• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5 Pembahasan

4.5 Pembahasan

SADARI pada Siswi SMA Negeri 1 Kota Jambi, dengan begitu hipotesis Ho diterima. Menurut penelitian ini pengetahuan merupakan faktor protektif terhadap perilaku SADARI pada Siswi SMA Negeri 1 Kota Jambi. Pengetahuan tinggi maupun rendah pada Siswi SMA Negeri 1 Kota Jambi memiliki risiko yang sama untuk memiliki perilaku SADARI kurang baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gloria Tuelah, dkk (2020). Menunjukaan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan SADARI terhadap perilaku SADARI bagi Siswi SMA Negeri 2 Bitung (PR= 0,894; P-value= 0,444). Pada hasil yang didapatkan, banyak responden yang memiliki pengetahuan SADARI dengan kategori baik 67,4% namun, dari banyaknya responden tersebut, menjelaskan hanya sekedar mengetahui SADARI tetapi, tidak paham terkait langkah-langkah yang dilakukan saat melakukan SADARI yang baik dan kondisi tersebut terjadi sama seperti penelitian ini38.

Sejalan dengan hasil penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh Harry Nugraha (2016), pengetahuan merupakan faktor protektif dari perilaku SADARI pada Siswi SMA Yuppentek 1 Kota Tanggerang dan terbukti signifikan secara statistik (P-value= 0,30; PR= 0,680; 95%CI:

0,39-1,34)39. Penelitian yang dilakukan Kurniawati, dkk (2021), juga menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku SADARI pada Remaja Putri berusia 15-21 Tahun di Kabupaten Lampung Barat tahun 2021 (P-value= 0,869; PR= 0,707)8. Menurut Kurniawati dkk (2021) hal ini tidak sama dengan Teori Green dalam Notoatmodjo (2010), dikarenakan adanya faktor lingkungan.

Dimana, faktor lingkungan pada penelitian tersebut ialah desa yang sepenuhnya belum berkembang dan menunjukkan perilaku kelompok yang belum dapat memahami dan mendukung informasi SADARI40.

Sejalan dengan penelitian Rizka Angrainy pada (2017), penelitian yang dilakukan oleh Nurhanifah Siregar (2021) di SMA Negeri 3 Padang Sidimpuan dan Rica Tri Septinora (2018) di SMA Swasta Surya Ibu Kota Jambi Tahun 2018 menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan faktor

risiko utama terhadap perilaku SADARI (P-value= 0,002; PR 2,32;

95%CI: 1,38-4,5). Ketiga peneliti tersebut berasumsi bahwa pengetahuan ialah poin domain dalam membentuk perilaku SADARI. Apabila, pengetahuan SADARI seseorang baik, maka perilaku SADARI nya pun akan baik pula35 42. Ketiga penelitian tersebut memiliki karakteristik responden yang berbeda dengan penelitian ini, dimana pada ketiga penelitian itu pada umumnya responden berpengetahuan kurang baik dan memiliki perilaku SADARI yang kurang baik sementara, pada penelitian ini mayoritas responden memiliki karakteristik berpengetahuan kurang baik dan memiliki perilaku SADARI yang baik.

Menurut Notoatmodjo, pengetahuan kesehatan ialah segala hal yang diketahui seseorang tentang cara menjaga dan memilihara kesehatanya. Hal ini sama dengan pendapat Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010), bahwa pengetahuan merupakan salah satu predisposing factors yang mempengaruhi perilaku seseorang. Penelitian Sadler (2007) dan Montazeri dkk (2008) menunjukkan pada awal mulanya seseorang yang mengadopsi perilaku baru, terdapat tahapan awal yakni ialah kesadaran (Awareness).

Hasil penelitian yang didapatkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan SADARI kurang baik (55,6%) responden. Proporsi responden berpengetahuan baik pada umumnya memiliki perilaku SADARI baik (53,6%). Berdasarkan proporsi peritem pernyataan pada variabel pengetahuan, 63 responden mengetahui bahwa SADARI merupakan deteksi dini kanker payudara yang dapat dilakukan sendiri (100%). Pada umumnya, responden mengetahui tujuan melakukan SADARI (96,8%) dan mayoritas mengetahui bahwa SADARI dilakukan dengan menggunakan 3 ujung jari tangan (90,5%).

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan seseorang dapat diinterprestasikan dalam dua kategori yakni; baik, bila responden menjawab benar 76%-100% pertanyaan, dan kurang baik, bila responden menjawab benar 75%-0% pertanyaan. Dalam hasil penelitian ini, diketahui letak rendahnya pengetahuan SADARI pada Siswi SMA Negeri 1 Kota

Jambi adalah; pada umumnya responden tidak mengetahui; waktu yang tepat melakukan SADARI (52,4%), SADARI yang harus dilakukan pada hari ke-7 sampai dengan hari ke-10 setelah menstruasi (68,3%), wanita yang telah memiliki anak juga harus SADARI (4,8%), dan wanita yang Menarche kurang dari 10 tahun rentan kanker payudara (46,0%).

Pengetahuan SADARI yang baik tidak menjamin mempengaruhi perilaku SADARI yang baik pula. Terdapat 63 responden penelitian, sebanyak 22 responden (35%) tidak pernah SADARI, dimana mayoritas mengakui bahwa dikarenakan ia tidak pernah mengetahui adanya deteksi dini kanker payudara dengan SADARI (36,4%).

Dengan begitu menggambarkan bahwa perilaku SADARI yang baik masih sulit didapatkan jika hanya dengan pengetahuan SADARI yang baik. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung, seperti;

keyakinan, lingkungan, kenyamanan, dukungan sosial dan sarana prasarana kesehatan yang mendukung dilakukannya deteksi dini kanker payudara dengan metode SADARI.

4.5.3 Hubungan Sikap dengan Perilaku SADARI

Berdasarkan analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku SADARI pada Siswi SMA Negeri 1 Kota Jambi, dimana proporsi perilaku SADARI kurang baik lebih besar pada responden dengan kategori sikap negatif. Menurut penelitian ini sikap negatif merupakan faktor risiko terhadap perilaku SADARI, dimana Siswi yang memiliki sikap negatif berpeluang lebih besar untuk memiliki perilaku SADARI kurang baik dibandingkan Siswi yang memiliki sikap positif, dengan begitu Ho ditolak.

Penelitian yang dilakukan Gloria Teulah (2020) di SMA Negeri 2 Bitung menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku SADARI. Menurut karakteristik responden pada penelitian Gloria Teulah, ialah sebagian besar memiliki sikap negatif sedangkan penelitian ini mayoritas responden memiliki sikap positif terhadap perilaku SADARI.

Penelitian yang dilakukan oleh Yeni Puspita Sari (2014) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku SADARI pada Siswi SMK Negeri 8 Medan tahun 2014.

Pada umumnya responden penelitian tersebut memiliki sikap negatif (73%) sedangkan pada penelitian ini pada umumnya responden memiliki sikap positif (57,1%). Menurut Yeni Puspita Sari dkk, sikap positif seharusnya memperlihatkan adanya kesamaan respon untuk melakukan perilaku yang baik pula. Tetapi, seseorang yang memiliki sikap positif belum dapat menjamin bisa atau mau melakukan deteksi dini kanker payudara dengan SADARI45.

Sejalan dengan hasil penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh Hemas Rifka Fatimah (2018) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku SADARI pada wanita usia subur di Kecamatan Tegalrejo, DIY Yogyakarta tahun 2018 (P-value = 0,001) dan sikap merupakan faktor risiko terhadap perilaku SADARI (PR=

2,17)46. Pada penelitian tersebut, mayoritas responden memiliki sikap positif (53,7%) dan sejalan dengan penelitian ini (57,1%). Penelitian Selvita Barus (2019) menunjukkan bahwa Siswi yang memiliki sikap negatif berpeluang 2,045 kali berisiko untuk memiliki perilaku SADARI kurang baik pada Siswi SMA RK Delimurni Bandar Baru2.

Berbanding terbalik dari pada hasil penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh Shinta Deby Afianty (2019) menunjukkan bahwa sikap merupakan faktor protektif terhadap perilaku SADARI pada Siswi SMA Putra Bangsa Depok Tahun 2019 dan tidak terbukti signnifikan secara statistik (P-value= 0,784; PR= 0,960; 95%CI: 0,726-1,270). Peneliti berasumsi hal ini terjadi karena responden yang memiliki sikap negatif ikut serta dalam melakukan SADARI lebih banyak (77,8%) daripada responden yang memiliki sikap positif (74,7%)32.

Sikap ialah pendangan atau perspektif seseorang yang diikuti dengan keinginan untuk bertindak terhadap suatu sumber stimulus (objek stimulus) yang telah melibatkan faktor emosi dan faktor pendapat orang yang bersangkutan (setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, ya-tidak,

mau-tidak mau). Sikap dipengaruhi oleh 3 komponen; kognitif, konatif dan afektif. Pada teori menunjukkan jika salah satu dari 3 komponen pembentuk sikap tidak ada, maka terjadi ketidak sesuaian yang meningkatkan resiko perubahan sikap ekstrem. Pada penelitian ini, yakni sikap terhadap perilaku SADARI.

Pada umumnya sikap Siswi SMA Negeri 1 Kota Jambi adalah positif (57,1%) dan memiliki perilaku SADARI baik (72,2%). Terdapat beberapa item pertanyaan pada angket yang menunjukkan tingginya proporsi responden yang menganggap SADARI hanya dilakukan oleh wanita yang telah memiliki risiko (50,8%) dan tanda gejala curiga kanker (66,7%) dan telah memiliki anak saja (54,1%). Responden yang memiliki sikap negatif pada umumnya memiliki perilaku SADARI yang negatif pula (59,3%). Sikap negatif responden terhadap deteksi dini kanker hanya diperuntukkan bagi wanita berusia diatas 20 tahun (48,9%). Padahal SADARI dianjurkan bagi semua golongan umur dan di prioritaskan sedini mungkin untuk dilakukan.

Hasil diatas menjelaskan bahwa, sikap Siswi untuk menyadari pentingnya SADARI dapat meningkatkan kesadaran diri untuk dapat mempraktekkan SADARI secara rutin tiap bulannya. Dengan begitu Siswi akan merasa terbiasa dan tidak sungkan dalam mempraktekkan SADARI dan dapat mengetahui jika terdapat kondisi abnormalitas pada payudaranya.

4.5.4 Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Perilaku SADARI

Keterpaparan informasi merupakan faktor risiko utama terhadap perilaku SADARI pada Siswi SMA Negeri 1 Kota Jambi. Siswi yang tidak pernah terpapar informasi SADARI berpeluang memiliki risiko perilaku SADARI kurang baik lebih besar dibandingkan Siswi yang pernah terpapar informasi SADARI dan terbukti signifikan secara statistik, dengan begitu Ho ditolak.

Peneltian yang dilakukan oleh Shinta Deby Afianty dkk (2019) menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara keterpaparan informasi dengan perilaku SADARI pada Siswi SMA Putra

Bangsa Depok Tahun 2019. Siswi yang tidak pernah terpapar informasi SADARI memiliki peluang risiko sebesar 1,485 kali untuk memiliki perilaku SADARI kurang baik (PR= 1,485; 95%CI: 1,066-2,067) dan terbukti signifikan secara statistik (P-value= 0,009). Penelitian Shinta Deby Afianty menunjukkan bahwa mayoritas responden pernah terpapar informasi SADARI dan memiliki perilaku SADARI yang baik, dimana kondisi tersebut juga terjadi dalam penelitian ini32.

Sejalan dengan penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh Gusti Ayu Resa Dyanti dkk (2017), menjelaskan bahwa keterpaparan informasi merupakan faktor utama terhadap keterlambatan penderita kanker payudara dalam mendapatkan pengobatan. Dalam penelitian Gusti Ayu Resa Dyanti dkk (2017) terdapat beberapa faktor keterlambatan pengobatan penderita kanker payudara salah satunya adalah keterpaparan informasi, dimana keterpaparan informasi merupakan faktor risiko utama dalam penelitiannya. Besar peluang risiko terhadap perilaku SADARI kurang baik bagi yang tidak pernah terapapar informasi SADARI adalah 2,75 kali dari pada penderita yang pernah terpapar informasi SADARI dan terbukti signifikan secara statistik (P-value= 0,011; PR= 2,75; 95%CI:

1,16-6,59)47.

Berbanding terbalik dengan penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh Dini Apriliyana dkk (2017), menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keterpaparan informasi dengan perilaku SADARI pada Remaja Putri di SMA Negeri 3 Semarang (P-value= 0,301;

PR= 0,670)48. Dalam analisis statistiknya, diketahui bahwa perilaku SADARI kurang baik lebih banyak pada responden yang tidak terpapar informasi SADARI. Dini Apriliyana dkk berasumsi bahwa paparan informasi yang didapatkan oleh responden tidak berhubungan dalam melakukan SADARI.

Keterpaparan informasi merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi terbentuknya perilaku SADARI. Terbukti dalam hasil penelitian ini, diketahui adanya hubungan antara keterpaparan informasi dengan perilaku SADARI. Menurut Notoatmodjo (2003) terdapat 3 jenis

sumber informasi kesehatan, yakni; media cetak (majalah, koran, poster), media elektronik (internet, radio, tv) dan petugas kesehatan. Adanya sumber informasi yang bermanfaat terhadap peningkatan tingkat pengetahuan dan sikap yang baik terhadap perilaku pencegahan penyakit31. Adanya keterpaparan informasi kesehatan terkait SADARI membantu penderita maupun sekelompok orang yang ingin mengetahui tata cara dan manfaat SADARI. Jika, seseorang yang telah menjadi penderita kanker payudara tapi belum mengetahui dirinya terkena kanker payudara, maka terjadi adanya keterlambatan penderita dalam pemeriksaan kanker payudara. Terbukti bahwa banyak penderita kanker payudara, tidak melakukan pemeriksaan awal ke pelayanan kesehatan. Hal ini, menyebabkan, temuan kanker payudara yang ditemukan adalah stadium lanjut di Indonesia, sebanyak 80% di tahun 201547.

Pada hasil penelitian ini, dari 63 responden, hanya 38 (60%) responden pernah terpapar informasi terkait SADARI. Walaupun, informasi SADARI tidak terdapat pada kurikulum SMA Negeri 1 Kota Jambi, sebagian responden penelitian ini mendapatkan infromasi terkait SADARI dari berbagai platform baik online (Twitter (47,4%) maupun offline (majalah/koran (10,5%), petugas puskesmas (26,3%), kader kesehatan (5,3%), televisi dan radio (10,5%).

Sumber informasi yang didapatkan pada umumnya terdapat di aplikasi online, yakni Twitter (47,4%). Pelaksanaan terhadap deteksi dini kanker payudara, khsususnya SADARI tidak selalu konsisten hasilnya. Hal ini dikarenakan, adanya perbedaan keterpaparan informasi yang didapatkan oleh responden penelitian. Sama halnya dengan studi literatur yang dilakukan oleh Kalayu Birhane dkk (2017) yang menunjukkan adanya beberapa studi terdahulu di Berhan terkait perilaku SADARI yang hasilnya selalu berbeda-beda31.

4.5.5 Hubungan Dukungan Keluarga/Ibu dengan Perilaku SADARI

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara dukungan keluarga/ibu dengan perilaku SADARI pada Siswi SMA Negeri 1 Kota Jambi. Berdasarkan gambaran

karakteristik responden diketahui proporsi perilaku SADARI kurang baik lebih besar pada kelompok Siswi yang tidak didukung oleh keluarga/ibu.

Menurut hasil penelitian ini dukungan keluarga/ibu merupakan faktor risiko terhadap perilaku SADARI pada Siswi SMA Negeri 1 Kota Jambi, dengan begitu Ho ditolak.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ari Pertama Watiningsih dkk (2020) adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga/ibu dengan perilaku SADARI. Diketahui bahwa dukungan keluarga/ibu yang kurang baik memiliki risiko 7 kali untuk memiliki perilaku SADARI yang kurang baik (P-value= 0,003; PR= 7,002) 34.

Berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fachni Dyah Anggraini dkk (2020), tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga/ibu dengan perilaku SADARI. Dimana dukungan keluarga/ibu merupakan faktor protektif dalam perilaku SADARI dan tidak terbukti signifikan secara statistik (PR= 0,729; 95%CI:

0,222-2,317) 49

Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi ibu responden yang pernah melakukan SADARI dan memberikan informasi SADARI masih tergolong rendah yakni 41,3%. Proporsi ini dikategorikan masih rendah mengingat belum separuh dari langkah/tahapan SADARI yang terlaksana.

Dukungan keluarga/ibu merupakan faktor predisposisi dalam Teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2014)6.

Dukungan keluarga/ibu menimbulkan rasa saling memahami.

Keluarga/Ibu merupakan sosok terdekat kepada seorang individu, dalam bentuk dukungan deteksi dini kanker payudara. Dukungan tersebut diberikan guna memotivasi seseorang untuk melakukan tindakan pencegahan dini demi meningkatkan derajat kesehatan seseorang dan bentuk dukungan yang baik dan suportif terhadap pola perilaku yang baik pula bagi orang yang menerimanya. Pengoptimalisasi ikut sertaan bagi keluarga/ibu dalam hal ini harus ditingkatkan.

Hasil proporsi peritem pernyataan pada dukungan keluarga/ibu diketahui pula tidak ada satupun responden yang dibantu oleh ibu untuk

melakukan SADARI. Pada dasarnya ibu dapat memberikan arahan terkait tahapan SADARI yang baik. Terhadap 63 responden dukungan untuk mengingatkan responden melakukan SADARI juga tergolong rendah.

Sebagian besar keluarga/ibu hanya berperan sekedar memberikan info SADARI saja tetapi, tidak dengan penjelasan serta praktik yang sesuai.

4.5.6 Hubungan Dukungan Teman Sebaya dengan Perilaku SADARI Hubungan dukungan teman sebaya dengan perilaku SADARI pada Siswi SMA Negeri 1 Kota Jambi terbukti siginifkan dan bermakna secara statistik. Siswi yang tidak didukung teman sebaya memiliki risiko berperilaku SADARI kurang baik dibandingkan Siswi yang didukung oleh teman sebayanya. Dengan begitu, dikatakan nilai p-value < 0,05, dimana secara statistik Ho ditolak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayani dkk (2022) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan teman sebaya dengan perilaku SADARI pada Santri Putri di Ponpes X Kab. Pringsewu, Provinsi Lampung tahun 2021 (P-value=

0,005). Santri yang tidak didukung teman sebaya melakukan SADARI memiliki peluang 4,569 kali memilki perilaku SADARI kurang baik (PR=

4,569; 95%CI: 1,684-12,399). Hidayani dkk berasumsi bahwa pola perilaku anak SMA kelas 1 cenderung memiliki jawaban angket yang sama, dikarenakan masih belum pede dalam memutuskan jawaban atas dirinya sendiri. Mereka masih cenderung mengikuti jawaban teman yang dirasa lebih pandai dari dirinya, hal tersebut juga terjadi pada responden kelas 1 pada penelitian ini 9.

Sejalan dengan hasil penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Linda Ahenkorah Fondjo dkk (2018) membandingkan tingkat penilaian pengetahuan, sikap dan perilaku SADARI antara siswi sekolah menengah atas (359 siswi) dengan mahasiswi (677 mahasiswi) di Ghana. Hasil penelitian tersebut menunjukkan ada sebanyak 187 (50,08%) siswi SMA memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik dan 341 (95%) memiliki sikap baik terhadap perilaku SADARI. Hanya 15 (4,18%) siswi mengaku pernah mendapat informasi SADARI dari teman sebayanya.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan teman sebaya siswi SMA dengan dukungan teman sebaya mahasiswi di Ghana untuk melakukan SADARI13.

Penelitian yang dilakukan oleh Rismawaty Tuarita (2021) menunjukkan hubungan yang signifikan antara dukungan teman sebaya dengan perilaku SADARI pada Siswi SMA Sedayu Bantul, Provinsi DIY Yogyakarta. Sejalan dengan peneitian ini, Ester Ratnaningsih dkk (2020) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan teman sebaya dengan perilaku SADARI pada Siswi SMA Negeri 16 Semarang.

Siswi yang tidak didukung teman sebaya berpeluang 4,875 kali memiliki perilaku SADARI kurang baik dan terbukti signifikan secara statistik (P-value= 0,000; PR 4,875)51.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dukungan ialah sokongan atau bantuan. Dikutip dari Notoatmodjo (2003), dukungan ialah suatu upaya yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang yang membutuhkannya dalam bentuk moril ataupun materil. Dukungan tersebut bertujuan untuk memotivasi seseorang yang membutuhkannya untuk melakukan suatu kegiatan. Dalam penelitian ini, dukungan teman sebaya dapat berupa dukungan informasi, dukungan emosi dari seseorang yang berumur hampir sama dengan responden penelitian, dan memberikan motivasi untuk melakukan SADARI. Teman sebaya diketahui sangat mempengaruhi kehidupan seseorang, terutama remaja.

Teman sebaya berperan sebagai teman untuk berbagi cerita, berbagi informasi melalui sebuah kelompok remaja yang masing-masingnya memiliki peran. Kecenderungan keterikatan pada kelompok akan baik seiring dengan meningkatnya frekuensi temu antar teman sebaya.

Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi responden yang didukung teman sebaya untuk melakukan SADARI tergolong rendah (35%). Hal demikian dikarenakan, dengan rendahnya proporsi responden yang mendapatkan informasi SADARI dari teman sebaya dan tidak sering mengingatkan untuk praktek SADARI.

4.6 Keterbatasan Penelitian

Dokumen terkait