analyze the profile of respondent in each item of questionnaire. Meanwhile the inferential analysis included validity, reliability and hypothesis tests using SEM method to find out the precision and consistency of measure used to find out the effect of transformation leadership style on the subordinate’s trust in leader, subordinate’s personal identification, affective commitment, and job satisfaction.
From the result of data analysis, it could be seen that the transformational leadership factors were moderated by humor.
The conclusion that could be drawn was there was an effect of transformation leadership on the subordinate’s trust in leader in high humor group, there was an effect of transformation leadership on the subordinate’s personal identification in high humor group, there was an effect of transformation leadership on the affective commitment in low humor group, and there was an effect of transformation leadership on the job satisfaction in high humor group.
Keywords: Transformational leadership, subordinate’s trust in leader, subordinate’s personal identification, affective commitment, job satisfaction, and humor.
v
vi
vii
HALAMAN MOTTO
Tuhan menganugerahkan kecerdasan dan pengetahuan, janganlah memadamkan
lampu berkah Ilahi dan janganlah membiarkan mati dalam nafsu dan dosa. Manusia
yang bijaksana suluhnya senantiasa menerangi lorong kemanusiaan
(Khalil Gibran)
Kita sudah belajar terbang diudara seperti burung dan belajar berenang di dasar laut
seperti ikan. Sekarang yang harus kita pelajari adalah berjalan di dunia sebagai
manusia. Ini adalah proses dimana kita belajar mencintai hidup dengan hati tulus.
Belajar menjadi lebih manusiawi dari waktu ke waktu.
(Kingsley)
Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah,
dengan seni kehidupan menjadi indah,
dengan agama kehidupan menjadi terarah.
( H. A. Mukti Ali )
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Setiap detik waktu penyelesaian karya ini merupakan hasil getaran do’a kedua
orang tuaku yang kucintai. Setiap pancaran semangat dalam penulisan ini
merupakan dorongan dari adik-adikku tercinta dan teman-teman tersayang.
ix
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur alhamdulillahi robbil ‘alamin kehadirat
Allah yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan
kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi dengan judul :
“HUMOR
SEBAGAI
PEMODERASI
PENGARUH
GAYA
KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL PADA KEPERCAYAAN BAWAHAN TERHADAP
PEMIMPIN,
IDENTIFIKASI
PERSONAL
BAWAHAN,
KOMITMEN
AFEKTIF DAN KEPUASAN KERJA ( Studi pada Tenaga Administrasi PT.
Jaya Asri Garmindo, Karanganyar )”
guna memenuhi tugas dan syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam kesempatan ini penulis sampaikan
ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu penulisan skripsi,
yaitu:
1.
Dr. Wisnu Untoro, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret.
2.
Dr. Hunik Sri Runing S., M. Si. selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Sinto Sunaryo, SE, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan
dan arahannya dengan selalu mengusahakan yang terbaik.
4.
Drs. Wiyono, MM selaku dosen pembimbing akademik kuliah.
x
5.
Dosen-dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ilmu dan pengalaman berharga.
6.
Bapak Kurniadi H selaku pimpinan PT. Jaya Asri Garmindo, Karanganyar,
yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
magang kerja di PT. Jaya Asri Garmindo, Karanganyar.
7.
Bapak Abdul Aziz. SB selaku pimpinan HRD pada PT. Jaya Asri Garmindo,
Karanganyar, terimakasih atas bantuanya dalam penelitian ini.
8.
Bapak, Ibu dan Adik tersayang terima kasih atas doa, kasih sayang dan
dukungannya yang selalu mengiringi langkahku.
9.
Sahabat-sahabatku terimakasih atas suport kalian semua.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati, bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perkembangan penulis dan
skripsi ini dari para pembaca semua. Namun demikian harapan penulis semoga karya
sederhana ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya dan menambah khasanah
pustaka kita dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Surakarta, Desember 2011
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
i
ABSTRAK ...
ii
ABSTRAC ENGLISH ...
iv
HALAMAN PERSETUJUAN ...
v
HALAMAN PENGESAHAN ...
vi
MOTTO ...
vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ...
ix
DAFTAR ISI ...
xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ...
1
B.
Rumusan Masalah ...
10
C.
Tujuan Penelitian ...
11
D.
Manfaat Penelitian ...
12
BAB II. TELAAH PUSTAKA
A.
Kepemimpinan ...
14
B.
Kepemimpinan Transformasional . ...
17
C.
Kepercayaan . ...
25
D.
Identifikasi Personal . ...
29
E.
Komitmen Afektif . ...
32
F.
Kepuasan Kerja . ...
37
G.
Humor ...
43
H.
Penelitian Terdahulu ...
45
I.
Kerangka Pemikiran ...
48
xii
J.
Hipotesis Penelitian...
50
BAB III. METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian...
59
B.
Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ...
60
C.
Metode Pengumpulan Data ...
61
D.
Jenis Data ...
62
E.
Definisi Operasional Variabel ...
63
F.
Uji Instrumen ...
68
G.
Metode Analisis Data ...
70
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A.
Deskriptif Perusahaan ...
77
B.
Anaisis Data dan Pembahasan ...
91
1.
Analisis Diskriptif ...
91
2.
Uji Validitas ... 102
3.
Uji Realibilitas ... 105
4.
Analisis SEM ... 106
5.
Analisis Hubungan Antar Variabel ... 116
6.
Analisis Moderasi ... 121
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan ... 132
B.
Keterbatasan ... 135
C.
Saran... 135
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1
Deskripsi Responden berdasarkan Jenis Kelamin ...
91
Tabel IV.2
Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ...
92
Tabel IV.3
Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 94
Tabel IV.4
Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Bekerja ...
94
Tabel IV.5
Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Kepemimpinan
Transformasional ... 96
Tabel IV.6
Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Kepercayaan
Bawahan pada Pemimpin ...
97
Tabel IV.7
Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Identifikasi
Personal bawahan ...
98
Tabel IV.8
Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Comitmen
Afektif ...
99
Tabel IV.9
Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Kepuasan Kerja ...
100
Tabel IV.10 Deskripsi tanggapan Responden Terhadap Humor ...
101
Tabel IV.11 KMO and Bartlett’s Test ...
103
Tabel IV.12 Hasil Faktor Analisis ... 103
Tabel IV.13 Hasil Factor Analisis ... 105
Tabel IV.14 Hasil Uji Reliabilitas ... 106
Tabel IV.15 Hasil Uji Normalitas ...
108
Tabel IV.16 Jarak Mahalanobis Data Penelitian ...
110
Tabel IV.17 Hasil
Goodness-of-Fit
Model ...
111
Tabel IV.18 Hasil
Goodness-of-Fit
Setelah Modifikasi Model ...
113
Tabel IV.19
Regression Weights ...
116
Tabel IV.20 Hasil
Goodness-of-Fit
Model dengan Moderasi ...
122
Tabel IV.21 Hasil
Goodness-of-Fit
Setelah Modifikasi Model
dengan Moderasi ...
124
Tabel IV.22 Hasil Estimasi Model Struktural Efek Moderasi dari
High
Homor dan Low Humor ...
127
Tabel IV. 23 Squared Multiple Correlations
High Homor dan Low
Humor ...
127
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran ...
49
Gambar IV.1 Struktur Organisasi ...
82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ketika perekonomian dan budaya kerja telah berkembang dari era yang
dikendalikan oleh produk atau pasar ke era pengetahuan, fenomena lain telah
berkembang yaitu penelitian tentang humor. Sejak tahun 1980an, kajian dan
aplikasi tentang humor di tempat kerja telah berkembang, baik dalam jumlah
artikel yang diterbitkan , jurnal-jurnal akademi, maupun juga dalam konsultasi
manajemen (Martin, dalam Hughes dan
Avey, 2008).
Akan tetapi, penggunaan humor di tempat kerja tidak bisa selalu dijadikan
solusi yang tepat dalam menghadapi suatu permasalahan yang dihadapi di tempat
kerja. Tidak cukup dengan membuat para bawahan tertawa dan merasa senang
maka hasil positif akan di dapat. Apa yang diketahui oleh para ilmuwan tentang
humor masih beragam, humor memberikan sumbangan yang ambivalen kepada
hasil kerja bawahan. Salah satu contohnya adalah humor juga
bertujuan untukmengurangi emosi yang negative para bawahan (Strick et al, 2009). Menurut
(Vernon et al, 2007) humor dapat mengurangi ketegangan interpersonal.
Penelitian Vinton dan Colinson (dalam Hughes dan Avey, 2008)
membuktikan bahwa
humor dapat mengurangi jarak sosial antara manajer
dengan pekerja. Tetapi menurut Colinson (dalam Hughes dan
Avey, 2008)
2
humor akan dapat meningkatkan jarak sosial antara pekerja dengan manajer.
Guna menilai manfaat humor di tempat kerja secara tepat, humor tidak boleh
dipahami dalam konteks organisasi saja, melainkan harus dipahami kaitannya
dengan bagaimana para pemimpin menggunakan humor untuk mempengaruhi
pengikutnya.
Humor bisa dimanfatkan di lingkup tempat kerja, karena suasana di tempat
kerja tidak selalu dituntut untuk serius, tegang dan terisolasi. Dengan adanya
humor para karyawan dapat lebih santai. Humor dapat memberikan fungsi
sebagai pelumas sosial, menghindari kesenjangan sosial dan mampu
memperlancar komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan, (Vinton, dalam
Hughes, 2009). Sebaliknya, humor juga bersifat subversive, walaupun
menggunakan humor di tempat kerja dengan tujuan agar tidak terjadi
kesenjangan sosial, tetapi humor juga memiliki batasan, yaitu humor
membedakan status antara atasan dan bawahan, (Collinson et al, dalam
Romero
dan Pescosolido
2008). Menurut Decker (1987) bahwa bawahan menilai atasan
yang memiliki humor yang tinggi akan memberikan kontribusi yang besar dan
pengaruh positif terhadap kepuasan kerja, dibandingkan dengan atasan yang
memilki rasa humor yang rendah.
Para pemimpin menggunakan humor untuk melakukan berbagai hal, yang
meliputi pengurangan stress, peningkatan komunikasi, dan motivasi bawahan
(Davis dan Kleiner, dalam Hughes dan Avey, 2008) yang mengungkapkan
3
bahwa gaya humor seorang pemimpin sangat terkait erat dengan efektivitas
pemimpin. Pemimpin sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi untuk
menggerakan dan memotivasi bawahan dalam suatu organisasi. Kepemimpinan
menurut Hersey (1990) didefinisikan sebagai proses mempengaruhi aktivitas
seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan. Sumber daya manusia
harus diolah sedemikian rupa agar para bawahan dapat bekerja secara efisien dan
efektif guna mencapai prestasi kerja yang diinginkan oleh perusahaan.
Keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tidak
terlepas dari peran kepemimpinan, karena pemimpin harus mampu untuk
mempengaruhi, dan mengarahkan pada diri seseorang atau sekelompok orang
untuk mecapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.
Keberadaan pemimpin dalam perusahaan merupakan hal yang terpenting
karena merupakan tulang punggung dan memiliki peranan yang strategis dalam
mencapai tujuan perusahaan. Gaya kepemimpinan yang tepat dapat menimbulkan
motivasi karyawan untuk berprestasi karena sukses tidaknya karyawan dalam
mengukir prestasi kerja dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasanya.
Banyak gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan oleh suatu organisasi, tetapi
kepemimpinan yang akan diterapkan di suatu organisasi harus sesuai dengan
spesifikasi dan situasi organisasi tersebut. Sehubungan dengan banyaknya gaya
kepemimpinan yang ada maka perlu dibuat pembatasan–pembatasan model
4
kepemimpinan yang sekiranya sejalan dengan karakteristik yang dimiliki
perusahaan tersebut.
Salah satu faktor situasional yang berpengaruh terhadap efektifitas
kepemimpinan adalah relasi antara pemimpin dan pengikut, dimana seorang
pemimpin dapat memainkan humor untuk mempengaruhi pengikut dalam meraih
prestasi kerja. Adapun salah satu gaya kepemimpinan yang bisa menggunakan
humor dalam kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan transformasional,
dimana gaya pemimpin tranformasionall biasanya memiliki gaya humor yang
tinggi dibandingkan dengan pemimpin non-transformasional.
Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) mengemukakan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dipilah secara tegas.
Kepemimpinan transformasional melibatkan intelektual, merangsang pengikut
sehingga mendorong bawahan untuk mempelajari cara-cara baru untuk
melaksanakan pekerjaan mereka (Bass, dalam Bartram dan Casimir 2006) dan
pada akhirnya meningkatkan kinerja mereka. Esensi nyata dari kepemimpinan
transformasional adalah bahwa pemimpin ini menyebabkan pengikut melakukan
lebih dari yang diharapkan mereka lakukan (Nugraheni, 2005).
Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional akan
memberikan dampak positif terhadap kepercayaan bawahan pada pemimpin,
identifikasi personal, komitmen afektif dan kepuasan kerja (Hughes dan Avey,
5
2008). Jika para pengikut tidak percaya terhadap pemimpin mereka, meraka
tidak akan responsif terhadap upaya pemimpin. Saat ini para pemimpin harus
membangun kepercayaan sebelum bawahan berperilaku secara transcendental.
Oleh karena itu penting bagi seorang pemimpin untuk dipercayai oleh para
bawahannya.
Menurut Robbins (2007) kepercayaan adalah pengharapan positif bahwa
pengikut tidak akan bertindak secara oportunistik, dua unsur yang paling utama
dalam kepercayaan adalah keakraban dan resiko. Dimensi yang melandasi
konsep kepercayaan diidentifikasikan dalam dimensi integritas, kompetensi,
konsistensi, loyalitas dan keterbukaan. Jika pengikut menganggap bahwa
pemimpin tidak memperhatikan kesejahteraan, kekurangan integritas, atau tidak
kompeten, maka bawahan tidak akan mempercayai pemimpin, dan akibatnya
bawahan tidak akan merasa puas dan tidak termotivasi dalam bekerjanya
(Bartram dan Casimir, 2006).
Kepemimpinan Transformasional memfasilitasi pengembangan kepercayaan
pemimpin karena kepemimpinan tersebut melibatkan dan menunjukkan
kepedulian terhadap kebutuhan individu pengikut (Bass, dalam Bartram dan
Casimir, 2006). Kepemimpinan transformasional membutuhkan kepercayaan
pada pemimpin karena ketidak pastian dalam mengubah status. Selain itu
pengikut perlu kepercayaan pemimpin jika mereka ingin bekerja sama dan
6
berkomitmen sepenuhnya untuk mencapai tujuan yang sama ( Bartram dan
Casimir, 2006).
Di samping pengaruh kepemimpinan terhadap kepercayaan bawahan pada
pemimpin, salah satu hasil yang penting dari kepemimpinan transformasional
adalah identifikasi personal bawahan. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005)
identifikasi personal adalah karakteristik fisik dan mental yang stabil,
bertanggung jawab pada identitas diri, ciri fisik dan mental yang stabil, yang
memberi identitas pada individu. Pengaruh utama pemimpin terjadi ketika
bawahan mengenali pemimpin. Para pemimpin memotivasi sikap yang
diharapkan ketika hal itu tampak luar biasa di mata bawahan dan ketika bawahan
memperlihatkan perilaku transformasional yang mengungkapkan bahwa mereka
memiliki dan menunjukkan charisma (Bass, dalam Avolio et al, 2004).
Pemimpin transformasional mempengaruhi para bawahan mereka melalui proses
pengenalan (identifikasi) dan internalisasi. Identifikasi tampak jelas ketika
keyakinan bawahan tentang pemimpin mereka menjadi dirinya sendiri.
Internalisasi terjadi ketika bawahan menganut ide-ide, nilai-nilai, dan keyakinan
seorang pemimpin yang mengarahkan perilaku mereka (Bass, dalam Avolio et al,
2004).
Menirukan seorang pemimpin saja tidak cukup. Penting agar bawahan
menirukan sikap dan keyakinan pemimpin mereka tentang strategi tujuan yang
diinginkan dan efektif. Pengaruh yang mandiri dan motivasi dari seorang
7
pemimpin
transformasional
dapat
mempengaruhi
bawahan
untuk
mengidentifikasi dan menginternalisasi sikap dan keyakinan (Hughes dan Avey,
2008).
Pemimpin
transformasional
memberdayakan
bawahanya
melalui
identifikasi, yang meliputi komponen kognitif dan afektif (Bass, dalam Hughes
dan avey, 2008). Menurut Shamir et al (1993) bahwa pengenalan melalui
identifikasi pribadi dengan pemimpin merupakan mekanisme pokok bagi
pemimpin transformasional untuk membangkitkan motivasi bawahan. Pemimpin
transformasional mengartikulasikan pandangan-pandangan tentang masa depan,
menunjukkan keyakinan bawahan dan melakukan pengorbanan demi mencapai
tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan transformational juga menyelaraskan
tujuan bawahan dengan tujuan pemimpin dan organisasi (Walumbwa et al,
2008).
Salah satu usaha untuk mencapai tujuan organisasi adalah adanya
partisipasi seluruh karyawan yang diwujudkan dalam suatu bentuk yang disebut
komitmen
organisasi.
Komitmen
organisasi
merupakan
usaha
untuk
mengidentifikasikan diri dan melibatkan diri dalam organisasi dan berharap
menjadi anggota organisasi (Robbins, 2007). Komitmen organisasi memiliki tiga
komponen, yaitu
affective, continuance,
dan
normative
(
Mowday et al, dalam Hughes dan Avey, 2008).8
Salah satu komponen komitmen organisasi adalah komitmen afektif, dimana
komitmen afektif menunjukan keinginan diri para karyawan untuk melibatkan
diri dan mengidentifikasi diri dengan organisasi karena adanya kesesuaian
nilai-nilai dalam organisasi, (Allen dan Mayer, 1990). Komitmen afektif menunjukan
hubungan positif yang kuat pada kepemimpinan transformasional, karena
komitmen afektif memberikan perasaan yang kuat dan dukungan yang
mendorong karyawan untuk tetap berada di organisasi (Bass, dalam Avolio et al,
2004). Pemimpin transformasional mempengaruhi para bawahan melalui
peningkatan komitmen. Komitmen yang tinggi ditandai dengan adanya
orang-orang yang bersedia untuk berusaha demi kepentingan organisasi, loyal dan
terlibat secara penuh dalam upaya mencapai tujuan dan kelangsungan organisasi
(Avolio et al, 2004).
Kepemimpinan transformasional juga berpengaruh pada kepuasan kerja
(Hughes dan Avey, 2008). Menurut Robins (2007) kepuasan kerja adalah
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi
karakteristik- karakteristiknya. Hal ini bersifat abstrak, sehingga tidak dapat
diamati secara langsung (Berry dan Houston, dalam Tondok dan Rita, 2004).
Karyawan yang memiliki kepuasan kerja ditunjukkan oleh sikap yang tidak
pernah absen, datang tepat waktu, bersemangat dan memiliki motivasi yang
tinggi (Robins, 2007).
9
Sebagai salah satu faktor penentu kinerja organisasi, kepuasan kerja
merupakan faktor yang sangat kompleks karena kepuasan kerja dipengaruhi
berbagai faktor, di antaranya adalah gaya kepemimpinan. Semakin tinggi
keefektifan pemimpin, kepuasan bawahan dengan pemimpinnya, dan
kemampuan
pemimpin
menimbulkan
komitmen
bawahan
dalam
kepemimpinanya, akan meningkatkan kinerja organisasi yang dipimpinnya.
Penelitian ini berupaya untuk mereplikasi penelitian Hughes dan
Avey
(2008). Yang mana penelitian Hughes dan
Avey (2008) dilakukan di
Universitas
Midwestern
t. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh kepemimpinan
transformasional pada kepercayaan bawahan terhadap pemimpin, identifikasi
personal bawahan, komitmen afektif dan kepuasan kerja. Sedangkan efek
pemoderasi, humor hanya memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional
pada kepercayaan bawahan terhadap pemimpin, dan komitmen afektif, yang
menunjukan bahwa semakin pemimpin menggunakan banyak humor semakin
kuat pengaruhnya terhadap hasil pengikut, dibandingkan pemimpin yang
memiliki selera humor rendah.
Pentingnya peran kepemimpinan juga dirasakan pada PT. Jaya Asri
Garmindo, Karangannyar suatu perusahaan yang bergerak di bidang garmen
yang memproduksi pakaian jadi. Perubahan lingkungan dan teknologi yang cepat
akan meningkatkan kompleksitas tantangan yang dihadapi organisasi. Oleh
karena itu seorang pemimpin harus mampu mengembangkan dan mengarahkan
10
para bawahan untuk mencapai tujuan dan membangun organisasi menuju
high
performance organization
. Pemimpin PT. Jaya Asri Garmindo, Karanganyar bisa
menggunakan humor dalam kepemimpinanya, karena humor mampu
memberikan pengaruh yang kuat dalam gaya kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan kepercayaan bawahan pada pengikut, identifikasi personal,
komitmen afektif dan mampu meningkatkan kepuasan kerja para bawahan
terhadap atasan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul :
Humor Sebagai Pemoderasi Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Transformasional pada Kepercayaan Bawahan Terhadap
Pemimpin, Identifikasi Personal Bawahan, Komitmen Afektif dan
Kepuasan Kerja. (Studi pada Tenaga Administrasi PT. Jaya Asri
Garmindo, Karanganyar)
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang yang telah dikemukakan, masalah
penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1.
Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh pada kepercayaan
bawahan?
2.
Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh pada identifikasi
personal bawahan terhadap pemimpin?
11
3.
Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh pada komitmen afektif
bawahan?
4.
Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh pada kepuasan kerja
bawahan?
5.
Apakah
penggunaan
humor
memoderasi
pengaruh
kepemimpinan
transformasional pada kepercayaan bawahan terhadap pemimpin?
6.
Apakah
penggunaan
humor
memoderasi
pengaruh
kepemimpinan
transformasional pada identifikasi personal bawahan?
7.
Apakah
penggunaan
humor
memoderasi
pengaruh
kepemimpinan
transformasional pada komitmen afektif?
8.
Apakah
penggunaan
humor
memoderasi
pengaruh
kepemimpinan
transformasional pada kepuasan kerja?
C.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka penelitian ini
mempunyai beberapa tujuan yang akan dicapai, yaitu :
1.
Menguji dan menganalisa kepemimpinan transformasional berpengaruh pada
kepercayaan bawahan terhadap pemimpin.
12
2.
Menguji dan menganalisa kepemimpinan transformasional berpengaruh pada
identifikasi personal bawahan terhadap pemimpin.
3.
Menguji dan menganalisa kepemimpinan transformasional berpengaruh pada
komitmen afektif.
4.
Menguji dan menganalisa kepemimpinan transformasional berpengaruh pada
kepuasan kerja bawahan.
5.
Menguji dan menganalisa
penggunaan humor sebagai pemoderasi pengaruh
kepemimpinan transformasional pada kepercayaan bawahan terhadap
pemimpin.
6.
Menguji dan menganalisa penggunaan humor sebagai pemoderasi pengaruh
kepemimpinan transformasional pada identifikasi personal bawahan.
7.
Menguji dan menganalisa penggunaan humor sebagai pemoderasi pengaruh
kepemimpinan transformasional pada komitmen afektif.
8.
Menguji dan menganalisa penggunaan humor sebagai pemoderasi pengaruh
kepemimpinan transformasional pada kepuasan kerja.
D.
Manfaat Penelitian
Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini, diharapkan mampu
memberikan manfaat bagi :
13
1.
Manfaat praktis
Menjadi bahan masukan bagi pimpinan PT. Jaya Asri Garmindo untuk
menganalisa dan mengevaluasi kinerja para karyawan dan sebagai bahan
pertimbangan untuk menggunakan humor yang mampu memberikan pengaruh
yang kuat terhadap gaya kepemimpinan yang menumbuhkan kepercayaan
bawahan pada pemimpin, identifikasi personal, komitmen afektif dan mampu
meningkatkan kepuasan kerja para bawahan terhadap atasan .
2.
Manfaat Akademis
Hasil penelitian dapat menjadi bahan pemikiran yang memperkaya khasanah
penelusuran dan pengembangan riset perilaku organisasional dan manajemen
sumber daya manusia, terutama pembahasan mengenai kepemimpinan
transformasional, dan pengaruhnya pada perilaku kerja karyawan dngan
mempertimbangkan variabel humor
14
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A.
Kepemimpinan
1.
Pengertian Kepemimpinan
Yukl (2007) memberikan definisi tentang kepemimpinan adalah proses
untuk mempengaruhi orang lain, untuk memahami dan setuju dengan apa
yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta
proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan
bersama. Definisi tersebut mencakup upaya yang tidak hanya untuk
mempengaruhi dan memfasilitasi pekerjaan kelompok atau organisasi
sekarang, tetapi definisi ini juga digunakan untuk memastikan bahwa semua
dipersiapkan untuk memenuhi tantangan dimasa depan. Berdasarkan definisi
tersebut kepemimpinan memiliki beberapa implikasi (http://bisnis.7p.com),
antara lain:
a.
Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para
karyawan atau bawahan (
followers
). Para karyawan atau bawahan harus
memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun
demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak
akan ada juga.
15
b.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan
kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja
yang memuaskan. Menurut Robbins, (2007) kekuasaan yang dimiliki oleh
para pemimpin dapat bersumber dari:
1)
Reward power
, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
mempunyai
kemampuan
dan
sumberdaya
untuk
memberikan
penghargaan
kepada
bawahan
yang
mengikuti
arahan-arahan
pemimpinnya.
2)
Coercive power
, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak
mengikuti arahan-arahan pemimpinnya
3)
Legitimate power
, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas
yang dimilikinya.
4)
Referent pow
er, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan
terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan
pengaruhnya
karena
karakteristik
pribadinya,
reputasinya
atau
karismanya.
5)
Expert power
, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
adalah seseorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian
dalam bidangnya.
16
2.
Gaya-Gaya Kepemimpinan
Dalam kepemimpinan terdapat bermacam-macam gaya kepemimpinan
dengan masing-masing keterbatasan dan kelebihannya. Berikut beberapa gaya
kepemimpinan yang kerap kita lihat atau alami saat ini Bass (dalam Wijaya,
2005) :
a.
Kediktatoran,
gaya
kepemimpinan
kediktatoran
cenderung
mempertahankan diri atas kekuasaan dan kewenangannya dalam
pembuatan keputusan.
b.
Demokrasi relatif, gaya kepemimpinan ini lebih lunak dari gaya
kediktatoran, dan kepemimpinan ini berusaha memastikan bahwa
kelompoknya mendapatkan informasi memadai dan berpartisipasi dalam
tujuan tim sebagai satu entitas.
c.
Kemitraan, gaya kepemimpinan ini mengaburkan batas antara pemimpin
dan para anggotanya, dengan suatu kesejajaran dan berbagi tanggung
jawab
d.
Transformasional, gaya kepemimpinan yang mampu mendatangkan
perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat dan/atau bagi seluruh
organisasi untuk mencapai kinerja yang semakin tinggi.
17
B.
Kepemimpinan Transformasional
Gibson, et al (2007) salah satu situasional yang akan semakin berpengaruh
terhadap efektifitas kepemimpinan dalam dekade mendatang adalah relasi
antara pemimpin dan pengikutnya. Esensi relasi adalah interaksi antar pribadi
yang berbeda motivasi dan potensi kekuasaan, di dalamnya termasuk
ketrampilan dalam rangka mencapai tujuan bersama. Model kepemimpinan
transformasional menekankan alternatif kepemimpinan yang tepat untuk
mengadakan perubahan. Robbins (2002) mendefinisikan kepemimpinan
transformasional sebagai pemimpin yang memberikan pertimbangan tersendiri,
rangsangan intelektual dan memiliki karisma.
Gibson, et al (2007) mendefinisikan kepemimpinan transformasional
adalah memotivasi bawahan terhadap tujuan, ketimbang keinginan jangka
pendek serta pencapaian dan aktualisasi diri ketimbang kesejahteraan, mampu
mengekspresikan visi yang jelas dan menginspirasi orang untuk mencapai visi
tersebut. Dengan mengekspresikan visinya, pemimpin transformasional
mengajak pengikutnya untuk bekerja mencapai sebuah tujuan. Visi dari
pemimpin memberikan para pengikutnya motivasi untuk melakukan kerja keras
yang memberikan imbalan internal.
Kepemimpinan transformasional melibatkan intelektual, merangsang
pengikut sehingga mendorong bawahan untuk mempelajari cara-cara baru
18
untuk melaksanakan pekerjaan mereka (Bass, dalam Bartram dan Casimir
2007) dan pada akhirnya meningkatkan kinerja bawahan.
1.
Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Bass dan Avolio (dalam Bass, 1999) menggambarkan bahwa pemimpin
transformasional pada tahap tengah memiliki karakteristik yang
menunjukkan perilaku karismatik, memunculkan motivasi inspirasional,
memberikan stimulasi intelektual dan memperlakukan kayawan dengan
memberi perhatian terhadap individu. Pillai (dalam Hughes dan Avey,
2008) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki
karakteristik penting yaitu: menampilkan karakteristik yang menunjukkan
perilaku karismatik, memunculkan motivasi inspirasional, memberikan
stimulasi intelektual dan memperlakukan karyawan dengan memberi
perhatian terhadap individu.
Kepemimpinan
transformasional
memiliki
karakteristik
yang
menunjukkan perilaku karismatik, memunculkan motivasi inspirasional,
memberikan stimulasi intelektual dan memperlakukan karyawan dengan
memberi
perhatian
terhadap
individu.
Faktor
kepemimpinan
transformasional
merupakan
kesatuan
yang
saling
tergantung
(interdependence) untuk membangun visi organisasi. Bass dan Avolio
(dalam Bass, 1999), mengemukan bahwa faktor-faktor gaya kepemimpinan
19
transformasional adalah sebagai berikut:
a.
Menunjukkan perilaku karismatik.
1)
Mendapatkan rasa hormat untuk dipercaya.
2)
Kepercayaan kepada yang lain.
3)
Menyampaikan rasa pengertian memiliki misi yang kuat terhadap
pengikutnya.
4)
Menampilkan standar moral yang tinggi.
5)
Membangun tujuan-tujuan yang menantang bagi pengikutnya.
6)
Menjadi model pada pengikutnya.
b.
Memunculkan motivasi inspirasional.
1)
Mengacu pada cara pemimpin transformasional dalam memotivasi.
2)
Memberi inspirasi yang ada di sekitar mereka dengan menyampaikan
Visi dengan lancar.
3)
Percaya diri.
4)
Meningkatkan optimisme.
5)
Semangat kelompok.
6)
Antusias.
c.
Memberikan stimulasi intelektual.
1)
Menunjukkan usaha pemimpin yang mendorong pengikut menjadi
inovatif.
2)
Kreatif dalam memimpin untuk mendorong pengikut agar
20
menanyakan asumsi-asumsi.
3)
Membuat kembali kerangka permasalahan.
4)
Mendekati pengikut dengan cara baru.
d.
Memperlakukan pengikut dengan memberi perhatian kepada individu.
1)
Memberikan perhatian secara personal pada semua individu.
2)
Membuat semua individu merasa dihargai.
3)
Mendelegasikan tugas sebagai cara pengembangan pengikutnya.
Karakteristik
bagian
dalam
pemimpin
transformasional
yang
menghasilkan perilaku yang efektif. Dapat ditunjukan bahwa percaya diri
(’saya dapat membuat perbedaan’), integritas dari dalam, kejujuran dan nilai
pribadi mempengaruhi perilaku pemimpin. Kunci dalam performa yang
efektif adalah bagi pemimpin yang menghubungkan pengalaman hidupnya
dengan perilaku transformasional (Bass, 1999). Hubungan dari dalam perilaku
yang dihasilkan mengarah pada perilaku eksternal yang mengubah organisasi.
Terdapat efek yang mengalir ke bawah dari pemimpin tingkat lebih tinggi
menuju pemimpin tingkat lebih rendah karena pembuatan model perilaku
yang efektif dengan memperkerjakan orang lain dengan perilaku yang sama,
dan perilaku yang diperkuat oleh organisasi. Perilaku pemimpin memotivasi
dan menciptakan sebuah kesan dimana pemimpin memiliki kompetensi dan
visi untuk dicapai keberhasilannya. Perubahan pada perilaku diperlihatkan
untuk mengubah budaya. Dengan demikian perilaku relasional pemimpin
21
mempengaruhi organisasi.
Setiap orang dapat belajar untuk mengembangkan berpikir kreatif dan
mengintegrasikan kemampuan tersebut dengan keterampilan-keterampilan
berpikir tingkat tinggi lain sehingga mampu menyelesaikan berbagai
permasalahan. Belajar mengeksplorasi mimpi dan berbagai kemungkinan
dengan
mengembangkan
kepekaan
terhadap
petualangan,
kejutan,
kenyamanan dan kesenangan sehingga memfasilitasi ide-ide baru dan
pemecahan masalah secara inovatif sesuai kebutuhan. Ide-ide tersebut berbeda
dan menunjukkan kualitas yang tinggi. Saat ini perubahan kehidupan
berlangsung sangat cepat dan kompleks dengan berbagai permasalahan dan
tantangan. Setiap orang dituntut untuk fleksibel, kritis dan terampil berpikir
kreatif sehingga mampu menangani permasalahan dan menemukan solusi
yang melibatkan lingkungan sosial maupun fisik.
2.
Empat Hal Terlaksananya Kepemimpinan Transformasional
Ada 4 hal yang perlu dilakukan agar kepemimpinan transformasional
dapat terlaksana Bass (1990), yaitu :
a.
Mengidealisasikan pengaruh dengan standar etika dan moral yang
cukup tinggi dengan tetap mengembangkan dan memelihara rasa
percaya diantara pimpinan dan pengikutnya sebagai landasannya.
b.
Inspirasi yang menumbuhkan motivasi seperti tantangan dalam tugas
dan pekerjaan.
22
c.
Stimulasi intelektual dengan tujuan untuk menumbuhkan kreativitas,
terutama kreativitas di dalam memecahkan masalah dan mencapai
suatu tujuan bersama yang besar
d.
Pertimbangan individual dengan menyadari bahwa setiap pengikutnya
memiliki keberadaan dan karakteristik yang unik yang berdampak pula
pada perbedaan perlakuan ketika melakukan coaching, karena pada
hakikatnya setiap individu membutuhkan aktualisasi diri, penghargaan
diri dan pemenuhan berbagai keinginan pribadi. Pendekatan ini selain
berdampak positif pada pertumbuhan individu dan optimalisasi
pencapaian hasil, juga akan berdampak pula pada pembentukan
generasi kepemimpinan selanjutnya. Di dalam suatu organisasi yang
sehat, masalah regenerasi kepemimpinan adalah hal penting lainnya
yang juga perlu kita pikirkan dan kita antisipasi.
Bass (1990) juga mengaris bawahi beberapa hal mengenai bagaimana
seorang
pemimpin
transformasional
dapat
mentransformasi
para
pengikutnya dan bagaimana kepemimpinan transformasional itu dapat
terjadi, yaitu dengan:
a.
Meningkatkan kesadaran atas pentingnya suatu tugas pekerjaan dan
nilai dari tugas pekerjaan tersebut
23
b.
Menekankan kepada pengembangan tim atau pencapaian tujuan
organisasi dari pada hanya sekedar kepentingan masing-masing
pribadi
c.
Mengutamakan kebutuhan-kebutuhan dari tingkatan kebutuhan
yang paling tinggi
3.
Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Transformasional
Paradigma baru dari kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh
prinsip untuk menciptakan kepemimpinan transformasional yang sinergis
sebagaimana di bawah ini (Erik Rees, 2001) :
a.
Simplifikasi, keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah
visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama.
b.
Motivasi, kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap orang
yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua
yang perlu kita lakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat
menciptakan suatu sinergitas di dalam organisasi, berarti seharusnya
dia dapat pula mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi
kepada setiap pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas atau
pekerjaan yang betul-betul menantang serta memberikan peluang bagi
mereka pula untuk terlibat dalam suatu proses kreatif baik dalam hal
memberikan usulan ataupun mengambil keputusan dalam pemecahan
24
masalah, sehingga hal ini pula akan memberikan nilai tambah bagi
mereka sendiri.
c.
Fasilitasi, dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara
kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak
pada semakin bertambahnya modal intektual dari setiap orang yang
terlibat di dalamnya.
d.
Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung jawab
melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu
tuntutan dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang
efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi
perubahan dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan
tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin transformasional harus
sigap merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim
kerja yang sudah dibangun.
e.
Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk
melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya
dalam mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan
selalu mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab.
25
f.
Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri
mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru
yang positif.
g.
Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat
untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu
perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi,
dan fisik serta komitmen.
C.
Kepercayaan
1.
Pengertian Kepercayaan
Pemimpin harus membangun kepercayaan sebelum bawahan berperilaku
secara transcendental. Seorang pemimpin untuk dapat dipercayai oleh para
bawahan dan kepercayaan telah dianggap sebagai peran kepemimpinan yang
paling memberdayakan atau berpengaruh (Howard dan Wellins, dalam
Hughes dan Avey, 2008).
Kepercayaan dapat diartikan sebagai keinginan yang sering terjadi
terhadap tindakan orang atau kelompok lain dalam situasi-situasi yang
melibatkan suatu tingkatan resiko. Faktor-faktor seperti kejujuran,
kemampuan, dan kebajikan, apabila menyertai resiko, biasanya dianggap
sebagai indikator kepercayaan (Mayer et al, dalam Bartham dan Casimir,
2007). Jones dan George (dalam Hughes dan Avey, 2008) mengemukakan
sebuah model kepercayaan dua dimensi yang serupa, menghemat perbedaan
26
makna dalam berbagai faktor. Kepercayaan bersyarat diartikan sebagai
keadaan kepercayaan transaksional dimana pihak-pihak mau bertransaksi
menyatakan bahwa salah satu pihak berperilaku dengan cara yang dapat
diterima oleh orang lain. Sebaliknya kepercayaan tak bersyarat terjadi sesudah
pembekuan kepercayaan dan lebih didasarkan kepada kepercayaan salah satu
pihak kepada pihak lain daripada kepada sifat transaksional kepemimpinan
.Menurut Robbins (2007) kepercayaan adalah pengharapan positif bahwa
orang lain tidak akan bertindak oportunistik. Pengarapan positif
mengasumsikan bahwa pengetahuan dan keakrapan dengan pihak lain.
Pengharapan membutuhkan waktu untuk terbentuknya, dibangun sedikit demi
sedikit, dan berakumulasi. Sebagian besar dari kita merasa sulit, jika bukan
tidak mungkin, mempercayai seseorang secara langsung jika kita tidak tau,
kita dapat berspekulasi namun kita tidak dapat percaya.Tetapi ketika kita
mengenal seseorang, dan hubungan tersebut matang, kita memperoleh
kepercayaan terhadap kemampuan kita untuk membuat pengharapan yang
positif. Istilah oportunistik merujuk pada resiko dan kerentanan yang inheren
dalam setiap hubungan kepercayaan.
2.
Dimensi Kepercayaan
Robbins (2007) menyatakan kepercayaan dapat terbentuk melalui
dimensi kunci yang melandasi aspek kepercayaan yaitu :
a.
Dimensi Integritas
27
Dimensi integritas merujuk pada kejujuran dan kebenaran, dari
kelima dimensi ini tampak paling penting ketika seseorang menilai
sifat dapat dipercaya atas pihak lain.
b.
Dimensi Kompetensi
Kompetensi mencakup pengetahuan dan ketrampilan teknis dan
interpersonal. Mempercayai bawahan yang mempunyai ketrampilan
dan kemampuan untuk menjalankan tugasnya.
c.
Dimensi Konsistensi
Konsistensi
terkait
dengan
kehandalan
kredibilitas,
dan
pertimbangan baik seseorang dalam menangani situasi-situasi.
Ketidaksesuaian antara kata-kata dan tindakan akan mengurangi
rasa kepercayaan.
d.
Dimensi Loyalitas
Loyalitas
merupakan
keinginan
untuk
melindungi
dan
menyelamatkan wajah untuk orang lain. Kepercayaan menuntut
bahwa anda dapat bergantung pada seseorang untuk tidak bertindak
oportunitis.
e.
Dimensi Keterbukaan
Keterbukaan antara atasan dan bawahan dalam hal pekerjaan, dan
memberikan info yang benar.
28
3.
Jenis Kepercayaan
Terdapat tiga jenis kepercayaan dalam hubungan organisasi, menurut
Robbins (2007):
a.
Kepercayaan Berbasis Ketakutan
Kepercayaan yang berdasarkan pada ketakutan akan tindakan
balasan jika kepercayaan itu dilanggar. Bawahan memiliki
ketakutan jika hasil yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan.
b.
Kepercayaan Berbasis Pengetahuan
Sebagaian besar hubungan organisasi berakar pada kepercayaan
berbasis pengetahuan, yakni kepercayaan didasarkan pada
prediktabilitas perilaku yang berasal dari riwayat interaksi.
c.
Kepercayaan Berbasis Identifikasi
Kepercayaan berdasarkan rasa saling memahami atas maksud
masing-masing dan menghargai keinginan dan hasrat orang lain.
Saling pengertian ini dikembangkan ke titik di mana masing-masing
pihak dapat bertindak secara efektif bagi yang lain.
D.
Identifikasi Personal
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) identifikasi personal adalah
karakteristik fisik dan mental yang stabil bertanggung jawab pada identitas diri
29
ciri fisik dan mental yang stabil yang memberi identitas pada individu. Pengaruh
utama pemimpin terjadi ketika bawahan mengenali pemimpin. Para pemimpin
memotivasi sikap yang diharapkan ketika hal itu tampak luar biasa di mata
bawahan dan ketika bawahan memperlihatkan perilaku transformasional yang
mengungkapkan bahwa mereka memiliki dan menunjukkan charisma (Bass,
dalam Avolio et al, 2004). Pemimpin transformasional mempengaruhi para
bawahan mereka melalui proses pengenalan (identifikasi) dan internalisasi.
Identifikasi tampak jelas ketika keyakinan bawahan tentang pemimpin mereka
menjadi dirinya sendiri. Internalisasi terjadi ketika pengikut menganut ide-ide,
nilai-nilai, dan keyakinan seorang pemimpin yang mengarahkan perilaku mereka
(Bass, dalam Avolio et al, 2004).
Menurut Robbins (2007) faktor-faktor lima besar kepribadian mencakup :
1.
Ekstraversi
(extroversion)
Dimensi ini mengungkapkan tingkat kenyamanan seseorang dalam
berhubungan dengan individu lain. Individu yang memiliki sifat
ekstraversi cenderung suka hidup berkelompok, tegas, dan mudah
bersosialisasi. Sebaliknya, individu yang memiliki sifat introvert
cenderung suka menyendiri, penakut dan pendiam.
2.
Mudah bersepakat
(agreeableness)
Dimensi ini merujuk pada kecenderungan individu untuk patuh terhadap
individu lainnya. Individu yang sangat mudah bersepakat adalah individu
30
yang senang bekerja sama, hangat, dan penuh kepercayaan. Sementara
itu, individu yang tidak mudah bersepakat cenderung bersikap dingin,
tidak ramah, dan suka menentang.
3.
Sifat berhati-hati
(conscientiousness)
Dimensi ini merupakan ukuran kepercayaan. Individu yang sangat
berhati-hati adalah individu yang bertanggung jawab, teratur, dapat
diandalkan dan gigih. Sebaliknya, individu dengan sifat berhati-hati yang
rendah cenderung mudah binggung, tidak teratur dan tidak bisa
diandalkan.
4.
Stabilitas emosi
(emotional stability)
Stabilitas emosi, sering juga disebut berdasarkan kebalikannya, yaitu
neurosis
(neurocims)
. Dimensi ini menilai kemampuan seseorang untuk
menahan stres. Individu dengan stabilitas emosi yang yang positif
cenderung tenang, percaya diri, dan memiliki pendirian yang teguh.
Sementara itu, individu dengan stabilitas emosi yang negatif cenderung
mudah gugup, khawatir, depresi, dan tidak memiliki pendirian yang
teguh.
5.
Terbuka terhadap hal-hal baru
(openness to experience)
Dimensi ini merupakan dimensi terakhir yang mengelompokkan individu
berdasarkan lingkup minat dan ketertarikannya terhadap hal-hal baru.
Individu yang sangat terbuka cenderung kreatif, ingin tahu, dan sensitif
31
terhadap hal-hal yang bersifat seni. Sebaliknya, mereka yang tidak
terbuka cenderung memiliki sifat konvensional dan merasa nyaman
dengan hal-hal yang telah ada.
Menurut Robbins (2007) penentu-penentu kepribadian mencakup :
1.
Keturunan
Keturunan merujuk ke factor-faktor yang ditentukan sejak lahir. Ukuran
fisik, daya tarik wajah, jenis kelamin, temperamen, komposisi, refleksi
otot, level energi, dan ritme biologis adalah karakteristik yang umumnya
dianggap entah sepenuhnya atau secara substansial dipengaruhi oleh siapa
orang tuanya. Pendekatan keturunan berpendapat bahwa penjelasan
terakhir tentang kepribadian seseorang adalah struktur molekul dari gen,
yang terdapat dalam kromosom. Jadi jika ciri-ciri kepribadian sepenuhnya
ditentukan oleh keturunana, ciri-ciri tersebut sudah ada pada saat
kelahiran dan tidak ada pengalaman yang bisa menggantikannya.
2.
Lingkungan
Diantara factor-faktor yang memberikan tekanan pada pembentukan
kepribadian
kita
adalah
kebudayaan
dimana
kita
dibesarkan;
pengkondisian awal kita; norma di tengah keluarga, teman, dan kelompok
sosial dan pengaruh–pengaruh lain yang kita alami. Faktor-faktor
lingkungan ini memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian
kita.
32
E.
Komitmen Afektif
1.
Pengertian Komitmen Afektif
Secara tertulis, komitmen organisasi mempengaruhi berbagai perilaku
penting agar organisasi berfungsi efektif. Komitmen afektif menunjukan
keinginan diri para karyawan untuk melibatkan diri dan mengidentifikasi
diri dengan organisasi karena adanya kesesuaian nilai-nilai dalam organisasi,
(Allen dan Mayer, 1990). Komitmen afektif menunjukan hubungan positif
yang kuat pada kepemimpinan transformasional, karena komitmen afektif
memberikan perasaan yang kuat dan dukungan yang mendorong karyawan
untuk tetap berada di organisasi (Bass, dalam Avolio et al, 2004).
Menurut Allen dan Mayer (1990) ada tiga komponen dalam komitmen
organisasi yaitu:
a.
Affective commitment
Menunjukkan keinginan karyawan untuk melibatkan diri dan
mengidentifikasikan diri dengan organisasi karena adanya
kesesuaian nilai-nilai dalam organisasi.
b.
Continuance commitment
Komitmen yang muncul akibat ada kekhawatiran terhadap
kehilangan manfaat yang biasa diperoleh dari organisasi.
33
c.
Normative commitment
Komitmen yang muncul karena karyawan merasa berkewajiban
untuk tinggal dalam organisasi.
Buchanan, Cook dan Wall (dalam Kriswatik, 2004) mengemukakan
pandangannya yang sedikit berbeda mengatakan bahwa komitmen organisasi
terdiri dari tiga komponen yaitu:
1). Adanya identifikasi, yang berarti adanya kebanggaan terhadap organisasi
dan terjadinya internalisasi tujuan-tujuan dan nilai-nilai organsasi.
2). Adanya keterlibatan, yang ditandai dengan penyerapan aspek-aspek
psikologis dalam setiap aktivitas dalam mennjalankan peran.
3). Adanya loyalitas, yang ditunjukkan dengan afeksi dan kelekatan pada
organisasi serta adanya perasaan memiliki yang diwujudkan dalam
keinginan untuk tetap tinggal dalam organisasi.
2.
Dimensi Komitmen Organisasi
Luthans (1995) mengemukakan tiga dimensi didalam komitmen
organisasi, antara lain:
a.
Affective commitment involves the employee’s emotional attachment to,
identification with, and involvement in the organization. Affective
commitment
mengacu pada keterikatan emosional, identifikasi serta
keterlibatan seorang karyawan pada suatu organisasi. Komitmen afektif
seseorang akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu
34
organisasi konsisten dengan harapan-harapan dan memuaskan
kebutuhan dasarnya dan sebaliknya.
Goal congruence orientation
seseorang terhadap organisasi menekankan pada sejauh mana seseorang
mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi memiliki tujuan-tujuan
pribadi yang sejalan dengan tujuan-tujuan organisasi. Pendekatan ini
mencerminkan keinginan seseorang untuk menerima dan berusaha
mewujudkan tujuan-tujuan organisasi. Ada suatu jenis komitmen yang
berhubungan dengan pendekatan kongruensi tujuan
(goal congruence
approach),
yaitu komitmen afektif
(affective commitment)
yang
menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi
suatu organisasi karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan
memang berkeinginan melakukannya. Pegawai yang mempunyai
komitmen afektif yang kuat tetap bekerja dengan perusahaan karena
mereka menginginkan untuk bekerja di perusahaan itu.
b.
Continuance commitment involves commitment based on the costs that
the employee associates with leaving the organization.
Konsep
side-bets
orientation
yang menekankan pada sumbangan seseorang yang
sewaktu-waktu dapat hilang jika orang itu meninggalkan organisasi. Tindakan
meninggalkan organisasi menjadi sesuatu yang beresiko tinggi karena
orang merasa takut akan kehilangan sumbangan yang mereka tanamkan
35
pada organisasi itu dan menyadari bahwa mereka tak mungkin mencari
gantinya.
c.
Normative commitment involves the employee’s feelings of obligation to
stay with the organization
. Komitmen normatif bisa dipengaruhi
beberapa aspek antara lain sosialisasi awal dan bentuk peran seseorang
dari pengalaman organisasinya.
3.
Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen
Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi
melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers (dalam
http://teorionline.wordpress.com)
menyatakan
tiga
faktor
yang
mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain :
a.
Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan
variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.
b.
Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi
dengan rekan sekerja.
c.
Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan
cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya
tentang organisasi.
36
Sementara
itu,
Minner
(http://teorionline.wordpress.com)
mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan
antara lain :
1.
Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja dan kepribadian.
2.
Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan
dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
3.
Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk
organisasi, kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian
yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
4.
Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat
berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada
organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan
karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi
tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan
F.
Kepuasan Kerja
1.<